Roadmap to Dual
Economy System : penegasan Islamisasi kapitalisme!
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dengan Ketua Umum (Ketum)
Muliaman D. Hadad dan Se-kretaris Jenderal (Sekjen) Muhammad Syakir Sula telah
membagi peta jalan (roadmap) ekonomi syari-ah menjadi tiga tahap
(Republika, Senin 18 Januari 2010, Ekonomi & Bisnis Syariah, halaman 20)
yak-ni :
1.
Tahap Awal (2010-2014) : Peletakan fondasi ekonomi syariah.
Langkah ini meliputi hal yang ber-sifat membangun fondasi seperti sosialisasi,
sistem pendidikan dan seluruh departemen telah me-mahami tentang ekonomi
syariah. Di tahap pertama tersebut pula direncanakan seluruh jenjang pendidikan
mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi memiliki kurikulum ekonomi syariah.
2.
Tahap Kedua (2014-2017) : Menghasilkan kualitas output dari
tahapan sebelumnya.
3.
Tahap Akhir (2017-2020) : Pemerintah mengonversi beberapa BUMN
menjadi syariah, sumber da-ya berkualitas sudah tersedia, semua orang aware
terhadap ekonomi syariah. Pada akhir 2020, dual economy system berjalan
seiring dan seirama.
Sekjen MES Muhammad Syakir Sula menyatakan :
nanti akan ada juga UU non Bank di tahap pertama yang masih bersifat fondasi,
sehingga di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual
economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama membangun
bangsa dengan sistem kon-vensional dan syariah. Untuk menyukseskan roadmap
tersebut MES pun akan menyerahkan hasil ter-sebut tak hanya ke presiden, tetapi
juga hingga tingkat menteri, anggota dewan dan lembaga lainnya.
Sementara itu, Ketum MES Muliaman D. Hadad
menyatakan : Dalam waktu dekat prioritasnya adalah komunikasi dan sosialisasi.
Karenanya, kita ingin silaturahmi dengan beberapa pihak termasuk Mendiknas dan
beberapa menteri lain. Selain itu, pihaknya juga akan berkomunikasi dengan
ulama dan asosiasi untuk mengevaluasi perkembangan dan kebutuhan industri
keuangan syariah Indonesia. Se-mentara untuk 2010, mengimbau lembaga keuangan
syariah melakukan konsolidasi. Dengan kondisi tak seberat lembaga keuangan
umum, tetapi setidaknya pertumbuhan industri keuangan syariah dapat di atas 30
persen tahun ini. Agaknya, harapan bersinar terang untuk perekonomian syariah.
Demikianlah perkembangan realitas tahap lanjut (advance)
dalam upaya berkesinambungan un-tuk membangun sebuah sistem Kapitalisme
Islami (اَلرَّأْسُمَالِيَّةُ
الإِسْلاَمِيَّةُ) atau proses Islamisasi
Kapitalis-me. MES adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) alias NGO (Non
Government Organization) sa-ma persis dengan CIBAFI (Council for Islamic
Banks and Financial Institutions) maupun Asbisindo (Asosiasi Bank Islam
Indonesia), ketiganya berlaga di arena industri keuangan syariah. Posisi
tersebut sama dengan LSM yang bergerak secara khas di arena zakat, seperti
BAZNAS, LAZNAS, Rumah Za-kat Nasional, bahkan sama dengan Dewan Zakat MABIMS
(Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malay-sia, Singapura) walaupun beranggotakan
para menteri agama dari empat negara anggota ASEAN.
Keistimewaan MES walaupun cakupan daerah jelajahnya terbatas di
Indonesia (bandingkan de-ngan CIBAFI yang berwilayah kerja regional
negara-negara anggota OKI) adalah memiliki tujuan yang sangat tegas yakni
membangun dual economy system di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
In-donesia (NKRI), seperti yang dinyatakan dengan gamblang oleh Syakir Sula : nanti
akan ada juga UU non Bank di tahap pertama yang masih bersifat fondasi,
sehingga di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual economy
system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama memba-ngun bangsa dengan
sistem konvensional dan syariah.
Selain itu, MES sangat serius dalam upayanya untuk mewujudkan
tujuan tersebut melalui kon-sepsi tiga tahapan roadmap ekonomi syariah
dengan berusaha melibatkan seluruh para pemangku ke-pentingan (stake holder)
: pemerintah NKRI (mulai Presiden hingga menteri), DPR, asosiasi, lembaga lain
hingga para ulama. Realitas MES tersebut memastikan bahwa mereka telah sampai
pada satu titik kesimpulan yang mereka anggap menjadi harga mati (قَنَاعَتُهُمْ)
yakni untuk membangun bangsa dan ne-gara Indonesia yang lebih baik dari saat
ini, maka pilihannya hanya satu yaitu menyandingkan sistem perekonomian
kapitalisme dengan Islam : di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah
merasakan dual economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama
membangun bangsa dengan sistem konvensional dan syariah.
Hal itu berarti bagi mereka atau menurut
mereka adalah sama sekali tidak perlu bahkan hanya akan membuang waktu
percuma untuk mempersoalkan :
1.
asas atau pemikiran dasar atau aqidah yang mendasari atau
sumber kemunculan dari sistem pere-konomian kapitalisme (konvensional)
maupun syariah (Islam). Jadi, mereka sama sekali tidak men-dapatkan perbedaan
apa pun antara aqidah sekularisme yang menjadi asas perekonomian kapitalis-me
dengan aqidah Islamiyah yang menjadi asas perekonomian Islami. Atau, jika pun
mereka men-dapati fakta perbedaan di antara keduanya, namun perbedaan tersebut
tidak berarti (not significant) sehingga tidak perlu dipersoalkan apalagi
dipertentangkan secara diametral.
2.
pemikiran atau konsepsi cabang maupun rincian dari masing-masing
sistem perekonomian tersebut sebab jika itu dilakukan dipastikan akan
mengantarkan keduanya pada posisi saling berhadapan dan bertentangan bahkan
tidak dapat dihindari lagi akan menjadikan keduanya saling berbenturan. Ini-lah
yang dimaksudkan oleh Syakir Sula sendiri saat Bulan Ramadlan 1430 H yang lalu
di MetroTV pada acara bertema “Rahmat Semesta Alam” dengan salah satu rubrik
acara Sukses Syariah Untuk Indonesia yang Lebih Baik : jika
perekonomian kapitalisme (konvensional) itu dihilangkan aspek riba, ghulul dan
maisir maka itulah perekonomian syariah.
3.
wadah atau institusi formal bagi pemberlakuan kedua sistem
perekonomian tersebut : negara. Arti-nya, sistem perekonomian Islami (syariah) dapat
dan boleh saja diberlakukan dalam wadah negara kebangsaan walaupun
bukan dari syariah Islamiyah dan tidak harus tidak wajib hanya
diberlaku-kan dalam Khilafah Islamiyah. Hal itu karena, jika sistem
perekonomian Islami hanya halal diber-lakukan dalam Khilafah dan haram
dalam negara kebangsaan, maka dipastikan akan mengantarkan umat Islam kepada
realitas chaos yakni akan terjadi upaya intensif, massif dan mengglobal
dari mereka untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah yang secara otomatis
menjadi upaya peng-hancuran terhadap realitas negara kebangsaan. Apabila hal
itu dibiarkan berlangsung maka harga yang harus dibayarkan akan sangat mahal
baik secara dana maupun nyawa dan itu akan sangat sia-sia.
Tentu saja keseluruhan pemikiran mereka (MES dan kawan-kawan)
tersebut muncul lalu berco-kol dalam benaknya adalah akibat dari :
1.
keterbelengguan oleh konsepsi pragmatis اَلْغَايَةُ تُبَرِّرُ الْوَسِيْطَةَ
(tujuan itu membolehkan segala cara). Tujuannya adalah membangun
bangsa yakni mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan
tujuan ini adalah sesuai dengan perintah Islam itu sendiri, sehingga caranya
atau wasilahnya yakni wadah-nya boleh apa saja : Khilafah Islamiyah boleh dan
boleh juga negara kebangsaan.
2.
ketertipuan oleh konsepsi manipulatif pluralisme yang melarang
keras adanya klaim paling benar dari agama-agama yang ada di dunia dengan
menempatkan semua agama itu dalam posisi yang sa-ma, setara dan sejajar yakni
sama-sama benar, sama-sama mengajarkan kebaikan, sama-sama harus berkhidmat
kepada kemanusiaan dan sama-sama melarang terjadinya pertikaian, perkelahian
apala-gi peperangan antara manusia berlatar agama atau mengatasnamakan agama
maupun perintah suci dari Tuhan.
3.
keterjebakkan dalam gagasan absurd bahwa Allah SWT pun menjadikan
Islam merangkum segala kebaikan dari sosialisme dan kapitalisme. Inilah yang
sangat nampak dari pernyataan Syakir Sula ketika bulan Ramadlan tahun 1430 H
lalu di MetroTV (ditayangkan hari Ahad 30 Agustus 2009) : ekonomi
kapitalisme hanya memperhatikan kepemilikan dan kepentingan individu dan negara
sa-ma sekali tidak memiliki wewenang untuk membatasinya. Ekonomi sosialisme
adalah sebaliknya yakni kepemilikan dan kepentingan individu sama sekali tidak
diakui dan hanya mengakui kepemi-likan serta kepentingan negara. Islam berada
di tengah-tengah antara kapitalisme dan sosialisme dan itu sesuai dengan ayat
Al-Quran :
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (البقرة : 143)
maksud أُمَّةً وَسَطًا adalah
umat yang berdiri di tengah.
Gagasan
absurd tersebut telah lebih jauh menuntut atau setidaknya mendorong umat Islam
untuk merumuskan jalan keluar dari perbenturan yang selalu terjadi antara
Peradaban Islam dan Perada-ban Barat yakni dengan cara melebur kedua peradaban
(mengambil aspek terbaik dari keduanya) sehingga terbentuk peradaban baru dunia
yang sangat besar, hebat serta mampu berkhidmat kepada kemanusiaan. Inilah yang
disodorkan oleh Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin di penghujung
tahun 1428 H (akhir tahun 2007) di hadapan pemimpin spiritual kaum Katholik
sedu-nia : Paus Benedictus XVI di Vatican Roma.
Adalah sangat
mungkin bahkan hampir dapat dipastikan, gagasan MES untuk mewujudkan dual
economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama membangun bangsa
dengan sistem konvensional dan syariah, salah satu sumber inspirasinya
adalah perpaduan gagasan Ketum Mu-hammadiyah dan pemimpin spiritual kaum Katholik sedunia tersebut.
Lalu, apakah benar atau realistis ungkapan dual economy system
jadi berjalan seiring dan seira-ma, sama-sama membangun bangsa dengan sistem
konvensional dan syariah?
Ungkapan tersebut secara faktanya dipastikan tidak benar dan
tidak realisitis karena kenyataan-nya yang terjadi adalah sistem
perekonomian kapitalisme berposisi sebagai mainstream sedangkan
per-ekonomian Islami menempati sub stream atau sub ordinance.
Hubungan hierarkis tersebut memastikan bahwa antara perekonomian kapitalisme
dan perekonomian Islami sama sekali tidak sama, tidak setara, tidak sejajar
yang berakibat mustahil berjalan seiring dan seirama. Sebagai bukti yang
cukup untuk itu adalah pernyataan Ketum MES Muliaman D. Hadad : Sementara
untuk 2010, mengimbau lembaga keuangan syariah melakukan konsolidasi. Dengan
kondisi tak seberat lembaga keuangan umum, tetapi setidaknya pertumbuhan
industri keuangan syariah dapat di atas 30 persen tahun ini. Jadi, apakah market
share 30 persen atau lebih itu sama, setara, sejajar dengan 70 persen? Lalu
dapatkah dan mam-pukah yang hanya memiliki market share 30 persen berjalan
seiring dan seirama dengan pemegang market share 70 persen?
Jawabannya adalah tentu saja tidak!
Lebih dari itu, jika pun suatu saat terjadi realitas terbalik
yakni market share perekonomian syari-ah menjadi 90 persen dan (karena
berbagai pertimbangan) market share perekonomian konvensional tinggal 10
persen, maka apakah fakta itu dapat dikatakan bahwa perekonomian Islami telah
menjadi mainstream dan perekonomian kapitalisme turun peringkat menjadi sub
stream atau sub ordinance? Ja-wabannya adalah tidak dapat dan
tidak boleh dikatakan demikian sebab selama konstitusi suatu negara
(termasuk NKRI) dan seluruh instrumen perekonomiannya tetap kapitalistik
sekularistik, maka walau market share perekonomian syariah mencapai 100
persen sekali pun, tetap saja perekonomian kapita-lisme adalah mainstream.
Bukti untuk pemikiran tersebut telah sangat terindera sejak saat ini yaitu
se-mesta pembicaraan atau مَوْضُوْعُ الْبَحْثِ dari market share perekonomian
syariah tersebut adalah masih terbatas pada salah satu instrumen perekonomian
kapitalisme yakni industri keuangan (financial indus-tries) : perbankan
maupun non bank.
Wal hasil, upaya MES untuk mewujudkan dual
economy system jadi berjalan seiring dan seira-ma, sama-sama membangun bangsa
dengan sistem konvensional dan syariah melalui rumusan tiga tahapan roadmap
nya tentu saja bukan bukti keberpihakan dan pembelaan mereka kepada Islam, atau
bukan untuk memenangkan Islam atas seluruh agama dan ideologi, melainkan
sebaliknya upaya mere-ka adalah sebagai bukti pasti dari penegasan
Islamisasi kapitalisme! Hal ini sangat nampak dari peng-gunaan standard
perbuatan (مِقْيَاسُ الأَعْمَالِ) dalam ideologi kapitalisme (اَلْمَنْفَعَةُ)
: nanti akan ada juga UU non Bank di tahap pertama yang masih bersifat
fondasi, sehingga di akhir 2020 betul-betul seluruh orang sudah merasakan dual
economy system jadi berjalan seiring dan seirama, sama-sama memba-ngun bangsa
dengan sistem konvensional dan syariah. Inilah yang dimaksudkan oleh
pernyataan Allah SWT dalam Al-Quran :
وَأَنِ
احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ
ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (المائدة : 49)
Dan berlakukanlah olehmu (Muhammad)
pemerintahan di tengah manusia dengan segala apa yang te-lah Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti kepentingan naluriah mereka dan waspadailah me-reka
karena mereka selalu akan memaksa kamu untuk kufur terhadap sebagian dari yang
telah Allah turunkan kepadamu. Lalu jika mereka berpaling (menolak ketentuan
Allah) maka ketahuilah olehmu bahwa hanya sesungguhnya Allah menghendaki untuk
menimpakkan akibat dari sebagian dosa-dosa mereka dan sungguh sebagian sangat
besar manusia itu adalah fasiq
Dialog agama dan sistem ekonomi ganda : dua
senjata ampuh menghancurkan Islam
Dialog agama atau tepatnya dialog antar umat beragama yakni antara
Dunia Islam dan Dunia Kristiani adalah bukan realitas baru melainkan telah lama
dilakukan seiring dengan semakin kuatnya perasaan keterpinggiran umat Islam
dalam arena percaturan dunia, sejak tanggal diruntuhkannya Khila-fah Islamiyah
pada 3 Maret 1924, lalu 24 tahun kemudian (1948) didirikan Negara Israel di
jantung Dunia Islam Al-Qudus Yerusalem oleh dua kekuatan utama pemenang Perang
Dunia II : Amerika Se-rikat (AS) dan Inggris (UK). Kedua tahun mengerikan dalam
perjalanan kehidupan Dunia Islam tersebut : 1924 dan 1948, walaupun hingga kini
belum dapat memunculkan kesadaran ideologis dalam pikiran sebagian sangat besar
umat Islam, namun telah mampu mendorong menyeruaknya perasaan na-luriah
tertindas, terpinggirkan, ketidakberdayaan dan sebagainya. Tanggap naluriah
tersebut telah cu-kup membuat Dunia Barat terutama AS dan UK untuk waspada dan
melakukan perancangan antisipatif terhadap perkembangan mutakhir itu.
Perancangan inilah yang dari tahun ke tahun selalu dilakukan de-ngan berbagai
uslub dan kemasan yang difokuskan dalam dua arena besar yakni agama (keyakinan
atau faith) serta ekonomi. Dialog antarumat beragama atau interfaith
dialogue adalah cara pasti dan selalu dilakukan dalam wilayah keagamaan
dengan objek yang dibidik tentu saja adalah umat Islam dan kaum Kristiani.
Bahkan cara tersebut semakin dikukuhkan sebagai terbaik dalam membangun
hubungan era baru antara Islam dan Barat seperti yang selalu ditegaskan oleh
Barack Obama melalui bentuk kebija-kan luar negeri (diplomasi) : faith-based
diplomacy. Inilah yang ditunjukkan oleh adanya konferensi lintas agama
bertema “Membangun Komunitas Bersama : Meningkatkan Kerja Sama Antarwarga yang
Berbeda Keyakinan” di Jakarta, 25-27 Januari 2010 yang lalu.
Adapun dalam arena ekonomi, cara yang digunakan adalah membangun
citra baik bagi perekono-mian kapitalisme dengan menunjukkan “kesediaan” untuk
kerjasama berdampingan (co-existence) de-ngan perekonomian Islami.
Tujuannya adalah supaya sedikit demi sedikit (gradually) perasaan
ketidak-berartian umat Islam akan hilang dan berganti dengan perasaan bangga
karena ternyata Dunia Kapita-lisme “rela” menyerahkan sebagian kekuasaannya
kepada Dunia Islam. Inilah yang tengah semakin gencar dilakukan secara
mengglobal baik di AS, China, Afrika, Eropa (UE), Australia selain di Dunia
Islam sendiri : Timur Tengah, Pakistan dan Asia Tenggara terutama Indonesia.
Eksistensi CIBAFI yang hingga kini beranggotakan lebih dari 164
bank syariah yang sebagian besar berlokasi di negara-negara anggota Organisasi
Konferensi Islam (OKI), lalu secara spesifik rea-litas MES di NKRI yang
menegaskan tujuannya untuk membangun dual economy system dengan target
telah efektif pada tahun 2020, adalah dua fakta pasti dari realisasi tujuan
gradual tersebut. Lalu, menga-pa interfaith dialogue dan co-existence
antara perekonomian kapitalisme dengan perekonomian Islami, dikatakan sebagai
dua senjata ampuh untuk menghancurkan Islam?
Pluralisme adalah konsepsi utama yang dijadikan landasan
penyelenggaraan interfaith dialogue, karena ide tersebut memastikan
bahwa semua agama sama saja yakni sama-sama benar dan sama-sama harus
bermanfaat bagi kemanusiaan. Aturan main tersebut menjadikan semua agama tidak
boleh meng-klaim dirinya sebagai paling benar atas agama lainnya, atau semua
agama tidak boleh memposisikan atau menuduh agama lain sebagai salah dan harus
dihilangkan. Lalu dipercayai aturan main ini akan menghilangkan atau paling
tidak mereduksi bahaya potensial yang sangat besar dan mengancam kema-nusiaan
dari keberadaan agama itu sendiri, yakni konflik antar umat beragama. Agama
manakah yang paling dibidik atau bahkan jadi target satu-satunya dari bidikan
senjata ampuh interfaith dialogue?
Kepastiannya adalah Islam yang menjadi target satu-satunya dari
bidikan senjata ampuh, karena mereka sangat tahu bahwa hanya Islam yang
memiliki realitas hitam-putih berkenaan dengan seluruh pandangan dan
pemikirannya terhadap kehidupan manusia di dunia. Mereka sangat tahu bahwa
Islam sajalah yang sejak awal keberadaannya di dunia menyatakan diri sebagai
satu-satunya yang benar dan diakui oleh Allah SWT sekaligus memposisikan semua
agama di luar dirinya sebagai salah dan wajib ditinggalkan oleh manusia. Mereka
juga sangat tahu bahwa hanya Islam yang menyatakan tantangan terbuka kepada
seluruh manusia untuk membuktikan kebenaran dirinya berasal dari Allah SWT dan
sama sekali bukan buatan Muhammad. Mereka pun mendapati Islam jugalah yang
secara abadi me-nempatkan kaum kufar harbiyah sebagai objek metode jihad ketika
umat Islam merealisir kewajiban-nya menyebarluaskan Islam ke seluruh dunia.
Lalu di atas semua itu, mereka sangat tahu bahwa hanya dalam Islam adanya
konsepsi pasti dan rinci tentang negara yakni Khilafah dan realitas tersebut
sangat mereka rasakan dalam pengalaman kehidupan selama lebih dari 13 abad,
yakni sejak abad ke-6 M hingga awal abad ke-20 M.
Dengan demikian, kedua senjata ampuh tersebut
akan selalu mereka (Dunia Barat) pergunakan untuk semakin melumpuhkan dan
menghancurkan Islam, karena selain tidak terlalu berisiko juga yang pasti
adalah sangat mudah dan murah dalam implementasinya di lapangan kehidupan.
Tujuan akhir da-ri penggunaan keduanya adalah memisahkan umat Islam dari
kekuatan rahasianya yakni sikap mengi-katkan diri mereka (تَقَيُّدُهُمْ)
kepada Islam. Hal itu karena, mereka hapal betul bahwa yang menjadi pe-nyebab
Khilafah mampu bertahan selama lebih dari 13 abad dalam kehidupan dunia adalah
sikap kon-sisten umat Islam untuk selalu menjadikan Islam sebagai satu-satunya
asas pemikiran mereka sekaligus mengikatkan diri mereka secara utuh kepada
syariah Islamiyah. Oleh karena itulah mereka akan selalu berusaha dengan segala
cara untuk memisahkan umat Islam dari Islam. Inilah yang telah diperingatkan
dengan pasti oleh Allah SWT tentang sikap kaum kufar terhadap umat Islam :
وَلَا
يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ
اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ
فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(البقرة : 217)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (آل عمران : 100)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (آل عمران : 149)
Umat Islam
di antara dua pernyataan Rasulullah saw
Ketika Rasulullah
saw menyatakan :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ
فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ
الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا
عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا
الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (رواه مسلم)
maka pernyataan beliau tersebut menjadi dalil tentang kewajiban
umat Islam untuk terus menerus tanpa henti memerangi kaum kufar (antara lain
Yahudi) hingga mereka tidak ada lagi atau tidak berperan lagi dalam
mengendalikan kehidupan dunia : لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ. Kewajiban abadi ini
juga ditunjukkan oleh pernyataan Nabi Muhammad saw lainnya seperti :
لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا قُوتِلَ الْكُفَّارُ (رواه النسائي)
لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا قُوتِلَ الْعَدُوُّ (رواه احمد)
Selama dalam
realitas kehidupan dunia masih ada satu atau lebih wilayah bumi yang masih
berada da-lam kendali kaum kufar harbiyah (ditunjukkan oleh pernyataan مَا قُوتِلَ الْكُفَّارُ dan مَا قُوتِلَ الْعَدُوُّ), maka se-lama itu pula
aktivitas hijrah tetap wajib dilakukan oleh umat Islam dari negeri tersebut
(negara kufur) menuju Negara Islam.
Kewajiban
tersebut dapat dengan sangat mudah dilaksanakan selama umat Islam selalu berada
dalam wadah Khilafah yang berjalan sesuai dengan ketentuan Nubuwwah : خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. Arti-nya, eksistensi خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ tersebut menjadi jaminan pasti bagi umat
Islam untuk selalu memili-ki kewibawaan (اَلْهَيْبَةُ), kedigjayaan (اَلْعِزَّةُ)
dan kekuatan (اَلْمَنْعَةُ), sehingga otomatis muncul
rasa takut dan gentar (الرُّعْبَ)
pada diri seluruh kaum kufar walau mereka belum berhadapan langsung dengan umat
Is-lam. Inilah yang telah berlaku atas Nabi Muhammad saw : نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ
مَسِيرَةَ شَهْرٍ (رواه البخاري) dan itu tidak berhenti pada diri beliau
melainkan tetap diberlakukan oleh Allah SWT pada umat Islam selama mereka
mengikatkan diri dengan Islam seperti yang dilakukan oleh para sahabat terutama
sepanjang masa Khulafa Rasyidun. Allah SWT menyatakan :
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا
أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ
وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ (آل عمران :151)
إِذْ
يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ
ءَامَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ
الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (الأنفال : 12)
Ketika Rasulullah
saw menyatakan :
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى
الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ
قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ
السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ
مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
(رواه ابو داود)
maka sikap umat
Islam yang حُبُّ
الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ adalah haram dilakukan, sebab sikap itu akan
men-jadikan kaum kufar secara gradual berbalik arah yakni dari sangat takut
kepada umat Islam menjadi sa-ngat berani alias hilang rasa takut mereka
tersebut : وَلَيَنْزَعَنَّ
اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ. Mengapa de-mikian? Hal itu karena ketika
umat Islam telah dengan sengaja melekatkan الْوَهْنُ
pada pemikiran dan si-kap mereka, maka kaum kufar segera menyadari bahwa telah
tidak ada lagi perbedaan antara mereka dengan umat Islam, yakni
sama-sama حُبُّ
الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. Akibatnya kaum kufar tidak lagi berada
dalam posisi takut dan gentar (الْمَهَابَةُ اَيِ الْخَوْفُ وَالرُّعْبُ) terhadap umat Islam melainkan menjadi
sangat berani karena telah sama-sama berada dalam satu realitas yakni menyalahi
ketentuan Allah SWT. Se-baliknya saat itu, umat Islam justru terpuruk dalam
ketakutan terhadap kaum kufar akibat mereka telah kehilangan kewibawaan (اَلْهَيْبَةُ), kedigjayaan (اَلْعِزَّةُ) dan kekuatan (اَلْمَنْعَةُ) bersamaan dengan
hilangnya Khilafah Islamiyah akibat mereka telah menanggalkan keterikatannya
kepada Islam.
Lalu, di manakah posisi umat Islam saat ini
di antara dua pernyataan Rasulullah saw tersebut, yakni apakah masih berada
dalam cakupan : لَا
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ, ataukah justru telah
se-cara pasti berada dalam cakupan : حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ?
Realitas umat
Islam mutakhir yang secara sadar merelakan diri mereka menjadi pijakan sistema
kufur demokrasi maupun kapitalisme sekularistik, merupakan dalil yang pasti
bahwa mereka telah la-ma (hampir satu abad) berada dalam realitas : حُبُّ الدُّنْيَا
وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ.
Bahkan setiap saat seiring dengan pergantian waktu, mereka selalu menegaskan
kerelaan tersebut dengan berbagai cara antara lain keikut-sertaan mereka secara
utuh maupun sebagian dalam lembaga trias politica : legislatif, eksekutif dan
yu-dikatif. Selain itu, kiprah dan peran serta aktif maupun pasif mereka dalam
MES, CIBAFI, Asbisindo dan NGO lainnya, maupun OKI, CDCC (Center for
Dialogue and Cooperation among Civilization), Kepemimpinan Rakyat Islam Sedunia (KRIS) atau World
Islamic People’s Leadership dan sebagainya, seluruhnya memastikan bahwa
mereka telah lama dengan sangat sadar dan sengaja melepaskan dan la-lu
menjauhkan diri dari realitas لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ. Akibatnya dapat
dipastikan dan itu berlaku otomatis bahwa realitas kehidupan mereka saat ini
adalah حُبُّ الدُّنْيَا
وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. Padahal Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا
لِإِخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي الْأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَوْ كَانُوا
عِنْدَنَا مَا مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا لِيَجْعَلَ اللَّهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي
قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(آل عمران : 156)
No comments:
Post a Comment