Tuesday, February 12, 2013

UMAT ISLAM : SEMAKIN MENGHINA ALLAH SWT!



Realitas penghinaan kepada Allah SWT : semakin canggih!
Menanggapi kemenangan salah seorang kadernya (Ahmad Heryawan) dalam PILKADA gubernur Jawa Barat, Presiden PKS Dr. Tifatul Sembiring sepontan berujar : itu adalah pertolongan dari Allah SWT sebab Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu sendiri merubah keadaan-nya oleh diri mereka sendiri.
Hari Ahad tanggal 4 Mei 2008 dalam perhelatan Milad PKS yang ke-10, Presiden PKS dalam orasinya yang berapi-api di antaranya menyatakan : marilah kita bangkit dari keterpurukan, bangkit dari kemiskinan, bangkit dari keterbelakangan ……!
Yusuf Burhanudin (alumnus Universitas Al-Azhar Mesir) dalam tulisannya dengan judul “Dilema Dialog Antaragama” menyatakan : dialog antaragama memiliki nilai penting terutama dalam mencip-takan kerukunan hidup antarumat beragama. Terlebih lagi, konflik dengan wajah agama sering terja-di. Di Asia Tenggara, misalnya, konflik terjadi antara Islam dan Budha di Myanmar dan Thailand, Katolik dan Islam di Filipina, juga Islam dan Kristen di Tanah Air. Dialog antaragama merupakan rukun sosial dalam disket keberagamaan mutakhir. Ia perwujudan tulus dari sikap toleran terhadap keyakinan lain dan penghargaan secara sadar akan keragaman. Hanya saja, dialog mesti berlangsung penuh kesetaraan. Tanpa kesetaraan, dialog tidak berlangsung jujur. Dalam fenomena radikalisme, misalnya, kenapa yang ramai dibicarakan adalah agenda pembaruan Islam dan bukan agama lain? Seolah umat Islam yang banyak keliru memahami ajaran agama dan bukan yang lain.
Dr. Irwan Prayitno (Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS) dalam tulisannya dengan judul “Revitalisasi Pendidikan Pesantren” menyatakan : dalam kondisi bangsa saat ini krisis moral, pesan-tren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral harus men-jadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit reformasi gerakan moral bangsa. Dengan begitu pemba-ngunan tidak menjadi hampa dan kering dari nilai-nilai kemanusiaan. Eksistensi pesantren sebagai motor penggerak pendidikan keagamaan mendapat legitimasi yang kuat dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 30 menjelaskan, pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Sudah saatnya kita lebih memperhatikan dunia pendidikan pesantren. Pesantren harus ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Demikianlah beragam bentuk penghinaan kepada Allah SWT yang dilakukan oleh sebagian umat Islam dan aksi penghinaan tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut :
1.      Allah SWT telah memberikan pertolongan kepada umat Islam yang ikut berkiprah langsung untuk meraih kedudukan dalam struktur pemerintahan berbasis demokrasi : gubernur provinsi.
2.      keberhasilan atau kemenangan umat Islam dalam proses pemilihan salah satu struktur pemerintahan berbasis demokrasi (PILKADA gubernur) adalah bentuk implementasi riil dari perintah Allah SWT dalam ayat : إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
3.      Allah SWT akan melepaskan umat Islam dari keterpurukan, kemiskinan, keterbelakangan dan seba-gainya melalui demokrasi
4.      Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menjadikan konsep pluralisme sebagai asas dalam hidup berdampingan secara rukun dan damai dengan pemeluk agama lain
5.      Allah SWT telah menetapkan bahwa penyelenggaraan pendidikan agama Islam (pesantren) harus menjadi bagian dari sistem pendidikan berbasis demokrasi (sisdiknas di Indonesia)

Gagasan sadis dan brutal tersebut wajib dibahas tuntas supaya dapat diungkap secara gamblang semua kekeliruan yang melekat erat pada gagasan-gagasan itu, lagipula ada tuntutan dari arena kehidupan sendiri yang menunjukkan bahwa sebagian sangat besar umat Islam benar-benar tidak pernah meng-anggap gagasan-gagasan seperti itu sebagai persoalan alias wajib dipertanyakan keabsahannya.


Pertolongan Allah SWT : apakah itu dan bagaimana meraihnya?
Pertolongan atau bantuan atau aids atau اَلنَّصْرُ atau اَلنُّصْرَةُ adalah :

اَلْمُسَاعَدَةُ الْمُعَيَّنَةُ مِنْ اَيِّ شَخْصٍ اِلَى اَيِّ شَخْصٍ آخَرَ الَّذِيْ يَحْتَاجُ اِلَيْهَا بِاَيَّةِ وَسِيْلَةٍ مِنَ الْوَسَائِلِ الَّتِيْ تَكُوْنُ بِيَدِهِ اَوْ اَمَامَهُ


“bantuan tertentu dari seseorang kepada seseorang yang lain yang membutuhkannya dengan meng-gunakan wasilah apa pun yang dimilikinya atau yang ada di hadapannya”.

Inilah yang ditunjukkan oleh kisah Nabi Musa as saat beliau tiba di Negeri Madyan :
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (القصص : 24-23)

1.      Nabi Musa as mendapati sekelompok manusia tengah berebut mengambil air minum untuk ternak mereka dan ada dua orang wanita di antara mereka yang tidak mampu mengambil air minum kare-na terhalang (تَذُودَانِ) oleh banyaknya manusia di sumber air tersebut
2.      Menyaksikan hal itu, Nabi Musa as bertanya kepada dua orang wanita tersebut : مَا خَطْبُكُمَا dan sete-lah mendengar dengan pasti keadaannya maka Nabi Musa pun mengambilkan air minum bagi kedua wanita tersebut dari sumber mata air lainnya

Lalu, apakah itu pertolongan Allah SWT dan bagaimana meraihnya : مَا هُوَ نَصْرُ اللهِ وَكَيْفَ نَنَالُهُ؟ Per-tolongan Allah SWT (نَصْرُ اللهِ) realitasnya adalah sebagai berikut :
1.      diberikan secara pasti kepada para Nabi dan Rasul termasuk kepada Rasulullah saw ketika mereka menghadapi saat kritis (kendala fisik, ideologis maupun opini dari kaum kufar) dalam melaksana-kan تَبْلِيْغُ الرِّسَالَةِ di tengah-tengah manusia. Inilah yang ditunjukkan oleh sejumlah dalil yang dianta-ranya adalah :
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (البقرة : 214)

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (آل عمران : 123)

إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (آل عمران :160)

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (التوبة : 25)

وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ (الأنبياء : 77)

وَنَصَرْنَاهُمْ فَكَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ (الصافات : 116)

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (الأنعام : 34)

حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ (يوسف : 110)

وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (الأنفال : 26)

وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ (الأنفال : 62)
2.      diberikan kepada siapa pun yang selalu melaksanakan kewajibannya untuk mengemban dan menyebarluaskan risalah Allah SWT kepada seluruh manusia. Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (محمد : 7)

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (غافر : 51)

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (الحج : 40)

3.      tidak akan pernah diberikan kepada kaum kufar atau siapa saja yang menjadi antek mereka maupun sama-sama mengusung sistema kekufurannya bersama mereka. Allah SWT menyatakan :
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ أُولَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (آل عمران : 22-21)

فَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَأُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (آل عمران : 56)

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (آل عمران : 91)

إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (النحل : 37)

وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْصَارًا (نوح : 25-24)

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (البقرة : 120)

Realitas pertolongan Allah SWT tersebut memastikan bahwa untuk meraihnya wajib memenuhi bebe-rapa keadaan sebagai berikut :
1.      kaum muslim wajib terlebih dahulu memenuhi semua ketentuan yang dituntut oleh Islam yang ditunjukkan oleh semua dalil : Al-Quran dan As-Sunnah. Hal itu karena pernyataan “Allah SWT yang akan memberikan pertolongan” ternyata merupakan qarinah yang menunjukkan bahwa tuntu-tan (اَلطَّلَبُ) untuk melakukan perbuatan yang dimaksudkan oleh dalil itu sendiri adalah pasti (جَازِماً). Contoh : pernyataan Allah SWT pada surat Muhammad ayat 7, maka bagian يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ adalah qarinah pujian (اَلْقَرِيْنَةُ الْمَدْحِيَّةُ) yang ditujukan kepada kaum muslim yang melakukan perintah إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ, sehingga perintah tersebut adalah wajib alias tuntutan yang pasti (طَلَباً جَازِماً لِلْفِعْلِ). Arti-nya ketika kaum muslim melaksanakan kewajiban mereka (اَلسَّبَبُ) untuk يَنْصُرُوْنَ اللهَ maka dapat di-pastikan (اَلْعَاقِبَةُ) Allah SWT akan memberikan نَصْرُهُ.  Hubungan “sebab” dan “akibat” inilah yang te-lah direalisir sempurna oleh para Nabi dan Rasul termasuk Nabi Muhammad saw, sehingga mereka benar-benar telah diberi pertolongan oleh Allah. Allah SWT menyatakan :
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (غافر : 51)

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (الحج : 40)

وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا (الفتح : 3)
Pernyataan Allah SWT dalam surat Al-Hajj ayat 40 menunjukkan dengan pasti bahwa tidak hanya para Nabi dan Rasul yang diwajibkan untuk melaksanakan hubungan “sebab” dan “akibat” tersebut melainkan siapa pun dan dari kalangan umat mana pun termasuk umat Islam. Lalu, surat Al-Baqarah ayat 214 tidak hanya menunjukkan tentang keadaan Nabi Muhammad saw dan umat Islam generasi pertama yang telah dengan sempurna melakukan hubungan “sebab” dan “akibat” tersebut, tapi juga memberikan penjelasan yang pasti tentang realitas bagaimana melakukan يَنْصُرُ اللهَ, yakni dengan cara melaksanakan (تَنْفِيْذٌ) dan memberlakukan (تَطْبِيْقٌ) semua ketentuan Allah SWT dalam Islam serta pada saat yang sama (فِيْ وَقْتٍ وَاحِدٍ) menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Sekali lagi, inilah realitas pasti dari tata cara melakukan kewajiban untuk نَنْصُرُ اللهَ.
2.      karena realitas يَنْصُرُ اللهَ adalah طَاعَةُ اللهِ alias تَقْوَى اللهِ maka berlakulah hubungan “sebab” dan “akibat” seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (الطلاق : 2)

bagian ayat يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا merupakan “akibat” dari adanya sikap seorang muslim yang memenuhi tuntutan bagian ayat وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ, sehingga sikap تَقْوَى اللهِ merupakan “sebab” pasti yang akan meng-antarkan seorang muslim kepada pertolongan Allah SWT yang berbentuk مَخْرَجًا. Lebih dari itu, ayat juga menunjukkan secara gamblang bahwa realitas مَخْرَجًا yang pasti diraih bila kaum muslim bersi-kap taqwa tiada lain adalah Islam itu sendiri, sehingga hubungan “sebab” dan “akibat” tersebut semakin memastikan bahwa yang dituntut oleh dalil adalah umat Islam wajib taqwa kepada Allah SWT. Apabila seluruh umat Islam melaksanakan kewajiban tersebut dengan sempurna maka secara pasti dan otomatis نَصْرُ اللهِ yang berupa مَخْرَجًا (Islam) akan dapat mereka raih.

3.      karena Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)

yang merupakan tuntutan pasti alias wajib bagi seluruh umat Islam untuk menjadikan kehidupan mereka sepenuhnya berbasis Islam saja tanpa sedikitpun dicampuri atau disertai dengan sistema di luar Islam (kekufuran), lalu bila tuntutan ini dilaksanakan sempurna oleh mereka maka otomatis dan pasti نَصْرُ اللهِ akan menghampiri mereka. Sebaliknya, bila mereka : (a) sama sekali tidak menja-dikan Islam sebagai asas kehidupan mereka alias seluruh perjalanan kehidupan mereka berbasis kekufuran atau (b) menjadikan Islam dan kekufuran secara bersamaan sebagai asas kehidupan mereka, maka otomatis dan pasti نَصْرُ اللهِ tidak akan pernah datang kepada mereka. Inilah yang di-maksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ (المؤمنون : 71)

realitas الْحَقُّ adalah Islam dan realitas أَهْوَاءَهُمْ adalah kepentingan naluriah manusia yang diejawan-tahkan dalam bentuk sistema kufur buatan tangan mereka sendiri. Sehingga bila peraturan Islam di-berlakukan secara berdampingan dengan kekufuran : وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ maka kehidupan kemanu-siaan akan hancur alias binasa : لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ. Bagian ayat tersebut sekaligus meru-pakan celaan (اَلذَّمُّ) yang memastikan bahwa menjadikan Islam dan kekufuran secara bersamaan se-bagai asas kehidupan adalah diharamkan oleh Allah SWT.

Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa saat ini نَصْرُ اللهِ tidak akan pernah diberikan oleh Allah SWT kepada umat Islam di negeri mana pun di seluruh dunia, sebab mereka telah membiarkan dirinya rela dan bersedia menyelenggarakan kehidupan di dunia dengan asas kekufuran baik secara penuh maupun dengan cara dihiasi di sana sini oleh beberapa bagian dari Islam. Allah SWT menyatakan :
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ (الزمر : 7)


Upaya memahami ayat : إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (الرعد : 11)
Lafadz مَا dalam ayat tersebut adalah اَلْفَاظٌ عَامَّةٌ dan karena dilekatkan (مَتَعَلَّقَةٌ) dengan bagian ayat  بِقَوْمٍ maka makna dari bagian ayat مَا بِقَوْمٍ adalah :

كُلُّ حَالٍ مِنْ اَحْوَالِ قَوْمٍ اِمَّا كَوْنُ حَيَاتِهِمْ وَاِمَّا كَوْنُ الأَنْظِمَةِ الَّتِيْ تَكُوْنُ مُطَبَّقَةً عَلَيْهِمْ


“segala keadaan suatu kaum baik itu pola kehidupan mereka maupun sistema yang diberlakukan kepada mereka”

Inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Hudzaifah bin Al-Yaman saat berdialog dengan Rasulullah saw :
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ (رواه البخاري)

1.      bagian : كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي, merupakan pemikiran Hudzaifah yang mempertelakan bahwa Hudzaifah sebagai bagian dari kaum-nya saat itu (Bangsa Arab) benar-benar mengindera realitas kehidupannya sehingga aqal dia mene-tapkan keputusan untuk melakukan antisipasi terhadap realitas kehidupan yang akan datang alias berusaha keras memikirkan rencana yang benar dan tepat supaya perjalanan kehidupan tetap berada dalam ruang lingkup الْخَيْرِ sekaligus terhindar dari ancaman pola kehidupan الشَّرِّ : مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي. Walau bentuk pernyataan Hudzaifah seolah hanya merujuk kepada dirinya sendiri : مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي, namun karena dia adalah bagian tak terpisahkan dari kaumnya maka dapat dipastikan bahwa pemi-kiran antisipatif tersebut ditujukan bagi sistema kehidupan mereka bukan semata bagi orang per orang dan hal ini dipastikan oleh ucapan : كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ yang menunjukkan bahwa Hudzaifah benar-benar menempatkan dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari kaumnya. Pemikiran antisipatif Hudzaifah itu sekaligus juga sebagai bentuk upaya penyadaran dari dirinya bagi seluruh manusia yang ada saat itu bahwa : (a) bila kehidupan berbasis الْخَيْرِ yang tengah mereka jalani tidak dipertahankan maka tidak ada jaminan apa pun akan dapat terus ber-langsung demikian dan (b) bila kehidupan berbasis الشَّرِّ tidak dipahami realitasnya maka tidak ada jaminan apa pun bagi mereka untuk dapat menghindarinya bahkan sangat mungkin justru sebalik-nya secara tidak disadari telah diberlakukan oleh mereka : وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي.
2.      pernyataan Hudzaifah : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ menunjukkan beberapa hal yakni : (a) sebuah kesadaran yang pasti bahwa sistema kehidupan yang telah mereka jalani sepan-jang Islam belum datang kepada mereka adalah kehidupan yang sama sekali tidak sesuai bahkan tidak layak bagi kemanusiaan : إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ, (b) ketika Allah SWT mendatangkan Islam sei-ring dengan diangkatnya salah seorang dari mereka sendiri (Muhammad bin Abdillah) sebagai Rasul terakhir, maka hal itu tidak secara otomatis merubah kehidupan mereka begitu saja melain-kan perubahan itu baru terjadi setelah ada keputusan mereka sendiri untuk menjadikan Islam seba-gai pengganti sepenuhnya bagi sistema جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ yang selama ini mereka berlakukan dalam kehidu-pannya dan (c) sebentuk kesadaran antisipatif untuk selalu mempertahankan kehidupan berbasis الْخَيْرِ yang tengah mereka jalani sebab mereka sangat memahami bahwa pergantian maupun peruba-han antara الْخَيْرِ dan الشَّرِّ adalah bukan bagian dari taqdir Allah SWT melainkan sepenuhnya bertum-pu kepada keputusan aqal mereka sendiri dan ini ditunjukkan oleh bagian hadits : مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي atau oleh adanya pertanyaan tentang الْخَيْرِ dan الشَّرِّ secara bergantian atau oleh permintaan Hudzai-fah kepada Rasul saw : صِفْهُمْ لَنَا saat Rasul menyatakan : دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا.
3.      bagian hadits :
فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

memastikan dua hal yaitu : (a) ketetapan dari Allah SWT dan Rasulullah saw kepada umat Islam (mulai yang ada saat itu hingga tibanya اَلسَّاعَةُ) untuk selalu mempertahankan مَا بِهِمْ yang tengah ber-laku atas mereka atau yang tengah mereka jalani yakni pola kehidupan yang sepenuhnya berbasis Islam saja dan (b) adanya tingkat berpikir yang sangat tinggi dari umat Islam saat itu dan ini terung-kap dari keputusan aqal mereka yang berusaha keras-serius untuk memahami baik itu realitas kehi-dupan di luar Islam (yang salah satu bentuknya telah mereka jalani : إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ) maupun rincian realitas kehidupan yang ditetapkan dalam Islam, seluruhnya diarahkan demi agar dapat me-laksanakan dengan sempurna kewajiban mereka untuk terus dapat menyelenggarakan kehidupan dengan Islam sebagai satu-satunya asas. Keseriusan umat Islam generasi pertama tersebut semakin menguat ketika mereka mendengarkan ultimatum dari Rasulullah saw  yakni :

فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

yang merupakan jawaban ketika beliau ditanya : فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ. Ultimatum tersebut memberikan pemahaman yang pasti bagi mereka bahwa sistema kehidupan apa pun di luar Islam adalah haram diberlakukan oleh mereka serta sama sekali tidak layak digunakan untuk menjalankan kehidupan di dunia.
Oleh karena itu, pemahaman yang benar (sesuai dengan مَدْلُوْلُ الأَفْكَارِ dari ayat itu sendiri maupun dari طِرَازُ الْعَيْشِ alias pola kehidupan pada masa Rasulullah saw yang terungkap dalam hadits Hudzaifah) terhadap ayat : إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ adalah :
1.      ayat tersebut merupakan dalil yang mewajibkan umat Islam untuk merubah secara mendasar dan radikal kehidupan mereka yang berjalan dengan asas kekufuran (مَا بِقَوْمٍ) oleh sistema kehidupan ber-basis Islam yang telah ada dalam genggaman tangan mereka sendiri : مَا بِأَنْفُسِهِمْ.
2.      upaya untuk merubah مَا بِقَوْمٍ tersebut wajib diawali dengan memahami : (a) pola kehidupan berbasis kekufuran dan (b) pola kehidupan berbasis Islam sesuai dengan faktanya masing-masing alias apa adanya. Kemudian wajib merumuskan konsep tentang (a) bagaimana mempertahankan pola kehidu-pan berbasis Islami dan (b) bagaimana menghindari ancaman destruktif pola kehidupan berasas kekufuran terhadap kehidupan Islami. Dengan kata lain, langkah awal untuk melakukan perubahan  مَا بِقَوْمٍ adalah meningkatkan taraf pemikiran kaum muslim (اِرْتِفَاعُ فِكْرِ الْمُسْلِمِيْنَ) yakni dengan cara mengganti kaidah pemikiran mereka (قَاعِدَتُهُمُ الْفِكْرِيَّةُ) dari yang berbasis kekufuran (sekularisme) menjadi seluruhnya berasas Islam saja.

Jadi, klaim sebagian umat Islam bahwa keberhasilan mereka menduduki jabatan tertentu dari bagian struktur pemerintahan atau negara berbasis demokrasi (misal di NKRI, baik pada lembaga eksekutif maupun legislatif) sebagai bentuk riil upaya merubah keadaan umat Islam yang terpuruk, tertinggal, tertindas, terbelakang, miskin, bodoh dan seterusnya sesuai dengan pernyataan Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du tersebut, adalah :
1.      justru berupa bukti pasti tentang betapa rendahnya taraf pemikiran umat Islam (jika pun masih dianggap berpikir) atau bahkan hal itu memastikan bahwa umat Islam sama sekali tidak mampu menggunakan aqal mereka untuk berpikir dengan benar. Hal itu karena sikap mereka (yang merupakan manifestasi dari keputusan aqal) justru menunjukkan bahwa mereka telah menempatkan ketentuan Islam sebagai جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ sedangkan kekufuran (demokrasi dan kapitalisme berbasis seku-larisme) sebagai خَيْرًا.
2.      aksi penghinaan yang sangat keji kepada Allah SWT, sebab mereka telah menuding Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk menjalankan kehidupan mereka di dunia dengan asas kekufu-ran dan sama sekali bukan dengan asas Islam.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (الصف : 7)


Mengapa para shahabat utama (كِبَارُ الصَّحَابَةِ) menolak perjanjian Hudaibiyah?
Kegelisahan para shahabat utama sehubungan dengan isi Perjanjian Hudaibiyah hingga hampir saja mereka menentang dan menolak keputusan Rasulullah saw yang menyetujui seluruh isi perjanjian tersebut, adalah berkenaan dengan :
1.      utusan dari pihak Quraisy : Suhail bin ‘Amrin salah seorang dari Bani ‘Amir bin Luayyin, yang menolak semua bentuk format isi perjanjian yang diajukan oleh Rasulullah saw yakni : (a) penolakan dia terhadap penulisan lafadz بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ dengan alasan bahwa dia tidak menge-nal lafadz tersebut, lalu dia minta agar Rasul saw menggantinya dengan lafadz بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ dan (b) penolakan dia terhadap pencantuman مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ dan minta agar Rasul saw menggantinya de-ngan مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
2.      adanya beberapa klausul perjanjian yang dianggap justru menguntungkan pihak Quraisy dan sangat merugikan kaum muslim, di antaranya adalah : (a) siapa saja yang mendatangi Rasulullah saw dari pihak Quraisy tanpa ijin dari walinya, maka beliau saw wajib mengembalikan orang tersebut kepada Quraisy dan (b) siapa saja yang mendatangi pihak Quraisy dari shahabat Rasulullah saw maka pihak Quraisy tidak wajib mengembalikannya kepada beliau saw.

Kegelisahan para shahabat besar tersebut sangat jelas terungkap dalam ucapan Umar Bin Khaththab saat berdialog dengan Abu Bakar :
يَا أَبَا بَكْرٍ أَوَلَيْسَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا

Lalu diulanginya lagi saat berhadapan dengan Rasulullah saw :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا

Artinya, bagi Umar dengan adanya keputusan Rasulullah saw untuk menyetujui seluruh format dan isi Perjanjian Hudaibiyah menunjukkan :
1.      telah terjadi perubahan peta realitas atas tiga pihak yakni : (a) Muhammad tidak lagi sebagai Rasulullah saw atau (b) mereka (para shahabat) tidak lagi dianggap sebagai kaum muslim atau (c) pihak Quraisy tidak lagi dianggap sebagai kaum musyrik
2.      bahwa seluruh umat Islam saat itu termasuk Rasulullah saw sendiri telah menimpakan kehinaan kepada Islam

saat Rasulullah saw mendengar pertanyaan kegelisahan Umar tersebut, maka beliau saw menjawab singkat dengan ucapan : بَلَى yang menegaskan bahwa tidak ada perubahan realitas apa pun atas kaum muslim maupun pihak Quraisy. Artinya para shahabat masih sebagai kaum muslim dan pihak Quraisy masih tetap seperti semula yakni sebagai kaum musyrik. Lalu, saat beliau saw mendengar kesimpulan Umar : فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا, maka beliau saw memastikan bahwa :
أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ لَنْ أُخَالِفَ أَمْرَهُ

ketika Umar mendengar kepastian dari ucapan Rasul saw tersebut maka tersadarlah dia bahwa perkara yang paling mendasar dari sosok Muhammad yang sempat menjadi keraguan dirinya ternyata masih tetap seperti semula, yakni Muhammadun Rasuulullaahi wa ‘abduhu. Umar menyadari dirinya telah melakukan proses berpikir yang salah terhadap realitas Perjanjian Hudaibiyah dan itu disebabkan oleh keterbatasan informasi yang dimilikinya tentang perjanjian tersebut bila dibandingkan dengan Rasul saw sendiri yang ternyata memutuskan untuk menyetujui seluruh bentuk maupun isi perjanjian itu berdasarkan wahyu dari Allah SWT sendiri.
Namun, terlepas dari kekeliruan berpikir yang terjadi pada Umar tersebut, ada satu hal yang sangat harus diperhatikan oleh umat Islam saat ini dari seluruh rangkaian yang menyertai peristiwa Perjanjian Hudaibiyah yakni : para shahabat besar (yang dipimpin Umar) telah mempersoalkan bah-kan hampir menolak keputusan Rasulullah saw untuk menyetujui seluruh bentuk maupun isi Perjanjian Hudaibiyah adalah sama sekali bukan didorong oleh atau berbasis kepada kepentingan naluriah mereka, melainkan justru mereka (dengan keterbatasannya sebagai manusia biasa dibandingkan dengan Nabi Muhammad saw) gelisah karena mendapati kenyataan bahwa Islam (sekali lagi menurut mereka) telah dihinakan dengan adanya perjanjian tersebut. Jadi, terlepas dari keterbatasan yang berujung pada kekeliruan tersebut adalah keseriusan dan kesungguhan mereka untuk selalu mempertahankan Islam sebagai satu-satunya asas dalam menyelenggarakan kehidupan dunia, merupakan perkara yang wajib diikuti oleh umat Islam saat ini. Inilah realitas para shahabat yang memang pantas memperolah keistimewaan dari Allah SWT :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة : 100)


Jalan keluar (مَخْرَجًا) : Islam ataukah demokrasi?
Jadi, jelas sekali bahwa bagi :
1.      Dr. Tifatul Sembiring yang memiliki gagasan bahwa : (a) Allah SWT telah memberikan pertolongan kepada umat Islam yang ikut berkiprah langsung untuk meraih kedudukan dalam struktur pemerintahan berbasis demokrasi : gubernur provinsi, (b) keberhasilan atau kemenangan umat Islam dalam ajang pemilihan salah satu bagian dari struktur pemerintahan berbasis demokrasi (misalnya PILKADA gubernur) adalah bentuk implementasi riil dari perintah Allah SWT dalam ayat : إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ dan (c) Allah SWT akan melepaskan umat Islam dari keterpurukan, kemiskinan, keterbelakangan dan sebagainya melalui demokrasi
2.      Yusuf Burhanudin yang meyodorkan gagasan bahwa Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menjadikan konsep pluralisme sebagai asas dalam hidup berdampingan secara rukun dan da-mai dengan pemeluk agama lain
3.      Dr. Irwan Prayitno yang memiliki kesimpulan bahwa Allah SWT telah menetapkan penyeleng-garaan pendidikan agama Islam (pesantren) harus menjadi bagian dari sistem pendidikan berbasis demokrasi (sisdiknas di Indonesia)

adalah demokrasi dipercayai sangat layak, sangat pantas dan mampu memberikan jalan keluar atau bahkan demokrasi itu sendiri adalah sebagai jalan keluar terbaik bagi semua problematika kehidupan manusia di dunia saat ini. Tegasnya bagi mereka bertiga (juga semua orang yang sejenis dengan mere-ka) : يَكُوْنُ الْمَخْرَجُ لِمَشَاكِلِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا هُوَ الدِّيْمُقْرَاطِيَّةَ. Lalu, benarkah sikap mereka tersebut ?
Tentu saja, sikap mereka tersebut adalah sangat salah baik itu secara dalil aqliy maupun dalil naqliy. Aqal manusia mana pun (termasuk mereka) mendapati dengan pasti bahwa kontribusi nyata dari sistema demokrasi yang telah diberlakukan selama hampir satu abad (84 tahun terhitung sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah atau 63 tahun terhitung sejak berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945) dalam kehidupan manusia adalah justru kebinasaan kemanusiaan (شِقَاءٌ فِيْ الإِنْسَانِيَّةِ) dan sistema kehidu-pan yang tidak layak (مَعِيشَةً ضَنْكًا). Lalu, aspek naqliy menunjukkan bahwa Islam telah mewajibkan ka-um muslim untuk menjadikan hanya Islam saja sebagai asas dalam menjalankan kehidupan dunia. Wal hasil, sikap mereka bertiga (juga orang lainnya yang sejenis) adalah bentuk riil penghinaan yang sangat keji kepada Allah SWT.



Khatimah
Ketika Al-Habab bin Al-Mundzir mengoreksi base camp yang ditetapkan oleh Rasulullah saw saat Perang Badar dengan alasan tempat tersebut tidak strategis dari aspek اَلرَّأْيُ وَالْحَرْبُ وَالْمَكِيْدَةُ, nyata sekali bahwa sikap Al-Habab tersebut sama sekali bukan dalam rangka menolak atau mengoreksi Islam untuk diganti dengan kekufuran melainkan sebaliknya hal itu dilakukan supaya pemberlakuan Islam sebagai satu-satunya asas perjalanan kehidupan tetap utuh dan sempurna. Begitu juga saat sejumlah shahabat besar yang dipimpin oleh Umar menunjukkan kegelisahan dan ketidak setujuan mereka terha-dap keputusan Rasulullah saw yang menyetujui semua bentuk maupun isi Perjanjian Hudaibiyah yang menurut mereka sangat merugikan Islam dan sangat menguntungkan kaum kufar Quraisy, ternyata si-kap itu mereka tunjukkan adalah demi kemuliaan Islam dan kejayaan umat Islam serta sama sekali bukan sebentuk ekspresi memenangkan kepentingan naluriah mereka. Demikianlah sikap para shahabat alias generasi السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ, mereka semua benar-benar telah mencurahkan seluruh pemikiran dan usia mereka لأَجْلِ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ لَيْسَ لأَجْلِ اَهْوَاءِهِمْ. Inilah bentuk riil sikap mereka yang digambarkan oleh Allah SWT :
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ (التوبة : 100)

Namun, pasca kehidupan dunia tidak lagi didasarkan kepada ideologi Islam dan telah berganti sepenuhnya dengan ideologi Kapitalisme berbasis sekularisme, maka nampak sekali bahwa pemikiran maupun sikap umat Islam dari hari ke hari semakin menunjukkan kecanggihan mereka dalam aksi menghina Allah SWT. Betapa tidak demikian, sebab mereka telah benar-benar memberlakukan kekufuran dalam perjalanan kehidupan dunia namun dengan tetap “ngotot” bahwa kekufuran yang tengah mereka berlakukan itu adalah perintah Allah SWT sendiri! Tentu saja, kekejian dan kesadisan sikap mereka itu jauh lebih brutal daripada kaum kufar sendiri walau memang realitas tersebut adalah disengaja direkayasakan oleh kaum kufar alias itulah keberhasilan kaum kufar dalam mengantarkan umat Islam sebagai yang paling menentang sekaligus memusuhi Islam. Harus diingat bahwa inilah yang selalu diupayakan dengan serius oleh kaum kufar yakni supaya umat Islam menjelma jadi komunitas yang paling gigih dalam menghancurkan ideologi Islam.

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة : 217)





























حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ يَسَارٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ قَالَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ يُرِيدُ زِيَارَةَ الْبَيْتِ لَا يُرِيدُ قِتَالًا وَسَاقَ مَعَهُ الْهَدْيَ سَبْعِينَ بَدَنَةً وَكَانَ النَّاسُ سَبْعَ مِائَةِ رَجُلٍ فَكَانَتْ كُلُّ بَدَنَةٍ عَنْ عَشَرَةٍ قَالَ وَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ بِعُسْفَانَ لَقِيَهُ بِشْرُ بْنُ سُفْيَانَ الْكَعْبِيُّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ قُرَيْشٌ قَدْ سَمِعَتْ بِمَسِيرِكَ فَخَرَجَتْ مَعَهَا الْعُوذُ الْمَطَافِيلُ قَدْ لَبِسُوا جُلُودَ النُّمُورِ يُعَاهِدُونَ اللَّهَ أَنْ لَا تَدْخُلَهَا عَلَيْهِمْ عَنْوَةً أَبَدًا وَهَذَا خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ فِي خَيْلِهِمْ قَدِمُوا إِلَى كُرَاعِ الْغَمِيمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا وَيْحَ قُرَيْشٍ لَقَدْ أَكَلَتْهُمْ الْحَرْبُ مَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ خَلَّوْا بَيْنِي وَبَيْنَ سَائِرِ النَّاسِ فَإِنْ أَصَابُونِي كَانَ الَّذِي أَرَادُوا وَإِنْ أَظْهَرَنِي اللَّهُ عَلَيْهِمْ دَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ وَهُمْ وَافِرُونَ وَإِنْ لَمْ يَفْعَلُوا قَاتَلُوا وَبِهِمْ قُوَّةٌ فَمَاذَا تَظُنُّ قُرَيْشٌ وَاللَّهِ إِنِّي لَا أَزَالُ أُجَاهِدُهُمْ عَلَى الَّذِي بَعَثَنِي اللَّهُ لَهُ حَتَّى يُظْهِرَهُ اللَّهُ لَهُ أَوْ تَنْفَرِدَ هَذِهِ السَّالِفَةُ ثُمَّ أَمَرَ النَّاسَ فَسَلَكُوا ذَاتَ الْيَمِينِ بَيْنَ ظَهْرَيْ الْحَمْضِ عَلَى طَرِيقٍ تُخْرِجُهُ عَلَى ثَنِيَّةِ الْمِرَارِ وَالْحُدَيْبِيَةِ مِنْ أَسْفَلِ مَكَّةَ قَالَ فَسَلَكَ بِالْجَيْشِ تِلْكَ الطَّرِيقَ فَلَمَّا رَأَتْ خَيْلُ قُرَيْشٍ قَتَرَةَ الْجَيْشِ قَدْ خَالَفُوا عَنْ طَرِيقِهِمْ نَكَصُوا رَاجِعِينَ إِلَى قُرَيْشٍ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا سَلَكَ ثَنِيَّةَ الْمِرَارِ بَرَكَتْ نَاقَتُهُ فَقَالَ النَّاسُ خَلَأَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا خَلَأَتْ وَمَا هُوَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيلِ عَنْ مَكَّةَ وَاللَّهِ لَا تَدْعُونِي قُرَيْشٌ الْيَوْمَ إِلَى خُطَّةٍ يَسْأَلُونِي فِيهَا صِلَةَ الرَّحِمِ إِلَّا أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا ثُمَّ قَالَ لِلنَّاسِ انْزِلُوا فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا بِالْوَادِي مِنْ مَاءٍ يَنْزِلُ عَلَيْهِ النَّاسُ فَأَخْرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ فَأَعْطَاهُ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِهِ فَنَزَلَ فِي قَلِيبٍ مِنْ تِلْكَ الْقُلُبِ فَغَرَزَهُ فِيهِ فَجَاشَ الْمَاءُ بِالرَّوَاءِ حَتَّى ضَرَبَ النَّاسُ عَنْهُ بِعَطَنٍ فَلَمَّا اطْمَأَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بُدَيْلُ بْنُ وَرْقَاءَ فِي رِجَالٍ مِنْ خُزَاعَةَ فَقَالَ لَهُمْ كَقَوْلِهِ لِبُشَيْرِ بْنِ سُفْيَانَ فَرَجَعُوا إِلَى قُرَيْشٍ فَقَالُوا يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ إِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَإِنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَأْتِ لِقِتَالٍ إِنَّمَا جَاءَ زَائِرًا لِهَذَا الْبَيْتِ مُعَظِّمًا لَحَقِّهِ فَاتَّهَمُوهُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ إِسْحَاقَ قَالَ الزُّهْرِيُّ وَكَانَتْ خُزَاعَةُ فِي غَيْبَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْلِمُهَا وَمُشْرِكُهَا لَا يُخْفُونَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا كَانَ بِمَكَّةَ قَالُوا وَإِنْ كَانَ إِنَّمَا جَاءَ لِذَلِكَ فَلَا وَاللَّهِ لَا يَدْخُلُهَا أَبَدًا عَلَيْنَا عَنْوَةً وَلَا تَتَحَدَّثُ بِذَلِكَ الْعَرَبُ ثُمَّ بَعَثُوا إِلَيْهِ مِكْرَزَ بْنَ حَفْصِ بْنِ الْأَخْيَفِ أَحَدَ بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذَا رَجُلٌ غَادِرٌ فَلَمَّا انْتَهَى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَّمَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوٍ مِمَّا كَلَّمَ بِهِ أَصْحَابَهُ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى قُرَيْشٍ فَأَخْبَرَهُمْ بِمَا قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَبَعَثُوا إِلَيْهِ الْحِلْسَ بْنَ عَلْقَمَةَ الْكِنَانِيَّ وَهُوَ يَوْمَئِذٍ سَيِّدُ الْأَحَابِشِ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذَا مِنْ قَوْمٍ يَتَأَلَّهُونَ فَابْعَثُوا الْهَدْيَ فِي وَجْهِهِ فَبَعَثُوا الْهَدْيَ فَلَمَّا رَأَى الْهَدْيَ يَسِيلُ عَلَيْهِ مِنْ عَرْضِ الْوَادِي فِي قَلَائِدِهِ قَدْ أَكَلَ أَوْتَارَهُ مِنْ طُولِ الْحَبْسِ عَنْ مَحِلِّهِ رَجَعَ وَلَمْ يَصِلْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِعْظَامًا لِمَا رَأَى فَقَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ قَدْ رَأَيْتُ مَا لَا يَحِلُّ صَدُّهُ الْهَدْيَ فِي قَلَائِدِهِ قَدْ أَكَلَ أَوْتَارَهُ مِنْ طُولِ الْحَبْسِ عَنْ مَحِلِّهِ فَقَالُوا اجْلِسْ إِنَّمَا أَنْتَ أَعْرَابِيٌّ لَا عِلْمَ لَكَ فَبَعَثُوا إِلَيْهِ عُرْوَةَ بْنَ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيَّ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ إِنِّي قَدْ رَأَيْتُ مَا يَلْقَى مِنْكُمْ مَنْ تَبْعَثُونَ إِلَى مُحَمَّدٍ إِذَا جَاءَكُمْ مِنْ التَّعْنِيفِ وَسُوءِ اللَّفْظِ وَقَدْ عَرَفْتُمْ أَنَّكُمْ وَالِدٌ وَأَنِّي وَلَدٌ وَقَدْ سَمِعْتُ بِالَّذِي نَابَكُمْ فَجَمَعْتُ مَنْ أَطَاعَنِي مِنْ قَوْمِي ثُمَّ جِئْتُ حَتَّى آسَيْتُكُمْ بِنَفْسِي قَالُوا صَدَقْتَ مَا أَنْتَ عِنْدَنَا بِمُتَّهَمٍ فَخَرَجَ حَتَّى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ جَمَعْتَ أَوْبَاشَ النَّاسِ ثُمَّ جِئْتَ بِهِمْ لِبَيْضَتِكَ لِتَفُضَّهَا إِنَّهَا قُرَيْشٌ قَدْ خَرَجَتْ مَعَهَا الْعُوذُ الْمَطَافِيلُ قَدْ لَبِسُوا جُلُودَ النُّمُورِ يُعَاهِدُونَ اللَّهَ أَنْ لَا تَدْخُلَهَا عَلَيْهِمْ عَنْوَةً أَبَدًا وَأَيْمُ اللَّهِ لَكَأَنِّي بِهَؤُلَاءِ قَدْ انْكَشَفُوا عَنْكَ غَدًا قَالَ وَأَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فَقَالَ امْصُصْ بَظْرَ اللَّاتِ أَنَحْنُ نَنْكَشِفُ عَنْهُ قَالَ مَنْ هَذَا يَا مُحَمَّدُ قَالَ هَذَا ابْنُ أَبِي قُحَافَةَ قَالَ وَاللَّهِ لَوْلَا يَدٌ كَانَتْ لَكَ عِنْدِي لَكَافَأْتُكَ بِهَا وَلَكِنَّ هَذِهِ بِهَا ثُمَّ تَنَاوَلَ لِحْيَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ وَاقِفٌ عَلَى رَأْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيدِ قَالَ يَقْرَعُ يَدَهُ ثُمَّ قَالَ أَمْسِكْ يَدَكَ عِنْ لِحْيَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ وَاللَّهِ لَا تَصِلُ إِلَيْكَ قَالَ وَيْحَكَ مَا أَفَظَّكَ وَأَغْلَظَكَ قَالَ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ هَذَا يَا مُحَمَّدُ قَالَ هَذَا ابْنُ أَخِيكَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ قَالَ أَغُدَرُ هَلْ غَسَلْتَ سَوْأَتَكَ إِلَّا بِالْأَمْسِ قَالَ فَكَلَّمَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ مَا كَلَّمَ بِهِ أَصْحَابَهُ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ لَمْ يَأْتِ يُرِيدُ حَرْبًا قَالَ فَقَامَ مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رَأَى مَا يَصْنَعُ بِهِ أَصْحَابُهُ لَا يَتَوَضَّأُ وُضُوءًا إِلَّا ابْتَدَرُوهُ وَلَا يَبْسُقُ بُسَاقًا إِلَّا ابْتَدَرُوهُ وَلَا يَسْقُطُ مِنْ شَعَرِهِ شَيْءٌ إِلَّا أَخَذُوهُ فَرَجَعَ إِلَى قُرَيْشٍ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ إِنِّي جِئْتُ كِسْرَى فِي مُلْكِهِ وَجِئْتُ قَيْصَرَ وَالنَّجَاشِيَّ فِي مُلْكِهِمَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ مِثْلَ مُحَمَّدٍ فِي أَصْحَابِهِ وَلَقَدْ رَأَيْتُ قَوْمًا لَا يُسْلِمُونَهُ لِشَيْءٍ أَبَدًا فَرُوا رَأْيَكُمْ قَالَ وَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ بَعَثَ خِرَاشَ بْنَ أُمَيَّةَ الْخُزَاعِيَّ إِلَى مَكَّةَ وَحَمَلَهُ عَلَى جَمَلٍ لَهُ يُقَالُ لَهُ الثَّعْلَبُ فَلَمَّا دَخَلَ مَكَّةَ عَقَرَتْ بِهِ قُرَيْشٌ وَأَرَادُوا قَتْلَ خِرَاشٍ فَمَنَعَهُمْ الْأَحَابِشُ حَتَّى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا عُمَرَ لِيَبْعَثَهُ إِلَى مَكَّةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَخَافُ قُرَيْشًا عَلَى نَفْسِي وَلَيْسَ بِهَا مِنْ بَنِي عَدِيٍّ أَحَدٌ يَمْنَعُنِي وَقَدْ عَرَفَتْ قُرَيْشٌ عَدَاوَتِي إِيَّاهَا وَغِلْظَتِي عَلَيْهَا وَلَكِنْ أَدُلُّكَ عَلَى رَجُلٍ هُوَ أَعَزُّ مِنِّي عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَهُ إِلَى قُرَيْشٍ يُخْبِرُهُمْ أَنَّهُ لَمْ يَأْتِ لِحَرْبٍ وَأَنَّهُ جَاءَ زَائِرًا لِهَذَا الْبَيْتِ مُعَظِّمًا لِحُرْمَتِهِ فَخَرَجَ عُثْمَانُ حَتَّى أَتَى مَكَّةَ وَلَقِيَهُ أَبَانُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ فَنَزَلَ عَنْ دَابَّتِهِ وَحَمَلَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَرَدِفَ خَلْفَهُ وَأَجَارَهُ حَتَّى بَلَّغَ رِسَالَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ عُثْمَانُ حَتَّى أَتَى أَبَا سُفْيَانَ وَعُظَمَاءَ قُرَيْشٍ فَبَلَّغَهُمْ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَرْسَلَهُ بِهِ فَقَالُوا لِعُثْمَانَ إِنْ شِئْتَ أَنْ تَطُوفَ بِالْبَيْتِ فَطُفْ بِهِ فَقَالَ مَا كُنْتُ لِأَفْعَلَ حَتَّى يَطُوفَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَاحْتَبَسَتْهُ قُرَيْشٌ عِنْدَهَا فَبَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمِينَ أَنَّ عُثْمَانَ قَدْ قُتِلَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَحَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ أَنَّ قُرَيْشًا بَعَثُوا سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو أَحَدَ بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ فَقَالُوا ائْتِ مُحَمَّدًا فَصَالِحْهُ وَلَا يَكُونُ فِي صُلْحِهِ إِلَّا أَنْ يَرْجِعَ عَنَّا عَامَهُ هَذَا فَوَاللَّهِ لَا تَتَحَدَّثُ الْعَرَبُ أَنَّهُ دَخَلَهَا عَلَيْنَا عَنْوَةً أَبَدًا فَأَتَاهُ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو فَلَمَّا رَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَدْ أَرَادَ الْقَوْمُ الصُّلْحَ حِينَ بَعَثُوا هَذَا الرَّجُلَ فَلَمَّا انْتَهَى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكَلَّمَا وَأَطَالَا الْكَلَامَ وَتَرَاجَعَا حَتَّى جَرَى بَيْنَهُمَا الصُّلْحُ فَلَمَّا الْتَأَمَ الْأَمْرُ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا الْكِتَابُ وَثَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَأَتَى أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَوَلَيْسَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا عُمَرُ الْزَمْ غَرْزَهُ حَيْثُ كَانَ فَإِنِّي أَشْهَدُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ عُمَرُ وَأَنَا أَشْهَدُ ثُمَّ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَسْنَا بِالْمُسْلِمِينَ أَوَلَيْسُوا بِالْمُشْرِكِينَ قَالَ بَلَى قَالَ فَعَلَامَ نُعْطِي الذِّلَّةَ فِي دِينِنَا فَقَالَ أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ لَنْ أُخَالِفَ أَمْرَهُ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي ثُمَّ قَالَ عُمَرُ مَا زِلْتُ أَصُومُ وَأَتَصَدَّقُ وَأُصَلِّي وَأَعْتِقُ مِنْ الَّذِي صَنَعْتُ مَخَافَةَ كَلَامِي الَّذِي تَكَلَّمْتُ بِهِ يَوْمَئِذٍ حَتَّى رَجَوْتُ أَنْ يَكُونَ خَيْرًا قَالَ وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اكْتُبْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَقَالَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو لَا أَعْرِفُ هَذَا وَلَكِنْ اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو فَقَالَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو لَوْ شَهِدْتُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ لَمْ أُقَاتِلْكَ وَلَكِنْ اكْتُبْ هَذَا مَا اصْطَلَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَسُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو عَلَى وَضْعِ الْحَرْبِ عَشْرَ سِنِينَ يَأْمَنُ فِيهَا النَّاسُ وَيَكُفُّ بَعْضُهُمْ عَنْ بَعْضٍ عَلَى أَنَّهُ مَنْ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَصْحَابِهِ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهِ رَدَّهُ عَلَيْهِمْ وَمَنْ أَتَى قُرَيْشًا مِمَّنْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَرُدُّوهُ عَلَيْهِ وَإِنَّ بَيْنَنَا عَيْبَةً مَكْفُوفَةً وَإِنَّهُ لَا إِسْلَالَ وَلَا إِغْلَالَ وَكَانَ فِي شَرْطِهِمْ حِينَ كَتَبُوا الْكِتَابَ أَنَّهُ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَدْخُلَ فِي عَقْدِ مُحَمَّدٍ وَعَهْدِهِ دَخَلَ فِيهِ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَدْخُلَ فِي عَقْدِ قُرَيْشٍ وَعَهْدِهِمْ دَخَلَ فِيهِ فَتَوَاثَبَتْ خُزَاعَةُ فَقَالُوا نَحْنُ مَعَ عَقْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَهْدِهِ وَتَوَاثَبَتْ بَنُو بَكْرٍ فَقَالُوا نَحْنُ فِي عَقْدِ قُرَيْشٍ وَعَهْدِهِمْ وَأَنَّكَ تَرْجِعُ عَنَّا عَامَنَا هَذَا فَلَا تَدْخُلْ عَلَيْنَا مَكَّةَ وَأَنَّهُ إِذَا كَانَ عَامُ قَابِلٍ خَرَجْنَا عَنْكَ فَتَدْخُلُهَا بِأَصْحَابِكَ وَأَقَمْتَ فِيهِمْ ثَلَاثًا مَعَكَ سِلَاحُ الرَّاكِبِ لَا تَدْخُلْهَا بِغَيْرِ السُّيُوفِ فِي الْقُرُبِ فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ إِذْ جَاءَهُ أَبُو جَنْدَلِ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو فِي الْحَدِيدِ قَدْ انْفَلَتَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَقَدْ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجُوا وَهُمْ لَا يَشُكُّونَ فِي الْفَتْحِ لِرُؤْيَا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَأَوْا مَا رَأَوْا مِنْ الصُّلْحِ وَالرُّجُوعِ وَمَا تَحَمَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَفْسِهِ دَخَلَ النَّاسَ مِنْ ذَلِكَ أَمْرٌ عَظِيمٌ حَتَّى كَادُوا أَنْ يَهْلَكُوا فَلَمَّا رَأَى سُهَيْلٌ أَبَا جَنْدَلٍ قَامَ إِلَيْهِ فَضَرَبَ وَجْهَهُ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ قَدْ لُجَّتْ الْقَضِيَّةُ بَيْنِي وَبَيْنَكَ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكَ هَذَا قَالَ صَدَقْتَ فَقَامَ إِلَيْهِ فَأَخَذَ بِتَلْبِيبِهِ قَالَ وَصَرَخَ أَبُو جَنْدَلٍ بِأَعْلَى صَوْتِهِ يَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ أَتَرُدُّونَنِي إِلَى أَهْلِ الشِّرْكِ فَيَفْتِنُونِي فِي دِينِي قَالَ فَزَادَ النَّاسُ شَرًّا إِلَى مَا بِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا جَنْدَلٍ اصْبِرْ وَاحْتَسِبْ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَاعِلٌ لَكَ وَلِمَنْ مَعَكَ مِنْ الْمُسْتَضْعَفِينَ فَرَجًا وَمَخْرَجًا إِنَّا قَدْ عَقَدْنَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ صُلْحًا فَأَعْطَيْنَاهُمْ عَلَى ذَلِكَ وَأَعْطَوْنَا عَلَيْهِ عَهْدًا وَإِنَّا لَنْ نَغْدِرَ بِهِمْ قَالَ فَوَثَبَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مَعَ أَبِي جَنْدَلٍ فَجَعَلَ يَمْشِي إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَقُولُ اصْبِرْ أَبَا جَنْدَلٍ فَإِنَّمَا هُمْ الْمُشْرِكُونَ وَإِنَّمَا دَمُ أَحَدِهِمْ دَمُ كَلْبٍ قَالَ وَيُدْنِي قَائِمَ السَّيْفِ مِنْهُ قَالَ يَقُولُ رَجَوْتُ أَنْ يَأْخُذَ السَّيْفَ فَيَضْرِبَ بِهِ أَبَاهُ قَالَ فَضَنَّ الرَّجُلُ بِأَبِيهِ وَنَفَذَتْ الْقَضِيَّةُ فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ الْكِتَابِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي الْحَرَمِ وَهُوَ مُضْطَرِبٌ فِي الْحِلِّ قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ انْحَرُوا وَاحْلِقُوا قَالَ فَمَا قَامَ أَحَدٌ قَالَ ثُمَّ عَادَ بِمِثْلِهَا فَمَا قَامَ رَجُلٌ حَتَّى عَادَ بِمِثْلِهَا فَمَا قَامَ رَجُلٌ فَرَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقَالَ يَا أُمَّ سَلَمَةَ مَا شَأْنُ النَّاسِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ دَخَلَهُمْ مَا قَدْ رَأَيْتَ فَلَا تُكَلِّمَنَّ مِنْهُمْ إِنْسَانًا وَاعْمِدْ إِلَى هَدْيِكَ حَيْثُ كَانَ فَانْحَرْهُ وَاحْلِقْ فَلَوْ قَدْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَعَلَ النَّاسُ ذَلِكَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُكَلِّمُ أَحَدًا حَتَّى أَتَى هَدْيَهُ فَنَحَرَهُ ثُمَّ جَلَسَ فَحَلَقَ فَقَامَ النَّاسُ يَنْحَرُونَ وَيَحْلِقُونَ قَالَ حَتَّى إِذَا كَانَ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فِي وَسَطِ الطَّرِيقِ فَنَزَلَتْ سُورَةُ الْفَتْحِ (رواه أحمد)

No comments:

Post a Comment