Monday, November 11, 2013

وَاقِعُ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامِهِمْ


Memahami hadits : فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ
Pernyataan dalam bagian hadits tersebut adalah pertanyaan dari Hudzaifah bin Al-Yaman kepada Rasulullah saw sesaat setelah dia mendengar ucapan Rasul : تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ. Nampak jelas ada dua keadaan wadah kehidupan kaum muslim (كِيَانُ حَيَاةِ الْمُسلِمِيْنَ) yakni :
a.       wadah kaum muslim saat adanya jamaah dan imam (كِيَانُ حَيَاةِ الْمُسلِمِيْنَ حِيْنَ يَكُوْنُ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَاِمَامٌ)
b.       wadah kaum muslim saat tidak ada jamaah dan imam (كِيَانُ حَيَاةِ الْمُسلِمِيْنَ حِيْنَ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ اِمَامٌ)
Lalu, apakah yang menjadi ciri atau identitas yang pasti dari dua jenis wadah kehidupan kaum muslim tersebut? Untuk memahami hal itu maka harus dilakukan penggalian dari hadits secara keseluruhan :
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ (رواه البخاري)
Hadits itu menunjukkan :
1.       ada dua realitas sistema yaitu sistema اَلْخَيْرُ dan  اَلشَّرُّ. Sistema اَلشَّرُّ yang digandengkan dengan reali-tas جَاهِلِيَّةٌ wujud dan menjadi wadah kehidupan manusia sepanjang sebelum Islam. Adapun sistema اَلْخَيْرُ adalah pengganti sistema اَلشَّرُّ dan itu berasal dari Allah SWT seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Ketika yang sedang berlaku adalah sistema اَلْخَيْرُ maka secara otomatis sistema اَلشَّرُّ sirna dari arena kehidupan manusia, sebaliknya saat yang berlaku riil adalah sistema اَلشَّرُّ maka sistema اَلْخَيْرُ dipastikan tidak berlaku. Itulah yang dimaksudkan oleh seluruh pernyataan Rasulullah saw yang membenarkan akan terjadinya keadaan silih berganti antara kedua sistema tersebut.
2.       saat sistema اَلشَّرُّ yang berlaku, baik itu 100 persen sistema tersebut saja maupun bercampur dengan  sistema اَلْخَيْرُ, maka itulah realitas wadah kehidupan manusia di dunia berbasis اَلشَّرُّ. Sedangkan saat yang diberlakukan adalah sistema اَلْخَيْرُ maka ada dua kemungkinan yakni diberlakukan secara utuh dan murni (100 persen اَلْخَيْرُ) atau disertai dengan gangguan/distorsi/penyimpangan berupa penggu-naan sebagian (sekecil apa pun) dari sistema اَلشَّرُّ : وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ. Lalu keti-ka ditanyakan kepada Nabi saw tentang realitas  دَخَنٌ : وَمَا دَخَنُهُ, maka beliau saw memberikan penje-lasan secara pasti : قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ, yang menunjukkan adanya sebagian penguasa Islam (Khalifah) yang memadukan (جَنْبًا عَلَى جَنْبٍ) antara sistema Islam dengan sistema kufur. Wa-laupun demikian, masih dipastikan bahwa itulah realitas wadah kehidupan manusia di dunia berba-sis اَلْخَيْرُ.
3.       secara pola pernyataan (نَمْطُ الْكَلاَمِ) adalah bukan kebetulan bahwa sistema yang terakhir akan diber-lakukan atas kehidupan manusia adalah sistema اَلشَّرُّ, melainkan itu sebuah peringatan keras (تَحْذِيْرًا) tentang akan terjadinya proses penurunan tingkat berpikir umat Islam secara gradual. Peringatan itu menjadi tuntutan yang pasti untuk ditinggalkan (haram) yakni realitas sistema اَلشَّرُّ yang dimaksud-kan adalah haram dibiarkan terjadi atas kehidupan umat Islam, sehingga umat Islam wajib berupa-ya keras untuk mempertahankan kehidupan mereka selalu berbasis اَلْخَيْرُ.
4.       pengungkapan realitas دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ sebagai هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا memastikan bahwa para pelaku utama yang akan memberlakukan sistema اَلشَّرُّ itu adalah dari kalangan umat Islam sendiri dan bukan langsung oleh kaum kufar. Tentu saja keadaan ini yang akan semakin mempersulit umat Islam lainnya untuk segera menyadarinya apalagi untuk berusaha secepat mungkin menghentikan-nya karena hal itu diharamkan oleh Islam.
5.       bila dalam keadaan tengah diberlakukannya sistema اَلشَّرُّ atas umat Islam tersebut, ternyata mereka masih memiliki جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ, maka satunya-satunya tindakan yang wajib mereka lakukan adalah tetap mempertahankan milik mereka tersebut hingga mati, yakni jika kedua hal itu dalam keadaan sangat lemah maka wajib untuk diperkuat lagi hingga kembali seperti semula bahkan lebih kuat lagi supaya dapat mengenyahkan sistema اَلشَّرُّ yang tengah berlaku. Inilah yang dimaksudkan oleh bagi-an pernyataan : تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ.
6.       bila dalam keadaan tengah diberlakukannya sistema اَلشَّرُّ atas umat Islam tersebut, ternyata mereka telah tidak lagi memiliki جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ, maka pada saat itu secara pasti dan otomatis yang ada dalam realitas kehidupan mereka adalah firqah (اَلْفِرَقُ). Sehingga satu-satunya tindakan yang wajib mereka lakukan adalah melepaskan diri dan meninggalkan semua firqah tersebut : فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا. Hal itu berarti bahwa eksistensi اَلْفِرَقُ tersebut adalah diharamkan dan keberadaannya justru akan me-malingkan bahkan akan semakin menjauhkan umat Islam dari kewajiban mereka untuk berjuang keras mengembalikan جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ.
7.       kewajiban untuk melepaskan diri dan meninggalkan semua firqah tersebut tetap harus dilakukan walau pasti akan berakibat hidup dalam keterkucilan bahkan dikucilkan karena tidak mengikuti po-la kehidupan yang lumrah saat itu yakni kehidupan berbasis firqah dan bukan berasas جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ. Rasul saw menyatakan : فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ dan pernyataan ini sekaligus sebagai tuntutan yang pasti (طَلَبًا جَازِمًا) alias wajib bagi setiap muslim da-lam keadaan seperti itu untuk menghimpun dari dalam sebuah harakah yang bertujuan untuk me-ngembalikan eksistensi جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ, walaupun itu harus berawal dari satu orang. Kewajiban untuk menghimpun diri dalam harakah tersebut terus berlaku hingga saat umat Islam berhasil mengemba-likan eksistensi جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ secara sempurna sama seperti sebelumnya yakni ketika masih wujud riil dalam kehidupan mereka. Inilah yang dituntut oleh ucapan : حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ.
Lalu, apa sebenarnya bentuk konkrit dari جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ? Bentuk nyata dari جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ dapat dipa-hamkan dari sejumlah dalil sebagai berikut :
1.       realitas kehidupan kaum muslim saat terjadi dialog antara Hudzaifah dengan Rasulullah saw adalah di Madinah Al-Munawwarah yang berarti setelah terjadinya peristiwa Bai’at Aqabah I dan II, Hij-rah serta berbagai aksi bai’at para shahabat (secara perorangan maupun berkelompok) kepada Rasul saw yang di antaranya :
عَنْ قَيْسٍ سَمِعْتُ جَرِيرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ (رواه البخاري)
عَنْ جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَهُوَ مَرِيضٌ قُلْنَا أَصْلَحَكَ اللَّهُ حَدِّثْ بِحَدِيثٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ (رواه البخاري)
Hal itu memastikan bahwa saat tersebut kaum muslim memiliki اَلْجَمَاعَةُ yaitu mereka sendiri ditam-bah komunitas lainnya (اَهْلُ الذِّمَّةِ) serta dipimpin oleh اَلإِمَامُ (اَلسُّلْطَانُ) yakni Nabi Muhammad saw. Realitas ini ditunjukkan juga oleh :
a.       pernyataan Rasulullah saw :
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه البخاري)
yang menunjukkan bahwa kaum muslim berbeda dengan Bani Israil yakni sepanjang kehidupan Bani Israil selalu dipimpin (سُلْطَانُهُمْ) adalah para Nabi, sedangkan kaum muslim hanya satu kali saja dipimpin oleh Nabi yakni Nabi Muhammad saw. Pasca beliau saw wafat maka yang akan menjadi سُلْطَانُ الْمُسْلِمِيْنَ adalah para Khalifah.
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً (رواه البخاري)
yang menunjukkan adanya dua perkara sangat penting (اَهَمِّيَّةً جِدًّا) dalam kehidupan umat Islam yang diharamkan atas mereka untuk meninggalkannya (مُفَارَقَةً) dalam keadaan apa pun dan ba-gaimana pun, yakni اَلإِمَامُ (اَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ) dan اَلْجَمَاعَةُ.
b.       pernyataan Abu Bakar saat wafatnya Rasulullah saw :
اِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ
yang memastikan bahwa Islam (اَلدِّيْنُ) tidak akan pernah seperti semula ketika Nabi Muhammad saw masih hidup bila fungsi keberadaan Nabi saw yang kosong seiring wafatnya beliau tidak segera dicarikan penggantinya. Sepanjang Nabi saw memimpin kaum muslim (يَسُوْسُ الْمُسْلِمِيْنَ), tentu saja Islam dapat dengan sempurna diberlakukan (هُوَ يَقُوْمُ بِالإِسْلاَمِ عَلَى تَمَامٍ), lalu ketika beliau wafat maka wajib bagi umat Islam untuk mencari penggantinya sebab kewajiban untuk selalu menjaga dan mempertahankan pemberlakuan Islam secara sempurna adalah terus berlaku hing-ga akhir kehidupan dunia. Hal ini telah ditetapkan melalui pernyataan Rasul saw sendiri :
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ (رواه مسلم)
penyebutan اَلصَّلاَةُ dalam bagian hadits لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ, sama sekali bukan berarti hanya uru-san shalat saja sebab dalam Bahasa Arab ada yang disebut sebagai اَلْمَجَازُ الْمُرْسَلُ yakni pola per-nyataan (نَمْطُ الْكَلاَمِ) : اِطْلاَقُ الْجُزْءِ وَاِرَادَةُ الْكُلِّ (penyebutan sebagian dan yang dimaksudkan adalah keseluruhan), sehingga makna لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ adalah لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الدِّيْنَ. Bentuk pemaham-an dengan pola tersebut juga ditunjukkan oleh bagian lainnya dari hadits :
أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
Realitas مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ tidak hanya berupa meninggalkan shalat (تَرْكُ الصَّلاَةِ) melainkan secara um-um adalah meninggalkan Islam (تَرْكُ الدِّيْنِ). Begitu juga realitas مِنْ طَاعَةٍ tidak hanya berupa me-laksanakan shalat (اِقَامَةُ الصَّلاَةِ) melainkan memberlakukan Islam (اِقَامَةُ الدِّيْنِ). Oleh karena itu, maksud وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ adalah مَنْ يَقُوْمُ بِالإِسْلاَمِ عَلَى تَمَامٍ كَمَا فَعَلَهُ رَسُوْلُ اللهِ اَثْنَاءَ حَياتِهِ. Sehingga bentuk riil dari جَمَاعَةٌ dan إِمَامٌ adalah Khilafah persis seperti saat terjadinya peristiwa bai’at kepa-da Abu Bakar sebagai Khalifah pertama kalinya pasca Rasulullah saw wafat.
c.       riwayat Ibnu Jarir Ath-Thabariy dalam اَلتَّارِيْخُ :
قَالَ عَمْرُوْ بْنُ حَرِيْثٍ لِسَعِيْدِ بْنِ زَيْدٍ أَشَهِدْتَ وَفَاةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَتَى بُوْيِعَ اَبُوْ بَكْرٍ؟ قَالَ يَوْمَ مَاتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, كَرِهُوْا اَنْ يَبْقُوْا بَعْضَ يَوْمٍ وَلَيْسُوْا فِيْ جَمَاعَةٍ
“Amru bin Harits bertanya kepada Sa’iid bin Zaid : ‘apakah engkau menyaksikan wafatnya Rasulullah saw?’ Dia (Sa’iid) menjawab : ya, tentu saja. Dia (Amru) bertanya lagi : ‘lalu ka-pan Abu Bakar dibai’at?’ Dia (Sa’iid) menjawab : pada hari kematian Rasulullah saw, sebab mereka sangat membenci tetap hidup walau hanya setengah hari namun tidak dalam kehidupan jamaah”.
Riwayat tersebut pada bagian كَرِهُوْا اَنْ يَبْقُوْا بَعْضَ يَوْمٍ وَلَيْسُوْا فِيْ جَمَاعَةٍ memastikan bahwa ketika Rasulullah saw wafat maka otomatis kehidupan umat Islam tidak lagi فِيْ جَمَاعَةٍ akibat kehilang-an اِمَامٌ. Lalu karena kehidupan seperti itu adalah diharamkan oleh Islam maka untuk menghin-darinya tentu saja hanya dengan cara mereka membai’at lagi seorang اِمَامٌ untuk menggantikan-nya. Inilah yang dilakukan secara ijma oleh para shahabat hingga mereka akhirnya membai’at Abu Bakar sebagai Khalifah dan itu berarti mereka kembali hidup فِيْ جَمَاعَةٍ.
2.       pernyataan Khalifah Umar saat menyaksikan realitas perkembangan masyarakat saat itu :
تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِي زَمَنِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلَاكًا لَهُ وَلَهُمْ (رواه الدارمي)
“pada masa Khalifah Umar telah terjadi keadaan manusia berlomba-lomba dalam pembangunan fisik (rumah), lalu Umar berkata kepada mereka : ‘wahai masyarakat Arab tanah itu akan tetap menjadi tanah (walau telah banyak ditempati bangunan), namun bahwa Islam itu tidak ada kecuali dengan adanya jamaah dan jamaah itu tidak ada kecuali dengan adanya kepemimpinan dan kepe-mimpinan itu juga tidak ada kecuali dengan adanya ketaatan. Oleh karena itu siapa saja yang dija-dikan oleh kaumnya sebagai pemimpin berdasarkan pemahaman yang benar (terhadap Islam) ma-ka dia adalah kehidupan bagi dirinya serta kaumnya, dan siapa saja yang dijadikan oleh kaumnya sebagai pemimpin bukan berdasarkan pemahaman yang benar (terhadap Islam) maka dia adalah kebinasaan bagi dirinya maupun kaumnya”.
Posisi مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ adalah sebagai جَمَاعَةٌ yang dinaungi oleh اِمَارَةٌ yakni seorang اِمَامٌ : Khalifah Umar sendiri yang secara langsung memberlakukan Islam atas masyarakat tersebut. Adapun sikap masya-rakat sendiri adalah hanya satu yakni طَاعَةٌ kepada Khalifah selama Khalifah tetap istiqamah dalam memberlakukan Islam.

Dengan demikian, maksud dari فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ adalah :
عَيْشُ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ الدُّنْيَا لَيْسَ فِيْ ظِلِّ الْخِلاَفَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ وَهَذَا الْعَيْشُ الْخَاطِئُ قَدْ جَرَى عَلَى الْمُسْلِميْنَ اَكْثَرَ مِنْ اَرْبَعٍ وَثَمَانِيْنَ سَنَوَاتٍ وَيعْنِيْ مِنَ التَّارِيْخِ 3 مَارْسِ 1924 م حِيْنَ اَسْقَطَتِ الإِنْجِلِيْجِيُّ الْخِلاَفَةَ الإِسْلاَمِيَّةَ الْعُثْمَانِيَّةَ فِيْ اِسْتَنْبُوْلَ
“kehidupan kaum muslim di dunia yang tidak dalam naungan Khilafah Islamiyah dan kehidupan yang salah ini telah berlangsung atas kaum muslim lebih dari 84 tahun yakni dari tanggal 3 Maret 1924 M saat Inggris meruntuhkan Khilafah Islamiyah Utsmaniyah di Istambul”.


Memahami hadits : ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
Pernyataan tersebut pada bagian خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ adalah اَلْخَبَرُ dari تَكُونُ dan lafadz تَكُونُ sendiri mewakili bagian اَلْمُبْتَدَاءُ dari hadits yakni ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ yang ada di bagian awal dari hadits itu sendiri. Makna yang ditunjukkan oleh bagian اَلْمُبْتَدَاءُ adalah :
اِنَّ الْخِلاَفَةَ سَتَكُوْنُ بَعْدَ النُّبُوَّةِ وَاَنْ تَسِيْرَ عَلَى مِنْهَاجِهَا
“bahwa Khilafah itu akan ada setelah Nubuwwah dan Khilafah akan menempuh jalan Nubuwwah”.
Kemudian untuk memahami semua realitas yang diungkap dalam hadits tersebut maka harus mengga-linya dari hadits secara menyeluruh sebagai berikut :
حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ سَالِمٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَشِيرٌ رَجُلًا يَكُفُّ حَدِيثَهُ فَجَاءَ أَبُو ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُو ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ قَالَ حَبِيبٌ فَلَمَّا قَامَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَكَانَ يَزِيدُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ فِي صَحَابَتِهِ فَكَتَبْتُ إِلَيْهِ بِهَذَا الْحَدِيثِ أُذَكِّرُهُ إِيَّاهُ فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي أَرْجُو أَنْ يَكُونَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ يَعْنِي عُمَرَ بَعْدَ الْمُلْكِ الْعَاضِّ وَالْجَبْرِيَّةِ فَأُدْخِلَ كِتَابِي عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ فَسُرَّ بِهِ وَأَعْجَبَهُ (رواه احمد)
1.       adalah النُّبُوَّةُ yang akan pertama kali terwujud dalam kehidupan manusia setelah sekian lama mereka hidup dalam جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ, yakni kekufuran. Rasul saw menyatakan : تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ dan itu ditandai se-cara pasti oleh kehadiran Nabi Muhammad saw sendiri dalam kehidupan dunia.
2.       seiring dengan wafatnya Nabi Muhammad saw maka berakhir pula periode النُّبُوَّةُ untuk selamanya dan berganti dengan Khilafah : ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. Khilafah yang pertama kalinya ini disi-fati oleh عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ yang bermakna bahwa perjalanan Khilafah maupun para Khalifahnya benar-benar persis dan identik dengan kehidupan saat masih dipimpin oleh Nabi Muhammad (النُّبُوَّةُ). Oleh karena itu periode ini telah sepenuhnya diwakili oleh Khilafah pada era Khulafa Rasyidun yang diawali oleh Abu Bakar dan diakhiri oleh Ali bin Abi Thalib. Bagian hadits عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ juga me-rupakan pujian sehingga perjalanan Khilafah itu wajib seperti pada zaman النُّبُوَّةُ. Realitas Khilafah inilah yang disaksikan oleh Hudzaifah sendiri :
إِنَّ اللَّهَ بَعَثَ نَبِيَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَامُ فَدَعَا النَّاسَ مِنْ الْكُفْرِ إِلَى الْإِيمَانِ وَمِنْ الضَّلَالَةِ إِلَى الْهُدَى فَاسْتَجَابَ مَنْ اسْتَجَابَ فَحَيَّ مِنْ الْحَقِّ مَا كَانَ مَيْتًا وَمَاتَ مِنْ الْبَاطِلِ مَا كَانَ حَيًّا ثُمَّ ذَهَبَتْ النُّبُوَّةُ فَكَانَتْ الْخِلَافَةُ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (رواه احمد)
“sungguh Allah telah mengangkat Nabi-Nya saw, lalu dia saw menyeru manusia dari kekufuran kepada iman dan dari dlalalah kepada hidayah, maka dengan itu ada orang yang memenuhi seru-an tersebut. Lalu dengan seruan itu juga hidup kembali al-haq yang telah mati dan matinya al-ba-thil yang terlanjur hidup. Lalu Nubuwwah berlalu dan wujudlah الْخِلَافَةُ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ “.
3.       bersamaan dengan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka sejak itu berlalulah periode yang seharusnya wajib selalu dipertahankan :  الْخِلَافَةُ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. Inilah awal dari periode perjala-nan Khilafah yang banyak menyimpang dari Nubuwwah dan yang pertama kali muncul adalah Khilafah yang disifati oleh ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا. Lalu berganti dengan yang kedua yakni Khilafah yang disifati oleh ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً, lalu berganti lagi dengan ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ sebagai yang ke-tiga dan sifatnya yang عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ memastikan bahwa ini adalah perjalanan Khilafah yang kem-bali seperti semula yakni persis dan identik dengan saat Khulafa Rasyidun. Keseluruhannya mem-berikan pemahaman tentang terjadinya fluktuasi qualitas perjalanan Khilafah bila distandardkan ke-pada Nubuwwah. Inilah yang menjadi opini dari perawi hadits sendiri حَبِيبُ بْنُ سَالِمٍ (tabi’in) yang menyatakan :
فَلَمَّا قَامَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَكَانَ يَزِيدُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ فِي صَحَابَتِهِ فَكَتَبْتُ إِلَيْهِ بِهَذَا الْحَدِيثِ أُذَكِّرُهُ إِيَّاهُ فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي أَرْجُو أَنْ يَكُونَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ يَعْنِي عُمَرَ بَعْدَ الْمُلْكِ الْعَاضِّ وَالْجَبْرِيَّةِ فَأُدْخِلَ كِتَابِي عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ فَسُرَّ بِهِ وَأَعْجَبَهُ
“lalu saat Umar bin Abdil’aziz menjadi Khalifah dan Yazid bin Nu’man bin Basyir adalah shaha-batnya, maka saya mengirimkan hadits ini kepadanya seraya mengingatkannya. Saya katakan ke-padanya : ‘sungguh saya sangat berharap agar Amirul Mukminin yaitu Umar adalah akan menjadi Khalifah pengganti setelah Khalifah yang الْمُلْكُ الْعَاضُّ dan الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ.”
4.       apa itu الْمُلْكُ الْعَاضُّ dan bagaimana realitasnya? Makna الْمُلْكُ الْعَاضُّ adalah اَلسُّلْطَانُ الْعَاضُّ yakni pengu-asa (Khalifah) yang bertindak عَسْفٌ وَظُلْمٌ terhadap masyarakat. Sikap عَسْفٌ adalah menjadikan rak-yat layaknya sebagai budak (عَبْدًا مَمْلُوْكًا) dan ظُلْمٌ adalah bertindak sadis/kejam kepada mereka. Rea-litas inilah yang melekat pada Khalifah Mu’awiyah, Yazid dan seterusnya hingga sebelum Khalifah Umar bin Abdil’aziz, lalu berlanjut lagi kepada Khalifah setelah Umar bin Abdil’aziz.
5.       apa itu الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ dan bagaimana realitasnya? Makna الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ adalah اَلسُّلْطَانُ الْجَبْرِيَّةُ yakni pe-nguasa (Khalifah) yang bertindak اَلْقَهْرُ وَشِدَّةُ الظُّلْمِ terhadap masyarakat. Sikap اَلْقَهْرُ adalah bertindak sangat kejam-brutal kepada rakyat dan شِدَّةُ الظُّلْمِ adalah bertindak sangat sadis kepada mereka. Arti-nya realitas Khalifah yang bersikap الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ adalah lebih buruk lagi daripada realitas الْمُلْكُ الْعَاضُّ.
6.       baik itu Khalifah yang bersikap الْمُلْكُ الْعَاضُّ maupun yang  الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ, keduanya adalah diharamkan oleh Islam dan masuk dalam realitas Khalifah yang ditunjukkan oleh pernyataan Rasulullah saw :
وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ (رواه مسلم)
7.       pergantian realitas Khalifah dari الْخِلَافَةُ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ke الْمُلْكُ الْعَاضُّ dan الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ, sama sekali bu-kan taqdir Allah SWT yang dipaksakan harus berlaku atas manusia, melainkan seluruh pernyataan itu justru merupakan seruan Allah SWT (خِطَابُ الشَّارِعِ) tentang : (a) kewajiban umat Islam untuk selalu menjaga dan mempertahankan supaya Khilafah tetap dipimpin oleh para Khalifah yang ter-kategori خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ dan (b) kewajiban umat Islam untuk selalu mencegah setiap celah peluang bagi munculnya para Khalifah yang masuk dalam kate-gori الْمُلْكُ الْعَاضُّ maupun الْمُلْكُ الْجَبْرِيَّةُ alias شِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ.
8.       oleh karena itu, pada saat kehidupan kaum muslim tidak dalam naungan Khilafah seperti sekarang yang telah berlangsung lebih dari 84 tahun, maka kewajiban mereka yang paling utama adalah ber-usaha keras untuk mengembalikan eksistensi Khilafah sekaligus agar Khalifahnya adalah yang ber-kualifikasi : خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ.

Wal hashil, ucapan Rasulullah saw : ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ adalah bukan janji tentang pasti akan adanya lagi Khilafah yang berkualifikasi seperti itu sehingga umat Islam hanya tinggal menunggu dan menanti saja tanpa harus bertindak apa pun. Ucapan beliau saw tersebut justru merupakan tuntutan yang pasti (wajib) kepada umat Islam untuk berjuang keras mengembalikan Khilafah dengan realitas sebagai ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ.


Apa langkah awal yang harus dilakukan?
Adalah sebuah kepastian realitas bahwa saat ini umat Islam dalam keadaan yang sangat dikhawa-tirkan terjadi oleh para shahabat : فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ dan yang sangat mengerikan adalah keada-an itu telah berlangsung lebih dari 84 tahun. Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh umat Islam ti-dak ada pilihan lain selain mengembalikan eksistensi الْخِلَافَةُ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. Lalu, apa langkah awal yang harus dilakukan?
Ketika Nabi Muhammad saw masih di negeri Makkah maka yang beliau lakukan adalah mem-bentuk  كُتْلَةً سِيَاسِيَّةً, yakni sekelompok shahabat generasi awal yang dihimpun (تَجَمُّعًا) dan dibina (تَثْقِيْفًا) di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Mereka dibina oleh Rasul saw dengan dua hal utama dan pokok yakni : (a) pembentukan, penanaman dan pemahaman aqidah Islamiyah (اَلإِيْمَانُ) dengan cara melibatkan fungsi aqal untuk melakukan pembuktian tentang وُجُوْدُ اللهِ sehingga menjelma menjadi قَاعِدَتُهُمُ الْفِكْرِيَّةُ (kaidah atau asas berpikir mereka) yang selanjutnya akan menjadi ideologi mereka (قِيَادَتُهُمُ الْفِكْرِيَّةُ) dan (b) menumbuh kembangkan kesadaran politis mereka (وَعْيُهُمُ السِّيَاسِيُّ) terhadap realitas sistema kehidup-an yang tengah melingkupi mereka serta menstandardisasikannya (اَلْمِقْيَاسُ) kepada aqidah Islamiyah. Inilah yang terus menerus dilakukan oleh Rasulullah saw bersama dengan kutlah beliau (para shahabat generasi awal) selama 13 tahun di negeri Makkah. Kutlah itulah yang mewujud sebagai اَلْمُهَاجِرُوْنَ saat Allah SWT memerintahkan beliau saw untuk hijrah ke negeri Madinah dan tidak diragukan lagi mereka jugalah yang tampil sebagai barisan Khulafa Rasyidun pasca Dunia Islam ditinggalkan untuk selama-nya oleh Nabi Muhammad saw.
Saat ini, realitas kehidupan umat Islam sama persis dengan saat Rasul saw masih berada di negeri Makkah, yakni sama-sama dinaungi secara paksa oleh sistema kufur. Oleh karena itu, langkah awal yang wajib dilakukan oleh umat Islam saat ini adalah juga sama yakni dengan membentuk كُتْلَةً سِيَاسِيَّةً yang bertujuan untuk mengembalikan kehidupan dunia menjadi Islami lagi dengan cara mengembali-kan eksistensi Khilafah Islamiyah (جَمَاعَةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامُهُمْ) seiring dengan dibai’atnya seseorang di antara mereka menjadi Khalifah untuk pertama kalinya setelah 84 tahun lebih tidak ada alias sirna dari realitas kehidupan dunia. Melalui كُتْلَةً سِيَاسِيَّةً ini, seluruh anggotanya melakukan gerakan politik (اَلتَّحْرِيْكُ السِّيَاسِيُّ) untuk : (a) mengembalikan aqidah umat Islam menjadi aqidah yang benar dan kuat lagi sehingga da-pat menjadi asas berpikir mereka yang akan secara pasti menuntut dan menuntun kesadaran pemikir-an mereka kembali kepada ideologi mereka yang sejati : Ideologi Islam dan (b) menyadarkan mereka tentang realitas kehidupannya saat ini yang sama sekali bukan berasas Islam melainkan berbasis keku-furan yakni demokrasi dan kapitalisme yang muncul dari aqidah kufur sekularisme. Inilah yang dituntut secara pasti alias diwajibkan oleh Allah SWT melalui pernyataan :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران : 104)


No comments:

Post a Comment