Saturday, November 9, 2013

PRESTISE NEGARA KAPITALISTIK


Indonesia, ADB dan prestise negara
Tahun 2009 ini, Sidang Tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB = Asian Development Bank) ke 42 telah diadakan di Nusa Dua Bali. Indonesia sendiri membawa tiga agenda yakni :
1.       perumusan kebijakan konkret sebagai respons ADB untuk membantu negara berkembang yakni ko-mitmen pembiayaan perdagangan (trade financing). Langkah ini diharapkan dapat menahan pele-mahan perdagangan internasional akibat minimnya likuiditas global
2.       agar negara-negara di kawasan Asia lebih mampu untuk menahan guncangan akibat krisis ekonomi global
3.       untuk Indonesia sendiri yaitu mengamankan amunisi dan cadangan melalui arena tersebut dengan mengadakan pembicaraan bilateral bersama sejumlah negara. Menteri Keuangan (Menkeu) NKRI Sri Mulyani menyatakan : kita sebenarnya sudah curi start untuk mengamankan APBN, sebelum penyelenggaraan sidang tahunan ini, bahkan beberapa negara mengikuti jejak kita.
Menkeu menyatakan bahwa hasil pertemuan ini memang bukan hanya sesuatu yang bersifat langsung dapat dirasakan manfaatnya. Pesan lain yang ingin disampaikan Indonesia adalah mengkomunikasikan kebijakan yang diambil Indonesia dalam mengantisipasi krisis yakni menyampaikan kepada dunia luar bahwa we're ready for business dan Indonesia tetap sebagai tempat investasi yang menjanjikan.
ADB didirikan pada tahun 1966, saat ini beranggotakan 67 negara dan merupakan lembaga ke-uangan pembangunan terbesar nomor dua di dunia. Jumlah aset yang dimiliki ADB hingga sekarang adalah 70,5 miliar dolar AS dan disepakati untuk ditingkatkan menjadi 165 miliar dolar AS dengan tu-juan untuk semakin dapat memperbaiki kondisi infrastruktur di negara-negara anggotanya. Sepuluh ne-gara pemegang saham (shareholder) terbesar ADB adalah :
No
Negara
Kepemilikan Saham (%)
1
Jepang
15,57
2
Amerika Serikat (AS)
15,57
3
China
6,43
4
India
6,32
5
Australia
5,77
6
Indonesia
5,43
7
Kanada
5,20
8
Korea Selatan
5,00
9
Jerman
4,30
10
Malaysia
2,70
Indonesia hingga saat adalah negara anggota ADB yang menjadi peminjam paling besar yakni 297 je-nis pinjaman dengan nilai 23,52 miliar dolar AS. Fakta pinjaman ADB kepada Indonesia sampai tang-gal 31 Desember 2008 adalah :
Sektor
Jumlah
Nilai (juta dolar AS)
Persentase
Pertanian dan sumber daya alam
92
3.864,29
16,43
Pendidikan
32
2.222,35
9,45
Energi
31
3.781,05
16,07
Keuangan
17
3.121,10
13,27
Kesehatan, gizi dan jaminan sosial
13
1.068,30
4,54
Industri dan perdagangan
13
650,70
2,77
Hukum, pengelolaan ekonomi dan kebijakan publik
14
2.509,22
10,67
Multisektor
42
3.216,83
13,68
Transportasi dan komunikasi
33
2.173,86
11,54
Pasokan air, sanitasi dan pengelolaan limbah
10
375,60
1,60
Total
297
23.523,30
100,00
Selain pinjaman pembangunan tersebut masih ada pinjaman proyek sebanyak 498 proyek bantuan tek-nis dengan nilai 276,6 juta dolar AS. Indonesia setuju untuk menambah kontribusinya terhadap modal ADB sebesar 4,77 miliar dolar sehingga menempati posisi keenam pemegang saham ADB dengan total 5,43 persen. Sejak akhir tahun 2008, Indonesia tidak lagi memperoleh pinjaman lunak dari ADB sei-ring dengan telah masuknya Indonesia ke dalam kategori negara berpenghasilan menengah yakni me-miliki pendapatan per kapita sebesar 2.000 dolar AS.
Porsi dana milik Indonesia yang ditanamkan di ADB adalah 5,43 persen dari 70,5 miliar dolar AS yakni 3,828 miliar dolar dan jika disatukan dengan dana tambahan 4,77 miliar dolar maka total da-na yang dimiliki Indonesia adalah 8,598 miliar dolar AS atau 12,19 persen. Lalu utang Indonesia kepa-da ADB adalah 23,523 miliar dolar AS ditambah utang proyek 276,6 juta dolar AS atau total sebesar 23,7996 miliar dolar AS atau 33,76 persen dari total modal ADB. Sehingga rasio utang Indonesia ter-hadap dana yang dimiliki di ADB adalah 2,769 atau 276,93 persen. Artinya, jika Indonesia diminta oleh ADB untuk membayar seluruh utangnya maka berakibat :
1.       dana yang ada di ADB habis seluruhnya dan jika tidak segera diganti maka hal itu akan mengan-cam keanggotaan Indonesia sendiri di lembaga keuangan tersebut
2.       sisa utang yang masih besar yakni 15,2016 miliar dolar AS tentu saja harus segera dilunasi mengi-ngat jika terpaksa Indonesia tidak lagi menjadi anggota ADB sehubungan ketidak sanggupan untuk mengganti dana yang sebelumnya ditanamkan selaku anggota lembaga tersebut
Itulah realitas kesulitan yang harus dihadapi Indonesia apabila pihak ADB menganggap seluruh utang Indonesia harus dilunasi. Potensi hal itu terjadi sangat besar dan bisa kapan saja sebab pemilik saham paling besar di lembaga tersebut adalah Jepang bersama AS dan dengan mempertimbangkan rekam je-jak (track record) negara sakura itu yang berposisi sebagai sekutu AS paling loyal di Asia tentu saja apa pun yang diinginkan oleh AS maka minimal 90 persen akan ditaati dan dipenuhi oleh negara terse-but. Hakikatnya, ADB adalah dikuasai oleh AS sebab walau saham negara adidaya itu hanya 15,57 per-sen namun ditambah dengan sekutunya di G-8 yakni Jepang, Kanada dan Jerman maka jumlah "kepe-milikan saham AS" adalah 15,57 + 15,57 + 5,20 + 4,30 = 40,64 persen. Belum lagi melihat Australia dan China yang walau memang bukan sekutu AS di G-8 namun de facto kedua negara ini adalah loya-lis berat AS, sehingga "saham AS di ADB" adalah 40,64 + 6,43 + 5,77 = 52,84 persen.
Oleh karena itu, realitas sejati ADB adalah 52,84 persen dikendalikan oleh AS sehingga apa pun yang diputuskan atau diinginkan oleh negara itu akan sangat sulit untuk ditolak oleh paling tidak Jepang, Kanada, Jerman, Australia maupun China. Akibat pastinya adalah posisi dan eksistensi anggota ADB lainnya termasuk apalagi Indonesia sangatlah rapuh dan riskan sebab selain penyertaan modalnya sangatlah kecil (maksimal 12-an persen) juga beban utang ke ADB (termasuk lembaga donor lainnya yang juga dibawah kendali penuh AS) sangatlah besar (kasus Indonesia utang ke ADB sebesar 2,769 kali modal penyertaannya sendiri).
Seharusnya fakta krusial yang sangat mengandung ancaman mematikan tersebut dijadikan seba-gai titik masuk untuk menumbuhkan kesadaran tentang realitas persekongkolan brutal sadis yang juga berlangsung vulgar dalam tubuh ADB. Namun alih-alih bersikap demikian malahan sebaliknya realitas mengerikan itu dijadikan sebagai kebanggaan yang memunculkan realitas prestise. Inilah makna yang diungkap pasti oleh Menkeu NKRI : "hasil pertemuan ini memang bukan hanya sesuatu yang bersifat langsung dapat dirasakan manfaatnya. Pesan lain yang ingin disampaikan Indonesia adalah mengkomu-nikasikan kebijakan yang diambil Indonesia dalam mengantisipasi krisis yakni menyampaikan kepada dunia luar bahwa we're ready for business dan Indonesia tetap sebagai tempat investasi yang menjan-jikan". Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah fakta bahwa sejak akhir tahun 2008, Indonesia tidak lagi memperoleh pinjaman lunak dari ADB karena telah berpenghasilan menengah dengan penda-patan per kapita sebesar 2.000 dolar AS, dijadikan sebagai penghargaan dari dunia internasional se-hingga sangat layak menjadi sebuah prestise. Padahal bukankah dengan adanya bentuk pinjaman dari luar negeri yang 100 persen non lunak alias komersial, berarti pemerintah Indonesia semakin harus me-nyengsarakan rakyatnya (umat Islam) melalui pajak supaya APBN masih dapat memenuhi kewajiban membayar cicilan pokok utang dan bunganya yang setiap tahun tidak kurang dari 10 miliar dolar AS (kasus tahun 2009, menurut BI Utang Luar Negeri Pemerintah yang jatuh tempo adalah 10,1 miliar do-lar). Harus diingat utang luar negeri Indonesia adalah bukan hanya kepada ADB melainkan kepada ba-nyak lembaga donor termasuk Bank Dunia, belum lagi yang muncul dari interaksi bilateral (G to G) se-perti dengan pemerintah Jepang. Jadi, inikah makna prestise negara kapitalistik? Jawabannya adalah pasti : ya, memang benar demikian!
Itulah realitas negara kapitalistik yang tidak hanya diberlakukan di NKRI melainkan di seluruh negara kebangsaan yang ada di dunia paling tidak sejak berakhirnya Perang Dunia II, yakni pasca di-runtuhkannya Khilafah Islamiyah terakhir (Utsmaniyah) oleh Kerajaan Inggris pada 3 Maret 1924. La-lu, 85 tahun lebih perjalanan negara-negara kapitalistik tersebut ternyata semakin menemukan bentuk-nya dan semakin mantap diterima oleh umat manusia termasuk umat Islam. Eksistensi negara-negara itu dari waktu ke waktu selalu diperbaharui, direvitalisasi dan dikokohkan melalui berbagai forum glo-bal terutama G-20 yang pada tahun ini baru saja melaksanakan agendanya di London dalam perhelatan bertema The London Summit 2009 : Stability, Growth, Jobs dan telah berlangsung 1-2 April 2009 yang lalu. Nampaknya tema stabilitas, pertumbuhan dan lapangan pekerjaan sangat sengaja dan teren-cana dipilih dalam The London Summit tersebut, karena memang yang diniscayakan harus dilakukan saat ini adalah :
1.       stabilitas ideologi dan politik, yakni perumusan berbagai upaya untuk semakin menstabilkan posisi ideologi kapitalisme sebagai satu-satunya ideologi yang ada di dunia dan dibutuhkan manusia, apa pun latar belakang agama mereka. Terjaminnya stabilitas ideologi kapitalisme akan mendukung se-penuhnya stabilitas politik di tingkat lokal (suatu negara), regional (suatu kawasan geopolitik, misal Asia Tenggara, Timur Tengah, Asia Pasifik dan sebagainya) maupun global.
2.       terjaganya stabilitas ideologi dan politik secara otomatis akan menjadi modal dasar dan sangat pen-ting untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dan pada gilirannya dipastikan akan mampu menyediakan lapangan pekerjaan. Ketika lapangan pekerjaan semakin ba-nyak maka semakin akan menurunkan angka pengangguran, lalu semakin minimal tingkat peng-angguran maka faktor ancaman terhadap stabilitas ideologi, politik maupun ekonomi sendiri dipas-tikan akan semakin kecil bahkan dapat dieliminir.
Demikianlah upaya keras nan serius para pengendali kehidupan dunia (AS dan sekutunya) dalam men-jaga, memelihara dan melestarikan pemberlakuan ideologi kapitalisme sekularistik. Hal yang paling mengerikan dari itu semua adalah sikap keberpihakan dan pembelaan umat Islam terhadap sistema kufur tersebut serta pada saat yang sama mereka membenci dan membuang jauh-jauh ideologi Islam berikut pemikiran cabang maupun turunannya termasuk sistem perekonomian. Tentu saja sikap mereka tersebut adalah diharamkan oleh Islam, seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah dalil antara lain adalah pernyataan Allah SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
Bagian seruan wajib dari Allah SWT ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً yang diikuti oleh bagian seruan larangan (ha-ram) وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ, memastikan kemutlakan perintah (مُطْلَقُ الأَمْرِ) tersebut yakni :
اَوْجَبَ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْ يَّدْخُلُوْا فِيْ الإِسْلاَمِ كَافَّةً وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْ وَقْتٍ وَاحِدٍ اَنْ يَّتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ اَيِ الْكُفْرَ عَلَى الإِطْلاَقِ
Allah telah mewajibkan kaum mukmin untuk masuk dalam Islam secara utuh dan pada saat yang sama mengharamkan mereka untuk mengikuti jejak sikap syetan yakni kekufuran secara mutlak
Karena realitas ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً dijadikan sebagai realitas lawan atau kebalikan dari خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ, maka خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ dapat dipastikan adalah segala sesuatu yang bukan dari Islam atau tidak diakui oleh Islam atau tidak ditemukan dalam pemikiran Islam. Itulah kekufuran atau sistema kufur yang dalam berbagai dalil diungkap-hubungkan dengan realitas iblis atau syetan, sebab memang makhluk Allah SWT yang paling awal bersikap kufur terhadap perintah Allah SWT adalah iblis atau syetan. Allah SWT menyatakan :
وَاِذْ قُلْنَا لِلمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوْا ِلأَدَمَ فَسَجَدُوْا اِلاَّ اِبْلِيْسَ اَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ (البقرة : 34)
Dan ingatlah saat Kami (Allah) berkata kepada malaikat : sujudlah kalian kepada Adam, lalu mereka semua sujud kecuali iblis. Dia menolak perintah itu dan bersikap membesarkan diri dan dia adalah bersikap kufur


Realitas prestise Khilafah Islamiyah : adakah dan perlukah?
Islam telah menetapkan bentuk negara dan pemerintahan adalah Khilafah Islamiyah yang dipim-pin secara tunggal oleh Khalifah. Realitas Khilafah Islamiyah adalah :
رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ الدُّنْيَا ِلإِقَامَةِ اَحْكَامِ الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ اِلَى الْعَالَمِ وَهِيَ عَيْنُهَا الإِمَامَةُ
Kepemimpinan bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara Islami ser-ta mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dan jatidiri Khilafah itu tiada lain adalah Imamah
Islam menempatkan seluruh negara yang berada di luar wilayah kekuasaan Khilafah sebagai negara ku-fur (دَارُ الْكُفْرِ) atau negara yang harus diperangi (دَارُ الْحَرْبِيَّةِ). Inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Ra-sulullah saw :
وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ (رواه مسلم)
Dan jika kamu bertemu dengan musuhmu dari kalangan musyrikin maka serulah mereka kepada tiga pilihan atau tawaran, lalu mana pun di antara tiga pilihan itu yang mereka penuhi kepada mu maka terimalah dari mereka dan tahanlah tangan dari mereka. Kemudian serulah mereka kepada Islam, lalu jika mereka memenuhi seruan mu itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah tangan dari mereka. Kemudian serulah mereka kepada sikap untuk merubah realitas negara mereka (negara kufur harbi) menjadi negara muhajirin (Negara Islam) dan kabarkanlah kepada mereka bahwa jika mereka mela-kukannya maka haq mereka sama dengan haq muhajirin dan kewajiban mereka sama dengan kewaji-ban muhajirin
Pada saat Rasulullah saw menjadi penguasa Negara Islam Pertama di Madinah, negara itulah satu-satu-nya yang diberi realitas sebagai دَارُ الْمُهَاجِرِينَ dan selainnya adalah دَارُ الْكُفْرِ (negara kufur). Oleh karena itu salah satu pilihan atau tawaran dari tiga seruan pilihan yang harus dilakukan dalam dakwah adalah ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ yakni menyeru negara kufur tersebut untuk merubah dirinya menjadi atau menyatukan diri dengan دَارُ الْمُهَاجِرِينَ. Bila seruan ini dipenuhi oleh mereka, maka perang tidak akan pernah dilancarkan terhadap mereka dan sebaliknya jika mereka menolak seruan tersebut maka perang wajib diberlakukan terhadap mereka. Rasulullah saw menyatakan :
فَإِنْ هُمْ اَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ (رواه مسلم)
Lalu jika mereka menolak (seruan untuk masuk Islam atau menyatukan diri dengan Negara Islam atau membayar jizyah) maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka
Dengan demikian :
عَلاَقَاتُ الْخِلاَفَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ بِغَيْرِهَا مِنَ الدُّوَلِ الأَجْنَبِيَّةِ الْكَافِرَةِ تَكُوْنُ مِنْ اَجْلِ نَشْرِ الإِسْلاَمِ اِلَى سَائِرِ الْعَالَمِ بِالدَّعْوَةِ وَالْجِهَادِ
Interaksi Khilafah Islamiyah dengan negara-negara asing yang kufur adalah dilakukan demi penye-barluasan Islam ke seluruh pelosok dunia dengan dakwah dan jihad
Status interaksi Khilafah Islamiyah dengan negara-negara kufur tersebut apakah dalam keadaan perang (اَلْمُحَارَبَةُ), gencatan senjata (اَلْهُدْنَةُ), perjanjian (اَلْمُعَاهَدَةُ) maupun jaminan keamanan (اَلْمُسْتَأْمَنَةُ), seluruhnya ditetapkan berdasarkan tugas pokok dari Khilafah sendiri yakni menyebarluaskan risalah Islam ke selu-ruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Jenis interaksi apa pun diberlakukan oleh Khalifah harus demi mempermudah dan semakin menyempurnakan pelaksanaan dakwah tersebut.
Realitas interaksi Khilafah Islamiyah dengan negara-negara kufur tersebut memastikan bahwa Khalifah wajib menjadikan Khilafah sebagai negara satu-satunya yang super power (اَلدَّوْلَةُ الأُوْلَى) yang selalu dapat melakukan unjuk kekuatan (show of force), sehingga secara riil dapat membuat musuh-musuh Islam bergetar ketakutan. Inilah yang diwajibkan oleh Islam atas Khalifah, seperti yang ditun-jukkan oleh sejumlah dalil antara lain pernyataan Allah SWT :
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّااسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْ لاَ تَعْلَمُوْنَهُمْ اَللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لاَ تُظْلَمُوْنَ (الأنفال : 60)
Dan persiapkanlah oleh kalian (umat Islam) bagi mereka (kaum kufar) berupa kekuatan senjata mau-pun penambatan kuda sekuat kemampuan kalian sehingga dengan itu kalian dapat membuat musuh ka-lian dan musuh Allah gentar ketakutan demikian juga yang lainnya selain mereka yang tidak kalian ke-tahui tapi Allah mengetahui eksistensi mereka. Dan apa pun yang kalian belanjakan dalam rangka pe-rang, pastilah akan dipenuhi balasan pahalanya bagi kalian dan kalian tidak akan dizhalimi sedikit pun
Juga pernyataan Rasulullah saw :
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً (رواه البخاري)
Diberikan kepada ku lima hal yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Aku dito-long dengan adanya ketakutan (pada pihak musuh) dalam perjalanan sebulan, dan dijadikan bagiku bumi itu suci lalu siapa pun dari umatku yang tiba kepadanya waktu shalat maka shalatlah, dan diha-lalkan bagiku ghanimah yang belum pernah dihalalkan bagi seorang pun sebelumku, dan diberikan ke-pada ku syafaah, dan seorang Nabi itu diutus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada se-luruh manusia
Ayat 60 surat Al-Anfal mewajibkan Khalifah untuk selalu menyediakan alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang paling hebat, canggih dan berdaya hancur dahsyat bukan untuk perang secara riil melainkan untuk menumbuhkan suasana takut pada pihak musuh akibat terteror dan tercekam oleh aksi Khilafah Islamiyah yang selalu unjuk kekuatan, terutama di wilayah perbatasan. Bagian pernyataan Allah SWT وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ memastikan realitas اَلإِنْفَاقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ itu adalah membelanjakan harta dalam perang alias jihad dan bukan seperti yang dianggap secara sangat sembarangan dan cero-boh hari ini oleh umat Islam : misal membayar buletin dikatakan sebagai اَلإِنْفَاقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ atau mem-berikan sumbangan untuk pembangunan masjid, madrasah, jalan, jembatan, rumah anak yatim dan se-bagainya dikatakan sebagai اَلإِنْفَاقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ. Lalu, bagian نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ dari pernyataan Nabi Muhammad saw juga menunjukkan adanya tuntutan yang pasti alias wajib bagi Khilafah Islamiyah un-tuk selalu memelihara realitas posisi maupun eksistensi Khilafah sebagai negara yang tak terkalahkan oleh siapa pun dan kekuatan mana pun, sehingga fakta tersebut akan selalu terinformasikan dengan ce-pat dan meluas ke seluruh dunia yang berakibat kaum kufar mana pun selalu berada dalam suasana ke-takutan (كَانُوْا عَلَى الرُّعْبِ دَائِمِيْنَ). Inilah yang dipastikan oleh pernyataan Rasulullah saw lainnya :
الْجِهَادُ وَاجِبٌ عَلَيْكُمْ مَعَ كُلِّ أَمِيرٍ بَرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا (رواه ابو داود)
Jihad itu wajib atas kalian (umat Islam) bersama setiap Amir, baik dia itu barran maupun fajiran
Oleh karena itu, sangat jelas posisi dan eksistensi Khilafah Islamiyah adalah bertolak belakang dengan realitas negara kebangsaan saat ini yang jumlahnya hampir 200 negara. Seluruh negara kebang-saan tersebut satu sama lain bersaing dan berlomba untuk menjadi negara yang paling dapat memenuhi semua kriteria yang digariskan oleh perekonomian kapitalisme : tingkat pertumbuhan, produk nasional bruto/GNP (Gross National Product), produk domestik bruto /GDP (Gross Domestic Product), tingkat inflasi, rasio ekspor terhadap utang luar negeri, tingkat pengangguran, tingkat cadangan devisa di Bank Central dan sebagainya. Kualifikasi perekonomian kapitalistik itulah yang setiap saat diperjuangkan oleh seluruh negara kebangsaan untuk dapat mereka penuhi supaya mampu menempati posisi paling ti-dak sebagai negara sedang berkembang dan terlepas bebas dari predikat negara miskin atau negara ter-belakang alias tertinggal. Padahal hakikat dari seluruh kriteria perekonomian kapitalistik itu sama seka-li tidak berdasarkan realitas rakyat orang per orang atau ditetapkan untuk mengantarkan setiap indivi-du anggota masyarakat untuk meraih kesejahteraan hidupnya. Sekali lagi, seluruh kriteria tersebut ditu-jukan hanya bagi prestise sebuah negara dan bukan untuk lainnya apalagi demi kesejahteraan setiap individu rakyat. Konsep imajinatif tersebut akan semakin tampak "bualannya" secara empirik dari per-jalanan semua negara kebangsaan saat ini mulai dari yang berstatus super power (AS) hingga yang pa-ling miskin (negara-negara di Benua Afrika dan Amerika Latin).
Adapun realitas Khilafah Islamiyah, selain diwajibkan menjadi satu-satunya negara yang ada di dunia yang akan mewujudkan kesejahteraan manusia orang per orang dengan memberlakukan syariah Islamiyah terhadap mereka, juga seluruh pemikiran perekonomian Islami yang diterapkannya adalah benar-benar bertumpu kepada upaya dan ditujukan bagi memenuhi seluruh kebutuhan pokok manu-sia (minimal) sehingga mereka benar-benar sejahtera (كَانُوْا عَلَى رِفَاهِيَتِهِمْ). Kapabilitas sistem perekono-mian Islami tersebut sangat tergambar pasti dalam tiga pemikiran yang menjadi pilar penyangganya, yakni :
1.       اَلْمِلْكِيَّةُ (kepemilikan) yang mengatur tentang jenis-jenis kepemilikan (individu, umum dan negara) berikut sebab-sebab kepemilikan tersebut.
2.       اَلتَصَرُّفُ فِيْ الْمِلْكِيَّةِ (penggunaan dan pemanfaatan kepemilikan).
3.       تَوْزِيْعُ الثَّرْوَةِ بَيْنَ اَفْرَادِ الرَّعِيَّةِ (distribusi kekayaan di antara individu rakyat).
Dua pilar pertama ditunjukkan oleh pernyataan Rasulullah saw :
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا اَفْنَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ اَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ اَبْلاَهُ (رواه الترمذي)
Tidak akan pernah bisa bergerak dua telapak kaki seseorang di hari qiyamah hingga dia ditanya ten-tang umurnya dalam hal apa dia pergunakan, tentang ilmunya dalam hal apa mendasari perbuatan-nya, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan dalam hal apa dia belanjakan dan tentang tubuhnya dalam hal apa dia rusakkan
Bagian hadits وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ اَنْفَقَهُ memastikan tentang kepemilikan (اَلْمِلْكِيَّةُ) dan tentang peng-gunaan serta pemanfaatan kepemilikan tersebut (اَلتَصَرُّفُ فِيْ الْمِلْكِيَّةِ). Sedangkan pilar ketiga ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
مَآ اَفَآءَ اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ مِنْ اَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ كَيْ لاَيَكُوْنَ دُوْلَةً بَيْنَ الأَغْنِيَآءِ مِنْكُمْ (الحشر : 7)
Harta fai-iy yang telah Allah berikan kepada Rasul Nya yang diperoleh dari penduduk suatu negeri, maka harta itu adalah untuk Allah, Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, kaum miskin dan ibnu sabil dan itu dilakukan supaya harta itu tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya dari kalian saja
Tema pembahasan dalil ini adalah tentang harta fai-iy, yakni harta yang ditinggalkan begitu saja oleh penduduk suatu negeri akibat mereka lari ketakutan saat mendengar pasukan Islam akan menyerang mereka. Harta fai-iy berbeda dengan ghanimah, yakni diperoleh kaum muslim tanpa didahului perang bahkan tanpa pengerahan kekuatan apa pun baik kuda maupun senjata. Sedangkan ghanimah adalah harta yang diperoleh dari hasil penyerbuan. Harta fai-iy ini harus didistribusikan sesuai dengan keten-tuan dalil dan itu dimaksudkan supaya tidak terjadi penumpukkan harta di dalam kekuasaan kaum kaya alias konglomerasi.
Islam juga menetapkan konsep antisipatif bagi Khalifah jika terjadi gangguan (distorsi) terhadap distribusi kekayaan tersebut, yakni dengan mengharamkan tindak كَنْزُ الْمَالِ (penimbunan emas dan pe-rak) maupun penimbunan harta selain keduanya (اَلإِحْتِكَارُ). Inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT maupun Nabi Muhammad saw berikut :
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ (التوبة : 34)
Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya dalam jihad maka gembirakanlah mereka dengan adzab yang sangat pedih
Terlebih dalam sistem perekonomian Khilafah Islamiyah, emas dan perak tidak hanya sebagai harta bi-asa melainkan juga sebagai alat tukar alias mata uang (اَلنُّقُوْدُ) : dinar emas dan dirham perak. Lalu ber-kenaan dengan اَلإِحْتِكَارُ maka itu ditunjukkan keharamannya oleh pernyataan Rasulullah saw :
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ (رواه مسلم)
Siapa saja yang melakukan ihtikar maka dia telah bersalah
Wal hasil, secara konsep maupun implementasinya sama sekali tidak didapati adanya realitas prestise Khilafah Islamiyah seperti yang selalu, lazim dan lumrah dilakukan oleh negara kebangsaan saat ini. Bahkan dari keseluruhan pemikiran Islam berkenaan dengan posisi dan eksistensi Khilafah Is-lamiyah, dapat dipastikan bahwa "prestise" itu sama sekali tidak diperlukan sebab Khalifah yang ditu-gasi mengendalikan Khilafah secara tunggal diharamkan "main-main" dalam mengurus rakyat baik di dalam maupun luar negeri yakni dalam memberlakukan politik Islami.


Khatimah
Prestise bagi negara kebangsaan yang memberlakukan sistem perekonomian kapitalistik adalah sebuah keniscayaan perjalanannya, sebab negara tersebut dibentuk bukan untuk sebuah keseriusan ma-upun kesungguhan dalam mensejahterakan manusia orang per orang, melainkan demi kevulgaran peso-na maupun keglamoran penguasa berikut aparatur pemerintahannya. Rakyat (apalagi umat Islam) sela-lu dan akan selalu hanya sebagai "bantalan keras" yang pasti diinjak siang malam oleh penguasa demi prestise mereka dalam ajang persaingan global dengan negara-negara lainnya.

No comments:

Post a Comment