Realitas penghinaan kepada Allah SWT : semakin canggih!
Menanggapi
kemenangan salah seorang kadernya (Ahmad Heryawan) dalam PILKADA gubernur Jawa
Barat, Presiden PKS Dr. Tifatul Sembiring sepontan berujar : itu adalah pertolongan dari Allah SWT sebab
Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu sendiri merubah
keadaan-nya oleh diri mereka sendiri.
Hari Ahad
tanggal 4 Mei 2008 dalam perhelatan Milad PKS yang ke-10, Presiden PKS dalam
orasinya yang berapi-api di antaranya menyatakan : marilah kita bangkit dari keterpurukan, bangkit dari kemiskinan,
bangkit dari keterbelakangan ……!
Yusuf
Burhanudin (alumnus Universitas Al-Azhar Mesir) dalam tulisannya dengan judul
“Dilema Dialog Antaragama” menyatakan : dialog
antaragama memiliki nilai penting terutama dalam mencip-takan kerukunan hidup
antarumat beragama. Terlebih lagi, konflik dengan wajah agama sering terja-di.
Di Asia Tenggara, misalnya, konflik terjadi antara Islam dan Budha di Myanmar
dan Thailand, Katolik dan Islam di Filipina, juga Islam dan Kristen di Tanah
Air. Dialog antaragama merupakan rukun sosial dalam disket keberagamaan
mutakhir. Ia perwujudan tulus dari sikap toleran terhadap keyakinan lain dan
penghargaan secara sadar akan keragaman. Hanya saja, dialog mesti berlangsung
penuh kesetaraan. Tanpa kesetaraan, dialog tidak berlangsung jujur. Dalam
fenomena radikalisme, misalnya, kenapa yang ramai dibicarakan adalah agenda
pembaruan Islam dan bukan agama lain? Seolah umat Islam yang banyak keliru
memahami ajaran agama dan bukan yang lain.
Dr. Irwan
Prayitno (Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS) dalam tulisannya dengan judul
“Revitalisasi Pendidikan Pesantren” menyatakan : dalam kondisi bangsa saat ini krisis moral, pesan-tren sebagai lembaga
pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral harus men-jadi
pelopor sekaligus inspirator pembangkit reformasi gerakan moral bangsa. Dengan
begitu pemba-ngunan tidak menjadi hampa dan kering dari nilai-nilai
kemanusiaan. Eksistensi pesantren sebagai motor penggerak pendidikan keagamaan
mendapat legitimasi yang kuat dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 30
menjelaskan, pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau
kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Sudah saatnya kita lebih
memperhatikan dunia pendidikan pesantren. Pesantren harus ditempatkan sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Demikianlah
beragam bentuk penghinaan kepada Allah SWT yang dilakukan oleh sebagian umat
Islam dan aksi penghinaan tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut :
1.
Allah SWT telah memberikan pertolongan kepada umat
Islam yang ikut berkiprah langsung untuk meraih kedudukan dalam struktur
pemerintahan berbasis demokrasi : gubernur provinsi.
2.
keberhasilan atau kemenangan umat Islam dalam proses
pemilihan salah satu struktur pemerintahan berbasis demokrasi (PILKADA
gubernur) adalah bentuk implementasi riil dari perintah Allah SWT dalam ayat : إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
3.
Allah SWT akan melepaskan umat Islam dari keterpurukan,
kemiskinan, keterbelakangan dan seba-gainya melalui demokrasi
4.
Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menjadikan
konsep pluralisme sebagai asas dalam hidup berdampingan secara rukun dan damai
dengan pemeluk agama lain
5.
Allah SWT telah menetapkan bahwa penyelenggaraan
pendidikan agama Islam (pesantren) harus menjadi bagian dari sistem pendidikan
berbasis demokrasi (sisdiknas di Indonesia)
Gagasan sadis dan brutal tersebut
wajib dibahas tuntas supaya dapat diungkap secara gamblang semua kekeliruan
yang melekat erat pada gagasan-gagasan itu, lagipula ada tuntutan dari arena
kehidupan sendiri yang menunjukkan bahwa sebagian sangat besar umat Islam
benar-benar tidak pernah meng-anggap gagasan-gagasan seperti itu sebagai
persoalan alias wajib dipertanyakan keabsahannya.
Pertolongan Allah SWT : apakah
itu dan bagaimana meraihnya?
Pertolongan
atau bantuan atau aids atau اَلنَّصْرُ atau اَلنُّصْرَةُ adalah :
اَلْمُسَاعَدَةُ الْمُعَيَّنَةُ مِنْ اَيِّ شَخْصٍ اِلَى اَيِّ شَخْصٍ آخَرَ الَّذِيْ يَحْتَاجُ اِلَيْهَا بِاَيَّةِ وَسِيْلَةٍ مِنَ الْوَسَائِلِ الَّتِيْ تَكُوْنُ بِيَدِهِ اَوْ اَمَامَهُ
“bantuan tertentu dari seseorang kepada seseorang yang lain yang
membutuhkannya dengan meng-gunakan wasilah apa pun yang dimilikinya atau yang
ada di hadapannya”.
Inilah yang
ditunjukkan oleh kisah Nabi Musa as saat beliau tiba di Negeri Madyan :
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً
مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ
مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا
شَيْخٌ كَبِيرٌ فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ
خَيْرٍ فَقِيرٌ (القصص : 24-23)
1.
Nabi Musa as mendapati sekelompok manusia tengah
berebut mengambil air minum untuk ternak mereka dan ada dua orang wanita di
antara mereka yang tidak mampu mengambil air minum kare-na terhalang (تَذُودَانِ) oleh banyaknya
manusia di sumber air tersebut
2.
Menyaksikan hal itu, Nabi Musa as bertanya kepada dua
orang wanita tersebut : مَا خَطْبُكُمَا
dan sete-lah mendengar dengan pasti keadaannya maka Nabi Musa pun mengambilkan
air minum bagi kedua wanita tersebut dari sumber mata air lainnya
Lalu, apakah itu pertolongan
Allah SWT dan bagaimana meraihnya : مَا هُوَ نَصْرُ اللهِ
وَكَيْفَ نَنَالُهُ؟ Per-tolongan Allah SWT (نَصْرُ
اللهِ) realitasnya adalah sebagai berikut :
1. diberikan
secara pasti kepada para Nabi dan Rasul termasuk kepada Rasulullah saw ketika
mereka menghadapi saat kritis (kendala fisik, ideologis maupun opini dari kaum
kufar) dalam melaksana-kan تَبْلِيْغُ الرِّسَالَةِ
di tengah-tengah manusia. Inilah yang ditunjukkan oleh sejumlah dalil yang
dianta-ranya adalah :
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ
وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ
الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ
ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
(البقرة : 214)
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ
وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (آل عمران :
123)
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ
لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (آل عمران :160)
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ
كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ
عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ
وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (التوبة : 25)
وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ
أَجْمَعِينَ (الأنبياء : 77)
وَنَصَرْنَاهُمْ فَكَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ
(الصافات : 116)
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ
فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلَا
مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
(الأنعام : 34)
حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا
أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلَا
يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ (يوسف : 110)
وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ
مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ
فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ (الأنفال : 26)
وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ
حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ (الأنفال
: 62)
2. diberikan
kepada siapa pun yang selalu melaksanakan kewajibannya untuk mengemban dan
menyebarluaskan risalah Allah SWT kepada seluruh manusia. Allah SWT menyatakan
:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا
اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (محمد : 7)
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (غافر : 51)
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ
اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (الحج : 40)
3. tidak
akan pernah diberikan kepada kaum kufar atau siapa saja yang menjadi antek
mereka maupun sama-sama mengusung sistema kekufurannya bersama mereka. Allah
SWT menyatakan :
إِنَّ الَّذِينَ
يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ
وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ أُولَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (آل عمران : 22-21)
فَأَمَّا الَّذِينَ
كَفَرُوا فَأُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَا
لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (آل عمران : 56)
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ
الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا
لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (آل عمران : 91)
إِنْ تَحْرِصْ
عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ
نَاصِرِينَ (النحل : 37)
وَقَدْ أَضَلُّوا
كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ
أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ
أَنْصَارًا (نوح : 25-24)
وَلَنْ تَرْضَى
عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ
هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي
جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (البقرة
: 120)
Realitas pertolongan Allah SWT
tersebut memastikan bahwa untuk meraihnya wajib memenuhi bebe-rapa keadaan
sebagai berikut :
1. kaum
muslim wajib terlebih dahulu memenuhi semua ketentuan yang dituntut oleh Islam
yang ditunjukkan oleh semua dalil : Al-Quran dan As-Sunnah. Hal itu karena
pernyataan “Allah SWT yang akan memberikan pertolongan” ternyata merupakan
qarinah yang menunjukkan bahwa tuntu-tan (اَلطَّلَبُ) untuk melakukan
perbuatan yang dimaksudkan oleh dalil itu sendiri adalah pasti (جَازِماً).
Contoh : pernyataan Allah SWT pada surat Muhammad ayat 7, maka bagian يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
adalah qarinah pujian (اَلْقَرِيْنَةُ الْمَدْحِيَّةُ)
yang ditujukan kepada kaum muslim yang melakukan perintah إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ, sehingga perintah tersebut adalah wajib
alias tuntutan yang pasti (طَلَباً جَازِماً لِلْفِعْلِ). Arti-nya ketika
kaum muslim melaksanakan kewajiban mereka (اَلسَّبَبُ)
untuk يَنْصُرُوْنَ
اللهَ maka dapat di-pastikan (اَلْعَاقِبَةُ)
Allah SWT akan memberikan نَصْرُهُ. Hubungan “sebab” dan “akibat” inilah yang
te-lah direalisir sempurna oleh para Nabi dan Rasul termasuk Nabi Muhammad saw,
sehingga mereka benar-benar telah diberi pertolongan oleh Allah. Allah SWT
menyatakan :
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (غافر : 51)
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ
اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (الحج : 40)
وَيَنْصُرَكَ
اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا (الفتح : 3)
Pernyataan
Allah SWT dalam surat Al-Hajj ayat 40 menunjukkan dengan pasti bahwa tidak
hanya para Nabi dan Rasul yang diwajibkan untuk melaksanakan hubungan “sebab”
dan “akibat” tersebut melainkan siapa pun dan dari kalangan umat mana pun
termasuk umat Islam. Lalu, surat Al-Baqarah ayat 214 tidak hanya menunjukkan
tentang keadaan Nabi Muhammad saw dan umat Islam generasi pertama yang telah
dengan sempurna melakukan hubungan “sebab” dan “akibat” tersebut, tapi juga
memberikan penjelasan yang pasti tentang realitas bagaimana melakukan يَنْصُرُ
اللهَ, yakni dengan cara melaksanakan (تَنْفِيْذٌ)
dan memberlakukan (تَطْبِيْقٌ) semua ketentuan
Allah SWT dalam Islam serta pada saat yang sama (فِيْ وَقْتٍ وَاحِدٍ)
menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Sekali lagi, inilah realitas pasti dari tata cara melakukan kewajiban untuk نَنْصُرُ
اللهَ.
2.
karena realitas يَنْصُرُ اللهَ
adalah طَاعَةُ
اللهِ alias تَقْوَى اللهِ maka berlakulah
hubungan “sebab” dan “akibat” seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah
SWT :
وَمَنْ يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (الطلاق : 2)
bagian ayat يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا merupakan “akibat” dari adanya sikap seorang muslim yang
memenuhi tuntutan bagian ayat وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ, sehingga sikap تَقْوَى
اللهِ merupakan “sebab” pasti yang akan meng-antarkan seorang muslim
kepada pertolongan Allah SWT yang berbentuk مَخْرَجًا. Lebih dari itu, ayat
juga menunjukkan secara gamblang bahwa realitas مَخْرَجًا yang pasti diraih
bila kaum muslim bersi-kap taqwa tiada lain adalah Islam itu sendiri, sehingga
hubungan “sebab” dan “akibat” tersebut semakin memastikan bahwa yang dituntut
oleh dalil adalah umat Islam wajib taqwa kepada Allah SWT. Apabila seluruh umat
Islam melaksanakan kewajiban tersebut dengan sempurna maka secara pasti dan
otomatis نَصْرُ
اللهِ yang berupa مَخْرَجًا (Islam) akan dapat mereka raih.
3. karena
Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
yang merupakan tuntutan pasti alias
wajib bagi seluruh umat Islam untuk menjadikan kehidupan mereka sepenuhnya
berbasis Islam saja tanpa sedikitpun dicampuri atau disertai dengan sistema di
luar Islam (kekufuran), lalu bila tuntutan ini dilaksanakan sempurna oleh
mereka maka otomatis dan pasti نَصْرُ اللهِ akan menghampiri
mereka. Sebaliknya, bila mereka : (a) sama sekali tidak menja-dikan Islam
sebagai asas kehidupan mereka alias seluruh perjalanan kehidupan mereka
berbasis kekufuran atau (b) menjadikan Islam dan kekufuran secara bersamaan
sebagai asas kehidupan mereka, maka otomatis dan pasti نَصْرُ اللهِ
tidak akan pernah datang kepada mereka. Inilah yang di-maksudkan oleh Allah SWT
saat menyatakan :
وَلَوِ
اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ
فِيهِنَّ (المؤمنون : 71)
realitas الْحَقُّ
adalah Islam dan realitas أَهْوَاءَهُمْ adalah kepentingan
naluriah manusia yang diejawan-tahkan dalam bentuk sistema kufur buatan tangan
mereka sendiri. Sehingga bila peraturan Islam di-berlakukan secara berdampingan
dengan kekufuran : وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ
maka kehidupan kemanu-siaan akan hancur alias binasa : لَفَسَدَتِ
السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ. Bagian ayat tersebut
sekaligus meru-pakan celaan (اَلذَّمُّ) yang memastikan
bahwa menjadikan Islam dan kekufuran secara bersamaan se-bagai asas kehidupan
adalah diharamkan oleh Allah SWT.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa saat ini نَصْرُ
اللهِ tidak akan pernah diberikan oleh Allah SWT kepada umat Islam di
negeri mana pun di seluruh dunia, sebab mereka telah membiarkan dirinya rela
dan bersedia menyelenggarakan kehidupan di dunia dengan asas kekufuran baik
secara penuh maupun dengan cara dihiasi di sana sini oleh beberapa bagian dari
Islam. Allah SWT menyatakan :
إِنْ
تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ (الزمر : 7)
Upaya memahami ayat : إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (الرعد : 11)
Lafadz مَا
dalam ayat tersebut adalah اَلْفَاظٌ عَامَّةٌ dan karena dilekatkan
(مَتَعَلَّقَةٌ)
dengan bagian ayat بِقَوْمٍ
maka makna dari bagian ayat مَا بِقَوْمٍ
adalah :
كُلُّ حَالٍ مِنْ اَحْوَالِ قَوْمٍ اِمَّا كَوْنُ حَيَاتِهِمْ وَاِمَّا كَوْنُ الأَنْظِمَةِ الَّتِيْ تَكُوْنُ مُطَبَّقَةً عَلَيْهِمْ
“segala keadaan suatu kaum baik itu pola kehidupan mereka maupun
sistema yang diberlakukan kepada mereka”
Inilah yang ditunjukkan oleh
pernyataan Hudzaifah bin Al-Yaman saat berdialog dengan Rasulullah saw :
كَانَ
النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ
بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ
وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ
وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ
وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ
إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي
ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ
كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ
وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ (رواه البخاري)
1.
bagian : كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ
عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي, merupakan pemikiran
Hudzaifah yang mempertelakan bahwa Hudzaifah sebagai bagian dari kaum-nya saat
itu (Bangsa Arab) benar-benar mengindera realitas kehidupannya sehingga aqal
dia mene-tapkan keputusan untuk melakukan antisipasi terhadap realitas
kehidupan yang akan datang alias berusaha keras memikirkan rencana yang benar
dan tepat supaya perjalanan kehidupan tetap berada dalam ruang lingkup الْخَيْرِ
sekaligus terhindar dari ancaman pola kehidupan الشَّرِّ
: مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي. Walau bentuk pernyataan Hudzaifah seolah
hanya merujuk kepada dirinya sendiri : مَخَافَةَ أَنْ
يُدْرِكَنِي, namun karena dia adalah bagian tak terpisahkan dari kaumnya
maka dapat dipastikan bahwa pemi-kiran antisipatif tersebut ditujukan bagi
sistema kehidupan mereka bukan semata bagi orang per orang dan hal ini
dipastikan oleh ucapan : كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ yang menunjukkan
bahwa Hudzaifah benar-benar menempatkan dirinya sebagai bagian tak terpisahkan
dari kaumnya. Pemikiran antisipatif Hudzaifah itu sekaligus juga sebagai bentuk
upaya penyadaran dari dirinya bagi seluruh manusia yang ada saat itu bahwa :
(a) bila kehidupan berbasis الْخَيْرِ yang tengah mereka
jalani tidak dipertahankan maka tidak ada jaminan apa pun akan dapat terus
ber-langsung demikian dan (b) bila kehidupan berbasis الشَّرِّ
tidak dipahami realitasnya maka tidak ada jaminan apa pun bagi mereka untuk
dapat menghindarinya bahkan sangat mungkin justru sebalik-nya secara tidak
disadari telah diberlakukan oleh mereka : وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ
عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي.
2.
pernyataan Hudzaifah : يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ
menunjukkan beberapa hal yakni : (a) sebuah kesadaran yang pasti bahwa sistema
kehidupan yang telah mereka jalani sepan-jang Islam belum datang kepada mereka
adalah kehidupan yang sama sekali tidak sesuai bahkan tidak layak bagi
kemanusiaan : إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ,
(b) ketika Allah SWT mendatangkan Islam sei-ring dengan diangkatnya salah
seorang dari mereka sendiri (Muhammad bin Abdillah) sebagai Rasul terakhir,
maka hal itu tidak secara otomatis merubah kehidupan mereka begitu saja
melain-kan perubahan itu baru terjadi setelah ada keputusan mereka sendiri
untuk menjadikan Islam seba-gai pengganti sepenuhnya bagi sistema جَاهِلِيَّةٍ
وَشَرٍّ yang selama ini mereka berlakukan dalam kehidu-pannya dan (c)
sebentuk kesadaran antisipatif untuk selalu mempertahankan kehidupan berbasis الْخَيْرِ
yang tengah mereka jalani sebab mereka sangat memahami bahwa pergantian maupun
peruba-han antara الْخَيْرِ dan الشَّرِّ
adalah bukan bagian dari taqdir Allah SWT melainkan sepenuhnya bertum-pu kepada
keputusan aqal mereka sendiri dan ini ditunjukkan oleh bagian hadits : مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي atau oleh adanya pertanyaan tentang الْخَيْرِ
dan الشَّرِّ
secara bergantian atau oleh permintaan Hudzai-fah kepada Rasul saw : صِفْهُمْ
لَنَا saat Rasul menyatakan : دُعَاةٌ إِلَى
أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا.
3. bagian
hadits :
فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ
قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا
وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ
عَلَى ذَلِكَ
memastikan dua hal yaitu : (a)
ketetapan dari Allah SWT dan Rasulullah saw kepada umat Islam (mulai yang ada
saat itu hingga tibanya اَلسَّاعَةُ) untuk selalu
mempertahankan مَا بِهِمْ yang tengah ber-laku atas mereka atau yang
tengah mereka jalani yakni pola kehidupan yang sepenuhnya berbasis Islam saja
dan (b) adanya tingkat berpikir yang sangat tinggi dari umat Islam saat itu dan
ini terung-kap dari keputusan aqal mereka yang berusaha keras-serius untuk
memahami baik itu realitas kehi-dupan di luar Islam (yang salah satu bentuknya
telah mereka jalani : إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ)
maupun rincian realitas kehidupan yang ditetapkan dalam Islam, seluruhnya
diarahkan demi agar dapat me-laksanakan dengan sempurna kewajiban mereka untuk
terus dapat menyelenggarakan kehidupan dengan Islam sebagai satu-satunya asas.
Keseriusan umat Islam generasi pertama tersebut semakin menguat ketika mereka
mendengarkan ultimatum dari Rasulullah saw
yakni :
فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
yang merupakan
jawaban ketika beliau ditanya : فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ
وَلَا إِمَامٌ. Ultimatum tersebut memberikan pemahaman
yang pasti bagi mereka bahwa sistema kehidupan apa pun di luar Islam adalah
haram diberlakukan oleh mereka serta sama sekali tidak layak digunakan untuk
menjalankan kehidupan di dunia.
Oleh karena
itu, pemahaman yang benar (sesuai dengan مَدْلُوْلُ الأَفْكَارِ
dari ayat itu sendiri maupun dari طِرَازُ الْعَيْشِ
alias pola kehidupan pada masa Rasulullah saw yang terungkap dalam hadits
Hudzaifah) terhadap ayat : إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ adalah :
1.
ayat tersebut merupakan dalil yang mewajibkan umat
Islam untuk merubah secara mendasar dan radikal kehidupan mereka yang berjalan
dengan asas kekufuran (مَا بِقَوْمٍ) oleh sistema
kehidupan ber-basis Islam yang telah ada dalam genggaman tangan mereka sendiri
: مَا
بِأَنْفُسِهِمْ.
2.
upaya untuk merubah مَا بِقَوْمٍ
tersebut wajib diawali dengan memahami : (a) pola kehidupan berbasis kekufuran
dan (b) pola kehidupan berbasis Islam sesuai dengan faktanya masing-masing
alias apa adanya. Kemudian wajib merumuskan konsep tentang (a) bagaimana
mempertahankan pola kehidu-pan berbasis Islami dan (b) bagaimana menghindari
ancaman destruktif pola kehidupan berasas kekufuran terhadap kehidupan Islami.
Dengan kata lain, langkah awal untuk melakukan perubahan مَا بِقَوْمٍ adalah meningkatkan
taraf pemikiran kaum muslim (اِرْتِفَاعُ فِكْرِ الْمُسْلِمِيْنَ) yakni dengan cara
mengganti kaidah pemikiran mereka (قَاعِدَتُهُمُ
الْفِكْرِيَّةُ) dari yang berbasis kekufuran
(sekularisme) menjadi seluruhnya berasas Islam saja.
Jadi, klaim
sebagian umat Islam bahwa keberhasilan mereka menduduki jabatan tertentu dari
bagian struktur pemerintahan atau negara berbasis demokrasi (misal di NKRI,
baik pada lembaga eksekutif maupun legislatif) sebagai bentuk riil upaya
merubah keadaan umat Islam yang terpuruk, tertinggal, tertindas, terbelakang,
miskin, bodoh dan seterusnya sesuai dengan pernyataan Allah SWT dalam surat
Ar-Ra’du tersebut, adalah :
1.
justru berupa bukti pasti tentang betapa rendahnya
taraf pemikiran umat Islam (jika pun masih dianggap berpikir) atau bahkan hal
itu memastikan bahwa umat Islam sama sekali tidak mampu menggunakan aqal mereka
untuk berpikir dengan benar. Hal itu karena sikap mereka (yang merupakan
manifestasi dari keputusan aqal) justru menunjukkan bahwa mereka telah
menempatkan ketentuan Islam sebagai جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ
sedangkan kekufuran (demokrasi dan kapitalisme berbasis seku-larisme) sebagai خَيْرًا.
2.
aksi penghinaan yang sangat keji kepada Allah SWT,
sebab mereka telah menuding Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk
menjalankan kehidupan mereka di dunia dengan asas kekufu-ran
dan sama sekali bukan dengan asas Islam.
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى
الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (الصف : 7)
Mengapa para shahabat utama (كِبَارُ الصَّحَابَةِ) menolak perjanjian Hudaibiyah?
Kegelisahan
para shahabat utama sehubungan dengan isi Perjanjian Hudaibiyah hingga hampir
saja mereka menentang dan menolak keputusan Rasulullah saw yang menyetujui
seluruh isi perjanjian tersebut, adalah berkenaan dengan :
1.
utusan dari pihak Quraisy : Suhail bin ‘Amrin salah
seorang dari Bani ‘Amir bin Luayyin, yang menolak semua bentuk format isi
perjanjian yang diajukan oleh Rasulullah saw yakni : (a) penolakan dia terhadap
penulisan lafadz بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
dengan alasan bahwa dia tidak menge-nal lafadz tersebut, lalu dia minta agar
Rasul saw menggantinya dengan lafadz بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ
dan (b) penolakan dia terhadap pencantuman مُحَمَّدٌ رَسُولُ
اللَّهِ dan minta agar Rasul saw menggantinya de-ngan مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
2.
adanya beberapa klausul perjanjian yang dianggap justru
menguntungkan pihak Quraisy dan sangat merugikan kaum muslim, di antaranya
adalah : (a) siapa saja yang mendatangi Rasulullah saw dari pihak Quraisy tanpa
ijin dari walinya, maka beliau saw wajib mengembalikan orang tersebut kepada
Quraisy dan (b) siapa saja yang mendatangi pihak Quraisy dari shahabat
Rasulullah saw maka pihak Quraisy tidak wajib mengembalikannya kepada beliau
saw.
Kegelisahan para shahabat
besar tersebut sangat jelas terungkap dalam ucapan Umar Bin Khaththab saat
berdialog dengan Abu Bakar :
يَا
أَبَا بَكْرٍ أَوَلَيْسَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ
فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا
Lalu diulanginya lagi saat
berhadapan dengan Rasulullah saw :
يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ
قَالَ بَلَى قَالَ فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا
Artinya, bagi Umar dengan adanya
keputusan Rasulullah saw untuk menyetujui seluruh format dan isi Perjanjian Hudaibiyah
menunjukkan :
1.
telah terjadi perubahan peta realitas atas tiga pihak
yakni : (a) Muhammad tidak lagi sebagai Rasulullah saw atau (b) mereka (para
shahabat) tidak lagi dianggap sebagai kaum muslim atau (c) pihak Quraisy tidak
lagi dianggap sebagai kaum musyrik
2.
bahwa seluruh umat Islam saat itu termasuk Rasulullah
saw sendiri telah menimpakan kehinaan kepada Islam
saat Rasulullah saw mendengar
pertanyaan kegelisahan Umar tersebut, maka beliau saw menjawab singkat dengan
ucapan : بَلَى
yang menegaskan bahwa tidak ada perubahan realitas apa pun atas kaum muslim
maupun pihak Quraisy. Artinya para shahabat masih sebagai kaum muslim dan pihak
Quraisy masih tetap seperti semula yakni sebagai kaum musyrik. Lalu, saat
beliau saw mendengar kesimpulan Umar : فَعَلَامَ نُعْطِي
الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا, maka beliau saw memastikan bahwa :
أَنَا
عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ لَنْ أُخَالِفَ أَمْرَهُ
ketika Umar mendengar kepastian
dari ucapan Rasul saw tersebut maka tersadarlah dia bahwa perkara yang paling
mendasar dari sosok Muhammad yang sempat menjadi keraguan dirinya ternyata
masih tetap seperti semula, yakni Muhammadun Rasuulullaahi wa ‘abduhu. Umar
menyadari dirinya telah melakukan proses berpikir yang salah terhadap realitas
Perjanjian Hudaibiyah dan itu disebabkan oleh keterbatasan informasi yang
dimilikinya tentang perjanjian tersebut bila dibandingkan dengan Rasul saw
sendiri yang ternyata memutuskan untuk menyetujui seluruh bentuk maupun isi
perjanjian itu berdasarkan wahyu dari Allah SWT sendiri.
Namun, terlepas dari kekeliruan berpikir yang terjadi pada Umar
tersebut, ada satu hal yang sangat harus diperhatikan oleh umat Islam saat ini
dari seluruh rangkaian yang menyertai peristiwa Perjanjian Hudaibiyah yakni : para shahabat besar (yang dipimpin Umar)
telah mempersoalkan bah-kan hampir menolak
keputusan Rasulullah saw untuk menyetujui seluruh bentuk maupun isi Perjanjian
Hudaibiyah adalah sama sekali bukan
didorong oleh atau berbasis kepada
kepentingan naluriah mereka, melainkan justru mereka (dengan
keterbatasannya sebagai manusia biasa dibandingkan dengan Nabi Muhammad saw)
gelisah karena mendapati kenyataan bahwa Islam (sekali lagi menurut mereka)
telah dihinakan dengan adanya perjanjian tersebut. Jadi, terlepas dari
keterbatasan yang berujung pada kekeliruan tersebut adalah keseriusan dan kesungguhan mereka
untuk selalu mempertahankan Islam sebagai satu-satunya asas dalam
menyelenggarakan kehidupan dunia, merupakan perkara yang wajib diikuti
oleh umat Islam saat ini. Inilah realitas para shahabat yang memang pantas
memperolah keistimewaan dari Allah SWT :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة : 100)
Jalan keluar (مَخْرَجًا)
: Islam ataukah demokrasi?
Jadi, jelas
sekali bahwa bagi :
1.
Dr. Tifatul
Sembiring yang memiliki gagasan bahwa : (a) Allah SWT telah memberikan pertolongan
kepada umat Islam yang ikut berkiprah langsung untuk meraih kedudukan dalam
struktur pemerintahan berbasis demokrasi : gubernur provinsi, (b) keberhasilan
atau kemenangan umat Islam dalam ajang pemilihan salah satu bagian dari
struktur pemerintahan berbasis demokrasi (misalnya PILKADA gubernur) adalah
bentuk implementasi riil dari perintah Allah SWT dalam ayat : إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
dan (c) Allah SWT akan melepaskan umat Islam dari keterpurukan, kemiskinan,
keterbelakangan dan sebagainya melalui demokrasi
2. Yusuf Burhanudin yang meyodorkan
gagasan bahwa Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menjadikan konsep
pluralisme sebagai asas dalam hidup berdampingan secara rukun dan da-mai dengan
pemeluk agama lain
3. Dr. Irwan Prayitno yang memiliki
kesimpulan bahwa Allah SWT telah menetapkan penyeleng-garaan pendidikan agama
Islam (pesantren) harus menjadi bagian dari sistem pendidikan berbasis
demokrasi (sisdiknas di Indonesia)
adalah demokrasi dipercayai
sangat layak, sangat pantas dan mampu memberikan jalan keluar atau bahkan
demokrasi itu sendiri adalah sebagai jalan keluar terbaik bagi semua
problematika kehidupan manusia di dunia saat ini. Tegasnya bagi mereka bertiga
(juga semua orang yang sejenis dengan mere-ka) : يَكُوْنُ الْمَخْرَجُ
لِمَشَاكِلِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا هُوَ الدِّيْمُقْرَاطِيَّةَ.
Lalu, benarkah sikap mereka tersebut ?
Tentu saja,
sikap mereka tersebut adalah sangat salah baik itu secara dalil aqliy maupun
dalil naqliy. Aqal manusia mana pun (termasuk mereka) mendapati dengan pasti
bahwa kontribusi nyata dari sistema demokrasi yang telah diberlakukan selama
hampir satu abad (84 tahun terhitung sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah atau
63 tahun terhitung sejak berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945) dalam
kehidupan manusia adalah justru kebinasaan kemanusiaan (شِقَاءٌ
فِيْ الإِنْسَانِيَّةِ) dan sistema kehidu-pan yang tidak layak (مَعِيشَةً ضَنْكًا).
Lalu, aspek naqliy menunjukkan bahwa Islam telah mewajibkan ka-um
muslim untuk menjadikan hanya Islam saja sebagai asas dalam menjalankan
kehidupan dunia. Wal hasil, sikap mereka bertiga (juga orang lainnya yang
sejenis) adalah bentuk riil penghinaan yang sangat keji kepada
Allah SWT.
Khatimah
Ketika
Al-Habab bin Al-Mundzir mengoreksi base
camp yang ditetapkan oleh Rasulullah saw saat Perang Badar dengan alasan tempat
tersebut tidak strategis dari aspek اَلرَّأْيُ
وَالْحَرْبُ وَالْمَكِيْدَةُ, nyata sekali bahwa sikap Al-Habab
tersebut sama sekali bukan dalam rangka menolak atau mengoreksi Islam untuk
diganti dengan kekufuran melainkan sebaliknya hal itu dilakukan supaya
pemberlakuan Islam sebagai satu-satunya asas perjalanan kehidupan tetap utuh
dan sempurna. Begitu juga saat sejumlah shahabat besar yang dipimpin oleh Umar
menunjukkan kegelisahan dan ketidak setujuan mereka terha-dap keputusan
Rasulullah saw yang menyetujui semua bentuk maupun isi Perjanjian Hudaibiyah
yang menurut mereka sangat merugikan Islam dan sangat menguntungkan kaum kufar
Quraisy, ternyata si-kap itu mereka tunjukkan adalah demi kemuliaan Islam dan
kejayaan umat Islam serta sama sekali bukan sebentuk ekspresi memenangkan
kepentingan naluriah mereka. Demikianlah sikap para shahabat alias generasi السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ,
mereka semua benar-benar telah mencurahkan seluruh pemikiran dan usia mereka لأَجْلِ
الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ لَيْسَ لأَجْلِ اَهْوَاءِهِمْ.
Inilah bentuk riil sikap mereka yang digambarkan oleh Allah SWT :
رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ (التوبة : 100)
Namun, pasca
kehidupan dunia tidak lagi didasarkan kepada ideologi Islam dan telah berganti
sepenuhnya dengan ideologi Kapitalisme berbasis sekularisme, maka nampak sekali
bahwa pemikiran maupun sikap umat Islam dari hari ke hari semakin menunjukkan
kecanggihan mereka dalam aksi menghina Allah SWT. Betapa tidak
demikian, sebab mereka telah benar-benar memberlakukan kekufuran dalam
perjalanan kehidupan dunia namun dengan tetap “ngotot” bahwa kekufuran yang
tengah mereka berlakukan itu adalah perintah Allah SWT sendiri! Tentu
saja, kekejian dan kesadisan sikap mereka itu jauh lebih brutal daripada kaum
kufar sendiri walau memang realitas tersebut adalah disengaja direkayasakan
oleh kaum kufar alias itulah keberhasilan kaum kufar dalam mengantarkan umat
Islam sebagai yang paling menentang sekaligus memusuhi Islam. Harus diingat
bahwa inilah yang selalu diupayakan dengan serius oleh kaum kufar yakni supaya
umat Islam menjelma jadi komunitas yang paling gigih dalam menghancurkan
ideologi Islam.
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى
يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ
دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة : 217)
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ يَسَارٍ عَنِ
الزُّهْرِيِّ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ
الزُّبَيْرِ عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ قَالَا
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ
يُرِيدُ زِيَارَةَ الْبَيْتِ لَا يُرِيدُ قِتَالًا وَسَاقَ مَعَهُ الْهَدْيَ
سَبْعِينَ بَدَنَةً وَكَانَ النَّاسُ سَبْعَ مِائَةِ رَجُلٍ فَكَانَتْ كُلُّ
بَدَنَةٍ عَنْ عَشَرَةٍ قَالَ وَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ بِعُسْفَانَ لَقِيَهُ بِشْرُ بْنُ سُفْيَانَ
الْكَعْبِيُّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ قُرَيْشٌ قَدْ سَمِعَتْ
بِمَسِيرِكَ فَخَرَجَتْ مَعَهَا الْعُوذُ الْمَطَافِيلُ قَدْ لَبِسُوا جُلُودَ
النُّمُورِ يُعَاهِدُونَ اللَّهَ أَنْ لَا تَدْخُلَهَا عَلَيْهِمْ عَنْوَةً
أَبَدًا وَهَذَا خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ فِي خَيْلِهِمْ قَدِمُوا إِلَى كُرَاعِ
الْغَمِيمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا وَيْحَ
قُرَيْشٍ لَقَدْ أَكَلَتْهُمْ الْحَرْبُ مَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ خَلَّوْا بَيْنِي
وَبَيْنَ سَائِرِ النَّاسِ فَإِنْ أَصَابُونِي كَانَ الَّذِي أَرَادُوا وَإِنْ
أَظْهَرَنِي اللَّهُ عَلَيْهِمْ دَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ وَهُمْ وَافِرُونَ وَإِنْ
لَمْ يَفْعَلُوا قَاتَلُوا وَبِهِمْ قُوَّةٌ فَمَاذَا تَظُنُّ قُرَيْشٌ وَاللَّهِ
إِنِّي لَا أَزَالُ أُجَاهِدُهُمْ عَلَى الَّذِي بَعَثَنِي اللَّهُ لَهُ حَتَّى
يُظْهِرَهُ اللَّهُ لَهُ أَوْ تَنْفَرِدَ هَذِهِ السَّالِفَةُ ثُمَّ أَمَرَ
النَّاسَ فَسَلَكُوا ذَاتَ الْيَمِينِ بَيْنَ ظَهْرَيْ الْحَمْضِ عَلَى طَرِيقٍ
تُخْرِجُهُ عَلَى ثَنِيَّةِ الْمِرَارِ وَالْحُدَيْبِيَةِ مِنْ أَسْفَلِ مَكَّةَ
قَالَ فَسَلَكَ بِالْجَيْشِ تِلْكَ الطَّرِيقَ فَلَمَّا رَأَتْ خَيْلُ قُرَيْشٍ
قَتَرَةَ الْجَيْشِ قَدْ خَالَفُوا عَنْ طَرِيقِهِمْ نَكَصُوا رَاجِعِينَ إِلَى
قُرَيْشٍ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
إِذَا سَلَكَ ثَنِيَّةَ الْمِرَارِ بَرَكَتْ نَاقَتُهُ فَقَالَ النَّاسُ خَلَأَتْ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا خَلَأَتْ وَمَا
هُوَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيلِ عَنْ مَكَّةَ وَاللَّهِ
لَا تَدْعُونِي قُرَيْشٌ الْيَوْمَ إِلَى خُطَّةٍ يَسْأَلُونِي فِيهَا صِلَةَ
الرَّحِمِ إِلَّا أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا ثُمَّ قَالَ لِلنَّاسِ انْزِلُوا
فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا بِالْوَادِي مِنْ مَاءٍ يَنْزِلُ عَلَيْهِ
النَّاسُ فَأَخْرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهْمًا
مِنْ كِنَانَتِهِ فَأَعْطَاهُ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِهِ فَنَزَلَ فِي قَلِيبٍ مِنْ
تِلْكَ الْقُلُبِ فَغَرَزَهُ فِيهِ فَجَاشَ الْمَاءُ بِالرَّوَاءِ حَتَّى ضَرَبَ
النَّاسُ عَنْهُ بِعَطَنٍ فَلَمَّا اطْمَأَنَّ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بُدَيْلُ بْنُ وَرْقَاءَ
فِي رِجَالٍ مِنْ خُزَاعَةَ فَقَالَ لَهُمْ كَقَوْلِهِ لِبُشَيْرِ بْنِ سُفْيَانَ
فَرَجَعُوا إِلَى قُرَيْشٍ فَقَالُوا يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ إِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَإِنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَأْتِ لِقِتَالٍ إِنَّمَا جَاءَ
زَائِرًا لِهَذَا الْبَيْتِ مُعَظِّمًا لَحَقِّهِ فَاتَّهَمُوهُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ
يَعْنِي ابْنَ إِسْحَاقَ قَالَ الزُّهْرِيُّ وَكَانَتْ خُزَاعَةُ فِي غَيْبَةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْلِمُهَا وَمُشْرِكُهَا لَا
يُخْفُونَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا كَانَ
بِمَكَّةَ قَالُوا وَإِنْ كَانَ إِنَّمَا جَاءَ لِذَلِكَ فَلَا وَاللَّهِ لَا
يَدْخُلُهَا أَبَدًا عَلَيْنَا عَنْوَةً وَلَا تَتَحَدَّثُ بِذَلِكَ الْعَرَبُ
ثُمَّ بَعَثُوا إِلَيْهِ مِكْرَزَ بْنَ حَفْصِ بْنِ الْأَخْيَفِ أَحَدَ بَنِي
عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ هَذَا رَجُلٌ غَادِرٌ فَلَمَّا انْتَهَى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَّمَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوٍ مِمَّا كَلَّمَ بِهِ أَصْحَابَهُ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى
قُرَيْشٍ فَأَخْبَرَهُمْ بِمَا قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَبَعَثُوا إِلَيْهِ الْحِلْسَ بْنَ عَلْقَمَةَ
الْكِنَانِيَّ وَهُوَ يَوْمَئِذٍ سَيِّدُ الْأَحَابِشِ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذَا مِنْ قَوْمٍ يَتَأَلَّهُونَ
فَابْعَثُوا الْهَدْيَ فِي وَجْهِهِ فَبَعَثُوا الْهَدْيَ فَلَمَّا رَأَى
الْهَدْيَ يَسِيلُ عَلَيْهِ مِنْ عَرْضِ الْوَادِي فِي قَلَائِدِهِ قَدْ أَكَلَ
أَوْتَارَهُ مِنْ طُولِ الْحَبْسِ عَنْ مَحِلِّهِ رَجَعَ وَلَمْ يَصِلْ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِعْظَامًا لِمَا رَأَى
فَقَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ قَدْ رَأَيْتُ مَا لَا يَحِلُّ صَدُّهُ الْهَدْيَ
فِي قَلَائِدِهِ قَدْ أَكَلَ أَوْتَارَهُ مِنْ طُولِ الْحَبْسِ عَنْ مَحِلِّهِ
فَقَالُوا اجْلِسْ إِنَّمَا أَنْتَ أَعْرَابِيٌّ لَا عِلْمَ لَكَ فَبَعَثُوا
إِلَيْهِ عُرْوَةَ بْنَ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيَّ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ
إِنِّي قَدْ رَأَيْتُ مَا يَلْقَى مِنْكُمْ مَنْ تَبْعَثُونَ إِلَى مُحَمَّدٍ
إِذَا جَاءَكُمْ مِنْ التَّعْنِيفِ وَسُوءِ اللَّفْظِ وَقَدْ عَرَفْتُمْ أَنَّكُمْ
وَالِدٌ وَأَنِّي وَلَدٌ وَقَدْ سَمِعْتُ بِالَّذِي نَابَكُمْ فَجَمَعْتُ مَنْ
أَطَاعَنِي مِنْ قَوْمِي ثُمَّ جِئْتُ حَتَّى آسَيْتُكُمْ بِنَفْسِي قَالُوا
صَدَقْتَ مَا أَنْتَ عِنْدَنَا بِمُتَّهَمٍ فَخَرَجَ حَتَّى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَقَالَ يَا
مُحَمَّدُ جَمَعْتَ أَوْبَاشَ النَّاسِ ثُمَّ جِئْتَ بِهِمْ لِبَيْضَتِكَ
لِتَفُضَّهَا إِنَّهَا قُرَيْشٌ قَدْ خَرَجَتْ مَعَهَا الْعُوذُ الْمَطَافِيلُ
قَدْ لَبِسُوا جُلُودَ النُّمُورِ يُعَاهِدُونَ اللَّهَ أَنْ لَا تَدْخُلَهَا عَلَيْهِمْ
عَنْوَةً أَبَدًا وَأَيْمُ اللَّهِ لَكَأَنِّي بِهَؤُلَاءِ قَدْ انْكَشَفُوا
عَنْكَ غَدًا قَالَ وَأَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ
خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فَقَالَ
امْصُصْ بَظْرَ اللَّاتِ أَنَحْنُ نَنْكَشِفُ عَنْهُ قَالَ مَنْ هَذَا يَا
مُحَمَّدُ قَالَ هَذَا ابْنُ أَبِي قُحَافَةَ قَالَ وَاللَّهِ لَوْلَا يَدٌ
كَانَتْ لَكَ عِنْدِي لَكَافَأْتُكَ بِهَا وَلَكِنَّ هَذِهِ بِهَا ثُمَّ تَنَاوَلَ
لِحْيَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُغِيرَةُ بْنُ
شُعْبَةَ وَاقِفٌ عَلَى رَأْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْحَدِيدِ قَالَ يَقْرَعُ يَدَهُ ثُمَّ قَالَ أَمْسِكْ يَدَكَ عِنْ لِحْيَةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ وَاللَّهِ لَا تَصِلُ
إِلَيْكَ قَالَ وَيْحَكَ مَا أَفَظَّكَ وَأَغْلَظَكَ قَالَ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ هَذَا يَا مُحَمَّدُ قَالَ
هَذَا ابْنُ أَخِيكَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ قَالَ أَغُدَرُ هَلْ غَسَلْتَ
سَوْأَتَكَ إِلَّا بِالْأَمْسِ قَالَ فَكَلَّمَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ مَا كَلَّمَ بِهِ أَصْحَابَهُ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ
لَمْ يَأْتِ يُرِيدُ حَرْبًا قَالَ فَقَامَ مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رَأَى مَا يَصْنَعُ بِهِ أَصْحَابُهُ لَا
يَتَوَضَّأُ وُضُوءًا إِلَّا ابْتَدَرُوهُ وَلَا يَبْسُقُ بُسَاقًا إِلَّا
ابْتَدَرُوهُ وَلَا يَسْقُطُ مِنْ شَعَرِهِ شَيْءٌ إِلَّا أَخَذُوهُ فَرَجَعَ
إِلَى قُرَيْشٍ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ إِنِّي جِئْتُ كِسْرَى فِي مُلْكِهِ
وَجِئْتُ قَيْصَرَ وَالنَّجَاشِيَّ فِي مُلْكِهِمَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْتُ
مَلِكًا قَطُّ مِثْلَ مُحَمَّدٍ فِي أَصْحَابِهِ وَلَقَدْ رَأَيْتُ قَوْمًا لَا
يُسْلِمُونَهُ لِشَيْءٍ أَبَدًا فَرُوا رَأْيَكُمْ قَالَ وَقَدْ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ بَعَثَ خِرَاشَ بْنَ
أُمَيَّةَ الْخُزَاعِيَّ إِلَى مَكَّةَ وَحَمَلَهُ عَلَى جَمَلٍ لَهُ يُقَالُ لَهُ
الثَّعْلَبُ فَلَمَّا دَخَلَ مَكَّةَ عَقَرَتْ بِهِ قُرَيْشٌ وَأَرَادُوا قَتْلَ
خِرَاشٍ فَمَنَعَهُمْ الْأَحَابِشُ حَتَّى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا عُمَرَ لِيَبْعَثَهُ إِلَى مَكَّةَ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَخَافُ قُرَيْشًا عَلَى نَفْسِي وَلَيْسَ بِهَا مِنْ
بَنِي عَدِيٍّ أَحَدٌ يَمْنَعُنِي وَقَدْ عَرَفَتْ قُرَيْشٌ عَدَاوَتِي إِيَّاهَا
وَغِلْظَتِي عَلَيْهَا وَلَكِنْ أَدُلُّكَ عَلَى رَجُلٍ هُوَ
أَعَزُّ مِنِّي عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَهُ إِلَى قُرَيْشٍ يُخْبِرُهُمْ أَنَّهُ لَمْ
يَأْتِ لِحَرْبٍ وَأَنَّهُ جَاءَ زَائِرًا لِهَذَا الْبَيْتِ مُعَظِّمًا
لِحُرْمَتِهِ فَخَرَجَ عُثْمَانُ حَتَّى أَتَى مَكَّةَ وَلَقِيَهُ أَبَانُ بْنُ
سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ فَنَزَلَ عَنْ دَابَّتِهِ وَحَمَلَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ
وَرَدِفَ خَلْفَهُ وَأَجَارَهُ حَتَّى بَلَّغَ رِسَالَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ عُثْمَانُ حَتَّى أَتَى أَبَا سُفْيَانَ
وَعُظَمَاءَ قُرَيْشٍ فَبَلَّغَهُمْ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا أَرْسَلَهُ بِهِ فَقَالُوا لِعُثْمَانَ إِنْ شِئْتَ أَنْ تَطُوفَ
بِالْبَيْتِ فَطُفْ بِهِ فَقَالَ مَا كُنْتُ لِأَفْعَلَ حَتَّى يَطُوفَ بِهِ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَاحْتَبَسَتْهُ
قُرَيْشٌ عِنْدَهَا فَبَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالْمُسْلِمِينَ أَنَّ عُثْمَانَ قَدْ قُتِلَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَحَدَّثَنِي
الزُّهْرِيُّ أَنَّ قُرَيْشًا بَعَثُوا سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو أَحَدَ بَنِي
عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ فَقَالُوا ائْتِ مُحَمَّدًا فَصَالِحْهُ وَلَا يَكُونُ فِي
صُلْحِهِ إِلَّا أَنْ يَرْجِعَ عَنَّا عَامَهُ هَذَا فَوَاللَّهِ لَا تَتَحَدَّثُ
الْعَرَبُ أَنَّهُ دَخَلَهَا عَلَيْنَا عَنْوَةً أَبَدًا فَأَتَاهُ سُهَيْلُ بْنُ
عَمْرٍو فَلَمَّا رَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَدْ
أَرَادَ الْقَوْمُ الصُّلْحَ حِينَ بَعَثُوا هَذَا الرَّجُلَ فَلَمَّا انْتَهَى
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكَلَّمَا وَأَطَالَا
الْكَلَامَ وَتَرَاجَعَا حَتَّى جَرَى بَيْنَهُمَا الصُّلْحُ فَلَمَّا الْتَأَمَ
الْأَمْرُ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا الْكِتَابُ وَثَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
فَأَتَى أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَوَلَيْسَ بِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا
بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا عُمَرُ الْزَمْ غَرْزَهُ حَيْثُ كَانَ فَإِنِّي أَشْهَدُ
أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ عُمَرُ وَأَنَا أَشْهَدُ ثُمَّ أَتَى رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ
فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا فَقَالَ أَنَا عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ لَنْ أُخَالِفَ أَمْرَهُ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي ثُمَّ قَالَ عُمَرُ مَا
زِلْتُ أَصُومُ وَأَتَصَدَّقُ وَأُصَلِّي وَأَعْتِقُ مِنْ الَّذِي صَنَعْتُ
مَخَافَةَ كَلَامِي الَّذِي تَكَلَّمْتُ بِهِ يَوْمَئِذٍ حَتَّى رَجَوْتُ أَنْ
يَكُونَ خَيْرًا قَالَ وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اكْتُبْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَقَالَ سُهَيْلُ بْنُ
عَمْرٍو لَا أَعْرِفُ هَذَا وَلَكِنْ اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ فَقَالَ لَهُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ
هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو
فَقَالَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو لَوْ شَهِدْتُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ لَمْ
أُقَاتِلْكَ وَلَكِنْ اكْتُبْ هَذَا مَا اصْطَلَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ وَسُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو عَلَى وَضْعِ الْحَرْبِ عَشْرَ سِنِينَ يَأْمَنُ
فِيهَا النَّاسُ وَيَكُفُّ بَعْضُهُمْ عَنْ بَعْضٍ عَلَى أَنَّهُ مَنْ أَتَى
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَصْحَابِهِ بِغَيْرِ
إِذْنِ وَلِيِّهِ رَدَّهُ عَلَيْهِمْ وَمَنْ أَتَى قُرَيْشًا مِمَّنْ مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَرُدُّوهُ عَلَيْهِ وَإِنَّ بَيْنَنَا
عَيْبَةً مَكْفُوفَةً وَإِنَّهُ لَا إِسْلَالَ وَلَا إِغْلَالَ
وَكَانَ فِي شَرْطِهِمْ حِينَ كَتَبُوا الْكِتَابَ أَنَّهُ مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَدْخُلَ فِي عَقْدِ مُحَمَّدٍ وَعَهْدِهِ دَخَلَ فِيهِ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَدْخُلَ فِي عَقْدِ قُرَيْشٍ وَعَهْدِهِمْ دَخَلَ فِيهِ فَتَوَاثَبَتْ خُزَاعَةُ
فَقَالُوا نَحْنُ مَعَ عَقْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعَهْدِهِ وَتَوَاثَبَتْ بَنُو بَكْرٍ فَقَالُوا نَحْنُ فِي عَقْدِ قُرَيْشٍ
وَعَهْدِهِمْ وَأَنَّكَ تَرْجِعُ عَنَّا عَامَنَا هَذَا فَلَا تَدْخُلْ عَلَيْنَا
مَكَّةَ وَأَنَّهُ إِذَا كَانَ عَامُ قَابِلٍ خَرَجْنَا عَنْكَ فَتَدْخُلُهَا
بِأَصْحَابِكَ وَأَقَمْتَ فِيهِمْ ثَلَاثًا مَعَكَ سِلَاحُ الرَّاكِبِ لَا
تَدْخُلْهَا بِغَيْرِ السُّيُوفِ فِي الْقُرُبِ فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ إِذْ جَاءَهُ أَبُو جَنْدَلِ بْنُ
سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو فِي الْحَدِيدِ قَدْ انْفَلَتَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَقَدْ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجُوا وَهُمْ لَا يَشُكُّونَ فِي الْفَتْحِ
لِرُؤْيَا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا
رَأَوْا مَا رَأَوْا مِنْ الصُّلْحِ وَالرُّجُوعِ وَمَا تَحَمَّلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَفْسِهِ دَخَلَ النَّاسَ مِنْ ذَلِكَ
أَمْرٌ عَظِيمٌ حَتَّى كَادُوا أَنْ يَهْلَكُوا فَلَمَّا رَأَى سُهَيْلٌ أَبَا
جَنْدَلٍ قَامَ إِلَيْهِ فَضَرَبَ وَجْهَهُ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ قَدْ
لُجَّتْ الْقَضِيَّةُ بَيْنِي وَبَيْنَكَ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكَ هَذَا قَالَ
صَدَقْتَ فَقَامَ إِلَيْهِ فَأَخَذَ بِتَلْبِيبِهِ قَالَ وَصَرَخَ أَبُو جَنْدَلٍ بِأَعْلَى
صَوْتِهِ يَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ أَتَرُدُّونَنِي إِلَى أَهْلِ الشِّرْكِ
فَيَفْتِنُونِي فِي دِينِي قَالَ فَزَادَ النَّاسُ شَرًّا إِلَى مَا بِهِمْ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا جَنْدَلٍ
اصْبِرْ وَاحْتَسِبْ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَاعِلٌ لَكَ وَلِمَنْ مَعَكَ
مِنْ الْمُسْتَضْعَفِينَ فَرَجًا وَمَخْرَجًا إِنَّا قَدْ عَقَدْنَا بَيْنَنَا
وَبَيْنَ الْقَوْمِ صُلْحًا فَأَعْطَيْنَاهُمْ عَلَى ذَلِكَ وَأَعْطَوْنَا
عَلَيْهِ عَهْدًا وَإِنَّا لَنْ نَغْدِرَ بِهِمْ قَالَ فَوَثَبَ إِلَيْهِ عُمَرُ
بْنُ الْخَطَّابِ مَعَ أَبِي جَنْدَلٍ فَجَعَلَ يَمْشِي إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ
يَقُولُ اصْبِرْ أَبَا جَنْدَلٍ فَإِنَّمَا هُمْ الْمُشْرِكُونَ وَإِنَّمَا دَمُ
أَحَدِهِمْ دَمُ كَلْبٍ قَالَ وَيُدْنِي قَائِمَ السَّيْفِ مِنْهُ قَالَ يَقُولُ
رَجَوْتُ أَنْ يَأْخُذَ السَّيْفَ فَيَضْرِبَ بِهِ أَبَاهُ قَالَ فَضَنَّ
الرَّجُلُ بِأَبِيهِ وَنَفَذَتْ الْقَضِيَّةُ فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ الْكِتَابِ
وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي
الْحَرَمِ وَهُوَ مُضْطَرِبٌ فِي الْحِلِّ قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ انْحَرُوا وَاحْلِقُوا
قَالَ فَمَا قَامَ أَحَدٌ قَالَ ثُمَّ عَادَ بِمِثْلِهَا فَمَا قَامَ رَجُلٌ
حَتَّى عَادَ بِمِثْلِهَا فَمَا قَامَ رَجُلٌ فَرَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقَالَ يَا أُمَّ
سَلَمَةَ مَا شَأْنُ النَّاسِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ دَخَلَهُمْ مَا
قَدْ رَأَيْتَ فَلَا تُكَلِّمَنَّ مِنْهُمْ إِنْسَانًا وَاعْمِدْ إِلَى هَدْيِكَ
حَيْثُ كَانَ فَانْحَرْهُ وَاحْلِقْ فَلَوْ قَدْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَعَلَ النَّاسُ
ذَلِكَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُكَلِّمُ
أَحَدًا حَتَّى أَتَى هَدْيَهُ فَنَحَرَهُ ثُمَّ جَلَسَ فَحَلَقَ فَقَامَ النَّاسُ
يَنْحَرُونَ وَيَحْلِقُونَ قَالَ حَتَّى إِذَا كَانَ بَيْنَ مَكَّةَ
وَالْمَدِينَةِ فِي وَسَطِ الطَّرِيقِ فَنَزَلَتْ سُورَةُ الْفَتْحِ (رواه أحمد)
No comments:
Post a Comment