Komunike
G-20 : pemantapan bangunan konglomerasi dunia!
Hasil
pertemuan para pemimpin G-20 dalam The London Summit 2009 : Stability,
Growth, Jobs yang telah berlangsung 1-2 April 2009 lalu, menghasilkan
sejumlah komunike dan yang paling penting di antaranya adalah :
Persoalan
|
Komunike
|
IMF
(International Monetery Funds)
|
Sepakat
menambah dana cadangan IMF sebesar 500 miliar dolar AS, dari 250 miliar dolar
AS yang telah dialokasikan sebelumnya. Tambahan dana itu untuk membantu
negara-negara terparah akibat krisis
|
Tax Havens (pengawasan terhadap
negara-negara yang melindungi para spekulan dan dana-dana ilegal)
|
Menjatuhkan
sanksi terhadap negara-negara yang menolak aturan Organisasi untuk Kerja Sama
dan Pengembangan Ekonomi (OECD) agar membuka kerahasiaan banknya. Sanksi juga
dijatuhkan bila melindungi dana-dana pelaku pencucian uang dan pengemplang
pajak
|
Perdagangan
Global
|
Dianggarkan
kredit sebesar 250 miliar dolar AS guna me-lancarkan arus perdagangan internasional
|
Stimulus
Fiskal
|
Tak
ada anggaran baru dari pemerintah yang akan dikucur-kan
|
Proteksionisme
|
Ada
komitmen untuk mengumumkan dan mempermalukan negara-negara yang membekukan
aturan perdagangan be-bas
|
Regulasi
Finansial
|
Memperketat
sistem keuangan, termasuk terhadap aktivitas hedge funds yang selama
ini tidak diawasi
|
Bankir
|
Mengawasi
ketat gaji dan bonus para bankir
|
Sumber : reuters/ap/bbc
G-20 adalah sebuah forum dunia yang beranggotakan G-8
(Amerika Serikat/AS, Kanada, Jepang, Ing-gris, Perancis, Jerman, Italia dan
Rusia) dan sejumlah negara berkembang : Afrika Selatan, Argentina, Australia,
Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Saudi Arabia, Turki
dan Uni Eropa. Posisi kekayaan setiap anggota G-20 dapat dilihat dari Produk
Domestik Bruto/PDB (Gross Domestic Product). PDB adalah nilai semua
barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode ter-tentu dan
merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional sebuah negara.
Data mutakhir PDB 2008 seluruh negara anggota G-20 adalah sebagai berikut :
Negara
|
Keanggotaan
|
PDB (miliar dolar AS)
|
% to PDB Dunia
|
Amerika Serikat
|
G-8 dan G-20
|
14.334
|
23,10
|
Kanada
|
G-8 dan G-20
|
1.564
|
2,52
|
Jepang
|
G-8 dan G-20
|
4.844
|
7,81
|
Inggris
|
G-8 dan G-20
|
2.787
|
4,49
|
Perancis
|
G-8 dan G-20
|
2.978
|
4,80
|
Jerman
|
G-8 dan G-20
|
3.818
|
6,15
|
Italia
|
G-8 dan G-20
|
2.399
|
3,87
|
Rusia
|
G-8 dan G-20
|
1.779
|
2,87
|
Afrika Selatan
|
G-20 saja
|
300
|
0,48
|
Argentina
|
G-20 saja
|
339
|
0,55
|
Australia
|
G-20 saja
|
1.069
|
1,72
|
Brasil
|
G-20 saja
|
1.665
|
2,68
|
China
|
G-20 saja
|
4.222
|
6,80
|
India
|
G-20 saja
|
1.237
|
1,99
|
Indonesia
|
G-20 saja
|
497
|
0,80
|
Korea Selatan
|
G-20 saja
|
953
|
1,54
|
Meksiko
|
G-20 saja
|
1.143
|
1,84
|
Saudi Arabia
|
G-20 saja
|
528
|
0,85
|
Turki
|
G-20 saja
|
799
|
1,29
|
Uni Eropa (UE)
|
G-20 saja
|
19.195
|
30,93
|
Sumber : IMF
PDB
total seluruh negara kebangsaan yang ada di dunia alias PDB Dunia adalah 62.054
miliar dolar AS, sedangkan PDB total seluruh anggota G-20 adalah 66.450 miliar
dolar AS. Artinya PDB total seluruh anggota G-20 adalah 1,07 kali (107,08
persen) PDB Dunia dan realitas ini menunjukkan bahwa PDB Dunia seluruhnya
dikuasai oleh G-20 lalu 55,60 persennya dikuasai oleh negara-negara maju
(in-dustri) yang tergabung dalam G-8 serta 23,10 persennya berada dalam
genggaman AS sendirian. Wa-laupun memang Uni Eropa menguasai 30,93 persen PDB
Dunia, namun UE bukanlah satu negara me-lainkan gabungan dari hampir seluruh
negara yang ada di Benua Eropa kecuali Inggris. Sehingga mes-kipun menguasai
PDB Dunia lebih besar daripada AS namun tetap saja AS lebih besar
dari UE, sebab negara adidaya itu secara sendirian dalam menguasainya. Terlepas
dari realitas tersebut yang pasti ada-lah Dunia Barat (G-8 dan UE) menguasai
86,53 persen PDB Dunia dan sisanya 13,47 persen diperebut-kan oleh sebagian
sangat besar negara di dunia yang tersebar luas di Benua Asia, Afrika dan
Amerika Latin. Inilah realitas pasti dari bangunan konglomerasi dunia yang
telah semakin dimantapkan posisi-nya melalui The London Summit 2009 :
Stability, Growth, Jobs.
Bangunan konglomerasi dunia tersebut ditunjukkan secara sistemik oleh adanya komunike
yang dihasilkan dari The London Summit 2009 tersebut, yakni :
1.
penambahan dana
cadangan IMF dari 250 miliar dolar AS menjadi 750 miliar dolar AS yang
diper-untukan bagi membantu negara-negara yang mengalami imbas paling parah dari
krisis ekonomi sa-at ini, tentu saja pada kenyataannya sama sekali tidak
demikian. Hal itu karena realitas IMF adalah lembaga donor yang bersifat
komersial bukan kemanusiaan, yakni setiap satu dolar yang dikucur-kan oleh IMF
kepada suatu negara maka negara yang bersangkutan harus mengembalikan hingga
dua dolar dalam tempo yang tidak lebih dari 10 tahun. Lebih dari itu, selama
suatu negara berada dalam “berhutang” kepada IMF maka selama itu pula negara
itu harus mengikuti setiap “resep” obat IMF yang dikemas sebagai rumusan
pembenahan dan perbaikan perekonomian negara terse-but. Dengan demikian, tidak
diragukan lagi ini adalah bentuk pengendalian IMF terhadap negara mana pun yang
mengajukan permohonan hutang kepada lembaga tersebut. Seluruh negara yang berada
dalam “asuhan resep” IMF selain sebagai ladang pendapatan bagi lembaga itu
sendiri juga sebagai bentuk penghimpunan kekuatan dan pengokohan bangunan
konglomerasi dunia di bawah kendali AS atau secara bersama-sama dengan
negara-negara G-8.
2.
seluruh anggota G-20
secara otomatis adalah negara-negara yang menyatakan diri bersedia untuk menerima
dan mentaati seluruh aturan main yang ditetapkan oleh OECD, di
antaranya berkenaan dengan Tax Havens. Negara mana pun (apalagi yang
masuk kelas berkembang) dipastikan harus menerima sanksi OECD bila memberikan
perlindungan kepada para spekulan, pelaku pencucian uang maupun pengemplang
pajak. Bahkan sistem aturan perpajakan seluruh negara yang tergabung dalam OECD
harus menggunakan yang ditetapkan oleh organisasi tersebut. Sebagai contoh OECD
baru saja mencabut empat negara dari black list pelanggaran perpajakan,
yakni Uruguay, Venezue-la, Malaysia dan Philipina, karena keempat negara
tersebut telah menyelenggarakan perpajakannya sesuai dengan seluruh ketentuan
OECD. Mekanisme kendali OECD ini tentu saja bentuk lainnya dari pengendalian
terhadap seluruh negara minimal yang tergabung dalam G-20.
3.
penetapan anggaran
sebesar 250 miliar dolar AS untuk melancarkan arus perdagangan global
meru-pakan upaya pembenahan di sektor ekonomi riil dunia (perdagangan
komoditas) yang dilakukan oleh G-20. Kelancaran arus perdagangan internasional
adalah faktor penentu pertumbuhan PDB se-tiap negara yang terlibat dalam
transaksi perdagangan, walau tidak mungkin dapat berlangsung se-cara seimbang
dan setara hingga kapan pun. Hal itu terbukti dari besaran PDB setiap negara
anggo-ta G-20 adalah tidak sama dan semakin terbukti dengan PDB AS yang paling
besar di antara semua anggota G-20. Realitas tersebut memastikan bahwa selama
ini negara AS adalah yang paling domi-nan dalam arena transaksi perdagangan
dunia, sehingga dengan adanya dana 250 miliar dolar AS tersebut dapat
dipastikan yang paling akan memperoleh keuntungan besar dari semakin lancarnya
arus perdagangan global adalah AS sendiri.
4.
setelah hampir seluruh
negara anggota G-20 melakukan pengucuran dana dalam rangka stimulus fiskal
(termasuk Indonesia sebesar 71-an triliun rupiah) sejak awal krisis finansial
global hingga tri-wulan I tahun 2009, maka diputuskan untuk selanjutnya aksi
tersebut tidak akan dilakukan lagi oleh seluruh pemerintah negara-negara G-20.
Hal itu karena selain telah dianggap cukup untuk mens-timulir gerak
perekonomian dunia dan meredam kontraksinya juga bila dilanjutkan pun dianggap
tidak akan terlalu besar lagi pengaruhnya dalam meredam gejolak perekonomian
global maupun di masing-masing negara. Kesepakatan ini harus ditaati oleh
seluruh negara anggota G-20 dan itu ber-arti sebentuk pengendalian supaya
seluruh negara tetap konsisten dalam mempertahankan bangun-an konglomerasi
dunia tetap kokoh berdiri.
5.
aksi proteksionisme
yang dilakukan oleh sebuah negara secara langsung dan pasti akan menganggu dan
menghambat kelancaran arus perdagangan global alias skema perdagangan bebas.
Oleh karena itu ada kesepakatan yang sangat keras dan tegas dari G-20 untuk
tidak hanya mengumumkan nega-ra pelaku proteksionisme tersebut bahkan
mempermalukannya dengan berbagai cara, misalnya saja dengan memberlakukan
blokade ekonomi atau embargo ekonomi. Makna dari komitmen ini adalah
pengendalian terhadap seluruh negara anggota G-20 agar tidak coba-coba dengan
cara apa pun un-tuk merusak apalagi meruntuhkan bangunan
konglomerasi dunia ala G-20 tersebut.
6.
komunike yang
berkenaan dengan regulasi finansial adalah satu-satunya yang merupakan
tanggap-an terhadap krisis finansial global yang telah menyebabkan resesi
ekonomi dunia yang sangat da-lam saat ini. Komunike ini pun memastikan bahwa
selama ini aktivitas hedge funds jangankan dila-rang sekedar diawasi pun
tidak pernah dilakukan oleh para regulator pasar finansial maupun pasar uang.
Padahal semua orang juga tahu pasti bahwa aktivitas hedge funds tersebut
akan mengarahkan perekonomian dunia maupun masing-masing negara kepada keadaan
yang saat ini tengah dialami dan hampir saja merusak bagian tertentu dari
bangunan konglomerasi dunia, yakni sektor finansial dan pasar uang. Setiap
negara dipastikan harus mematuhi komunike tersebut dan secara otomatis si-kap
kepatuhan itu akan mengamankan keberlangsungan bangunan konglomerasi dunia.
7.
salah satu yang
dipastikan sebagai faktor yang memperburuk resesi ekonomi dunia adalah tidak
adanya aturan main alias pembatasan yang berhubungan dengan tingkat gaji maupun
bonus para bankir. Oleh karena itu G-20 menganggap perlu secara spesifik
menetapkan atau paling tidak me-ngawasi persoalan tersebut, sehingga ada
keseragaman sikap dari seluruh negara anggota G-20 un-tuk melakukan kebijakan
tertentu (regulasi) yang dapat secara legal membatasi gaji sekaligus bonus para
bankir.
Dengan
demikian, dapat dipastikan fakta PDB negara-negara anggota G-20 (minus UE)
tahun 2008 benar-benar telah dijadikan acuan untuk menentukan hal-hal
atau persoalan apa saja yang harus dijadikan pernyataan komunike
dari The London Summit 2009. Realitas poin penting hasil
pertemuan London tersebut yakni tentang IMF, Tax Havens, perdagangan
global, stimulus fiskal, proteksionisme, regulasi finansial dan bankir,
seluruhnya merupakan kesepakatan timbal balik antara G-8 dan negara anggota
G-20 yang masih terkategori sebagai negara berkembang : Afrika Selatan, Argentina,
Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Saudi Arabia dan
Turki. Kesepakatan yang dimaksud adalah negara-negara berkembang menyatakan
dengan tegas siap dan bersedia untuk tetap berada da-lam naungan,
arahan, kendali dan dominasi negara-negara
maju (G-8), terutama sepanjang dunia masih dicengkeram oleh hantaman resesi
perekonomian. Sebagai contoh : walau Indonesia, Saudi Ara-bia dan Turki
berturut-turut hanya menguasai PDB dunia 0,80, 0,85 dan 1,29 persen atau secara
bersa-maan 2,94 persen, namun tidak diragukan lagi ketiga negara berkembang
dari Dunia Islam tersebut sa-ngat memiliki posisi dan nilai
strategis (ideologi, politik, ekonomi) bagi G-8 terutama AS.
Negara
|
Posisi dan Nilai Strategis
|
PDB 2008
|
Negara Pengendali
|
Indonesia
|
1.
ideologi, sebagai
negara demo-krasi muslim terbesar di dunia dengan jumlah umat Islam lebih
dari 191.392.268 orang.
2.
politik, sebagai
negara demokrasi muslim dengan sikap sebagian sangat besar umat Islam yang
moderat yakni tidak memperten-tangkan antara Dunia Barat dan Dunia Islam dan
antara Islam de-ngan demokrasi maupun kapita-lisme sekularistik.
3.
ekonomi, jumlah
penduduk Indo-nesia pada 10-02-2009 adalah 239.240.336 orang dan tentu saja
merupakan pasar potensial seka-ligus sumber tenaga kerja murah. Walau dari
aspek oil tidak terlalu menguntungkan, namun secara keseluruhan
kandungan kekayaan alam Indonesia lainnya di luar oil masih sangat
melimpah.
|
497 miliar dolar
|
AS
dengan dibantu sepe-nuhnya oleh Australia ser-ta sedikit oleh peran UE dalam
forum ASEM
|
Saudi
Arabia
|
1.
ideologi, menguasai
Makkah (ko-ta kelahiran Islam) dan Madinah (Kota kelahiran Khilafah
Islami-yah) serta seluruh peninggalan Islam di masa Nabi Muhammad saw dan
Khulafa Rasyidun. Se-hingga sangat besar potensinya untuk kembali menjadi
pusat kendali ideologi berikut peradab-an Dunia Islam.
2.
politik, nilai
strategis politik ne-gara ini memang tidak terlalu be-sar sebab selama ini
tidak me-nonjol peran maupun pengaruh-nya di kawasan Timur Tengah. Namun
karena secara ideologi dan ekonomi sangat strategis, maka aspek politik pun
terikut sertakan secara otomatis.
3.
ekonomi, walau
sebagian besar wilayahnya adalah gurun pasir tapi negara ini di dalam perut
buminya sangat banyak mengan-dung mineral baik emas, oil mau-pun
batuan granit yang berkuali-tas nomor satu di dunia. Hingga saat ini Saudi
Arabia adalah pro-dusen crude oil (CO) terbesar pertama di dunia. Isu
ancaman dari Israel juga dieksploitasi se-cara maksimal untuk pemasaran
senjata canggih dari AS.
|
528 miliar dolar
|
AS
setelah sebelumnya la-ma berada dalam tangan Inggris hingga usai PD II
|
Turki
|
1.
ideologi, negeri ini
pernah men-jadi pengemban utama ideologi Islam selama 412 tahun (1512-1924 M)
sekaligus sebagai pusat kendali ideologi Dunia Islam. Ja-di pelumpuhan secara
ideologis dilakukan tidak hanya dengan mensekulerkan Turki secara total tapi
juga dengan menutup semua celah yang akan menjadi tempat kembalinya Khilafah
Islamiyah.
2.
politik, Turki
adalah penghubung tiga benua sekaligus yakni Asia, Eropa dan Afrika. Sehingga
seca-ra politik negeri ini memang sa-ngat strategis bagi siapa pun yang ingin
mengendalikan ketiga be-nua tersebut.
3.
ekonomi, Selat
Bosporus adalah selat yang paling sibuk di dunia dilalui oleh banyak kapal
dagang dari Eropa ke Asia dan Afrika la-lu ke Australia. Laut Hitam yang
merupakan pintu gerbang Eropa ke Rusia dari arah Laut Tengah harus melalui
selat tersebut dan Selat Dardanella yang keduanya berada dalam kekuasaan
Turki. Jadi Turki sangat strategis.
|
799 miliar dolar
|
AS
secara tidak langsung yakni melalui UE inilah mengapa AS begitu sema-ngat
mendorong Turki un-tuk segera menjadi anggo-ta UE
|
Wal hasil, semakin sangat nyata Dunia Barat yakni AS dan
G-8 telah berhasil dengan gemilang dalam tempo yang singkat (tidak lebih dari
100 tahun) mendirikan bangunan konglomerasi dunia. Bangunan
tersebut nampaknya akan semakin menyulitkan bagi kekuatan Dunia Islam untuk
mencoba merubuh-kannya lalu menggatikannya dengan bangunan ekonomi Islami,
sebab seluruh opini Dunia Islam telah 100 persen sepakat untuk menjadi pilar
penopang utama dari konglomerasi dunia. Inilah yang dipasti-kan oleh kehadiran
Indonesia, Saudi Arabia dan Turki dalam himpunan para arsitektur utama bangunan
konglomerasi dunia itu sendiri yakni G-20. Andaikan umat Islam
sedunia selalu menjadikan Islam saja sebagai asas berpikir dan bersikap mereka,
tentu mereka akan tetap sangat menyadari maksud informa-si Allah SWT saat
menyatakan realitas sikap kaum kufar terhadap mereka dan Islam :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ (الأنفال : 36)
“sungguh
orang-orang yang bersikap kafir itu mereka akan selalu membelanjakan hartanya
supaya mereka dapat menghalangi manusia dari jalan Allah (Islam)”.
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ
لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا (النساء : 141)
“dan Allah tidak akan pernah menjadikan satu
kesempatan (jalan) pun bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum mukmin”.
Gerakan hewan yang baru disembelih
Bersamaan dengan gerakan
dan gebrakan makin masif dan intensif yang dilakukan oleh kaum ku-far beserta
antek-antek mereka dari kalangan penguasa Dunia Islam tersebut, ternyata umat
Islam khu-susnya di Indonesia semakin tenggelam dalam kesibukan
yang sama sekali tidak diperintahkan oleh Islam bahkan Islam mengharamkan
mereka melakukan aktivitas tersebut.
Sebagian sangat besar umat
Islam Indonesia begitu “rela dan ridla” disibukkan oleh rangkaian prosesi
pemilu legislatif paling tidak sejak Juli 2008. Seluruh masa NU (sekitar 70
juta orang) dengan berbagai kecenderungan aliansi kepada partai politik
(Golkar, PDIP, Demokrat, PKB, PKNU, PPP, PBB dan lainnya), seluruh masa
Muhammadiyah (sekitar 30 juta orang) yang saat ini terbelah keberpi-hakan
mereka setidaknya kepada PAN dan PMB (banyak juga yang “nangkring” di Golkar,
Demokrat, PPP, PBB, PKS), seluruh masa Persis (sekitar 10 juta orang) yang
lazimnya berpihak kepada PBB dan PKS, termasuk masa PKS sendiri, tercurahkan
tenaga, dana maupun pemikiran mereka sepenuhnya ke-pada upaya pemenangan dalam
ajang Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2009. Lebih dari 150 juta orang kaum
muslim Indonesia, mulai dari Presiden, Wapres, Ketua MPR, Ketua DPR, para Ketua
Umum Parpol bermerek Islam maupun Nasionalis, para Ketua PP ormas Islam maupun
Nasionalis hingga ma-sa akar rumput, seluruhnya memusatkan pikiran dan
perasaannya kepada upaya bagaimana agar dalam pemilu legislatif tersebut
partainya atau calegnya dapat menang minimal dengan raihan suara 20-an persen
atau paling minimal 2,5 persen supaya dapat menikmati nyamannya kursi parlemen
senayan.
Lalu ketika pemilu 9 April
2009 telah usai dan gambaran perolehan suara telah nampak jelas, ma-ka seluruh
perhatian mereka makin terpusat kepada satu hal yakni merancang segenap
strategi untuk ikut bertarung dalam pilpres Juli 2009 nanti (langsung atau
tidak). Partai yang memperoleh suara cukup lumayan (walau tidak sesuai harapan)
seperti Demokrat (20-an persen), Golkar (14-an persen), PDIP (14-an persen),
PKS (8-an persen), PAN (5-an persen), PPP (5-an persen) dan PKB (5-an persen),
ma-sing-masing “berhitung” untuk berkoalisi dengan pihak mana dan tentu saja
itu semua dengan segala konsekuensinya. Sedangkan parpol “gurem” yang akhirnya
tidak dapat lulus batas minimal 2,5 persen (electoral threshold), memang
telah tertutup bagi mereka kesempatan untuk berkiprah di legislatif apa-lagi di
eksekutif, namun mereka pun akhirnya banting rancangan lama untuk membuat
rumusan baru yang akan diimplementasikan pada tahun 2014 mendatang. Jadi, kalah
apalagi menang dalam pemilu legislatif yang lalu, sama sekali tidak memberikan
pengaruh yang berbeda melainkan tetap sama yakni menjadikan semua pihak tetap
ingin bercokol di ajang tersebut, tidak sekarang, barangkali 2014 nanti.
Inilah yang terucapkan oleh Presiden PKS saat diminta komentar sehubungan
dengan perolehan suara Demokrat, PDIP, Golkar dan PKS sendiri : saya serukan
kepada kaum muda bahwa saat ini belum mi-lik kita tapi masih milik mereka (kaum
tua).
Itulah sikap riil mutakhir
umat Islam di pentas politik NKRI. Lalu bersamaan dengan itu dan de-ngan
anggapan untuk menindak lanjuti fatwa MUI yang telah ditetapkan pada Sidang
Ijtima Ulama III di Padang Panjang Sumatera Barat akhir Januari 2009 lalu
tentang wajib zakat bagi perusahaan, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional
(Baznas) KH. Didin Hafidhuddin pada seminar yang bertajuk “Fat-wa MUI : Zakat
Perusahaan Wajib Bagaimana Implementasi Pada Korporasi Indonesia” (Jakarta
Ka-mis, 2 April 2009) menyatakan : pemerintah harus mendukung fatwa MUI itu
dengan menerapkan ke-wajiban zakat bagi perusahaan. Potensi zakat perusahaan
sangat besar. Berdasarkan perhitungan kasar, perusahaan BUMN memiliki potensi
zakat sebesar Rp 14,3 triliun per tahun dari keuntungan yang mereka dapatkan.
Jumlah itu belum termasuk perusahaan BUMD dan swasta. Potensi zakat per-usahaan
jauh lebih besar dari hitungan itu, karena potensi zakat profesi saja bisa
mencapai sebesar Rp 19,3 triliun. Saat ini, baru sekitar 50 perusahaan yang
membayar zakat korporasi di Baznas dengan dana yang terkumpul mencapai Rp 4
miliar sampai Rp 5 miliar. Jika potensi zakat ini bisa digali de-ngan baik dan
pimpinan BUMN menyadari bahwa zakat bukan untuk kepentingan kelompok tertentu
maka Indonesia tak akan perlu lagi utang ke luar negeri. Sudah waktunya
pemerintah tidak lagi men-cari-cari pinjaman dari luar negeri. Pemerintah
bersama umat perlu bekerja sama untuk menggali po-tensi dana zakat. Karena
zakat itu adalah dana segar dan bukan pinjaman. Jika potensi zakat perusa-haan
bisa dimaksimalkan, dampaknya akan sangat luar biasa bagi kesejahteraan rakyat
serta harga diri bangsa.
Pemikiran Ketua Umum
Baznas tersebut didukung penuh oleh Setiawan Budi Utomo (Peneliti dari
Direktorat Perbankan Syariah BI) yang menyatakan : perlu ada pemahaman yang
sama antara pe-laku dan otoritas terkait zakat perusahaan. Kalau diabaikan,
maka zakat hanya akan dipandang sebe-lah mata, bukan sebagai pilar stabilitas
keuangan nasional. Agar zakat bisa bergaung perlu ada koor-dinasi melibatkan
Departemen Agama, Departemen Keuangan dan Departemen Sosial. Dalam UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa perusahaan wajib melakukan
corporate social responsibility (CSR) sebagai bentuk good corporate
governance perusahaan. CSR adalah ben-tuk konvensional, namun bukan berarti
tidak sesuai dengan syariah. CSR harus disinergikan dengan zakat. Di dalam
persaingan modern saat ini, paradigma zakat sebagai faktor pengurang harus
dihi-langkan, diganti dengan zakat sebagai faktor penambah.
Kemudian, pada hari Rabu
(1 April 2009) ribuan umat Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI)
kembali mendatangi Istana Presiden dan untuk kesekian kalinya mereka mendesak
agar Presiden segera membuat Keppres pembubaran Ahmadiyah. Menanggapi desakan
FUI tersebut, Mente-ri Agama (Menag) Maftuh Basyuni menilai : tuntutan
pembubaran Ahmadiyah yang disuarakan FUI tidak pada tempatnya. Sikap pemerintah
soal Ahmadiyah sudah tertuang dalam SKB Tiga Menteri, yakni Menag, Mendagri dan
Jaksa Agung. Pengawasan dan penyadaran hingga kini masih berlang-sung. Jadi,
tidak tepat jika kemudian minta dibubarkan karena SKB itu belum sepenuhnya
dilaksana-kan. Pihaknya mengibaratkan SKB dengan Keppres pembubaran Ahmadiyah
seperti wudhu dan shalat. Jadi, jika wudhunya belum dilaksanakan semuanya,
tentunya belum bisa melaksanakan shalat. Ibarat-nya seperti itu.
Ketua Lembaga Penelitian
dan Pengkajian Islam (LPPI) Amin Jamaludin menegaskan : Ahmadi-yah telah
banyak melakukan pelanggaran terhadap SKB. Kami sudah melaporkannya ke Mabes
Polri. Mereka (Depag) tak mau turun ke lapangan mencari data pelanggaran SKB.
Kita kembali ke Peneta-pan Presiden (Penpres) Nomor 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penoda-an Agama. Dalam Pasal 2 ayat 2
tercantum “Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat 1 (SKB) dila-kukan oleh
organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, Presiden Republik Indonesia dapat
membu-barkan organisasi itu.
Demikianlah,
jika serpihan-serpihan pemikiran maupun sikap umat Islam tersebut (peran serta
dalam prosesi pemilu, inventarisasi potensi zakat, desakan pembubaran
Ahmadiyah) dikumpulkan lalu dirangkai menjadi sebuah untaian aksi dalam satu
bingkai, maka pasti akan didapati gambaran yang sa-ngat jelas tentang gerak
gerik mereka yang benar-benar persis dengan gedebak gedebuk dan
reaksi menggelepar binatang yang baru saja disembelih (حَرَكَتُهُمْ حَرَكَةُ الأَنْعَامِ الْمَذْبُوْحِ). Aksi mereka
memang nampak sangat dahsyat dan masif, namun tidak jelas untuk apa
sebab hanya muncul dari dorongan na-luriah semata yakni hanya berupa ekspresi
kepentingan untuk menduduki kekuasaan, jabatan, memper-luas akses kepada
kekayaan, untuk melepaskan diri dari ketertindasan dan ketidakberdayaan maupun
kemiskinan dan keterpurukan juga demi untuk melampiaskan kekesalan, kejengkelan
dan rasa marah yang meluap-luap. Oleh karena itu, seperti halnya gedebak
gedebuk dan reaksi menggelepar binatang yang baru saja disembelih tidak
akan memberikan sesuatu atau mengantarkan kepada sesuatu kecuali kematiannya,
maka demikian juga keseluruhan aksi umat Islam tersebut, sama sekali tidak akan
pernah mengatarkan mereka kepada keberhasilan yang hakiki yakni
hancurnya kaum kufar berikut kekufu-rannya serta mulyanya umat Islam dan
tegaknya kembali sistem kehidupan Islami (Khilafah Islamiyah) dalam arena
kehidupan manusia di dunia. Keseluruhan aksi mereka dalam berbagai lini
kehidupan ter-sebut adalah tidak bernilai sama sekali dalam pandangan Islam dan
realitas itu seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ
بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ
كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ
لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (الكهف : 103-105)
“katakanlah
oleh engkau (Muhammad) apakah perlu kami sampaikan kepada kalian tentang
orang-orang yang seluruh perbuatannya paling rugi, yakni orang-orang yang sesat
tingkah laku mereka dalam kehidupan dunia namun mereka mengira bahwa mereka
telah berbuat yang benar. Itulah orang-orang yang bersikap kufur kepada
ayat-ayat Rab mereka maupun pertemuan dengan Nya, maka pasti hancur seluruh
perbuatan mereka lalu Kami (Allah) tidak akan memberikan sedikit pun nilai bagi
me-reka di hari kiamah”
Mereka tidak diragukan
lagi telah berada dalam realitas أُولَئِكَ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ, sebab mereka sama sekali tidak
peduli terhadap :
a.
realitas sistem
demokrasi yang menaungi penyelenggaraan pemilu baik di Indonesia maupun di
ne-gara kebangsaan mana pun di dunia saat ini termasuk AS. Islam mengharamkan
sistem tersebut dan umat Islam haram mengambilnya, memberlakukannya maupun
mendakwahkannya.
b.
realitas zakat dalam
Islam yang wajib dikelola hanya oleh Khilafah Islamiyah melalui para petugas
zakat (اَلْعَامِلُوْنَ عَلَيْهَا) mulai dari
pengambilannya dari para muzakki hingga pembagiannya kepada pa-ra mustahiq.
Keberadaan Baznas dan yang sejenisnya serta usulan kepada pemerintah NKRI untuk
ikut serta mengurus persoalan zakat (seperti yang digagas oleh KH. Didin
Hafidhuddin maupun Setiawan Budi Utomo) adalah sebuah pengingkaran yang pasti
terhadap Khilafah Islamiyah sekali-gus secara sadar memposisikan NKRI (atau
negara kebangsaan lainnya) sebagai pengganti realitas Khilafah Islamiyah
tersebut. Begitu juga klaim Baznas sebagai pihak yang memiliki otoritas untuk
mengambil, menerima dan membagikan zakat, adalah sebuah perbuatan yang 100
persen menyala-hi realitas اَلْعَامِلُوْنَ عَلَيْهَا yang dimaksudkan
oleh Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 60. Semua-nya mereka lakukan dengan
sadar dan terencana serta terstruktur, sehingga mustahil untuk dikata-kan
sebagai ekspresi kebodohan maupun kelalaian.
c.
realitas Ahmadiyah
hanyalah akibat dari kehidupan dunia yang berbasis sekularisme, sehingga jika
sekularisme tersebut dicabut dari realitas kehidupan dunia lalu dihancurkan dan
diganti sepenuhnya oleh Islam, maka secara otomatis eksistensi Ahmadiyah maupun
organisasi lainnya yang serupa sa-at ini (NU, Muhammadiyah, Persis, MMI,
Komunitas Eden dan lainnya) hancur luluh dengan sen-dirinya dan
tidak akan pernah “laku” di tengah-tengah kehidupan umat Islam. Sehingga yang
seha-rusnya mereka bubarkan dan hancurkan adalah pemberlakuan sekularisme
sebagai asas kehidupan manusia, bukan “tai kecil” kotorannya : Ahmadiyah.
Namun, alih-alih mereka lakukan kewajiban Islami tersebut, malahan justru
mereka ikut serta aktif dalam mengokohkan pemberlakuan kekufur-an yang salah
satunya dengan cara menyerahkan keputusan atas suatu persoalan (misal tentang
Ahmadiyah) kepada penguasa sistem kufur (thaghut). Padahal Allah SWT telah
mengharamkan tindakan tersebut :
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ
ضَلَالًا بَعِيدًا (النساء : 60)
“apakah engkau
tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku diri bahwa mereka beriman kepada
segala perkara yang telah diturunkan kepada engkau dan kepada segala perkara
yang telah diturunkan sebelum engkau, namun mereka bersikap menyerahkan
keputusan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk
bersikap kufur kepada thaghut itu dan syetan benar-benar telah menyesatkan
mereka sejauh-jauhnya”.
Wal hasil, sikap mereka
tersebut semakin memudahkan kaum kufar untuk terus menerus menan-capkan kuku
hegemoni dan dominasinya atas kehidupan dunia sekaligus melestarikannya dengan
ber-bagai cara antara lain dalam bentuk bangunan konglomerasi dunia
yang bernama G-20. Apa pun yang dilakukan umat Islam selamanya tidak akan
pernah ada nilainya dalam pandangan Islam serta tidak akan pernah
mengantarkan kepada keberhasilan hakiki dalam kenyataannya, jika
tidak diawali dengan kesadaran pemikiran terhadap seluruh ketentuan Allah SWT
yang telah dibebankan kepada mereka. Rasulullah saw menyatakan :
فَقِيهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ
(رواه ابن ماجه)
“seorang
yang faqih adalah sangat lebih berat bagi syetan daripada seribu orang ‘abid”
No comments:
Post a Comment