Indonesia, ADB dan prestise negara
Tahun 2009 ini, Sidang Tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB = Asian
Development Bank) ke 42 telah diadakan di Nusa Dua Bali.
Indonesia
sendiri membawa tiga agenda yakni :
1.
perumusan kebijakan konkret sebagai respons ADB untuk membantu
negara berkembang yakni ko-mitmen pembiayaan perdagangan (trade financing).
Langkah ini diharapkan dapat menahan pele-mahan perdagangan internasional akibat
minimnya likuiditas global
2.
agar negara-negara di kawasan Asia
lebih mampu untuk menahan guncangan akibat krisis ekonomi global
3.
untuk Indonesia
sendiri yaitu mengamankan amunisi dan cadangan melalui arena tersebut dengan
mengadakan pembicaraan bilateral bersama sejumlah negara. Menteri Keuangan
(Menkeu) NKRI Sri Mulyani menyatakan : kita sebenarnya sudah curi start
untuk mengamankan APBN, sebelum penyelenggaraan sidang tahunan ini, bahkan
beberapa negara mengikuti jejak kita.
Menkeu menyatakan bahwa hasil pertemuan ini
memang bukan hanya sesuatu yang bersifat langsung dapat dirasakan manfaatnya.
Pesan lain yang ingin disampaikan Indonesia adalah mengkomunikasikan kebijakan
yang diambil Indonesia dalam mengantisipasi krisis yakni menyampaikan kepada
dunia luar bahwa we're ready for business dan Indonesia tetap sebagai
tempat investasi yang menjanjikan.
ADB didirikan pada tahun 1966, saat ini
beranggotakan 67 negara dan merupakan lembaga ke-uangan pembangunan terbesar
nomor dua di dunia. Jumlah aset yang dimiliki ADB hingga sekarang adalah 70,5
miliar dolar AS dan disepakati untuk ditingkatkan menjadi 165 miliar dolar AS
dengan tu-juan untuk semakin dapat memperbaiki kondisi infrastruktur di
negara-negara anggotanya. Sepuluh ne-gara pemegang saham (shareholder)
terbesar ADB adalah :
No
|
Negara
|
Kepemilikan
Saham (%)
|
1
|
Jepang
|
15,57
|
2
|
Amerika Serikat (AS)
|
15,57
|
3
|
China
|
6,43
|
4
|
India
|
6,32
|
5
|
Australia
|
5,77
|
6
|
Indonesia
|
5,43
|
7
|
Kanada
|
5,20
|
8
|
Korea Selatan
|
5,00
|
9
|
Jerman
|
4,30
|
10
|
Malaysia
|
2,70
|
Indonesia hingga saat adalah negara anggota
ADB yang menjadi peminjam paling besar yakni 297 je-nis pinjaman dengan nilai
23,52 miliar dolar AS. Fakta pinjaman ADB kepada Indonesia sampai tang-gal 31
Desember 2008 adalah :
Sektor
|
Jumlah
|
Nilai
(juta dolar AS)
|
Persentase
|
Pertanian dan sumber daya alam
|
92
|
3.864,29
|
16,43
|
Pendidikan
|
32
|
2.222,35
|
9,45
|
Energi
|
31
|
3.781,05
|
16,07
|
Keuangan
|
17
|
3.121,10
|
13,27
|
Kesehatan, gizi dan jaminan sosial
|
13
|
1.068,30
|
4,54
|
Industri dan perdagangan
|
13
|
650,70
|
2,77
|
Hukum, pengelolaan ekonomi dan kebijakan
publik
|
14
|
2.509,22
|
10,67
|
Multisektor
|
42
|
3.216,83
|
13,68
|
Transportasi dan komunikasi
|
33
|
2.173,86
|
11,54
|
Pasokan air, sanitasi dan pengelolaan
limbah
|
10
|
375,60
|
1,60
|
Total
|
297
|
23.523,30
|
100,00
|
Selain pinjaman
pembangunan tersebut masih ada pinjaman proyek sebanyak 498 proyek bantuan tek-nis
dengan nilai 276,6 juta dolar AS. Indonesia setuju untuk menambah
kontribusinya terhadap modal ADB sebesar 4,77 miliar dolar sehingga menempati
posisi keenam pemegang saham ADB dengan total 5,43 persen. Sejak akhir tahun
2008, Indonesia tidak lagi
memperoleh pinjaman lunak dari ADB sei-ring dengan telah masuknya Indonesia
ke dalam kategori negara berpenghasilan menengah yakni me-miliki pendapatan per
kapita sebesar 2.000 dolar AS.
Porsi dana milik Indonesia yang ditanamkan di ADB adalah 5,43
persen dari 70,5 miliar dolar AS yakni 3,828 miliar dolar dan jika disatukan
dengan dana tambahan 4,77 miliar dolar maka total da-na yang dimiliki Indonesia
adalah 8,598 miliar dolar AS atau 12,19 persen. Lalu utang Indonesia kepa-da
ADB adalah 23,523 miliar dolar AS ditambah utang proyek 276,6 juta dolar AS
atau total sebesar 23,7996 miliar dolar AS atau 33,76 persen dari total modal
ADB. Sehingga rasio utang Indonesia
ter-hadap dana yang dimiliki di ADB adalah 2,769 atau 276,93 persen. Artinya,
jika Indonesia
diminta oleh ADB untuk membayar seluruh utangnya maka berakibat :
1.
dana yang ada di ADB habis seluruhnya dan jika tidak segera
diganti maka hal itu akan mengan-cam keanggotaan Indonesia sendiri di lembaga
keuangan tersebut
2.
sisa utang yang masih besar yakni 15,2016 miliar dolar AS tentu
saja harus segera dilunasi mengi-ngat jika terpaksa Indonesia tidak lagi menjadi
anggota ADB sehubungan ketidak sanggupan untuk mengganti dana yang sebelumnya
ditanamkan selaku anggota lembaga tersebut
Itulah realitas kesulitan yang harus dihadapi
Indonesia apabila pihak ADB
menganggap seluruh utang Indonesia
harus dilunasi. Potensi hal itu terjadi sangat besar dan bisa kapan saja sebab
pemilik saham paling besar di lembaga tersebut adalah Jepang bersama AS dan
dengan mempertimbangkan rekam je-jak (track record) negara sakura itu
yang berposisi sebagai sekutu AS paling loyal di Asia tentu saja apa pun yang
diinginkan oleh AS maka minimal 90 persen akan ditaati dan dipenuhi oleh negara
terse-but. Hakikatnya, ADB adalah dikuasai oleh AS sebab walau saham negara
adidaya itu hanya 15,57 per-sen namun ditambah dengan sekutunya di G-8 yakni
Jepang, Kanada dan Jerman maka jumlah "kepe-milikan saham AS" adalah
15,57 + 15,57 + 5,20 + 4,30 = 40,64 persen. Belum lagi melihat Australia dan
China yang walau memang bukan sekutu AS di G-8 namun de facto kedua
negara ini adalah loya-lis berat AS, sehingga "saham AS di ADB"
adalah 40,64 + 6,43 + 5,77 = 52,84 persen.
Oleh karena itu, realitas sejati ADB adalah 52,84 persen
dikendalikan oleh AS sehingga apa pun yang diputuskan atau diinginkan oleh
negara itu akan sangat sulit untuk ditolak oleh paling tidak Jepang, Kanada,
Jerman, Australia maupun China. Akibat pastinya adalah posisi dan eksistensi
anggota ADB lainnya termasuk apalagi Indonesia
sangatlah rapuh dan riskan sebab selain penyertaan modalnya sangatlah
kecil (maksimal 12-an persen) juga beban utang ke ADB (termasuk lembaga
donor lainnya yang juga dibawah kendali penuh AS) sangatlah besar
(kasus Indonesia
utang ke ADB sebesar 2,769 kali modal penyertaannya sendiri).
Seharusnya fakta krusial yang sangat mengandung ancaman mematikan
tersebut dijadikan seba-gai titik masuk untuk menumbuhkan kesadaran tentang
realitas persekongkolan brutal sadis yang juga berlangsung vulgar dalam tubuh
ADB. Namun alih-alih bersikap demikian malahan sebaliknya realitas mengerikan
itu dijadikan sebagai kebanggaan yang memunculkan realitas prestise. Inilah
makna yang diungkap pasti oleh Menkeu NKRI : "hasil pertemuan ini memang
bukan hanya sesuatu yang bersifat langsung dapat dirasakan manfaatnya. Pesan
lain yang ingin disampaikan Indonesia adalah mengkomu-nikasikan kebijakan yang
diambil Indonesia dalam mengantisipasi krisis yakni menyampaikan kepada dunia
luar bahwa we're ready for business dan Indonesia tetap sebagai tempat
investasi yang menjan-jikan". Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah
fakta bahwa sejak akhir tahun 2008, Indonesia tidak lagi memperoleh pinjaman
lunak dari ADB karena telah berpenghasilan menengah dengan penda-patan per
kapita sebesar 2.000 dolar AS, dijadikan sebagai penghargaan dari dunia
internasional se-hingga sangat layak menjadi sebuah prestise. Padahal bukankah
dengan adanya bentuk pinjaman dari luar negeri yang 100 persen non lunak alias
komersial, berarti pemerintah Indonesia semakin harus me-nyengsarakan rakyatnya
(umat Islam) melalui pajak supaya APBN masih dapat memenuhi kewajiban membayar
cicilan pokok utang dan bunganya yang setiap tahun tidak kurang dari 10 miliar
dolar AS (kasus tahun 2009, menurut BI Utang Luar Negeri Pemerintah yang
jatuh tempo adalah 10,1 miliar do-lar). Harus diingat utang luar negeri Indonesia
adalah bukan hanya kepada ADB melainkan kepada ba-nyak lembaga donor termasuk
Bank Dunia, belum lagi yang muncul dari interaksi bilateral (G to G)
se-perti dengan pemerintah Jepang. Jadi, inikah makna prestise negara kapitalistik?
Jawabannya adalah pasti : ya, memang benar demikian!
Itulah realitas negara kapitalistik yang tidak hanya diberlakukan
di NKRI melainkan di seluruh negara kebangsaan yang ada di dunia paling tidak
sejak berakhirnya Perang Dunia II, yakni pasca di-runtuhkannya Khilafah
Islamiyah terakhir (Utsmaniyah) oleh Kerajaan Inggris pada 3 Maret 1924. La-lu,
85 tahun lebih perjalanan negara-negara kapitalistik tersebut ternyata semakin
menemukan bentuk-nya dan semakin mantap diterima oleh umat manusia termasuk
umat Islam. Eksistensi negara-negara itu dari waktu ke waktu selalu
diperbaharui, direvitalisasi dan dikokohkan melalui berbagai forum glo-bal
terutama G-20 yang pada tahun ini baru saja melaksanakan agendanya di London dalam perhelatan bertema The London
Summit 2009 : Stability, Growth, Jobs dan
telah berlangsung 1-2 April 2009 yang lalu. Nampaknya tema stabilitas,
pertumbuhan dan lapangan pekerjaan sangat sengaja dan teren-cana dipilih dalam The
London Summit tersebut, karena memang yang diniscayakan harus dilakukan saat ini
adalah :
1.
stabilitas ideologi dan politik, yakni perumusan berbagai upaya
untuk semakin menstabilkan posisi ideologi kapitalisme sebagai satu-satunya
ideologi yang ada di dunia dan dibutuhkan manusia, apa pun latar belakang agama
mereka. Terjaminnya stabilitas ideologi kapitalisme akan mendukung se-penuhnya
stabilitas politik di tingkat lokal (suatu negara), regional (suatu kawasan
geopolitik, misal Asia Tenggara, Timur Tengah, Asia Pasifik dan sebagainya) maupun
global.
2.
terjaganya stabilitas ideologi dan politik secara otomatis akan
menjadi modal dasar dan sangat pen-ting untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan dan pada gilirannya dipastikan akan mampu menyediakan
lapangan pekerjaan. Ketika lapangan pekerjaan semakin ba-nyak maka semakin akan
menurunkan angka pengangguran, lalu semakin minimal tingkat peng-angguran maka
faktor ancaman terhadap stabilitas ideologi, politik maupun ekonomi sendiri
dipas-tikan akan semakin kecil bahkan dapat dieliminir.
Demikianlah upaya
keras nan serius para pengendali kehidupan dunia (AS dan sekutunya) dalam men-jaga,
memelihara dan melestarikan pemberlakuan ideologi kapitalisme sekularistik. Hal
yang paling mengerikan dari itu semua adalah sikap keberpihakan dan
pembelaan umat Islam terhadap sistema kufur tersebut serta pada saat
yang sama mereka membenci dan membuang jauh-jauh ideologi Islam
berikut pemikiran cabang maupun turunannya termasuk sistem perekonomian. Tentu
saja sikap mereka tersebut adalah diharamkan oleh Islam, seperti yang
ditunjukkan oleh sejumlah dalil antara lain adalah pernyataan Allah SWT :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
Bagian seruan
wajib dari Allah SWT ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً yang diikuti oleh
bagian seruan larangan (ha-ram) وَلَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ, memastikan kemutlakan
perintah (مُطْلَقُ الأَمْرِ) tersebut yakni :
اَوْجَبَ اللهُ عَلَى
الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْ يَّدْخُلُوْا فِيْ الإِسْلاَمِ كَافَّةً وَحَرَّمَ
عَلَيْهِمْ فِيْ وَقْتٍ وَاحِدٍ اَنْ يَّتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ اَيِ
الْكُفْرَ عَلَى الإِطْلاَقِ
Allah telah
mewajibkan kaum mukmin untuk masuk dalam Islam secara utuh dan pada saat yang
sama mengharamkan mereka untuk mengikuti jejak sikap syetan yakni kekufuran secara
mutlak
Karena realitas ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً dijadikan sebagai
realitas lawan atau kebalikan dari خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ, maka خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ dapat dipastikan adalah
segala sesuatu yang bukan dari Islam atau tidak diakui oleh Islam atau
tidak ditemukan dalam pemikiran Islam. Itulah kekufuran atau sistema
kufur yang dalam berbagai dalil diungkap-hubungkan dengan realitas iblis atau
syetan, sebab memang makhluk Allah SWT yang paling awal bersikap kufur terhadap
perintah Allah SWT adalah iblis atau syetan. Allah SWT menyatakan :
وَاِذْ قُلْنَا لِلمَلاَئِكَةِ
اسْجُدُوْا ِلأَدَمَ فَسَجَدُوْا اِلاَّ اِبْلِيْسَ اَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ
مِنَ الْكَافِرِيْنَ (البقرة : 34)
Dan ingatlah saat Kami (Allah) berkata kepada
malaikat : sujudlah kalian kepada Adam, lalu mereka semua sujud kecuali iblis.
Dia menolak perintah itu dan bersikap membesarkan diri dan dia adalah bersikap
kufur
Realitas prestise Khilafah Islamiyah : adakah
dan perlukah?
Islam telah menetapkan bentuk negara dan
pemerintahan adalah Khilafah Islamiyah yang dipim-pin secara tunggal oleh Khalifah.
Realitas Khilafah Islamiyah adalah :
رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ
لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ الدُّنْيَا ِلإِقَامَةِ اَحْكَامِ الشَّرْعِ
الإِسْلاَمِيِّ وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ اِلَى الْعَالَمِ وَهِيَ
عَيْنُهَا الإِمَامَةُ
Kepemimpinan
bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara Islami ser-ta
mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dan jatidiri Khilafah itu tiada
lain adalah Imamah
Islam menempatkan seluruh negara yang berada
di luar wilayah kekuasaan Khilafah sebagai negara ku-fur (دَارُ الْكُفْرِ) atau negara yang harus diperangi (دَارُ
الْحَرْبِيَّةِ). Inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Ra-sulullah saw :
وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ
فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ
أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى
التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ
أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا
عَلَى الْمُهَاجِرِينَ (رواه مسلم)
Dan jika kamu
bertemu dengan musuhmu dari kalangan musyrikin maka serulah mereka kepada tiga
pilihan atau tawaran, lalu mana pun di antara tiga pilihan itu yang mereka
penuhi kepada mu maka terimalah dari mereka dan tahanlah tangan dari mereka.
Kemudian serulah mereka kepada Islam, lalu jika mereka memenuhi seruan mu itu
maka terimalah dari mereka dan tahanlah tangan dari mereka. Kemudian serulah
mereka kepada sikap untuk merubah realitas negara mereka (negara kufur harbi)
menjadi negara muhajirin (Negara Islam) dan kabarkanlah kepada mereka bahwa
jika mereka mela-kukannya maka haq mereka sama dengan haq muhajirin dan
kewajiban mereka sama dengan kewaji-ban muhajirin
Pada saat Rasulullah
saw menjadi penguasa Negara Islam Pertama di Madinah, negara itulah satu-satu-nya
yang diberi realitas sebagai دَارُ الْمُهَاجِرِينَ dan selainnya adalah دَارُ الْكُفْرِ (negara kufur). Oleh karena itu salah satu pilihan atau tawaran
dari tiga seruan pilihan yang harus dilakukan dalam dakwah adalah ادْعُهُمْ
إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ yakni menyeru negara
kufur tersebut untuk merubah dirinya menjadi atau menyatukan
diri dengan دَارُ الْمُهَاجِرِينَ. Bila seruan ini
dipenuhi oleh mereka, maka perang tidak akan pernah dilancarkan terhadap mereka
dan sebaliknya jika mereka menolak seruan tersebut maka perang wajib
diberlakukan terhadap mereka. Rasulullah saw menyatakan :
فَإِنْ هُمْ اَبَوْا فَاسْتَعِنْ
بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ (رواه مسلم)
Lalu jika mereka
menolak (seruan untuk masuk Islam atau menyatukan diri dengan Negara Islam atau
membayar jizyah) maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka
Dengan demikian :
عَلاَقَاتُ الْخِلاَفَةِ
الإِسْلاَمِيَّةِ بِغَيْرِهَا مِنَ الدُّوَلِ الأَجْنَبِيَّةِ الْكَافِرَةِ
تَكُوْنُ مِنْ اَجْلِ نَشْرِ الإِسْلاَمِ اِلَى سَائِرِ الْعَالَمِ بِالدَّعْوَةِ
وَالْجِهَادِ
Interaksi Khilafah
Islamiyah dengan negara-negara asing yang kufur adalah dilakukan demi penye-barluasan
Islam ke seluruh pelosok dunia dengan dakwah dan jihad
Status interaksi Khilafah Islamiyah dengan
negara-negara kufur tersebut apakah dalam keadaan perang (اَلْمُحَارَبَةُ), gencatan senjata (اَلْهُدْنَةُ), perjanjian (اَلْمُعَاهَدَةُ) maupun jaminan keamanan (اَلْمُسْتَأْمَنَةُ), seluruhnya ditetapkan
berdasarkan tugas pokok dari Khilafah sendiri yakni menyebarluaskan risalah
Islam ke selu-ruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Jenis interaksi apa
pun diberlakukan oleh Khalifah harus demi mempermudah dan semakin
menyempurnakan pelaksanaan dakwah tersebut.
Realitas interaksi Khilafah Islamiyah dengan
negara-negara kufur tersebut memastikan bahwa Khalifah wajib menjadikan
Khilafah sebagai negara satu-satunya yang super power (اَلدَّوْلَةُ الأُوْلَى) yang selalu dapat
melakukan unjuk kekuatan (show of force), sehingga secara riil dapat
membuat musuh-musuh Islam bergetar ketakutan. Inilah yang diwajibkan oleh Islam
atas Khalifah, seperti yang ditun-jukkan oleh sejumlah dalil antara lain pernyataan
Allah SWT :
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ
مَّااسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهِ
عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْ لاَ تَعْلَمُوْنَهُمْ
اَللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ يُوَفَّ
اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لاَ تُظْلَمُوْنَ (الأنفال : 60)
Dan persiapkanlah
oleh kalian (umat Islam) bagi mereka (kaum kufar) berupa kekuatan senjata mau-pun
penambatan kuda sekuat kemampuan kalian sehingga dengan itu kalian dapat membuat
musuh ka-lian dan musuh Allah gentar ketakutan demikian juga yang lainnya
selain mereka yang tidak kalian ke-tahui tapi Allah mengetahui eksistensi
mereka. Dan apa pun yang kalian belanjakan dalam rangka pe-rang, pastilah akan
dipenuhi balasan pahalanya bagi kalian dan kalian tidak akan dizhalimi sedikit
pun
Juga pernyataan Rasulullah
saw :
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ
قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ
مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ
فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي
وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً
وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً (رواه البخاري)
Diberikan kepada
ku lima hal
yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Aku dito-long dengan
adanya ketakutan (pada pihak musuh) dalam perjalanan sebulan, dan dijadikan
bagiku bumi itu suci lalu siapa pun dari umatku yang tiba kepadanya waktu
shalat maka shalatlah, dan diha-lalkan bagiku ghanimah yang belum pernah
dihalalkan bagi seorang pun sebelumku, dan diberikan ke-pada ku syafaah, dan
seorang Nabi itu diutus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada se-luruh
manusia
Ayat 60 surat
Al-Anfal mewajibkan Khalifah untuk selalu menyediakan alutsista (alat utama
sistem persenjataan) yang paling hebat, canggih dan berdaya hancur dahsyat
bukan untuk perang secara riil melainkan untuk menumbuhkan suasana takut pada
pihak musuh akibat terteror dan tercekam oleh aksi Khilafah Islamiyah yang
selalu unjuk kekuatan, terutama di wilayah perbatasan. Bagian pernyataan Allah
SWT وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ memastikan realitas اَلإِنْفَاقُ
فِيْ سَبِيْلِ اللهِ itu adalah membelanjakan harta dalam perang
alias jihad dan bukan seperti yang dianggap secara sangat
sembarangan dan cero-boh hari ini oleh umat Islam : misal membayar buletin
dikatakan sebagai اَلإِنْفَاقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ atau mem-berikan
sumbangan untuk pembangunan masjid, madrasah, jalan, jembatan, rumah anak yatim
dan se-bagainya dikatakan sebagai اَلإِنْفَاقُ
فِيْ سَبِيْلِ اللهِ. Lalu, bagian نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ
مَسِيرَةَ شَهْرٍ dari pernyataan Nabi Muhammad saw juga menunjukkan adanya
tuntutan yang pasti alias wajib bagi Khilafah Islamiyah un-tuk selalu
memelihara realitas posisi maupun eksistensi Khilafah sebagai negara yang tak
terkalahkan oleh siapa pun dan kekuatan mana pun, sehingga fakta tersebut akan selalu
terinformasikan dengan ce-pat dan meluas ke seluruh dunia yang berakibat kaum
kufar mana pun selalu berada dalam suasana ke-takutan (كَانُوْا عَلَى الرُّعْبِ دَائِمِيْنَ). Inilah yang dipastikan
oleh pernyataan Rasulullah saw lainnya :
الْجِهَادُ وَاجِبٌ عَلَيْكُمْ مَعَ كُلِّ
أَمِيرٍ بَرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا (رواه ابو داود)
Jihad itu wajib
atas kalian (umat Islam) bersama setiap Amir, baik dia itu barran maupun
fajiran
Oleh karena itu, sangat jelas posisi dan eksistensi Khilafah
Islamiyah adalah bertolak belakang dengan realitas negara kebangsaan saat ini
yang jumlahnya hampir 200 negara. Seluruh negara kebang-saan tersebut satu sama
lain bersaing dan berlomba untuk menjadi negara yang paling dapat memenuhi
semua kriteria yang digariskan oleh perekonomian kapitalisme : tingkat
pertumbuhan, produk nasional bruto/GNP (Gross National Product), produk
domestik bruto /GDP (Gross Domestic Product), tingkat inflasi, rasio
ekspor terhadap utang luar negeri, tingkat pengangguran, tingkat cadangan
devisa di Bank Central dan sebagainya. Kualifikasi perekonomian kapitalistik
itulah yang setiap saat diperjuangkan oleh seluruh negara kebangsaan untuk
dapat mereka penuhi supaya mampu menempati posisi paling ti-dak sebagai negara
sedang berkembang dan terlepas bebas dari predikat negara miskin atau negara
ter-belakang alias tertinggal. Padahal hakikat dari seluruh kriteria perekonomian
kapitalistik itu sama seka-li tidak berdasarkan realitas rakyat
orang per orang atau ditetapkan untuk mengantarkan setiap indivi-du
anggota masyarakat untuk meraih kesejahteraan hidupnya. Sekali lagi, seluruh
kriteria tersebut ditu-jukan hanya bagi prestise sebuah negara
dan bukan untuk lainnya apalagi demi kesejahteraan setiap individu rakyat.
Konsep imajinatif tersebut akan semakin tampak "bualannya" secara
empirik dari per-jalanan semua negara kebangsaan saat ini mulai dari yang
berstatus super power (AS) hingga yang pa-ling miskin (negara-negara di
Benua Afrika dan Amerika Latin).
Adapun realitas Khilafah Islamiyah, selain
diwajibkan menjadi satu-satunya negara yang ada di dunia yang akan mewujudkan kesejahteraan
manusia orang per orang dengan memberlakukan syariah Islamiyah terhadap mereka,
juga seluruh pemikiran perekonomian Islami yang diterapkannya adalah
benar-benar bertumpu kepada upaya dan ditujukan bagi memenuhi
seluruh kebutuhan pokok manu-sia (minimal) sehingga mereka benar-benar
sejahtera (كَانُوْا عَلَى رِفَاهِيَتِهِمْ). Kapabilitas sistem perekono-mian
Islami tersebut sangat tergambar pasti dalam tiga pemikiran yang menjadi pilar
penyangganya, yakni :
1.
اَلْمِلْكِيَّةُ (kepemilikan) yang
mengatur tentang jenis-jenis kepemilikan (individu, umum dan negara) berikut
sebab-sebab kepemilikan tersebut.
2.
اَلتَصَرُّفُ فِيْ
الْمِلْكِيَّةِ (penggunaan dan
pemanfaatan kepemilikan).
3.
تَوْزِيْعُ الثَّرْوَةِ
بَيْنَ اَفْرَادِ الرَّعِيَّةِ (distribusi
kekayaan di antara individu rakyat).
Dua pilar pertama ditunjukkan oleh pernyataan
Rasulullah saw :
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا اَفْنَهُ وَعَنْ
عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ
اَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ اَبْلاَهُ (رواه الترمذي)
Tidak akan pernah
bisa bergerak dua telapak kaki seseorang di hari qiyamah hingga dia ditanya
ten-tang umurnya dalam hal apa dia pergunakan, tentang ilmunya dalam hal apa
mendasari perbuatan-nya, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan dalam hal
apa dia belanjakan dan tentang tubuhnya dalam hal apa dia rusakkan
Bagian hadits وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ اَنْفَقَهُ memastikan tentang
kepemilikan (اَلْمِلْكِيَّةُ) dan tentang peng-gunaan
serta pemanfaatan kepemilikan tersebut (اَلتَصَرُّفُ
فِيْ الْمِلْكِيَّةِ). Sedangkan pilar ketiga ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT
:
مَآ اَفَآءَ اللهُ عَلَى
رَسُوْلِهِ مِنْ اَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ كَيْ لاَيَكُوْنَ دُوْلَةً
بَيْنَ الأَغْنِيَآءِ مِنْكُمْ (الحشر : 7)
Harta fai-iy yang
telah Allah berikan kepada Rasul Nya yang diperoleh dari penduduk suatu negeri,
maka harta itu adalah untuk Allah, Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, kaum
miskin dan ibnu sabil dan itu dilakukan supaya harta itu tidak hanya beredar di
kalangan orang-orang kaya dari kalian saja
Tema pembahasan dalil ini adalah tentang
harta fai-iy, yakni harta yang ditinggalkan begitu saja oleh penduduk suatu
negeri akibat mereka lari ketakutan saat mendengar pasukan Islam akan menyerang
mereka. Harta fai-iy berbeda dengan ghanimah, yakni diperoleh kaum muslim tanpa
didahului perang bahkan tanpa pengerahan kekuatan apa pun baik kuda maupun
senjata. Sedangkan ghanimah adalah harta yang diperoleh dari hasil penyerbuan.
Harta fai-iy ini harus didistribusikan sesuai dengan keten-tuan dalil dan itu dimaksudkan
supaya tidak terjadi penumpukkan harta di dalam kekuasaan kaum kaya alias
konglomerasi.
Islam juga menetapkan konsep antisipatif bagi
Khalifah jika terjadi gangguan (distorsi) terhadap distribusi kekayaan
tersebut, yakni dengan mengharamkan tindak كَنْزُ
الْمَالِ (penimbunan emas dan pe-rak) maupun penimbunan harta selain
keduanya (اَلإِحْتِكَارُ). Inilah yang
ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT maupun Nabi Muhammad saw berikut :
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ
الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ (التوبة : 34)
Dan orang-orang
yang menimbun emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya dalam jihad maka
gembirakanlah mereka dengan adzab yang sangat pedih
Terlebih dalam
sistem perekonomian Khilafah Islamiyah, emas dan perak tidak hanya sebagai
harta bi-asa melainkan juga sebagai alat tukar alias mata uang (اَلنُّقُوْدُ) : dinar emas dan dirham perak. Lalu ber-kenaan dengan اَلإِحْتِكَارُ maka itu ditunjukkan keharamannya oleh pernyataan Rasulullah
saw :
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
(رواه مسلم)
Siapa saja yang
melakukan ihtikar maka dia telah bersalah
Wal hasil, secara konsep maupun implementasinya sama sekali tidak
didapati adanya realitas prestise Khilafah Islamiyah seperti yang selalu, lazim
dan lumrah dilakukan oleh negara kebangsaan saat ini. Bahkan dari keseluruhan
pemikiran Islam berkenaan dengan posisi dan eksistensi Khilafah Is-lamiyah,
dapat dipastikan bahwa "prestise" itu sama sekali tidak
diperlukan sebab Khalifah yang ditu-gasi mengendalikan Khilafah secara
tunggal diharamkan "main-main" dalam mengurus rakyat baik di dalam
maupun luar negeri yakni dalam memberlakukan politik Islami.
Khatimah
Prestise bagi negara kebangsaan yang memberlakukan sistem perekonomian
kapitalistik adalah sebuah keniscayaan perjalanannya, sebab negara tersebut
dibentuk bukan untuk sebuah keseriusan ma-upun kesungguhan dalam
mensejahterakan manusia orang per orang, melainkan demi kevulgaran peso-na
maupun keglamoran penguasa berikut aparatur pemerintahannya. Rakyat (apalagi
umat Islam) sela-lu dan akan selalu hanya sebagai "bantalan keras"
yang pasti diinjak siang malam oleh penguasa demi prestise mereka dalam ajang
persaingan global dengan negara-negara lainnya.
No comments:
Post a Comment