Tuesday, February 19, 2013

KAPITALISME ISLAMI



Roadmap to Dual Economy System : penegasan Islamisasi kapitalisme!
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dengan Ketua Umum (Ketum) Muliaman D. Hadad dan Se-kretaris Jenderal (Sekjen) Muhammad Syakir Sula telah membagi peta jalan (roadmap) ekonomi syari-ah menjadi tiga tahap (Republika, Senin 18 Januari 2010, Ekonomi & Bisnis Syariah, halaman 20) yak-ni :
1.       Tahap Awal (2010-2014) : Peletakan fondasi ekonomi syariah. Langkah ini meliputi hal yang ber-sifat membangun fondasi seperti sosialisasi, sistem pendidikan dan seluruh departemen telah me-mahami tentang ekonomi syariah. Di tahap pertama tersebut pula direncanakan seluruh jenjang pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi memiliki kurikulum ekonomi syariah.
2.       Tahap Kedua (2014-2017) : Menghasilkan kualitas output dari tahapan sebelumnya.
3.       Tahap Akhir (2017-2020) : Pemerintah mengonversi beberapa BUMN menjadi syariah, sumber da-ya berkualitas sudah tersedia, semua orang aware terhadap ekonomi syariah. Pada akhir 2020, dual economy system berjalan seiring dan seirama.
Sekjen MES Muhammad Syakir Sula menyatakan : nanti akan ada juga UU non Bank di tahap pertama yang masih bersifat fondasi, sehingga di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama membangun bangsa dengan sistem kon-vensional dan syariah. Untuk menyukseskan roadmap tersebut MES pun akan menyerahkan hasil ter-sebut tak hanya ke presiden, tetapi juga hingga tingkat menteri, anggota dewan dan lembaga lainnya.
Sementara itu, Ketum MES Muliaman D. Hadad menyatakan : Dalam waktu dekat prioritasnya adalah komunikasi dan sosialisasi. Karenanya, kita ingin silaturahmi dengan beberapa pihak termasuk Mendiknas dan beberapa menteri lain. Selain itu, pihaknya juga akan berkomunikasi dengan ulama dan asosiasi untuk mengevaluasi perkembangan dan kebutuhan industri keuangan syariah Indonesia. Se-mentara untuk 2010, mengimbau lembaga keuangan syariah melakukan konsolidasi. Dengan kondisi tak seberat lembaga keuangan umum, tetapi setidaknya pertumbuhan industri keuangan syariah dapat di atas 30 persen tahun ini. Agaknya, harapan bersinar terang untuk perekonomian syariah.
Demikianlah perkembangan realitas tahap lanjut (advance) dalam upaya berkesinambungan un-tuk membangun sebuah sistem Kapitalisme Islami (اَلرَّأْسُمَالِيَّةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) atau proses Islamisasi Kapitalis-me. MES adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) alias NGO (Non Government Organization) sa-ma persis dengan CIBAFI (Council for Islamic Banks and Financial Institutions) maupun Asbisindo (Asosiasi Bank Islam Indonesia), ketiganya berlaga di arena industri keuangan syariah. Posisi tersebut sama dengan LSM yang bergerak secara khas di arena zakat, seperti BAZNAS, LAZNAS, Rumah Za-kat Nasional, bahkan sama dengan Dewan Zakat MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malay-sia, Singapura) walaupun beranggotakan para menteri agama dari empat negara anggota ASEAN.
Keistimewaan MES walaupun cakupan daerah jelajahnya terbatas di Indonesia (bandingkan de-ngan CIBAFI yang berwilayah kerja regional negara-negara anggota OKI) adalah memiliki tujuan yang sangat tegas yakni membangun dual economy system di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik In-donesia (NKRI), seperti yang dinyatakan dengan gamblang oleh Syakir Sula : nanti akan ada juga UU non Bank di tahap pertama yang masih bersifat fondasi, sehingga di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama memba-ngun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah.
Selain itu, MES sangat serius dalam upayanya untuk mewujudkan tujuan tersebut melalui kon-sepsi tiga tahapan roadmap ekonomi syariah dengan berusaha melibatkan seluruh para pemangku ke-pentingan (stake holder) : pemerintah NKRI (mulai Presiden hingga menteri), DPR, asosiasi, lembaga lain hingga para ulama. Realitas MES tersebut memastikan bahwa mereka telah sampai pada satu titik kesimpulan yang mereka anggap menjadi harga mati (قَنَاعَتُهُمْ) yakni untuk membangun bangsa dan ne-gara Indonesia yang lebih baik dari saat ini, maka pilihannya hanya satu yaitu menyandingkan sistem perekonomian kapitalisme dengan Islam : di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama membangun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah.
Hal itu berarti bagi mereka atau menurut mereka adalah sama sekali tidak perlu bahkan hanya akan membuang waktu percuma untuk mempersoalkan :
1.       asas atau pemikiran dasar atau aqidah yang mendasari atau sumber kemunculan dari sistem pere-konomian kapitalisme (konvensional) maupun syariah (Islam). Jadi, mereka sama sekali tidak men-dapatkan perbedaan apa pun antara aqidah sekularisme yang menjadi asas perekonomian kapitalis-me dengan aqidah Islamiyah yang menjadi asas perekonomian Islami. Atau, jika pun mereka men-dapati fakta perbedaan di antara keduanya, namun perbedaan tersebut tidak berarti (not significant) sehingga tidak perlu dipersoalkan apalagi dipertentangkan secara diametral.
2.       pemikiran atau konsepsi cabang maupun rincian dari masing-masing sistem perekonomian tersebut sebab jika itu dilakukan dipastikan akan mengantarkan keduanya pada posisi saling berhadapan dan bertentangan bahkan tidak dapat dihindari lagi akan menjadikan keduanya saling berbenturan. Ini-lah yang dimaksudkan oleh Syakir Sula sendiri saat Bulan Ramadlan 1430 H yang lalu di MetroTV pada acara bertema “Rahmat Semesta Alam” dengan salah satu rubrik acara Sukses Syariah Untuk Indonesia yang Lebih Baik : jika perekonomian kapitalisme (konvensional) itu dihilangkan aspek riba, ghulul dan maisir maka itulah perekonomian syariah.
3.       wadah atau institusi formal bagi pemberlakuan kedua sistem perekonomian tersebut : negara. Arti-nya, sistem perekonomian Islami (syariah) dapat dan boleh saja diberlakukan dalam wadah negara kebangsaan walaupun bukan dari syariah Islamiyah dan tidak harus tidak wajib hanya diberlaku-kan dalam Khilafah Islamiyah. Hal itu karena, jika sistem perekonomian Islami hanya halal diber-lakukan dalam Khilafah dan haram dalam negara kebangsaan, maka dipastikan akan mengantarkan umat Islam kepada realitas chaos yakni akan terjadi upaya intensif, massif dan mengglobal dari mereka untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah yang secara otomatis menjadi upaya peng-hancuran terhadap realitas negara kebangsaan. Apabila hal itu dibiarkan berlangsung maka harga yang harus dibayarkan akan sangat mahal baik secara dana maupun nyawa dan itu akan sangat sia-sia.
Tentu saja keseluruhan pemikiran mereka (MES dan kawan-kawan) tersebut muncul lalu berco-kol dalam benaknya adalah akibat dari :
1.       keterbelengguan oleh konsepsi pragmatis اَلْغَايَةُ تُبَرِّرُ الْوَسِيْطَةَ (tujuan itu membolehkan segala cara). Tujuannya adalah membangun bangsa yakni mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan tujuan ini adalah sesuai dengan perintah Islam itu sendiri, sehingga caranya atau wasilahnya yakni wadah-nya boleh apa saja : Khilafah Islamiyah boleh dan boleh juga negara kebangsaan.
2.       ketertipuan oleh konsepsi manipulatif pluralisme yang melarang keras adanya klaim paling benar dari agama-agama yang ada di dunia dengan menempatkan semua agama itu dalam posisi yang sa-ma, setara dan sejajar yakni sama-sama benar, sama-sama mengajarkan kebaikan, sama-sama harus berkhidmat kepada kemanusiaan dan sama-sama melarang terjadinya pertikaian, perkelahian apala-gi peperangan antara manusia berlatar agama atau mengatasnamakan agama maupun perintah suci dari Tuhan.
3.       keterjebakkan dalam gagasan absurd bahwa Allah SWT pun menjadikan Islam merangkum segala kebaikan dari sosialisme dan kapitalisme. Inilah yang sangat nampak dari pernyataan Syakir Sula ketika bulan Ramadlan tahun 1430 H lalu di MetroTV (ditayangkan hari Ahad 30 Agustus 2009) : ekonomi kapitalisme hanya memperhatikan kepemilikan dan kepentingan individu dan negara sa-ma sekali tidak memiliki wewenang untuk membatasinya. Ekonomi sosialisme adalah sebaliknya yakni kepemilikan dan kepentingan individu sama sekali tidak diakui dan hanya mengakui kepemi-likan serta kepentingan negara. Islam berada di tengah-tengah antara kapitalisme dan sosialisme dan itu sesuai dengan ayat Al-Quran :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (البقرة : 143)
maksud أُمَّةً وَسَطًا adalah umat yang berdiri di tengah.
Gagasan absurd tersebut telah lebih jauh menuntut atau setidaknya mendorong umat Islam untuk merumuskan jalan keluar dari perbenturan yang selalu terjadi antara Peradaban Islam dan Perada-ban Barat yakni dengan cara melebur kedua peradaban (mengambil aspek terbaik dari keduanya) sehingga terbentuk peradaban baru dunia yang sangat besar, hebat serta mampu berkhidmat kepada kemanusiaan. Inilah yang disodorkan oleh Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin di penghujung tahun 1428 H (akhir tahun 2007) di hadapan pemimpin spiritual kaum Katholik sedu-nia : Paus Benedictus XVI di Vatican Roma.
Adalah sangat mungkin bahkan hampir dapat dipastikan, gagasan MES untuk mewujudkan dual economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama membangun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah, salah satu sumber inspirasinya adalah perpaduan gagasan Ketum Mu-hammadiyah dan pemimpin spiritual kaum Katholik sedunia tersebut.
Lalu, apakah benar atau realistis ungkapan dual economy system jadi berjalan seiring dan seira-ma, sama-sama membangun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah?
Ungkapan tersebut secara faktanya dipastikan tidak benar dan tidak realisitis karena kenyataan-nya yang terjadi adalah sistem perekonomian kapitalisme berposisi sebagai mainstream sedangkan per-ekonomian Islami menempati sub stream atau sub ordinance. Hubungan hierarkis tersebut memastikan bahwa antara perekonomian kapitalisme dan perekonomian Islami sama sekali tidak sama, tidak setara, tidak sejajar yang berakibat mustahil berjalan seiring dan seirama. Sebagai bukti yang cukup untuk itu adalah pernyataan Ketum MES Muliaman D. Hadad : Sementara untuk 2010, mengimbau lembaga keuangan syariah melakukan konsolidasi. Dengan kondisi tak seberat lembaga keuangan umum, tetapi setidaknya pertumbuhan industri keuangan syariah dapat di atas 30 persen tahun ini. Jadi, apakah market share 30 persen atau lebih itu sama, setara, sejajar dengan 70 persen? Lalu dapatkah dan mam-pukah yang hanya memiliki market share 30 persen berjalan seiring dan seirama dengan pemegang market share 70 persen? Jawabannya adalah tentu saja tidak!
Lebih dari itu, jika pun suatu saat terjadi realitas terbalik yakni market share perekonomian syari-ah menjadi 90 persen dan (karena berbagai pertimbangan) market share perekonomian konvensional tinggal 10 persen, maka apakah fakta itu dapat dikatakan bahwa perekonomian Islami telah menjadi mainstream dan perekonomian kapitalisme turun peringkat menjadi sub stream atau sub ordinance? Ja-wabannya adalah tidak dapat dan tidak boleh dikatakan demikian sebab selama konstitusi suatu negara (termasuk NKRI) dan seluruh instrumen perekonomiannya tetap kapitalistik sekularistik, maka walau market share perekonomian syariah mencapai 100 persen sekali pun, tetap saja perekonomian kapita-lisme adalah mainstream. Bukti untuk pemikiran tersebut telah sangat terindera sejak saat ini yaitu se-mesta pembicaraan atau مَوْضُوْعُ الْبَحْثِ dari market share perekonomian syariah tersebut adalah masih terbatas pada salah satu instrumen perekonomian kapitalisme yakni industri keuangan (financial indus-tries) : perbankan maupun non bank.
Wal hasil, upaya MES untuk mewujudkan dual economy system jadi berjalan seiring dan seira-ma, sama-sama membangun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah melalui rumusan tiga tahapan roadmap nya tentu saja bukan bukti keberpihakan dan pembelaan mereka kepada Islam, atau bukan untuk memenangkan Islam atas seluruh agama dan ideologi, melainkan sebaliknya upaya mere-ka adalah sebagai bukti pasti dari penegasan Islamisasi kapitalisme! Hal ini sangat nampak dari peng-gunaan standard perbuatan (مِقْيَاسُ الأَعْمَالِ) dalam ideologi kapitalisme (اَلْمَنْفَعَةُ) : nanti akan ada juga UU non Bank di tahap pertama yang masih bersifat fondasi, sehingga di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama memba-ngun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah. Inilah yang dimaksudkan oleh pernyataan Allah SWT dalam Al-Quran :
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (المائدة : 49)
Dan berlakukanlah olehmu (Muhammad) pemerintahan di tengah manusia dengan segala apa yang te-lah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti kepentingan naluriah mereka dan waspadailah me-reka karena mereka selalu akan memaksa kamu untuk kufur terhadap sebagian dari yang telah Allah turunkan kepadamu. Lalu jika mereka berpaling (menolak ketentuan Allah) maka ketahuilah olehmu bahwa hanya sesungguhnya Allah menghendaki untuk menimpakkan akibat dari sebagian dosa-dosa mereka dan sungguh sebagian sangat besar manusia itu adalah fasiq

Dialog agama dan sistem ekonomi ganda : dua senjata ampuh menghancurkan Islam
Dialog agama atau tepatnya dialog antar umat beragama yakni antara Dunia Islam dan Dunia Kristiani adalah bukan realitas baru melainkan telah lama dilakukan seiring dengan semakin kuatnya perasaan keterpinggiran umat Islam dalam arena percaturan dunia, sejak tanggal diruntuhkannya Khila-fah Islamiyah pada 3 Maret 1924, lalu 24 tahun kemudian (1948) didirikan Negara Israel di jantung Dunia Islam Al-Qudus Yerusalem oleh dua kekuatan utama pemenang Perang Dunia II : Amerika Se-rikat (AS) dan Inggris (UK). Kedua tahun mengerikan dalam perjalanan kehidupan Dunia Islam tersebut : 1924 dan 1948, walaupun hingga kini belum dapat memunculkan kesadaran ideologis dalam pikiran sebagian sangat besar umat Islam, namun telah mampu mendorong menyeruaknya perasaan na-luriah tertindas, terpinggirkan, ketidakberdayaan dan sebagainya. Tanggap naluriah tersebut telah cu-kup membuat Dunia Barat terutama AS dan UK untuk waspada dan melakukan perancangan antisipatif terhadap perkembangan mutakhir itu. Perancangan inilah yang dari tahun ke tahun selalu dilakukan de-ngan berbagai uslub dan kemasan yang difokuskan dalam dua arena besar yakni agama (keyakinan atau faith) serta ekonomi. Dialog antarumat beragama atau interfaith dialogue adalah cara pasti dan selalu dilakukan dalam wilayah keagamaan dengan objek yang dibidik tentu saja adalah umat Islam dan kaum Kristiani. Bahkan cara tersebut semakin dikukuhkan sebagai terbaik dalam membangun hubungan era baru antara Islam dan Barat seperti yang selalu ditegaskan oleh Barack Obama melalui bentuk kebija-kan luar negeri (diplomasi) : faith-based diplomacy. Inilah yang ditunjukkan oleh adanya konferensi lintas agama bertema “Membangun Komunitas Bersama : Meningkatkan Kerja Sama Antarwarga yang Berbeda Keyakinan” di Jakarta, 25-27 Januari 2010 yang lalu.
Adapun dalam arena ekonomi, cara yang digunakan adalah membangun citra baik bagi perekono-mian kapitalisme dengan menunjukkan “kesediaan” untuk kerjasama berdampingan (co-existence) de-ngan perekonomian Islami. Tujuannya adalah supaya sedikit demi sedikit (gradually) perasaan ketidak-berartian umat Islam akan hilang dan berganti dengan perasaan bangga karena ternyata Dunia Kapita-lisme “rela” menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada Dunia Islam. Inilah yang tengah semakin gencar dilakukan secara mengglobal baik di AS, China, Afrika, Eropa (UE), Australia selain di Dunia Islam sendiri : Timur Tengah, Pakistan dan Asia Tenggara terutama Indonesia.
Eksistensi CIBAFI yang hingga kini beranggotakan lebih dari 164 bank syariah yang sebagian besar berlokasi di negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), lalu secara spesifik rea-litas MES di NKRI yang menegaskan tujuannya untuk membangun dual economy system dengan target telah efektif pada tahun 2020, adalah dua fakta pasti dari realisasi tujuan gradual tersebut. Lalu, menga-pa interfaith dialogue dan co-existence antara perekonomian kapitalisme dengan perekonomian Islami, dikatakan sebagai dua senjata ampuh untuk menghancurkan Islam?
Pluralisme adalah konsepsi utama yang dijadikan landasan penyelenggaraan interfaith dialogue, karena ide tersebut memastikan bahwa semua agama sama saja yakni sama-sama benar dan sama-sama harus bermanfaat bagi kemanusiaan. Aturan main tersebut menjadikan semua agama tidak boleh meng-klaim dirinya sebagai paling benar atas agama lainnya, atau semua agama tidak boleh memposisikan atau menuduh agama lain sebagai salah dan harus dihilangkan. Lalu dipercayai aturan main ini akan menghilangkan atau paling tidak mereduksi bahaya potensial yang sangat besar dan mengancam kema-nusiaan dari keberadaan agama itu sendiri, yakni konflik antar umat beragama. Agama manakah yang paling dibidik atau bahkan jadi target satu-satunya dari bidikan senjata ampuh interfaith dialogue?
Kepastiannya adalah Islam yang menjadi target satu-satunya dari bidikan senjata ampuh, karena mereka sangat tahu bahwa hanya Islam yang memiliki realitas hitam-putih berkenaan dengan seluruh pandangan dan pemikirannya terhadap kehidupan manusia di dunia. Mereka sangat tahu bahwa Islam sajalah yang sejak awal keberadaannya di dunia menyatakan diri sebagai satu-satunya yang benar dan diakui oleh Allah SWT sekaligus memposisikan semua agama di luar dirinya sebagai salah dan wajib ditinggalkan oleh manusia. Mereka juga sangat tahu bahwa hanya Islam yang menyatakan tantangan terbuka kepada seluruh manusia untuk membuktikan kebenaran dirinya berasal dari Allah SWT dan sama sekali bukan buatan Muhammad. Mereka pun mendapati Islam jugalah yang secara abadi me-nempatkan kaum kufar harbiyah sebagai objek metode jihad ketika umat Islam merealisir kewajiban-nya menyebarluaskan Islam ke seluruh dunia. Lalu di atas semua itu, mereka sangat tahu bahwa hanya dalam Islam adanya konsepsi pasti dan rinci tentang negara yakni Khilafah dan realitas tersebut sangat mereka rasakan dalam pengalaman kehidupan selama lebih dari 13 abad, yakni sejak abad ke-6 M hingga awal abad ke-20 M.
Dengan demikian, kedua senjata ampuh tersebut akan selalu mereka (Dunia Barat) pergunakan untuk semakin melumpuhkan dan menghancurkan Islam, karena selain tidak terlalu berisiko juga yang pasti adalah sangat mudah dan murah dalam implementasinya di lapangan kehidupan. Tujuan akhir da-ri penggunaan keduanya adalah memisahkan umat Islam dari kekuatan rahasianya yakni sikap mengi-katkan diri mereka (تَقَيُّدُهُمْ) kepada Islam. Hal itu karena, mereka hapal betul bahwa yang menjadi pe-nyebab Khilafah mampu bertahan selama lebih dari 13 abad dalam kehidupan dunia adalah sikap kon-sisten umat Islam untuk selalu menjadikan Islam sebagai satu-satunya asas pemikiran mereka sekaligus mengikatkan diri mereka secara utuh kepada syariah Islamiyah. Oleh karena itulah mereka akan selalu berusaha dengan segala cara untuk memisahkan umat Islam dari Islam. Inilah yang telah diperingatkan dengan pasti oleh Allah SWT tentang sikap kaum kufar terhadap umat Islam :
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة : 217)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (آل عمران : 100)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (آل عمران : 149)
Umat Islam di antara dua pernyataan Rasulullah saw
Ketika Rasulullah saw menyatakan :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (رواه مسلم)
maka pernyataan beliau tersebut menjadi dalil tentang kewajiban umat Islam untuk terus menerus tanpa henti memerangi kaum kufar (antara lain Yahudi) hingga mereka tidak ada lagi atau tidak berperan lagi dalam mengendalikan kehidupan dunia : لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ. Kewajiban abadi ini juga ditunjukkan oleh pernyataan Nabi Muhammad saw lainnya seperti :
لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا قُوتِلَ الْكُفَّارُ (رواه النسائي)
لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا قُوتِلَ الْعَدُوُّ (رواه احمد)
Selama dalam realitas kehidupan dunia masih ada satu atau lebih wilayah bumi yang masih berada da-lam kendali kaum kufar harbiyah (ditunjukkan oleh pernyataan مَا قُوتِلَ الْكُفَّارُ dan مَا قُوتِلَ الْعَدُوُّ), maka se-lama itu pula aktivitas hijrah tetap wajib dilakukan oleh umat Islam dari negeri tersebut (negara kufur) menuju Negara Islam.
Kewajiban tersebut dapat dengan sangat mudah dilaksanakan selama umat Islam selalu berada dalam wadah Khilafah yang berjalan sesuai dengan ketentuan Nubuwwah : خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. Arti-nya, eksistensi خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ tersebut menjadi jaminan pasti bagi umat Islam untuk selalu memili-ki kewibawaan (اَلْهَيْبَةُ), kedigjayaan (اَلْعِزَّةُ) dan kekuatan (اَلْمَنْعَةُ), sehingga otomatis muncul rasa takut dan gentar (الرُّعْبَ) pada diri seluruh kaum kufar walau mereka belum berhadapan langsung dengan umat Is-lam. Inilah yang telah berlaku atas Nabi Muhammad saw : نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ (رواه البخاري) dan itu tidak berhenti pada diri beliau melainkan tetap diberlakukan oleh Allah SWT pada umat Islam selama mereka mengikatkan diri dengan Islam seperti yang dilakukan oleh para sahabat terutama sepanjang masa Khulafa Rasyidun. Allah SWT menyatakan :
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ (آل عمران :151)
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (الأنفال : 12)
Ketika Rasulullah saw menyatakan :
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ (رواه ابو داود)
maka sikap umat Islam yang حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ adalah haram dilakukan, sebab sikap itu akan men-jadikan kaum kufar secara gradual berbalik arah yakni dari sangat takut kepada umat Islam menjadi sa-ngat berani alias hilang rasa takut mereka tersebut : وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ. Mengapa de-mikian? Hal itu karena ketika umat Islam telah dengan sengaja melekatkan الْوَهْنُ pada pemikiran dan si-kap mereka, maka kaum kufar segera menyadari bahwa telah tidak ada lagi perbedaan antara mereka dengan umat Islam, yakni sama-sama حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. Akibatnya kaum kufar tidak lagi berada dalam posisi takut dan gentar (الْمَهَابَةُ اَيِ الْخَوْفُ وَالرُّعْبُ) terhadap umat Islam melainkan menjadi sangat berani karena telah sama-sama berada dalam satu realitas yakni menyalahi ketentuan Allah SWT. Se-baliknya saat itu, umat Islam justru terpuruk dalam ketakutan terhadap kaum kufar akibat mereka telah kehilangan kewibawaan (اَلْهَيْبَةُ), kedigjayaan (اَلْعِزَّةُ) dan kekuatan (اَلْمَنْعَةُ) bersamaan dengan hilangnya Khilafah Islamiyah akibat mereka telah menanggalkan keterikatannya kepada Islam.
Lalu, di manakah posisi umat Islam saat ini di antara dua pernyataan Rasulullah saw tersebut, yakni apakah masih berada dalam cakupan : لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ, ataukah justru telah se-cara pasti berada dalam cakupan : حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ?
Realitas umat Islam mutakhir yang secara sadar merelakan diri mereka menjadi pijakan sistema kufur demokrasi maupun kapitalisme sekularistik, merupakan dalil yang pasti bahwa mereka telah la-ma (hampir satu abad) berada dalam realitas : حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. Bahkan setiap saat seiring dengan pergantian waktu, mereka selalu menegaskan kerelaan tersebut dengan berbagai cara antara lain keikut-sertaan mereka secara utuh maupun sebagian dalam lembaga trias politica : legislatif, eksekutif dan yu-dikatif. Selain itu, kiprah dan peran serta aktif maupun pasif mereka dalam MES, CIBAFI, Asbisindo dan NGO lainnya, maupun OKI, CDCC (Center for Dialogue and Cooperation among Civilization), Kepemimpinan Rakyat Islam Sedunia (KRIS) atau World Islamic People’s Leadership dan sebagainya, seluruhnya memastikan bahwa mereka telah lama dengan sangat sadar dan sengaja melepaskan dan la-lu menjauhkan diri dari realitas لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ. Akibatnya dapat dipastikan dan itu berlaku otomatis bahwa realitas kehidupan mereka saat ini adalah حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. Padahal Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي الْأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَوْ كَانُوا عِنْدَنَا مَا مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا لِيَجْعَلَ اللَّهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (آل عمران : 156)

No comments:

Post a Comment