Pemikiran yang dimaksudkan oleh Ali Imran 200
Surat Ali Imran memuat 200 ayat dan ayat yang ke 200 yakni ayat
terakhir adalah pernyataan Allah SWT :
يَآ
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْا
اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Menurut Hasan
Al-Bashriy maksud dari pernyataan Allah SWT tersebut adalah :
أُمِرُوْا
أَنْ يَّصْبِرُوْا عَلَى دِيْنِهِمُ الَّذِيْ ارْتَضَاهُ اللهُ لَهُمْ وَهُوَ الإِسْلاَمُ
فَلاَ يُدْعَوْهُ لِسَرَّاءٍ وَلاَ لِضَرَّاءٍ وَلاَ لِشِدَّةٍ وَلاَ لِرِخَاءٍ حَتَّى
يَمُوْتُوْا مُسْلِمِيْنَ وَأَنْ يُّصَابِرُوْا اْلأَعْدَاءَ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ
دِيْنَهُمْ وَكَذَلِكَ قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ عُلَمَاءِ السَّلَفِ وَأَمَّا الْمُرَابِطَةُ
فَهِيَ الْمُدَاوِمَةُ فِيْ مَكَانِ الْعِبَادَةِ وَالثَّبَاتُ وَقِيْلَ اِنْتِظَارُ
الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ
Mereka (umat
Islam) diperintahkan untuk bershabar dalam agama mereka yang telah Allah ridhai
bagi mereka yakni Islam, itu karena mereka tidak akan diseru kepada kesusahan,
tidak kepada mara-bahaya, tidak kepada kebinasaan dan tidak pula kepada
kehancuran hingga mereka semua mati seba-gai muslimin. Mereka pun diperintahkan
supaya tegar dalam menghadapi musuh-musuh yang selalu memanipulasi agama
mereka. Demikianlah pernyataan salah seorang ulama salaf. Adapun murabi-thah
adalah mudawimah di tempat-tempat ibadah dan bersikap teguh dan dikatakan juga
maknanya adalah menunggu datangnya shalat setelah selesai shalat
Dengan demikian, perbedaan antara اصْبِرُوْا dan صَابِرُوْا adalah berkenaan dengan
subjek dan objek dari perintah itu sendiri, yakni :
1.
subjek dan objek اصْبِرُوْا adalah bersatu dalam satu sosok yakni kaum
muslim. Mereka diwajibkan untuk menjadi pelaku sikap sabar sekaligus harus
berhadapan dengan dirinya sendiri sebagai objek yang dibidik oleh perintah
sabar itu sendiri, yakni mengendalikan seluruh kecenderungan naluriah-nya (نَفْسَهُ
وَهَوَاهُ) supaya berjalan sesuai
dengan ketentuan Islam.
2.
subjek dari صَابِرُوْا adalah kaum muslim sedangkan objeknya adalah
kaum kufar dan sikap mereka terhadap Islam. Jadi umat Islam wajib tegar (sabar)
dalam menghadapi sikap kaum kufar yang se-lalu memanipulasikan realitas Islam di
hadapan penginderaan manusia, sekaligus mereka ingin menghancurkannya.
Adapun makna bahasa dari رَابِطُوْا ditunjukkan oleh lafadz
الرِّبَاطُ yakni حَبْسُ النَّفْسِ عَلَى الطَّاعَاتِ الْمَشْرُوْعَةِ : menundukkan diri kepada ketaatan yang
ditetapkan oleh syariah Islamiyah. Lalu makna istilah dari la-fadz الرِّبَاطُ yang ditunjukkan oleh
dalil dari As-Sunnah adalah :
1.
seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas, Sahl bin Haniif,
Muhammad bin Ka’ab Al-Qurzhiyi dan selainnya yakni : اَلدِّوَامُ
فِيْ مَكَانِ الْعِبَادَةِ وَالثَّبَاتُ وَقِيْلَ انْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ
الصَّلاَةِ (terus menerus
di tempat-tempat ibadah dan bersikap teguh dan juga dikatakan maknanya adalah
menunggu shalat setelah shalat). Pemikiran mereka tersebut berdasarkan realitas
yang ditunjukkan oleh pernyataan Rasulul-lah saw berikut :
أَلَا
أُخْبِرُكُمْ بِمَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ
الدَّرَجَاتِ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى
الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ (رواه النسائي)
Tidakkah perlu aku kabarkan kepada kalian
tentang perkara-perkara yang Allah menjadikannya sebagai penghapus dosa dan
dengannya Allah menaikkan derajat, yakni menyempurnakan wudlu saat keadaan
sangat tidak menyenangkan, banyaknya langkah menuju ke masjid-masjid dan me-nunggu
shalat setelah shalat. Maka perbuatan kalian itulah الرِّبَاطُ,
maka perbuatan kalian itulah الرِّبَاطُ, maka perbuatan kalian itulah الرِّبَاطُ.
أَلَا
أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ
الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى
الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ
بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ (رواه مسلم)
Tidakkah aku
perlu tunjukkan kepada kalian tentang perkara-perkara yang Allah menjadikannya
sebagai penghapus dosa dan dengannya Allah menaikkan derajat? Mereka (para
sahabat) berkata, tentu saja wahai Rasulullah! Beliau berkata : menyempurnakan
wudlu saat keadaan sangat tidak menyenangkan, banyaknya langkah menuju ke
masjid-masjid dan menunggu shalat setelah shalat. Maka perbuatan kalian itulah الرِّبَاطُ.
أَلَا
أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يُكَفِّرُ اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ
الدَّرَجَاتِ الْخُطَى إِلَى الْمَسَاجِدِ وَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عِنْدَ
الْمَكَارِهِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكَ الرِّبَاطُ
(رواه احمد)
Tidakkah perlu aku tunjukkan kepada kalian
tentang perkara-perkara yang Allah akan menghapus dosa dengannya dan dengannya
Allah menaikkan derajat, yakni banyaknya langkah menuju mas-jid-masjid,
menyempurnakan wudlu ketika keadaan sangat tidak menyenangkan dan menunggu
shalat setelah shalat. Maka itulah الرِّبَاطُ.
Pertanyaannya adalah apakah sikap الرِّبَاطُ
tersebut fardlu ataukah sunnah? Harus diingat seluruh pernyataan Rasulullah
saw tersebut (juga yang sejenisnya) berada dalam bentuk berita (اَلْخَبَرُ) dan bukan perintah,
namun karena adanya pujian (اَلْمَدْحُ) yakni يَمْحُو
اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ
maupun يُكَفِّرُ اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ
بِهِ الدَّرَجَاتِ, maka pujian tersebut
menjadi qarinah yang menunjukkan adanya tuntutan untuk melakukannya (اَلطَّلَبُ عَلَى الْقِيَامِ بِهِ).
Hanya saja apakah tuntutan tersebut adalah fardlu ataukah sunnah, maka dapat
ditentukan sebagai berikut :
a.
realitas إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ adalah اِتْمَامُ
الْوُضُوْءِ وَاِحْسَانُهُ
yakni menyempurnakan wudlu dan membagus-kannya. Sikap اِتْمَامُ الْوُضُوْءِ
adalah fardlu sedangkan اِحْسَانُهُ adalah sunnah, sehingga karena reali-tas إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ
lebih menunjuk kepada اِحْسَانُهُ maka status hukumnya adalah sunnah dan bukan
fardlu.
b.
realitas كَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى
الْمَسَاجِدِ, hukumnya bukanlah
fardlu melainkan sunnah dan salah satu dalil yang menunjukkan hukum tersebut
adalah pernyataan Nabi Muhammad saw :
لاَ
تُشَدُّ الرِّحَالُ اِلاَّ اِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ اَلْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
(رواه البخاري)
Tidak ditekankan
melakukan kunjungan kecuali ke tiga masjid yakni Masjid Al-Haram, Masjid Rasul
saw dan Masjid Al-Aqsha
Oleh karena itu, berkunjung alias melangkahkan kaki kepada
tiga masjid istimewa saja (Masjid Al-Haram di Makkah, Masjid Rasulullah saw di
Madinah dan Masjid Al-Aqsha di Yerusalem) hukumnya adalah anjuran alias sunnah
walau sangat ditekankan untuk dilakukan, sehingga apa-lagi (مَفْهُوْمُ الْمُوَافَقَةِ مِنْ دَلاَلَةِ الإِلْتِزَامِ) berkunjung kepada masjid-masjid biasa.
Artinya tuntutan untuk melakukan كَثْرَةُ
الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ
adalah bukan fardlu melainkan sunnah saja.
c.
menunggu datangnya waktu shalat berikutnya setelah melaksanakan
suatu shalat fardlu, tentu saja hukumnya bukanlah fardlu melainkan sunnah. Hal
itu karena tidak ada satu riwayat pun yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw
mencela atau menjatuhkan sanksi kepada umat Islam saat itu (para sahabat) yang
sebagian besarnya justru tidak melakukan انْتِظَارُ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ.
Oleh karena itu, status hukum انْتِظَارُ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ
adalah sunnah dan bukan fardlu.
2.
makna الرِّبَاطُ atau رِبَاطٌ secara istilah akan berbeda bila disandarkan
(مُضَافٌ) kepada sesuatu atau
di-sertai dengan qarinah yang memastikan suatu realitas. Sebagai contoh bentuk penyandaran
adalah رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ atau yang disertai dengan qarinah adalah رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Makna الرِّبَاطُ
dalam kedua bentuk tersebut adalahمُلاَزَمَةُ
ثَغْرٍ مِنَ الثُّغُوْرِ حِمَايَةً لَهُ (pengawasan suatu
perbatasan dari perbatasan ne-gara sebagai bentuk penjagaan terhadap perbatasan
itu). Perbedaannya adalah bentuk رِبَاطُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
dilakukan
sepanjang waktu tidak harus dalam status perang (jihad), sedangkan رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ khusus dilakukan dalam kondisi perang (jihad) sebab qarinah فِي سَبِيلِ اللَّهِ
hanya menunjukkan satu keadaan saja yakni kondisi perang atau jihad. Kedua
bentuk tersebut banyak diungkap dalam se-jumlah pernyataan Rasulullah saw,
antara lain :
إِنَّ رِبَاطَ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ مِمَّا سِوَاهُ فَلْيُرَابِطْ امْرُؤٌ حَيْثُ
شَاءَ (رواه احمد)
Sungguh menjaga perbatasan satu hari dalam
perang adalah lebih utama daripada seribu hari di tempat selainnya, maka hendaklah
seseorang melakukan penjagaan itu di perbatasan mana saja yang dia sukai
مَنْ
رَابَطَ فِي شَيْءٍ مِنْ سَوَاحِلِ الْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ أَجْزَأَتْ
عَنْهُ رِبَاطَ سَنَةٍ (رواه احمد)
Siapa saja yang melakukan penjagaan dalam
suatu bagian dari perbatasan-perbatasan kaum mus-lim selama tiga hari maka dia
akan memperoleh pahala menjaga selama setahun
رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا (رواه البخاري)
Menjaga perbatasan satu hari dalam perang
adalah lebih baik daripada seluruh dunia dan segala sesuatu isinya
رِبَاطُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى
عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
وَأَمِنَ الْفَتَّانَ (رواه مسلم)
Menjaga perbatasan sehari semalam adalah
lebih baik daripada shaum maupun shalat selama satu bulan dan jika dia mati
saat menjaga itu maka pastilah tetap berlaku baginya perbuatan yang sedang dia
lakukan dan akan diberikan kepadanya rizqinya serta dia akan dihindarkan dari
dua macam fitnah
رِبَاطُ
يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ وَرُبَّمَا قَالَ خَيْرٌ مِنْ
صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَمَنْ مَاتَ فِيهِ وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
وَنُمِّيَ لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ (رواه الترمذي)
Menjaga perbatasan sehari dalam perang adalah
lebih utama (sering sekali beliau berkata) dari-pada shaum maupun shalat
sebulan dan siapa saja yang mati dalam menjaga perbatasan maka dia akan
diselamatkan dari fitnah qubur dan akan ditumbuh kembangkan amalnya baginya
hingga ha-ri qiyamah
رِبَاطُ
يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنْ
الْمَنَازِلِ (رواه الترمذي)
Menjaga perbatasan sehari dalam perang adalah
lebih baik dari seribu hari di tempat lainnya
رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ فَلْيُرَابِطْ امْرُؤٌ كَيْفَ
شَاءَ هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ (رواه احمد)
Menjaga perbatasan sehari dalam perang adalah
lebih utama daripada seribu hari di tempat lain-nya, maka hendaklah seseorang
menjaga perbatasan sesukanya. Apakah aku telah menyampaikan-nya? Mereka (para
sahabat) menjawab : ya tentu saja. Beliau berkata : ya Allah, saksikanlah!
رِبَاطُ
يَوْمٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ (رواه احمد)
Menjaga perbatasan sehari adalah lebih baik
daripada shaum dan shalat sebulan
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ كَصِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ إِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ أَجْرُ
الْمُرَابِطِ حَتَّى يُبْعَثَ وَيُؤْمَنَ الْفَتَّانَ (رواه احمد)
Menjaga perbatasan semalam dalam perang
adalah seperti shaum dan shalat sebulan, jika dia ma-ti maka pasti akan
diberikan kepadanya pahala murabith (penjaga perbatasan) hingga dia dibang-kitkan
dan dia akan dihindarkan dari dua fitnah
رِبَاطُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ أَفْضَلُ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ صَائِمًا لَا يُفْطِرُ
وَقَائِمًا لَا يَفْتُرُ وَإِنْ مَاتَ مُرَابِطًا جَرَى عَلَيْهِ كَصَالِحِ
عَمَلِهِ حَتَّى يُبْعَثَ وَوُقِيَ عَذَابَ الْقَبْرِ (رواه احمد)
Menjaga perbatasan sehari semalam adalah
lebih utama daripada shaum maupun shalat sebulan yakni shaum tak pernah berbuka
dan shalat tak pernah berhenti kelelahan dan jika dia mati seba-gai penjaga
perbatasan maka pasti berlaku baginya perbuatan itu sebagai amal shalihnya
hingga dia dibangkitkan dan dia akan dihiindarkan dari siksa qubur
عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ
عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ (رواه الترمذي)
Ada dua mata yang tidak akan pernah disentuh api
neraka yakni mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang
tertidur saat menjaga perbatasan dalam perang
لَرِبَاطُ
يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مِنْ وَرَاءِ عَوْرَةِ الْمُسْلِمِينَ مُحْتَسِبًا
مِنْ غَيْرِ شَهْرِ رَمَضَانَ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ عِبَادَةِ مِائَةِ سَنَةٍ
صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا وَرِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مِنْ وَرَاءِ
عَوْرَةِ الْمُسْلِمِينَ مُحْتَسِبًا مِنْ
شَهْرِ رَمَضَانَ أَفْضَلُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَعْظَمُ أَجْرًا أُرَاهُ قَالَ مِنْ
عِبَادَةِ أَلْفِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا فَإِنْ رَدَّهُ اللَّهُ إِلَى
أَهْلِهِ سَالِمًا لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ سَيِّئَةٌ أَلْفَ سَنَةٍ وَتُكْتَبُ
لَهُ الْحَسَنَاتُ وَيُجْرَى لَهُ أَجْرُ الرِّبَاطِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
(رواه ابن ماجه)
Sungguh menjaga perbatasan sehari dalam
perang di belakang kehormatan kaum muslim yang di-lakukan di luar Ramadhan
adalah pahala yang jauh lebih besar daripada ibadah selama seratus tahun baik
itu shaum maupun shalat. Dan menjaga perbatasan sehari dalam perang di belakang
kehormatan kaum muslim yang dilakukan di bulan Ramadhan adalah lebih utama
menurut Allah dan itu adalah pahala yang jauh lebih besar yang pasti diberikan
kepadanya (beliau berkata) da-ripada ibadah selama seribu tahun baik itu shaum
maupun shalat. Lalu jika Allah mengembalikan-nya dengan selamat kepada
keluarganya, maka tidak akan dituliskan baginya sayyiah selama seri-bu tahun
dan pasti akan dituliskan baginya hasanat serta diberikan kepadanya pahala
menjaga perbatasan hingga hari qiyamah
أَرْبَعَةٌ
تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ مُرَابِطٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا أُجْرِيَ لَهُ مِثْلُ مَا عَمِلَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ
بِصَدَقَةٍ فَأَجْرُهَا لَهُ مَا جَرَتْ وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا فَهُوَ
يَدْعُو لَهُ (رواه احمد)
Ada empat orang yang pasti mengalir pahala
mereka kepada mereka setelah kematian, yakni pen-jaga perbatasan dalam perang
dan siapa saja yang melakukan suatu perbuatan pasti akan diberi pahala sesuai
dengan yang telah dia lakukan dan seseorang yang berzakat maka pasti diberikan
kepadanya pahala zakat itu sesuai dengan yang telah dia lakukan dan seseorang
yang meninggal-kan anak shalih lalu si anak mendo’akannya
مَنْ
رَابَطَ يَوْمًا أَوْ لَيْلَةً كَانَ لَهُ كَصِيَامِ شَهْرٍ لِلْقَاعِدِ وَمَنْ
مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَجْرَى اللَّهُ لَهُ أَجْرَهُ وَالَّذِي
كَانَ يَعْمَلُ أَجْرَ صَلَاتِهِ وَصِيَامِهِ وَنَفَقَتِهِ وَوُقِيَ مِنْ فَتَّانِ
الْقَبْرِ وَأَمِنَ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ (رواه احمد)
Siapa saja yang menjaga perbatasan sehari
atau semalam maka itu adalah seperti shaum sebulan bagi orang yang duduk di
rumahnya dan siapa saja yang mati saat menjaga perbatasan dalam pe-rang,
pastilah Allah akan memberikan pahalanya kepadanya ditambah pahala shalatnya,
shaum-nya dan nafaqahnya serta dia akan dihindarkan dari fitnah qubur serta dia
akan aman dari mala-petaka besar
كُلُّ
مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَإِنَّهُ يُنْمَى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأْمَنُ
مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ (رواه الترمذي)
Setiap mayit akan ditutup amalanya kecuali
yang mati sebagai penjaga perbatasan dalam perang, maka pasti akan ditumbuh
kembangkan baginya amalnya hingga hari qiyamah dan dia akan aman dari fitnah
qubur
مَنْ
مَاتَ مُرَابِطًا وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَأُومِنَ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ
وَغُدِيَ عَلَيْهِ وَرِيحَ بِرِزْقِهِ مِنْ الْجَنَّةِ وَكُتِبَ لَهُ أَجْرُ
الْمُرَابِطِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ (رواه احمد)
Siapa saja yang mati sebagai penjaga
perbatasan, pasti dia dihindarkan dari fitnah qubur dan akan diamankan dari
malapetaka besar dan dia akan diberi makan serta dialirkan kepadanya riz-qinya
dari jannah dan dituliskan baginya pahala penjaga perbatasan hingga hari
qiyamah
أَرْبَعٌ
تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ رَجُلٌ مَاتَ مُرَابِطًا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَرَجُلٌ عَلَّمَ عِلْمًا فَأَجْرُهُ يَجْرِي عَلَيْهِ مَا عَمِلَ
بِهِ وَرَجُلٌ أَجْرَى صَدَقَةً فَأَجْرُهَا يَجْرِي عَلَيْهِ مَا جَرَتْ عَلَيْهِ
وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا يَدْعُو لَهُ
(رواه احمد)
Ada empat orang yang akan mengalir pahala
mereka kepada mereka setelah kematian yakni sese-orang yang mati sebagai
penjaga perbatasan dalam perang dan seseorang yang mengajarkan ilmu maka
pahalanya akan mengalir kepadanya sesuai dengan yang telah dia lakukan dan
seseorang yang mengeluarkan zakat maka pahala zakat itu akan mengalir kepadanya
sesuai dengan zakat yang telah dikeluarkannya dan seseorang yang meninggalkan
anak shalih yang mendo’akannya
حَرَسُ
لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ صِيَامِ رَجُلٍ وَقِيَامِهِ فِي
أَهْلِهِ أَلْفَ سَنَةٍ السَّنَةُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ يَوْمًا وَالْيَوْمُ
كَأَلْفِ سَنَةٍ (رواه ابن ماجه)
Menjaga perbatasan semalam dalam perang
adalah lebih utama daripada shaum maupun shalat-nya seseorang selama seribu
tahun di keluarganya. Setahun itu adalah 360 hari dan sehari sama dengan seribu
tahun
حَرَسُ لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ تَعَالَى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ لَيْلُهَا وَيُصَامُ
نَهَارُهَا (رواه احمد)
Menjaga perbatasan semalam dalam perang
adalah lebih utama daripada seribu malam yang di-gunakan untuk shalat pada
malamnya dan untuk shaum pada siangnya
Dengan demikian berdasarkan informasi dari seluruh pernyataan Rasulullah
saw tersebut (juga yang sejenisnya sangat banyak) memastikan bahwa رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
atau حَرَسُ لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى ada-lah lebih baik (خَيْرٌ مِنْ) atau lebih utama (أَفْضَلُ مِنْ)
atau lebih besar pahalanya (أَعْظَمُ
أَجْرًا مِنْ) daripada se-luruh
jenis ibadah termasuk shalat dan shaum yang dilakukan dalam periode waktu lebih
lama bisa se-ratus tahun atau bahkan seribu tahun sekali pun. Keseluruhannya
memberikan sejumlah pemikiran Is-lami yakni :
1.
Islam sangat mendorong setiap muslim (pria) secara sukarela
mengajukan atau menawarkan diri kepada Khalifah untuk menjaga satu perbatasan
tertentu dari perbatasan-perbatasan Khilafah Isla-miyah dengan negara kufur.
Lalu jika Khalifah setuju dengan pengajuannya tersebut dan memutus-kan untuk
menempatkannya di suatu perbatasan, maka dia wajib menjaganya hingga mati atau
hingga dipanggil oleh Khalifah untuk melakukan tugas lainnya. Pengajuan ini
dapat dilakukan oleh setiap muslim baik Khilafah Islamiyah dalam keadaan perang
maupun tidak.
2.
jika Khalifah menugaskan seorang muslim untuk menjaga perbatasan
tertentu dari perbatasan Khi-lafah Islamiyah, maka tidak ada pilihan lain bagi
yang bersangkutan selain mentaatinya sebab itu adalah kewajiban dia baik dari
sisi ketaatan kepada Khalifah maupun dari sisi kewajiban menjaga perbatasan itu
sendiri. Dia wajib terus menerus menjaga perbatasan tersebut hingga dia mati
atau hingga Khalifah menariknya dari tempat dia bertugas.
3.
walau letak perbatasan Khilafah Islamiyah tidaklah tetap untuk
selamanya melainkan selalu beru-bah yakni selalu menjauh dari pusat Khilafah
Islamiyah itu sendiri seiring dengan perjalanan dak-wah, namun di mana pun
letaknya perbatasan, maka wajib bagi Khalifah untuk menjaganya dengan cara
menugaskan umat Islam pria. Inilah mengapa Allah SWT menjanjikan pahala yang
sangat luar biasa besarnya bagi para penjaga perbatasan tersebut, baik yang
ditugaskan atas pengajuan dirinya secara sukarela maupun yang langsung
ditugaskan oleh Khalifah.
4.
pernyataan Rasulullah saw yang di antaranya adalah رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ
فِيمَا سِوَاهُ
atau حَرَسُ
لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ
لَيْلُهَا وَيُصَامُ نَهَارُهَا
memastikan
harus adanya perumusan skala prioritas (اَلأَوْلاَوِيَاتُ) pada kehidupan umat Islam dalam wadah
Khilafah Islamiyah, yakni me-reka wajib harus mendahulukan aktivitas yang akan dapat
menjaga keutuhan jamaah mereka (Khi-lafah Islamiyah) daripada aktivitas
individual (shalat, shaum, haji dan sebagainya). Prioritas dalam pola kehidupan
umat Islam tersebut telah dilakukan sejak Kepala Negara Islam pertama yakni
Nabi Muhammad saw hingga Khalifah paling akhir dari Khilafah Utsmaniyah : Abdul
Hamid II. Itulah yang berhasil mendukung para Khalifah untuk menjaga
keberlangsungan Khilafah Islamiyah sendi-ri, hingga faktanya dapat bertahan
lebih dari 1300 tahun dalam pentas kehidupan manusia. Inilah yang dimaksudkan
oleh pernyataan Rasulullah saw :
وَالْجِهَادُ
مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ
لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ
بِالْأَقْدَارِ (رواه ابو داود)
Dan
jihad itu akan terus berlangsung sejak Allah mengutus diriku hingga orang
terakhir dari umatku yang memerangi dajjal, tidak akan membatalkan pemberlakuan
jihad جَوْرُ جَائِرٍ dan tidak
pula عَدْلُ عَادِلٍ dan iman itu ditentukan oleh kadar
kemampuan aqal”
Tentu saja itu semua hanya dapat diimplementasikan bila Khilafah
Islamiyah ada yang dipimpin secara tunggal oleh Khalifah. Lalu ketika umat
Islam tidak lagi berada dalam wadah Khilafah Islami-yah seperti saat ini yang
telah berlangsung sejak 3 Maret 1924, apakah yang harus diperbuat oleh mere-ka?
Bolehkah mereka memilih makna الرِّبَاطُ : اَلدِّوَامُ
فِيْ مَكَانِ الْعِبَادَةِ وَالثَّبَاتُ وَقِيْلَ انْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ
الصَّلاَةِ dan tidak peduli
terhadap makna الرِّبَاطُ : رِبَاطُ
يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
atau حَرَسُ لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى?
Keberadaan Khilafah Islamiyah dan Khalifah yang memimpinnya secara
tunggal adalah perkara yang wajib dan tidak perlu diperdebatkan lagi, baik
secara aqliy maupun apalagi secara naqliy. Oleh karena ketika Khilafah
Islamiyah ada, maka yang wajib dilakukan oleh umat Islam adalah menjaga dan
memelihara keberlangsungannya, seperti yang ditunjukkan dengan gamblang oleh
pernyataan Rasulul-lah saw :
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ
أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ (رواه مسلم)
Sehingga bila kewajiban tersebut dapat
dilakukan dengan sempurna oleh mereka, maka tidak akan per-nah terjadi keadaan
seperti yang sudah lama dijalani mereka saat ini yakni kehidupan mereka tanpa
Khilafah Islamiyah.
Namun karena kesungguhan dan keseriusan mereka dalam menjaga dan
memelihara keberlangsu-ngan Khilafah Islamiyah terus menurun seiring dengan
waktu, maka akhirnya Kerajaan Inggris dapat dengan mudah dan murah melenyapkan
Khilafah pada awal abad ke-20 (3 Maret 1924). Oleh karena itu kewajiban yang
paling harus segera mereka lakukan secepat mungkin dengan mengerahkan seluruh
kekuataan yang mereka miliki adalah menegakkan kembali Khilafah Islamiyah.
Tegaknya kembali Khilafah Islamiyah dalam kehidupan dunia pasti akan memberikan
kesempatan bagi mereka untuk me-realisir perbuatan yang sangat istimewa dalam
pandangan Allah SWT yakni : رِبَاطُ
يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
atau حَرَسُ لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى.
Khatimah
Wal hasil, adalah haram bagi umat Islam saat ini
lebih memilih aksi yang hukumnya pun adalah sunnah atau mandub
saja, seperti اَلدِّوَامُ فِيْ مَكَانِ
الْعِبَادَةِ وَالثَّبَاتُ وَقِيْلَ انْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ, padahal pada saat yang bersamaan ada aksi
yang hukumnya wajib bahkan paling wajib yang terbebankan di atas pundak mereka
yakni :
اِعَادَةُ الْحُكْمِ بِمَا
اَنْزَلَ اللهُ عَلَى سَبِيْلِ اِقَامَةِ الْخِلاَفَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ فِيْ
وَسْطِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا مَرَّةً اُخْرَى
Mengembalikan
pemerintahan dengan segala sesuatu yang telah Allah turunkan melalui penegakkan
kembali Khilafah Islamiyah di tengah-tengah kehidupan dunia untuk kedua
kalinya.
Tegasnya, siapa
pun yang berpendapat atau memiliki anggapan bahwa karena saat ini aktivitas
menjaga perbatasan (رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ) tidak dapat dilakukan sehubungan Khilafah
Islamiyah tidak ada, maka umat Islam harus memusatkan perhatian mereka untuk
melakukan aksi lainnya yang sangat mudah di-laksanakan yakni اَلدِّوَامُ فِيْ مَكَانِ الْعِبَادَةِ وَالثَّبَاتُ وَقِيْلَ
انْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ,
adalah dapat dipastikan yang ber-sangkutan selain telah salah sangat
fatal, juga telah mengingkari sebuah kewajiban yang bila
mereka lakukan dengan sempurna akan dapat mewujudkan kesempurnaan pelaksanaan
kewajiban-kewajiban lainnya, seperti menjaga perbatasan Khilafah Islamiyah.
Khalifah Umar bin Khaththab berkata :
لَمَوْتُ
اَلْفِ عَابِدٍ قَائِمُ اللَّّيْلِ صَائِمُ النَّهَارِ اَهْوَنُ مِنْ مَوْتِ
الْعَاقِلِ الْبَصِيْرِ بِحَلاَلِ اللهِ وَحَرَامِهِ
“sungguh kematian
seribu orang ‘abid yang selalu shalat di malam hari dan shaum di siang hari
adalah lebih ringan daripada kematian satu orang ‘aqil yang sangat mema-hami
halal dan haramnya Allah”.
No comments:
Post a Comment