Tuesday, March 5, 2013

KAPITALISME SUDAH BERAKHIR : BENARKAH?



Krisis Finansial Global : apakah sebagai tanda akhir dari perjalanan kapitalisme?
Pemimpin Spiritual Tertinggi Republik Islam Iran (RII) Ayatollah Ali Khamenei menyatakan : krisis finansial global merupakan pertanda berakhirnya kapitalisme, kegagalan demokrasi liberal dan hukuman Tuhan. Seluruh kejadian ini merupakan tanda keunggulan model politik Republik Islam itu. Ajaran Marxisme telah ambruk dan suara meletusnya demokrasi liberal Barat kini terdengar. Kini tak ada jejak Marxisme di dunia dan bahkan liberalisme pun menyurut.
Presiden RII Mahmoud Ahmadinejad menyatakan : krisis tersebut merupakan akhir kapitalisme. Keyakinan semacam ini dapat dirunut kembali ke cita-cita revolusi Islam pada 1979. Iran beruntung pasar sahamnya tak terpengaruh dengan jatuhnya bursa di negara-negara tetangganya di kawasan te-luk. Stabilitas itu dikaitkan dengan absennya para investor asing dan cekaman kuat pemerintah atas kegiatan ekonomi. Penyebab kekalahan mereka adalah mereka telah melupakan Tuhan dan kesalehan. Krisis finansial akan menjadi isyarat Tuhan bahwa “kaum penindas dan korup akan digantikan de-ngan kesalehan dan orang yang beriman”. Sistem perbankan syariah akan membantu kita bertahan dari krisis ekonomi saat ini.
Hingga kini, negara RII berikut icon utamanya yakni Pemimpin Spiritual Tertinggi dan Presiden memang masih sangat dicitrakan kuat sebagai Islam sejati dan sebenarnya sekaligus sebagai anti Ba-rat, anti demokrasi liberal, anti kapitalisme dan seterusnya. Bahkan kemunculan Presiden RII saat ini yang mulai berkuasa sejak tahun 2005 : Mahmoud Ahmadinejad, semakin mengkristalkan realitas citra negara tersebut, baik di mata “sesama Dunia Islam” maupun Dunia Barat. Terlebih ada pencitraan lain yang khusus dialamatkan kepada sosok sang Presiden RII sendiri yakni sebagai “berhaluan radikal” ter-utama bila dibandingkan dua pendahulunya : Ali Akbar Hasyemi Rafsanjani dan Dr. Muhammad Kha-tami. Oleh karena itu, keadaan gejolak finansial global saat ini sangat digunakan dengan tepat oleh oto-ritas tertinggi negara RII untuk semakin menguatkan citra tersebut. Namun, terlepas dari kenyataan ne-gara RII berikut penguasanya, memang ada fakta riil dunia saat ini yang mendorong mereka berdua un-tuk dengan penuh percaya diri menyatakan bahwa krisis finansial global tersebut merupakan akhir dari kapitalisme. Fakta-fakta tersebut adalah :
1.       total jumlah kredit macet (NPL : non performing loan) segmen perumahan kelas bawah (subprime mortgage) di negara Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007 adalah 1,3 triliun dolar AS.
2.       dalam rentang waktu kurang dari tiga (3) bulan : Juli – September 2008, di AS telah terjadi bang-krutnya dua buah bank investasi papan atas yakni Merrill Lynch dan Lehman Brothers, lalu disusul oleh adanya kesulitan keuangan perusahaan asuransi terbesar di dunia AIG (America International Group).
3.       Kongres AS akhirnya menyetujui pengesahan undang-undang dana talangan (bailout) sebesar 700 miliar dolar AS yang diajukan oleh pemerintah George Walker Bush untuk keperluan membeli se-bagian besar aset-aset kredit macet yang ada sekaligus untuk menenangkan gejolak di bursa saham maupun pasar uang.
4.       keputusan sejumlah Bank Central negara-negara maju untuk menyuntikan dana segar ke pasar sa-ham maupun pasar uang, sebagai contoh Bank Of Japan memutuskan untuk menyuntikkan dana se-besar 1,6 triliun yen untuk menenangkan gonjang ganjing di pasar uang dan pasar modal Jepang.
5.       terjadi penurunan yang luar biasa pada nilai indeks bursa saham utama dunia dalam interval waktu antara awal September 2008 hingga pekan kedua Oktober 2008 (16 Oktober) dengan rincian :
Bursa Saham
Indeks awal September
Indeks pekan kedua Oktober
Penurunan Indeks
Persentase penurunan
FTSE 100
Dow Jones
Nasdaq
Hangseng
Nikkei
Straits Time
5.000-an
11.000-an
3.000-an
22.000-an
18.000-an
3.000-an
3.964,19
8.577,91
1.628,33
15.230,52
8.458,45
1.951,20
2.000-an
3.000-an
2.000-an
7.000-an
10.000-an
2.000-an
40
27
67
32
56
67
6.       perjalanan krisis finansial tidak lebih dari dua (2) bulan ternyata telah berdampak sangat nyata ter-hadap sektor riil yang ditandai secara pasti dengan adanya sikap masyarakat mengurangi secara drastis tingkat konsumsi mereka. Sebagai contoh radikal adalah rakyat negara AS yang selama ini dikenal sangat boros dalam berbelanja alias sangat tinggi tingkat konsumsinya, namun sejak terja-dinya krisis tersebut, rakyat AS benar-benar berubah dari “sangat boros” menjadi “sangat pelit” da-lam membelanjakan uang mereka.
7.       pabrikan otomotif terbesar di dunia yang berpusat di Detroit AS General Motors (GM) terpaksa ha-rus menutup pabriknya di Janesville per 23 Desember 2008 dan keputusan ini dilakukan (walau ha-rus mem-PHK sebanyak 1200 orang buruhnya) untuk mengatasi kondisi keuangan GM. Kesulitan keuangan yang sama juga melanda perusahaan lain seperti Hexxon Oil, Boeing dan lainnya.
8.       keadaan dua sektor yang menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi negara AS yakni tingkat konsumsi masyarakat yang menurun drastis dan tingkat ekspor produk teknologi misal otomotif yang diperkirakan akan mengalami nasib yang sama (bercermin dari kasus GM), “memaksa” para ekonom untuk menyimpulkan bahwa pelambatan ekonomi AS yang telah dimulai sejak tri wulan pertama 2008 (awal Februari 2008) telah dengan pasti mengantarkan perekonomian negara adidaya itu di depan pintu gerbang resesi ekonomi.
9.       selain terjadinya penurunan yang sangat drastis pada indeks bursa saham utama dunia dalam tempo tidak lebih dari satu (1) bulan (periode September – Oktober 2008), juga adanya fluktuasi (naik – turun nilai indeks alias volatility) yang sangat ekstrim. Volatility yang ekstrim tersebut tidak dapat dipungkiri sebagai bukti telah terjadinya ketidakpercayaan para investor kepada realitas pasar sa-ham saat ini. Kondisi yang simetris juga terjadi pada pasar uang, kecuali untuk mata uang dolar AS alias the green back.

Apabila “hanya” memperhatikan fakta maupun data perekonomian global tersebut memang tidak akan ada kesimpulan lain selain keseluruhannya mempertelakan bahwa sistem perekonomian kapita-lisme telah benar-benar gagal dalam memfasilitasi dan mengantarkan umat manusia di dunia kepada kesejahteraannya. Bahkan, sebaliknya perekonomian kapitalistik telah secara pasti menjerumuskan manusia di dunia ke dalam kesengsaraan dan kebinasaan kemanusiaan. Jadi, krisis finansial global saat ini memastikan kegagalan sistem perekonomian kapitalisme dan sama sekali bukan memastikan ke-bangkrutan yakni berakhirnya sistem perekonomian tersebut. Justru krisis yang tengah berlangsung itu semakin mengokohkan seluruh dunia untuk sepakat tetap mempertahankan pemberlakuan sistem perekonomian kapitalisme sekaligus berupaya keras untuk menjaga keberlangsungannya. Kesepakatan tersebut ditunjukkan oleh keputusan otoritas fiskal (pemerintah) maupun moneter (Bank Central) untuk melakukan berbagai kebijakan demi menyelamatkan eksistensi perekonomian kapitalisme di dunia. Pe-nyuntikan dana segar ke pasar (saham maupun uang) dan menaikkan atau menurunkan suku bunga acu-an yang dilakukan oleh Bank Central adalah kebijakan otoritas moneter yang sangat lazim dan lumrah bahkan wajib dilakukan untuk meredam gejolak krisis finansial yang tengah berlangsung. Pemberian dana talangan (bailout, kasus di AS hingga senilai 700 miliar dolar), penjaminan bagi dana pihak ketiga (tabungan masyarakat) di bank (kasus di Indonesia jaminan itu hingga batas Rp 2 miliar) dan lainnya adalah kebijakan yang saat ini wajib diambil oleh otoritas fiskal (pemerintah). Artinya, seperti halnya seluruh dunia sepakat bahwa krisis finansial global benar-benar tengah terjadi, maka seluruh dunia juga sepakat bahwa krisis tersebut harus segera diakhiri dan itu demi untuk satu hal yakni menyelematkan sistem perekonomian kapitalisme : pemberlakuannya maupun keberlangsungannya.
Dengan demikian, dua orang penguasa tertinggi RII telah berbuat kekeliruan yang sangat fatal yakni menjadikan fakta krisis finansial global saat ini sebagai bukti atau tanda berakhirnya alias bang-krutnya sistem perekonomian kapitalisme. Kekeliruan tersebut nampaknya bukan tidak disengaja mela-inkan sebuah sikap yang disadari dan terencana yang bertujuan untuk semakin mengelabui serta meng-aburkan pandangan kaum muslim sedunia, sehingga umat Islam tetap dalam status quo yakni tidak me-mahami apa pun baik itu Islam maupun kekufuran. Lebih dari itu, bukankah RII sendiri dalam men-jalankan pemerintahan maupun perekonomiannya sama persis dengan negara mana pun di dunia ter-masuk AS : demokrasi dan kapitalisme? Jadi, walau dua orang penguasa tertinggi RII itu bersuara sea-kan anti demokrasi, anti kapitalisme, anti hegemoni Barat (AS) dan seterusnya, namun pada hakikatnya negara tersebut simetris dan tipikal dengan negara yang paling berdemokrasi dan paling kapitalistik di dunia yaitu AS.


Hakikat krisis finansial global
Secara sederhana penyebab faktual terjadinya krisis finansial global saat ini adalah berawal di ne-gara AS, yaitu ketika otoritas moneter The Federal Reserve alias The Fed pada tahun 2005 memutus-kan untuk menurunkan secara radikal suku bunga acuan : The Fed Funds Rate yakni dari 6 persen men-jadi 4 persen di akhir 2005 atau awal 2006. Kebijakan tersebut memang luar biasa pengaruhnya bagi tingkat konsumsi rakyat AS terutama di sektor perumahan kelas bawah (subprime) yang ditunjukkan dengan adanya booming perumahan kelas itu yakni warga AS berbondong-bondong mengambil kredit perumahan.
Namun kebijakan penurunan suku bunga secara radikal tersebut ternyata sangat merugikan AS dalam percaturan perekonomian global yang ditandai dengan merosotnya kurs dolar AS terhadap mata uang kuat dunia lain terutama euro, yen, yuan dan won serta meningkatnya inflasi di dalam negeri. Ke-adaan merugikan itu diatasi oleh The Fed dengan menaikkan kembali The Fed Funds Rate ke level se-mula : 6 persen dan berakibat terjadilah kredit macet besar-besaran di sektor perumahan kelas bawah : subprime mortgage ditambah munculnya penurunan konsumsi masyarakat secara umum yang berakibat melambatnya pertumbuhan perekonomian  negara AS (di bawah 6 persen per tahun 2006 bahkan sema-kin merosot per tahun 2007 yakni hanya 2,2 persen). Bahkan kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang diambil pada awal tahun 2008 (akhir Januari 2008) yakni berupa : (a) penurunan suku bunga The Fed hingga tinggal 3 persen serta (b) kebijakan stimulus fiskal pemerintah AS berupa pemotongan pa-jak (tax rebates) sebesar 800 dolar AS per orang dan 1.600 dolar AS per rumah tangga dengan total sti-mulus 150 miliar dolar AS, sama sekali belum dapat mendorong tingkat konsumsi masyarakat AS (per-tumbuhan ekonomi). Belum lagi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter tersebut dapat memulihkan perekonomian, telah muncul persoalan lain yakni kesulitan likuiditas alias keuangan di sektor perbank-an yang akhirnya pada pertengahan September 2008 telah memakan korban dengan bangkrutnya dua buah bank investasi papan atas AS : Merryl Lynch dan Lehman Brothers. Kebangkrutan dua bank pa-pan atas AS tersebut ternyata tidak sendirian melainkan membawa serta kesulitan likuiditas (musim ke-marau likuiditas : istilah yang digunakan oleh Gubernur BI Boediono) di hampir seluruh lembaga pem-biayaan bank maupun non bank yang ada di dunia. Akibatnya sudah dapat dipastikan yakni terjadinya penurunan harga saham semua jenis perusahaan (termasuk perbankan) di berbagai bursa : (a) interna-sional (Dow Jones dan Nasdaq), (b) regional (misal Asia Pasifik : Nikkei, Hangseng, Kospi, Strait Times, Australian All) maupun lokal misal BEI dan keadaan itu menjadikan indeks bursa-bursa saham tersebut mengalami kemorosotan yang luar biasa tajamnya seperti yang terjadi pada pekan kedua bulan Oktober 2008.
Mengapa gejolak di bursa saham (Stock Market) dan pasar uang (Currency Market) menjadi in-dikator utama terjadinya kelesuan ekonomi bahkan sangat mungkin resesi ekonomi dunia?
Bursa saham adalah tempat bagi perusahaan apa pun (the corporation) untuk memastikan jatidiri-nya sebagai perusahaan yang terbuka alias go public atau bahkan go international. Hal itu dilakukan dengan penawaran saham perdana kepada publik (IPO : Initial Public Offering) dan dilanjutkan dengan mencatatkan diri di bursa alias menjadi emiten. Setelah perusahaan tersebut resmi tercatat (listed) di bursa saham, maka posisi sahamnya tidak berbeda sedikit pun dengan komoditas perdagangan di sektor riil (beras, minyak goreng, terasi, ikan asin, lada, sabun cuci, shampo dan sebagainya) yakni akan di-perjual belikan secara bebas dan harganya akan mengikuti kinerja perusahaan serta kondisi cash flow-nya. Apabila perusahaan diisyukan menunjukkan kinerja yang bagus dengan prediksi akan mendapat keuntungan yang besar, maka isyu seperti itu merupakan sentimen positif bagi perusahaan sehingga harga sahamnya akan naik karena diburu oleh sangat banyak investor (pembeli saham, baik lokal mau-pun asing). Jika mayoritas saham (terutama saham-saham unggulan atau blue chips) di suatu bursa sa-ham mengalami hal demikian maka menjadikan indeks bursa yang bersangkutan akan meningkat tajam (di atas 2 persen), sebaliknya bila mayoritas saham (terutama saham-saham unggulan atau blue chips) mengalami penurunan harga akibat adanya sentimen negatif, maka indeks bursa yang bersangkutan akan menurun tajam (di atas 2 persen).
Kenyataannya, para investor di bursa saham ada tiga kelompok besar yakni :
1.       investor sejati yaitu para pemilik dana yang memang merencanakan menanamkan uangnya dengan membeli saham dan ingin memperoleh keuntungan “hanya” melalui mekanisme naik dan turunnya harga saham serta dari pembagian keuntungan perusahaan yang sahamnya telah dikoleksi.
2.       investor sekedar mampir yaitu para investor temporer yang hanya ingin “memarkirkan sejenak” da-nanya di saham sebagai alternatif instant memperoleh keuntungan besar dari berbagai sumber. Ini-lah yang dikenal sebagai para pemilik hot money. Mereka sama sekali tidak peduli dengan peluang pembagian keuntungan dari perusahaan yang bersangkutan, mereka hanya membidik keuntungan dari transaksi saham, tidak lebih.
3.       investor spekulan yakni hakikatnya mereka adalah para spekulan yang melibatkan diri dalam tran-saksi di bursa kadang secara illegal (indikasi inilah yang menyebabkan otoritas BEI melakukan suspend alias penghentian transaksi jual beli saham pada pekan pertama Oktober 2008).
Pada kondisi normal, investor sejati adalah yang mendominasi dinamika suatu bursa baik penjualan maupun pembelian, sedangkan investor temporer maupun spekulan memang terlibat namun sangat ke-cil (minoritas). Sehingga naik atau turunnya indeks bursa saham benar-benar mencerminkan tingkat in-vestasi yang terjadi di negara bersangkutan. Tetapi, pada kondisi krisis atau terlalu banyak sentimen negatifnya baik internal maupun eksternal maka transaksi di bursa justru didominasi oleh investor tem-porer dan spekulan, bahkan sangat mungkin investor sejati pun berubah wujud jadi spekulan. Hal itu karena (seperti saat ini), mereka akan bersikap hedging yakni melindungi nilai dana mereka.
Sikap hedging adalah normal dan lumrah menurut ekonomi kapitalistik sebab tidak ada seorang pun yang bersedia mengalami kerugian apalagi kehilangan dananya. Oleh karena itu, seiring adanya kesulitan likuiditas sebagian besar lembaga keuangan dunia (bahkan telah ada yang menjadi korban de-ngan mengalami kebangkrutan) yang selama ini membiayai seluruh perusahaan yang tercatat di bursa maupun pemberi fasilitas kredit kepada masyarakat, maka para investor mengalami kepanikan, sehing-ga mereka segera saja melepas seluruh saham yang telah dikoleksinya alias panic selling untuk dialih-kan kepada sektor lain yang dianggap sangat lebih aman seperti investasi dalam bentuk emas (gold) atau memborong dolar AS. Dengan kata lain, para investor di bursa atau lebih tepatnya negara yang bersangkutan beramai-ramai hengkang dengan membawa serta dananya. Saat ini sikap para investor tersebut terjadi secara sporadis dan mengglobal sehingga seluruh bursa saham utama di dunia menga-lami penurunan indeks yang sangat tajam dalam tempo tidak lebih dari satu bulan serta mengalami vo-latility indeks yang sangat ekstrim. Inilah, hakikat krisis finansial saat ini.
Keseluruhan mekanisme perekonomian sektoral tersebut (baik sektor modal maupun riil) telah amat sangat dipahami dengan pasti oleh para Gubernur Bank Central setiap negara yang ada di dunia (apalagi oleh Gubernur The Fed : Ben Bernanke) juga oleh para menteri keuangannya termasuk men-teri keuangan AS. Artinya dapat dipastikan bahwa kejadian krisis finansial saat ini sama sekali bukan situasi yang tidak pernah terduga sebelumnya alias kejadian yang berlangsung begitu saja, melainkan justru keadaan yang benar-benar pasti akan terjadi suatu saat sebab merupakan bagian tak terpisah-kan dari mekanisme sistema perekonomian kapitalistik. Lalu, siapakah atau pihak manakah atau ne-gara manakah yang diuntungkan dengan terjadinya krisis finansial tersebut?
Secara perorangan yang paling akan diuntungkan oleh krisis saat ini adalah para pelaku yang mempraktikkan mekanisme hedge funds yakni apa pun alasannya dan dalam keadaan bagaimana pun yang paling wajib dilindungi nilainya (hedging) adalah dana mereka. Hal itu karena mereka menanam-kan dananya pada sektor modal (saham dan uang) dalam periode jangka pendek (short term) bahkan (walau illegal) tidak jarang mereka melakukan aksi over night alias tidak lebih dari hanya 12 jam. De-mikian juga pengaruh buruk krisis tersebut tidak akan pernah menerpa perusahaan pialang (broker cor-poration) sebab perusahaan ini sama sekali tidak terlibat langsung dalam transaksi seperti para investor. Mereka hanya menjadi perantara yang menghubungkan antara investor dengan manajemen perusahaan yang listed di bursa. Jika pun masih ada pengaruh buruk bagi mereka dari krisis, maka itu pun hanya berupa menurunnya tingkat pendapatan dan bukan kerugian (the lost of funds).
Negara manakah yang paling diuntungkan oleh kejadian krisis? Untuk mengetahui negara mana di dunia yang paling diuntungkan dengan terjadinya krisis, maka dapat ditelusuri melalui sejumlah kon-sep dan pemikiran kapitalistik :
1.       prinsip perekonomian kapitalisme menggariskan bahwa korbanan apa pun harus selalu memberikan keuntungan maksimal bahkan wajib diupayakan selalu terjadi korbanan itu sekecil mungkin dan ke-untungan sebesar mungkin. Prinsip ini secara eksplisit (telah diimplementasikan di seluruh negara yang ada di dunia) maupun implisit (seruan yang terkandung didalamnya) menuntut siapa pun (in-dividu) atau pihak mana pun (perusahaan) atau kekuatan mana pun (negara) untuk dapat menguasai secara utuh sumber bahan baku (raw material resources) dan pasar (the market). Apabila hal itu telah dapat diraih maka orang tersebut atau perusahaan tersebut atau negara tersebut dipastikan akan menjadi penguasa dan pengendali utama (bahkan mungkin satu-satunya) perekonomian dunia. Realitas ini telah melekat pasti dan sangat erat pada negara AS dan itu ditunjukkan oleh : (a) posisi mata uang dolar AS : the green back terhadap mata uang kuat dunia lainnya, (b) posisi bursa utama AS : Dow Jones dan Nasdaq yang selalu menjadi acuan serta inspirasi bagi bursa saham utama du-nia lainnya, (c) posisi The Fed yang hingga saat ini telah menjadi Bank Central Dunia mengalah-kan posisi World Bank (WB) sendiri, (d) porsi saham negara AS di dua lembaga keuangan dunia : WB dan IMF (International Monetery Funds) yang mencapai mayoritas (lebih dari 51 persen) dan (e) posisi AS dalam percaturan politik global yang terepresentasikan dalam UNO alias PBB.
2.       PDB (Produk Nasional Bruto) atau GNP (Gross National Product) suatu negara menunjukkan posi-si negara itu dalam perekonomian global, yakni semakin besar PDB (apalagi paling besar di dunia) maka negara tersebut adalah penguasa dan pengendali sejati terhadap perekonomian dunia. Hing-ga saat terjadinya krisis finansial global (2008), PDB negara AS adalah paling besar sedunia yakni mencapai 15 triliun dolar. Demikian juga kapitalisasi Dow Jones adalah paling besar di antara bur-sa utama dunia lainnya yaitu dapat mencapai 5 triliun dolar dalam satu hari transaksi (bandingkan dengan BEI yang kapitalisasi maksimal dalam satu hari adalah 5 triliun rupiah). Bahkan aset total yang dikelola oleh otoritas Dow adalah 150 persen PDB AS (22,5 triliun dolar). Dengan demikian dari aspek ini pun, negara AS adalah satu-satunya negara yang paling diuntungkan ketika seluruh dunia dilanda krisis finansial.
3.       asas yang mendasari dilakukan atau tidak dilakukannya suatu tindakan dalam ideologi kapitalisme adalah manfaat baik itu secara materi/finansial maupun secara kedudukan/prestise/popularitas. Pa-da kasus krisis finansial saat ini, adalah diduga kuat bahkan dapat dipastikan memang sengaja di-rencanakan (planned) atau dirancang (designed) untuk terjadi. Memang perencanaan dan peranca-ngannya bukan baru dilakukan satu atau dua hari maupun satu atau dua bulan, melainkan telah di-lakukan sejak lama yang mungkin saja sejak satu atau lima tahun yang lalu. Rancangan utamanya (grand design) ditunjukkan oleh adanya isyu atau rumors seputar the economical slow down of the USA yang mulai dihembuskan ke arena internasional sejak paruh kedua tahun 2005, lalu semakin ditegaskan pada periode tahun 2006 hingga 2007 dan akhirnya gong pun dipukul pada tri wulan III tahun 2008 : krisis finansial global. Realitas ini menunjukkan bahwa krisis tersebut memang perka-ra yang harus dilakukan sebab akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan bila perjalanan perekonomian dunia yang sudah mapan bahkan cenderung mengalami kejenuhan dibi-arkan berlanjut tanpa adanya hentakan, cekaman atau kontraksi apa pun yang berarti. Tegasnya, AS membiarkan begitu saja krisis saat ini terjadi (walau sangat memahami benar akan terjadinya) un-tuk merealisir kepentingannya : (a) mempertahankan posisinya sebagai the only super power in the whole world sekaligus menjaga keberlangsungannya, (b) menutup rapat-rapat semua celah sekecil apa pun bagi munculnya pesaing berat bagi dirinya dalam posisi sebagai the richest dan “membina-sakan” pesaing (selemah apa pun keadaannya : Uni Eropa, Jepang, China) yang sudah terlanjur muncul ke permukaan bumi dan (c) semakin menunjukkan jatidiri kepada Dunia Islam bahwa ne-gara AS (apalagi ditambah sekutunya) adalah mustahil alias imposible untuk dikalahkan apalagi di-hancurkan oleh kekuatan mana pun di luar negara tersebut. Sehingga, krisis saat ini dipastikan sa-ngat menguntungkan AS, karena negara itu sendirilah yang paling menginginkan krisis tersebut terjadi bahkan membiarkannya terjadi.
Wal hasil, krisis finansial global saat ini menjadikan negara AS paling tidak tetap dalam status quo-nya sebagai the number one dalam segalanya, bahkan sangat diperhitungkan dengan cermat oleh mereka bahwa krisis tersebut akan mengantarkan AS kepada posisi yang lebih “super lagi” dibandingkan kedu-dukannya sekarang. Jadi, bagaimana mungkin krisis tersebut dianggap sebagai tanda berakhirnya ri-wayat pemberlakuan kapitalisme di dunia? Justru realitas terjadinya krisis itu sendiri memastikan bah-wa usia kehidupan kapitalisme di dunia akan semakin panjang dan memang tengah diperpanjang. Inilah yang wajib disadari oleh kaum muslim dan Dunia Islam bahwa kaum kufar وَعَلَى رَأْسِهِمْ negara AS akan selalu dan selalu memastikan jatidiri mereka sebagai musuh abadi Islam dan umat Islam hingga kapan pun. Mereka pun akan selalu melakukan persekongkolan global (اَلْمُؤَامَرَةُ الْعَوْلَمَةُ) yang diantaranya tengah berlangsung kini untuk semakin menjauhkan pemikiran dan perasaan umat Islam dari Islam da-lam rangka semakin mempermudah mereka untuk menghancurkan Islam dan Dunia Islam. Allah SWT menyatakan :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ (الأنفال : 36)
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (الصف : 8)


Gambaran hakiki (اَلتَّعْبِيْرُ الْحَقِيْقِيُّ) dari krisis finansial global bagi umat Islam
Populasi kaum muslim sedunia sama sekali tidak sedikit sebab merupakan seperenam lebih dari total penduduk dunia yang telah mencapai lebih dari 6 miliar orang. Jumlah mereka yang bermukim di Asia Tenggara terutama Indonesia dan Malaysia sekitar 300 juta orang. Lalu yang tinggal di kawasan Timur Tengah plus Afrika serta Asia Tengah adalah sekitar 700 juta orang dan sisanya (sekitar 100 juta orang) adalah yang menyebar secara sporadis di negeri-negeri kufur seperti Eropa, Amerika, Kanada, Australia dan lainnya. Lalu, apa hubungan antara realitas faktual populasi kaum muslim dengan krisis yang tengah melanda dunia saat ini?
Krisis finansial saat ini berawal dari kredit macet dalam jumlah sangat besar di negara AS yang mencapai 1,3 triliun dolar AS. Dana sebesar itu memang besar namun menjadi sangat kecil bila di-bandingkan dengan PDB negara AS (15 triliun dolar) maupun total aset yang dikelola oleh otoritas bur-sa Dow Jones (22,5 triliun dolar), bahkan masih juga terkategori kecil bila dibandingkan dengan kapita-lisasi Dow Jones dalam satu hari transaksi yang dapat mencapai 5 triliun dolar. Namun fakta memasti-kan bahwa walau jumlahnya kecil ternyata kredit macet tersebut dapat menjadikan perputaran roda per-ekonomian AS bahkan dunia dalam “posisi macet” bahkan hampir saja berhenti total (resesi). Hal itu ditunjukkan oleh merosotnya kinerja pilar-pilar perekonomian kapitalistik : bursa saham, pasar uang, pasar komoditas, perbankan, perindustrian dan sebagainya. Lantas apakah yang dapat dipahamkan oleh umat Islam dari kenyataan mutakhir tersebut?
Penduduk AS menempati peringkat ketiga terbanyak setelah China (1,3 miliar orang) dan India (900-an juta orang) yakni sekitar 700-an juta orang. Bila diasumsikan bahwa yang terlibat dalam kasus subprime mortgage adalah 50 persen dari total penduduk AS, maka itu berarti jumlah manusia yang menjadi pemicu krisis finansial saat ini adalah “hanya” 350-an juta orang. Padahal harus diingat pelaku yang 350-an juta orang tersebut adalah sepenuhnya penganut setia dan pengusung serta yang membela mati-matian ideologi kapitalisme dan sama sekali bukan komunitas manusia yang anti ideologi tersebut atau yang berusaha untuk menghancurkannya.
Oleh karena itu, bila saja minimal umat Islam yang terkategori عَاقِلاً بَالِغًا يَفْهَمُ الْخِطَابَ yakni sekitar 30 persen dari total umat Islam alias 300 juta orang, bersepakat untuk menghentikan pemberlakuan sis-tem perekonomian kapitalisme berikut induknya (sekularisme) maupun saudara kembarnya (demokra-si) maka dapat dipastikan akan terjadi bukan hanya krisis finansial atau resesi ekonomi melainkan bangkrut dan hancurnya kekufuran tersebut (sekularisme dan turunannya) beserta para penganut dan pengusung setianya selama ini yaitu kaum kufar. Namun amat sangat disayangkan bahwa kesadaran kaum muslim berkenaan dengan ketidak layakkan sistema kufur tersebut bagi kemanusiaan hingga saat terjadinya krisis finansial, sama sekali belum ada. Bahkan sekedar keinginan naluriah untuk melepas-kan diri dari belenggu sistema kufur tersebut pun nampaknya tidak pernah ada walau telah sangat nya-ta bahwa tidak ada kontribusi apa pun dari kekufuran itu bagi kehidupan manusia selain telah mengan-tarkan mereka kepada kebinasaan kemanusiaannya alias menyebabkan mereka hidup dalam pola kehi-dupan hewani yang nyata-nyata bertentangan dengan realitas mereka sebagai manusia. Allah SWT me-nyatakan :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (الحج : 46)
Dengan demikian, kaum muslim di mana pun termasuk yang menjadi warga RII tidak boleh alias ha-ram memiliki harapan apa pun dan sekecil apa pun kepada sosok-sosok penguasa mereka baik itu Aya-tollah Ali Khamenei, Presiden Mahmoud Ahmadinejad, Presiden SBY, Perdana Menteri Abdullah Ah-mad Badawi, Raja Abdullah bin Abdil Aziz As-Sa’ud dan sebagainya. Hal itu karena selain para pe-nguasa tersebut adalah antek sejati kekufuran dan kaum kufar, melainkan juga mereka adalah manusia-manusia bodoh (رُءُوسًا جُهَّالًا) yang berlagak cerdas sehingga dirinya sesat sekaligus menyesatkan orang lain. Rasulullah saw menyatakan :


إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا (رواه البخاري)

No comments:

Post a Comment