Monday, August 27, 2012

G-20 : BANGUNAN KONGLOMERASI DUNIA


Komunike G-20 : pemantapan bangunan konglomerasi dunia!
Hasil pertemuan para pemimpin G-20 dalam The London Summit 2009 : Stability, Growth, Jobs yang telah berlangsung 1-2 April 2009 lalu, menghasilkan sejumlah komunike dan yang paling penting di antaranya adalah :
Persoalan
Komunike
IMF (International Monetery Funds)
Sepakat menambah dana cadangan IMF sebesar 500 miliar dolar AS, dari 250 miliar dolar AS yang telah dialokasikan sebelumnya. Tambahan dana itu untuk membantu negara-negara terparah akibat krisis
Tax Havens (pengawasan terhadap negara-negara yang melindungi para spekulan dan dana-dana ilegal)
Menjatuhkan sanksi terhadap negara-negara yang menolak aturan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) agar membuka kerahasiaan banknya. Sanksi juga dijatuhkan bila melindungi dana-dana pelaku pencucian uang dan pengemplang pajak
Perdagangan Global
Dianggarkan kredit sebesar 250 miliar dolar AS guna me-lancarkan arus perdagangan internasional
Stimulus Fiskal
Tak ada anggaran baru dari pemerintah yang akan dikucur-kan
Proteksionisme
Ada komitmen untuk mengumumkan dan mempermalukan negara-negara yang membekukan aturan perdagangan be-bas
Regulasi Finansial
Memperketat sistem keuangan, termasuk terhadap aktivitas hedge funds yang selama ini tidak diawasi
Bankir
Mengawasi ketat gaji dan bonus para bankir
Sumber : reuters/ap/bbc
G-20 adalah sebuah forum dunia yang beranggotakan G-8 (Amerika Serikat/AS, Kanada, Jepang, Ing-gris, Perancis, Jerman, Italia dan Rusia) dan sejumlah negara berkembang : Afrika Selatan, Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Saudi Arabia, Turki dan Uni Eropa. Posisi kekayaan setiap anggota G-20 dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto/PDB (Gross Domestic Product). PDB adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode ter-tentu dan merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional sebuah negara. Data mutakhir PDB 2008 seluruh negara anggota G-20 adalah sebagai berikut :
Negara
Keanggotaan
PDB (miliar dolar AS)
% to PDB Dunia
Amerika Serikat
G-8 dan G-20
14.334
23,10
Kanada
G-8 dan G-20
1.564
2,52
Jepang
G-8 dan G-20
4.844
7,81
Inggris
G-8 dan G-20
2.787
4,49
Perancis
G-8 dan G-20
2.978
4,80
Jerman
G-8 dan G-20
3.818
6,15
Italia
G-8 dan G-20
2.399
3,87
Rusia
G-8 dan G-20
1.779
2,87
Afrika Selatan
G-20 saja
300
0,48
Argentina
G-20 saja
339
0,55
Australia
G-20 saja
1.069
1,72
Brasil
G-20 saja
1.665
2,68
China
G-20 saja
4.222
6,80
India
G-20 saja
1.237
1,99
Indonesia
G-20 saja
497
0,80
Korea Selatan
G-20 saja
953
1,54
Meksiko
G-20 saja
1.143
1,84
Saudi Arabia
G-20 saja
528
0,85
Turki
G-20 saja
799
1,29
Uni Eropa (UE)
G-20 saja
19.195
30,93
Sumber : IMF
PDB total seluruh negara kebangsaan yang ada di dunia alias PDB Dunia adalah 62.054 miliar dolar AS, sedangkan PDB total seluruh anggota G-20 adalah 66.450 miliar dolar AS. Artinya PDB total seluruh anggota G-20 adalah 1,07 kali (107,08 persen) PDB Dunia dan realitas ini menunjukkan bahwa PDB Dunia seluruhnya dikuasai oleh G-20 lalu 55,60 persennya dikuasai oleh negara-negara maju (in-dustri) yang tergabung dalam G-8 serta 23,10 persennya berada dalam genggaman AS sendirian. Wa-laupun memang Uni Eropa menguasai 30,93 persen PDB Dunia, namun UE bukanlah satu negara me-lainkan gabungan dari hampir seluruh negara yang ada di Benua Eropa kecuali Inggris. Sehingga mes-kipun menguasai PDB Dunia lebih besar daripada AS namun tetap saja AS lebih besar dari UE, sebab negara adidaya itu secara sendirian dalam menguasainya. Terlepas dari realitas tersebut yang pasti ada-lah Dunia Barat (G-8 dan UE) menguasai 86,53 persen PDB Dunia dan sisanya 13,47 persen diperebut-kan oleh sebagian sangat besar negara di dunia yang tersebar luas di Benua Asia, Afrika dan Amerika Latin. Inilah realitas pasti dari bangunan konglomerasi dunia yang telah semakin dimantapkan posisi-nya melalui The London Summit 2009 : Stability, Growth, Jobs.
Bangunan konglomerasi dunia tersebut ditunjukkan secara sistemik oleh adanya komunike yang dihasilkan dari The London Summit 2009 tersebut, yakni :
1.       penambahan dana cadangan IMF dari 250 miliar dolar AS menjadi 750 miliar dolar AS yang diper-untukan bagi membantu negara-negara yang mengalami imbas paling parah dari krisis ekonomi sa-at ini, tentu saja pada kenyataannya sama sekali tidak demikian. Hal itu karena realitas IMF adalah lembaga donor yang bersifat komersial bukan kemanusiaan, yakni setiap satu dolar yang dikucur-kan oleh IMF kepada suatu negara maka negara yang bersangkutan harus mengembalikan hingga dua dolar dalam tempo yang tidak lebih dari 10 tahun. Lebih dari itu, selama suatu negara berada dalam “berhutang” kepada IMF maka selama itu pula negara itu harus mengikuti setiap “resep” obat IMF yang dikemas sebagai rumusan pembenahan dan perbaikan perekonomian negara terse-but. Dengan demikian, tidak diragukan lagi ini adalah bentuk pengendalian IMF terhadap negara mana pun yang mengajukan permohonan hutang kepada lembaga tersebut. Seluruh negara yang berada dalam “asuhan resep” IMF selain sebagai ladang pendapatan bagi lembaga itu sendiri juga sebagai bentuk penghimpunan kekuatan dan pengokohan bangunan konglomerasi dunia di bawah kendali AS atau secara bersama-sama dengan negara-negara G-8.
2.       seluruh anggota G-20 secara otomatis adalah negara-negara yang menyatakan diri bersedia untuk menerima dan mentaati seluruh aturan main yang ditetapkan oleh OECD, di antaranya berkenaan dengan Tax Havens. Negara mana pun (apalagi yang masuk kelas berkembang) dipastikan harus menerima sanksi OECD bila memberikan perlindungan kepada para spekulan, pelaku pencucian uang maupun pengemplang pajak. Bahkan sistem aturan perpajakan seluruh negara yang tergabung dalam OECD harus menggunakan yang ditetapkan oleh organisasi tersebut. Sebagai contoh OECD baru saja mencabut empat negara dari black list pelanggaran perpajakan, yakni Uruguay, Venezue-la, Malaysia dan Philipina, karena keempat negara tersebut telah menyelenggarakan perpajakannya sesuai dengan seluruh ketentuan OECD. Mekanisme kendali OECD ini tentu saja bentuk lainnya dari pengendalian terhadap seluruh negara minimal yang tergabung dalam G-20.
3.       penetapan anggaran sebesar 250 miliar dolar AS untuk melancarkan arus perdagangan global meru-pakan upaya pembenahan di sektor ekonomi riil dunia (perdagangan komoditas) yang dilakukan oleh G-20. Kelancaran arus perdagangan internasional adalah faktor penentu pertumbuhan PDB se-tiap negara yang terlibat dalam transaksi perdagangan, walau tidak mungkin dapat berlangsung se-cara seimbang dan setara hingga kapan pun. Hal itu terbukti dari besaran PDB setiap negara anggo-ta G-20 adalah tidak sama dan semakin terbukti dengan PDB AS yang paling besar di antara semua anggota G-20. Realitas tersebut memastikan bahwa selama ini negara AS adalah yang paling domi-nan dalam arena transaksi perdagangan dunia, sehingga dengan adanya dana 250 miliar dolar AS tersebut dapat dipastikan yang paling akan memperoleh keuntungan besar dari semakin lancarnya arus perdagangan global adalah AS sendiri.
4.       setelah hampir seluruh negara anggota G-20 melakukan pengucuran dana dalam rangka stimulus fiskal (termasuk Indonesia sebesar 71-an triliun rupiah) sejak awal krisis finansial global hingga tri-wulan I tahun 2009, maka diputuskan untuk selanjutnya aksi tersebut tidak akan dilakukan lagi oleh seluruh pemerintah negara-negara G-20. Hal itu karena selain telah dianggap cukup untuk mens-timulir gerak perekonomian dunia dan meredam kontraksinya juga bila dilanjutkan pun dianggap tidak akan terlalu besar lagi pengaruhnya dalam meredam gejolak perekonomian global maupun di masing-masing negara. Kesepakatan ini harus ditaati oleh seluruh negara anggota G-20 dan itu ber-arti sebentuk pengendalian supaya seluruh negara tetap konsisten dalam mempertahankan bangun-an konglomerasi dunia tetap kokoh berdiri.
5.       aksi proteksionisme yang dilakukan oleh sebuah negara secara langsung dan pasti akan menganggu dan menghambat kelancaran arus perdagangan global alias skema perdagangan bebas. Oleh karena itu ada kesepakatan yang sangat keras dan tegas dari G-20 untuk tidak hanya mengumumkan nega-ra pelaku proteksionisme tersebut bahkan mempermalukannya dengan berbagai cara, misalnya saja dengan memberlakukan blokade ekonomi atau embargo ekonomi. Makna dari komitmen ini adalah pengendalian terhadap seluruh negara anggota G-20 agar tidak coba-coba dengan cara apa pun un-tuk merusak apalagi meruntuhkan bangunan konglomerasi dunia ala G-20 tersebut.
6.       komunike yang berkenaan dengan regulasi finansial adalah satu-satunya yang merupakan tanggap-an terhadap krisis finansial global yang telah menyebabkan resesi ekonomi dunia yang sangat da-lam saat ini. Komunike ini pun memastikan bahwa selama ini aktivitas hedge funds jangankan dila-rang sekedar diawasi pun tidak pernah dilakukan oleh para regulator pasar finansial maupun pasar uang. Padahal semua orang juga tahu pasti bahwa aktivitas hedge funds tersebut akan mengarahkan perekonomian dunia maupun masing-masing negara kepada keadaan yang saat ini tengah dialami dan hampir saja merusak bagian tertentu dari bangunan konglomerasi dunia, yakni sektor finansial dan pasar uang. Setiap negara dipastikan harus mematuhi komunike tersebut dan secara otomatis si-kap kepatuhan itu akan mengamankan keberlangsungan bangunan konglomerasi dunia.
7.       salah satu yang dipastikan sebagai faktor yang memperburuk resesi ekonomi dunia adalah tidak adanya aturan main alias pembatasan yang berhubungan dengan tingkat gaji maupun bonus para bankir. Oleh karena itu G-20 menganggap perlu secara spesifik menetapkan atau paling tidak me-ngawasi persoalan tersebut, sehingga ada keseragaman sikap dari seluruh negara anggota G-20 un-tuk melakukan kebijakan tertentu (regulasi) yang dapat secara legal membatasi gaji sekaligus bonus para bankir.
Dengan demikian, dapat dipastikan fakta PDB negara-negara anggota G-20 (minus UE) tahun 2008 benar-benar telah dijadikan acuan untuk menentukan hal-hal atau persoalan apa saja yang harus dijadikan pernyataan komunike dari The London Summit 2009. Realitas poin penting hasil pertemuan London tersebut yakni tentang IMF, Tax Havens, perdagangan global, stimulus fiskal, proteksionisme, regulasi finansial dan bankir, seluruhnya merupakan kesepakatan timbal balik antara G-8 dan negara anggota G-20 yang masih terkategori sebagai negara berkembang : Afrika Selatan, Argentina, Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Saudi Arabia dan Turki. Kesepakatan yang dimaksud adalah negara-negara berkembang menyatakan dengan tegas siap dan bersedia untuk tetap berada da-lam naungan, arahan, kendali dan dominasi negara-negara maju (G-8), terutama sepanjang dunia masih dicengkeram oleh hantaman resesi perekonomian. Sebagai contoh : walau Indonesia, Saudi Ara-bia dan Turki berturut-turut hanya menguasai PDB dunia 0,80, 0,85 dan 1,29 persen atau secara bersa-maan 2,94 persen, namun tidak diragukan lagi ketiga negara berkembang dari Dunia Islam tersebut sa-ngat memiliki posisi dan nilai strategis (ideologi, politik, ekonomi) bagi G-8 terutama AS.
Negara
Posisi dan Nilai Strategis
PDB 2008
Negara Pengendali
Indonesia
1.       ideologi, sebagai negara demo-krasi muslim terbesar di dunia dengan jumlah umat Islam lebih dari 191.392.268 orang.
2.       politik, sebagai negara demokrasi muslim dengan sikap sebagian sangat besar umat Islam yang moderat yakni tidak memperten-tangkan antara Dunia Barat dan Dunia Islam dan antara Islam de-ngan demokrasi maupun kapita-lisme sekularistik.
3.       ekonomi, jumlah penduduk Indo-nesia pada 10-02-2009 adalah 239.240.336 orang dan tentu saja merupakan pasar potensial seka-ligus sumber tenaga kerja murah. Walau dari aspek oil tidak terlalu menguntungkan, namun secara keseluruhan kandungan kekayaan alam Indonesia lainnya di luar oil masih sangat melimpah.
497 miliar dolar
AS dengan dibantu sepe-nuhnya oleh Australia ser-ta sedikit oleh peran UE dalam forum ASEM
Saudi Arabia
1.       ideologi, menguasai Makkah (ko-ta kelahiran Islam) dan Madinah (Kota kelahiran Khilafah Islami-yah) serta seluruh peninggalan Islam di masa Nabi Muhammad saw dan Khulafa Rasyidun. Se-hingga sangat besar potensinya untuk kembali menjadi pusat kendali ideologi berikut peradab-an Dunia Islam.
2.       politik, nilai strategis politik ne-gara ini memang tidak terlalu be-sar sebab selama ini tidak me-nonjol peran maupun pengaruh-nya di kawasan Timur Tengah. Namun karena secara ideologi dan ekonomi sangat strategis, maka aspek politik pun terikut sertakan secara otomatis.
3.       ekonomi, walau sebagian besar wilayahnya adalah gurun pasir tapi negara ini di dalam perut buminya sangat banyak mengan-dung mineral baik emas, oil mau-pun batuan granit yang berkuali-tas nomor satu di dunia. Hingga saat ini Saudi Arabia adalah pro-dusen crude oil (CO) terbesar pertama di dunia. Isu ancaman dari Israel juga dieksploitasi se-cara maksimal untuk pemasaran senjata canggih dari AS.
528 miliar dolar
AS setelah sebelumnya la-ma berada dalam tangan Inggris hingga usai PD II
Turki
1.       ideologi, negeri ini pernah men-jadi pengemban utama ideologi Islam selama 412 tahun (1512-1924 M) sekaligus sebagai pusat kendali ideologi Dunia Islam. Ja-di pelumpuhan secara ideologis dilakukan tidak hanya dengan mensekulerkan Turki secara total tapi juga dengan menutup semua celah yang akan menjadi tempat kembalinya Khilafah Islamiyah.
2.       politik, Turki adalah penghubung tiga benua sekaligus yakni Asia, Eropa dan Afrika. Sehingga seca-ra politik negeri ini memang sa-ngat strategis bagi siapa pun yang ingin mengendalikan ketiga be-nua tersebut.
3.       ekonomi, Selat Bosporus adalah selat yang paling sibuk di dunia dilalui oleh banyak kapal dagang dari Eropa ke Asia dan Afrika la-lu ke Australia. Laut Hitam yang merupakan pintu gerbang Eropa ke Rusia dari arah Laut Tengah harus melalui selat tersebut dan Selat Dardanella yang keduanya berada dalam kekuasaan Turki. Jadi Turki sangat strategis.
799 miliar dolar
AS secara tidak langsung yakni melalui UE inilah mengapa AS begitu sema-ngat mendorong Turki un-tuk segera menjadi anggo-ta UE
Wal hasil, semakin sangat nyata Dunia Barat yakni AS dan G-8 telah berhasil dengan gemilang dalam tempo yang singkat (tidak lebih dari 100 tahun) mendirikan bangunan konglomerasi dunia. Bangunan tersebut nampaknya akan semakin menyulitkan bagi kekuatan Dunia Islam untuk mencoba merubuh-kannya lalu menggatikannya dengan bangunan ekonomi Islami, sebab seluruh opini Dunia Islam telah 100 persen sepakat untuk menjadi pilar penopang utama dari konglomerasi dunia. Inilah yang dipasti-kan oleh kehadiran Indonesia, Saudi Arabia dan Turki dalam himpunan para arsitektur utama bangunan konglomerasi dunia itu sendiri yakni G-20. Andaikan umat Islam sedunia selalu menjadikan Islam saja sebagai asas berpikir dan bersikap mereka, tentu mereka akan tetap sangat menyadari maksud informa-si Allah SWT saat menyatakan realitas sikap kaum kufar terhadap mereka dan Islam :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ (الأنفال : 36)
“sungguh orang-orang yang bersikap kafir itu mereka akan selalu membelanjakan hartanya supaya mereka dapat menghalangi manusia dari jalan Allah (Islam)”.
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا (النساء : 141)
“dan Allah tidak akan pernah menjadikan satu kesempatan (jalan) pun bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum mukmin”.


Gerakan hewan yang baru disembelih
Bersamaan dengan gerakan dan gebrakan makin masif dan intensif yang dilakukan oleh kaum ku-far beserta antek-antek mereka dari kalangan penguasa Dunia Islam tersebut, ternyata umat Islam khu-susnya di Indonesia semakin tenggelam dalam kesibukan yang sama sekali tidak diperintahkan oleh Islam bahkan Islam mengharamkan mereka melakukan aktivitas tersebut.
Sebagian sangat besar umat Islam Indonesia begitu “rela dan ridla” disibukkan oleh rangkaian prosesi pemilu legislatif paling tidak sejak Juli 2008. Seluruh masa NU (sekitar 70 juta orang) dengan berbagai kecenderungan aliansi kepada partai politik (Golkar, PDIP, Demokrat, PKB, PKNU, PPP, PBB dan lainnya), seluruh masa Muhammadiyah (sekitar 30 juta orang) yang saat ini terbelah keberpi-hakan mereka setidaknya kepada PAN dan PMB (banyak juga yang “nangkring” di Golkar, Demokrat, PPP, PBB, PKS), seluruh masa Persis (sekitar 10 juta orang) yang lazimnya berpihak kepada PBB dan PKS, termasuk masa PKS sendiri, tercurahkan tenaga, dana maupun pemikiran mereka sepenuhnya ke-pada upaya pemenangan dalam ajang Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2009. Lebih dari 150 juta orang kaum muslim Indonesia, mulai dari Presiden, Wapres, Ketua MPR, Ketua DPR, para Ketua Umum Parpol bermerek Islam maupun Nasionalis, para Ketua PP ormas Islam maupun Nasionalis hingga ma-sa akar rumput, seluruhnya memusatkan pikiran dan perasaannya kepada upaya bagaimana agar dalam pemilu legislatif tersebut partainya atau calegnya dapat menang minimal dengan raihan suara 20-an persen atau paling minimal 2,5 persen supaya dapat menikmati nyamannya kursi parlemen senayan.
Lalu ketika pemilu 9 April 2009 telah usai dan gambaran perolehan suara telah nampak jelas, ma-ka seluruh perhatian mereka makin terpusat kepada satu hal yakni merancang segenap strategi untuk ikut bertarung dalam pilpres Juli 2009 nanti (langsung atau tidak). Partai yang memperoleh suara cukup lumayan (walau tidak sesuai harapan) seperti Demokrat (20-an persen), Golkar (14-an persen), PDIP (14-an persen), PKS (8-an persen), PAN (5-an persen), PPP (5-an persen) dan PKB (5-an persen), ma-sing-masing “berhitung” untuk berkoalisi dengan pihak mana dan tentu saja itu semua dengan segala konsekuensinya. Sedangkan parpol “gurem” yang akhirnya tidak dapat lulus batas minimal 2,5 persen (electoral threshold), memang telah tertutup bagi mereka kesempatan untuk berkiprah di legislatif apa-lagi di eksekutif, namun mereka pun akhirnya banting rancangan lama untuk membuat rumusan baru yang akan diimplementasikan pada tahun 2014 mendatang. Jadi, kalah apalagi menang dalam pemilu legislatif yang lalu, sama sekali tidak memberikan pengaruh yang berbeda melainkan tetap sama yakni menjadikan semua pihak tetap ingin bercokol di ajang tersebut, tidak sekarang, barangkali 2014 nanti. Inilah yang terucapkan oleh Presiden PKS saat diminta komentar sehubungan dengan perolehan suara Demokrat, PDIP, Golkar dan PKS sendiri : saya serukan kepada kaum muda bahwa saat ini belum mi-lik kita tapi masih milik mereka (kaum tua).
Itulah sikap riil mutakhir umat Islam di pentas politik NKRI. Lalu bersamaan dengan itu dan de-ngan anggapan untuk menindak lanjuti fatwa MUI yang telah ditetapkan pada Sidang Ijtima Ulama III di Padang Panjang Sumatera Barat akhir Januari 2009 lalu tentang wajib zakat bagi perusahaan, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) KH. Didin Hafidhuddin pada seminar yang bertajuk “Fat-wa MUI : Zakat Perusahaan Wajib Bagaimana Implementasi Pada Korporasi Indonesia” (Jakarta Ka-mis, 2 April 2009) menyatakan : pemerintah harus mendukung fatwa MUI itu dengan menerapkan ke-wajiban zakat bagi perusahaan. Potensi zakat perusahaan sangat besar. Berdasarkan perhitungan kasar, perusahaan BUMN memiliki potensi zakat sebesar Rp 14,3 triliun per tahun dari keuntungan yang mereka dapatkan. Jumlah itu belum termasuk perusahaan BUMD dan swasta. Potensi zakat per-usahaan jauh lebih besar dari hitungan itu, karena potensi zakat profesi saja bisa mencapai sebesar Rp 19,3 triliun. Saat ini, baru sekitar 50 perusahaan yang membayar zakat korporasi di Baznas dengan dana yang terkumpul mencapai Rp 4 miliar sampai Rp 5 miliar. Jika potensi zakat ini bisa digali de-ngan baik dan pimpinan BUMN menyadari bahwa zakat bukan untuk kepentingan kelompok tertentu maka Indonesia tak akan perlu lagi utang ke luar negeri. Sudah waktunya pemerintah tidak lagi men-cari-cari pinjaman dari luar negeri. Pemerintah bersama umat perlu bekerja sama untuk menggali po-tensi dana zakat. Karena zakat itu adalah dana segar dan bukan pinjaman. Jika potensi zakat perusa-haan bisa dimaksimalkan, dampaknya akan sangat luar biasa bagi kesejahteraan rakyat serta harga diri bangsa.
Pemikiran Ketua Umum Baznas tersebut didukung penuh oleh Setiawan Budi Utomo (Peneliti dari Direktorat Perbankan Syariah BI) yang menyatakan : perlu ada pemahaman yang sama antara pe-laku dan otoritas terkait zakat perusahaan. Kalau diabaikan, maka zakat hanya akan dipandang sebe-lah mata, bukan sebagai pilar stabilitas keuangan nasional. Agar zakat bisa bergaung perlu ada koor-dinasi melibatkan Departemen Agama, Departemen Keuangan dan Departemen Sosial. Dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa perusahaan wajib melakukan corporate social responsibility (CSR) sebagai bentuk good corporate governance perusahaan. CSR adalah ben-tuk konvensional, namun bukan berarti tidak sesuai dengan syariah. CSR harus disinergikan dengan zakat. Di dalam persaingan modern saat ini, paradigma zakat sebagai faktor pengurang harus dihi-langkan, diganti dengan zakat sebagai faktor penambah.
Kemudian, pada hari Rabu (1 April 2009) ribuan umat Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) kembali mendatangi Istana Presiden dan untuk kesekian kalinya mereka mendesak agar Presiden segera membuat Keppres pembubaran Ahmadiyah. Menanggapi desakan FUI tersebut, Mente-ri Agama (Menag) Maftuh Basyuni menilai : tuntutan pembubaran Ahmadiyah yang disuarakan FUI tidak pada tempatnya. Sikap pemerintah soal Ahmadiyah sudah tertuang dalam SKB Tiga Menteri, yakni Menag, Mendagri dan Jaksa Agung. Pengawasan dan penyadaran hingga kini masih berlang-sung. Jadi, tidak tepat jika kemudian minta dibubarkan karena SKB itu belum sepenuhnya dilaksana-kan. Pihaknya mengibaratkan SKB dengan Keppres pembubaran Ahmadiyah seperti wudhu dan shalat. Jadi, jika wudhunya belum dilaksanakan semuanya, tentunya belum bisa melaksanakan shalat. Ibarat-nya seperti itu.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Amin Jamaludin menegaskan : Ahmadi-yah telah banyak melakukan pelanggaran terhadap SKB. Kami sudah melaporkannya ke Mabes Polri. Mereka (Depag) tak mau turun ke lapangan mencari data pelanggaran SKB. Kita kembali ke Peneta-pan Presiden (Penpres) Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penoda-an Agama. Dalam Pasal 2 ayat 2 tercantum “Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat 1 (SKB) dila-kukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, Presiden Republik Indonesia dapat membu-barkan organisasi itu.
Demikianlah, jika serpihan-serpihan pemikiran maupun sikap umat Islam tersebut (peran serta dalam prosesi pemilu, inventarisasi potensi zakat, desakan pembubaran Ahmadiyah) dikumpulkan lalu dirangkai menjadi sebuah untaian aksi dalam satu bingkai, maka pasti akan didapati gambaran yang sa-ngat jelas tentang gerak gerik mereka yang benar-benar persis dengan gedebak gedebuk dan reaksi menggelepar binatang yang baru saja disembelih (حَرَكَتُهُمْ حَرَكَةُ الأَنْعَامِ الْمَذْبُوْحِ). Aksi mereka memang nampak sangat dahsyat dan masif, namun tidak jelas untuk apa sebab hanya muncul dari dorongan na-luriah semata yakni hanya berupa ekspresi kepentingan untuk menduduki kekuasaan, jabatan, memper-luas akses kepada kekayaan, untuk melepaskan diri dari ketertindasan dan ketidakberdayaan maupun kemiskinan dan keterpurukan juga demi untuk melampiaskan kekesalan, kejengkelan dan rasa marah yang meluap-luap. Oleh karena itu, seperti halnya gedebak gedebuk dan reaksi menggelepar binatang yang baru saja disembelih tidak akan memberikan sesuatu atau mengantarkan kepada sesuatu kecuali kematiannya, maka demikian juga keseluruhan aksi umat Islam tersebut, sama sekali tidak akan pernah mengatarkan mereka kepada keberhasilan yang hakiki yakni hancurnya kaum kufar berikut kekufu-rannya serta mulyanya umat Islam dan tegaknya kembali sistem kehidupan Islami (Khilafah Islamiyah) dalam arena kehidupan manusia di dunia. Keseluruhan aksi mereka dalam berbagai lini kehidupan ter-sebut adalah tidak bernilai sama sekali dalam pandangan Islam dan realitas itu seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (الكهف : 103-105)
“katakanlah oleh engkau (Muhammad) apakah perlu kami sampaikan kepada kalian tentang orang-orang yang seluruh perbuatannya paling rugi, yakni orang-orang yang sesat tingkah laku mereka dalam kehidupan dunia namun mereka mengira bahwa mereka telah berbuat yang benar. Itulah orang-orang yang bersikap kufur kepada ayat-ayat Rab mereka maupun pertemuan dengan Nya, maka pasti hancur seluruh perbuatan mereka lalu Kami (Allah) tidak akan memberikan sedikit pun nilai bagi me-reka di hari kiamah”
Mereka tidak diragukan lagi telah berada dalam realitas أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ, sebab mereka sama sekali tidak peduli terhadap :
a.       realitas sistem demokrasi yang menaungi penyelenggaraan pemilu baik di Indonesia maupun di ne-gara kebangsaan mana pun di dunia saat ini termasuk AS. Islam mengharamkan sistem tersebut dan umat Islam haram mengambilnya, memberlakukannya maupun mendakwahkannya.
b.       realitas zakat dalam Islam yang wajib dikelola hanya oleh Khilafah Islamiyah melalui para petugas zakat (اَلْعَامِلُوْنَ عَلَيْهَا) mulai dari pengambilannya dari para muzakki hingga pembagiannya kepada pa-ra mustahiq. Keberadaan Baznas dan yang sejenisnya serta usulan kepada pemerintah NKRI untuk ikut serta mengurus persoalan zakat (seperti yang digagas oleh KH. Didin Hafidhuddin maupun Setiawan Budi Utomo) adalah sebuah pengingkaran yang pasti terhadap Khilafah Islamiyah sekali-gus secara sadar memposisikan NKRI (atau negara kebangsaan lainnya) sebagai pengganti realitas Khilafah Islamiyah tersebut. Begitu juga klaim Baznas sebagai pihak yang memiliki otoritas untuk mengambil, menerima dan membagikan zakat, adalah sebuah perbuatan yang 100 persen menyala-hi realitas اَلْعَامِلُوْنَ عَلَيْهَا yang dimaksudkan oleh Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 60. Semua-nya mereka lakukan dengan sadar dan terencana serta terstruktur, sehingga mustahil untuk dikata-kan sebagai ekspresi kebodohan maupun kelalaian.
c.       realitas Ahmadiyah hanyalah akibat dari kehidupan dunia yang berbasis sekularisme, sehingga jika sekularisme tersebut dicabut dari realitas kehidupan dunia lalu dihancurkan dan diganti sepenuhnya oleh Islam, maka secara otomatis eksistensi Ahmadiyah maupun organisasi lainnya yang serupa sa-at ini (NU, Muhammadiyah, Persis, MMI, Komunitas Eden dan lainnya) hancur luluh dengan sen-dirinya dan tidak akan pernah “laku” di tengah-tengah kehidupan umat Islam. Sehingga yang seha-rusnya mereka bubarkan dan hancurkan adalah pemberlakuan sekularisme sebagai asas kehidupan manusia, bukan “tai kecil” kotorannya : Ahmadiyah. Namun, alih-alih mereka lakukan kewajiban Islami tersebut, malahan justru mereka ikut serta aktif dalam mengokohkan pemberlakuan kekufur-an yang salah satunya dengan cara menyerahkan keputusan atas suatu persoalan (misal tentang Ahmadiyah) kepada penguasa sistem kufur (thaghut). Padahal Allah SWT telah mengharamkan tindakan tersebut :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (النساء : 60)
“apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku diri bahwa mereka beriman kepada segala perkara yang telah diturunkan kepada engkau dan kepada segala perkara yang telah diturunkan sebelum engkau, namun mereka bersikap menyerahkan keputusan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk bersikap kufur kepada thaghut itu dan syetan benar-benar telah menyesatkan mereka sejauh-jauhnya”.

Wal hasil, sikap mereka tersebut semakin memudahkan kaum kufar untuk terus menerus menan-capkan kuku hegemoni dan dominasinya atas kehidupan dunia sekaligus melestarikannya dengan ber-bagai cara antara lain dalam bentuk bangunan konglomerasi dunia yang bernama G-20. Apa pun yang dilakukan umat Islam selamanya tidak akan pernah ada nilainya dalam pandangan Islam serta tidak akan pernah mengantarkan kepada keberhasilan hakiki dalam kenyataannya, jika tidak diawali dengan kesadaran pemikiran terhadap seluruh ketentuan Allah SWT yang telah dibebankan kepada mereka. Rasulullah saw menyatakan :

فَقِيهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ (رواه ابن ماجه)
“seorang yang faqih adalah sangat lebih berat bagi syetan daripada seribu orang ‘abid”

No comments:

Post a Comment