Sunday, November 3, 2013

KONTRIBUSI ISLAM BAGI DUNIA


Muhammadiyah, PGI dan PKS : gagasan apa yang tengah mereka rumuskan?
Kamis 18 September 2008 atau 18 Ramadlan 1429 H, telah dipilih oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) untuk menyelenggarakan “Dialog Keumatan” dengan tema Kon-tribusi Umat Beragama Bagi Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia. DPP PKS dengan pe-nuh percaya diri telah mempercayakan forum dialog tersebut kepada Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah : Din Syamsuddin, Ketua MPR : Hidayat Nur Wahid dan Perwakilan Per-satuan Gereja Indonesia (PGI) : A. Yewanggo, untuk tampil sebagai pembicara.
Sosok Din Syamsuddin, Hidayat Nur Wahid dan A. Yewanggo tidak boleh diposisikan sebagai pribadi yang mewakili realitas individualnya masing-masing, sebab ketiganya selama ini telah menyatu secara utuh dengan institusi yang menjadi “habitat” kehidupannya. Rinciannya sebagai berikut :
1.       ormas Islam Muhammadiyah adalah rumah pertama dan tempat orisinal bagi Din Syamsuddin, se-hingga berlaku hubungan Din Syamsuddin adalah Muhammadiyah dan Muhammadiyah ada dalam diri Din Syamsuddin. Lebih dari itu, status Din yang memeluk agama Islam dan sebagai Ketum or-mas Islam terbesar kedua di Indonesia dengan massa yang tidak kurang dari 30-an juta orang, me-mastikan bahwa dia adalah figur yang mewakili umat Islam Indonesia khususnya yang mengambil rute perjalanan di luar lajur politik praktis.
2.       Hidayat Nur Wahid adalah presiden yang kedua kalinya bagi PK (Partai Keadilan, presiden perta-ma adalah Nur Mahmudi Ismail yang saat ini menjadi Walikota Depok) dan presiden untuk perta-ma kalinya setelah PK berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera). PKS hingga kini di-anggap sebagai parpol yang paling Islami dari sembilan parpol yang masuk dalam kategori partai Islam versi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilansir pada hari Kamis 25 September 2008 : PPP, PKS, PBR, PBB, PKB, PAN, PKNU, PMB, PPNUI. Definisi partai Islam menurut LSI dalam survei tersebut adalah : partai yang memasang platform berdasarkan Islam atau yang memiliki ke-terkaitan historikal sosiologis dengan partai Islam di masa lalu. Artinya, sang Ketua MPR tersebut tidak mungkin untuk hanya mewakili realitas individual dirinya melainkan otomatis mewakili umat Islam Indonesia terutama yang selama ini berada dalam ranah politik praktis.
3.       A. Yewanggo hadir sebagai pembicara dalam forum tersebut dengan mengatasnamakan dirinya se-bagai wakil dari paling tidak kaum Kristiani yang bernaung di bawah bendera PGI, sehingga dia adalah sepenuhnya menjadi wakil dari kaum Kristiani Indonesia.
Lalu, mengapa DPP PKS hanya melibatkan wakil umat Islam dan kaum Kristiani dalam forum yang mereka adakan tersebut? Keputusan itu nampaknya diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan :
1.       realitas global memastikan bahwa hingga saat ini komunitas penganut agama yang paling menonjol perannya dalam percaturan kemanusiaan dunia adalah kaum Kristiani dan umat Islam, walaupun berada dalam segmen yang berbeda. Peran kaum Kristiani teraktualisasikan melalui dua instrumen yakni : (a) secara kelembagaan spiritual (spiritualistic institution) : Kepausan di Vatican dan (b) melalui keberadaan mereka dalam berbagai lembaga opini dunia baik itu yang resmi seperti UN be-serta badan-badan yang ada di dalamnya maupun NGO yang tersebar luas hampir di seluruh dunia. Sementara itu, umat Islam memegang peran yang sangat menonjol dari sisi sebagai “wakil paling besar” komunitas manusia yang bermukim di Dunia Ketiga dengan berbagai aspek kehidupan me-reka yang “super hitam” : miskin, bodoh, terbelakang, radikal, anti Barat dan sebagainya. Lalu, ba-gaimana dengan kaum Yahudi? Harus diingat apa pun posisi kaum Yahudi dengan negara Israelnya di pentas dunia saat ini, namun yang pasti mereka adalah : (a) minoritas secara kuantitas, (b) berada dalam konstelasi “dimanfaatkan secara maksimal oleh Amerika Serikat untuk jadi duri dalam jan-tung Dunia Islam” dan (c) satu-satunya komunitas penganut agama yang menjadi musuh bersama umat Islam. Ketiga hal yang melekat pada realitas kaum Yahudi itu merupakan faktor yang meng-halangi mereka untuk dilibatkan secara aktif dalam forum apa pun yang digelar oleh umat Islam atau di Dunia Islam.
2.       realitas kehidupan Indonesia memastikan bahwa dalam arena ormas maupun orpol, komunitas mi-noritas yang sejak awal berdiri NKRI telah sangat berperan adalah kaum Kristiani dan hingga saat ini peran mereka bahkan semakin menguat, termasuk “keberanian” untuk membahas isyu-isyu se-putar Islam secara terbuka dalam internal kehidupan spiritual mereka. Artinya fakta mutakhir itu harus menjadi perhatian sebab terlepas apakah itu adalah “sejati” ataukah “semu” yang pasti mere-ka sangat beperan walau dalam posisi minoritas.
3.       realitas PKS sendiri sebagai parpol yang telah memutuskan untuk menjelma jadi partai terbuka alias parpol inklusif menuntut untuk “tidak hanya” atau “tidak melulu” menjejakkan kakinya di sa-tu bagian (umat Islam) dari peta kehidupan masyarakat Indonesia yang plural. Hal itu karena sifat inklusif yang secara sadar dilekatkan pada PKS oleh PKS sendiri akan terkesan kuat sebagai “basa basi” jika realitas aksi hariannya ternyata masih sangat eksklusif. Tegasnya, aksi ini mereka laku-kan untuk : (a) dalam jangka pendek adalah meraih suara kaum Kristiani terutama dalam pemilu le-gislatif tahun 2009 dan (b) dalam jangka panjang adalah sebentuk penegasan dan pengokohan jati-diri sebagai parpol yang sangat berpihak kepada pluralitas walau berasas Islam serta berbasis massa umat Islam.
Lalu, mengapa dipilih Muhammadiyah dan bukan NU? Nampaknya keputusan ini lebih bertumpu ke-pada sosok Din Syamsuddin yang memang saat ini sangat banyak menduduki posisi strategis sebagai ketua sejumlah forum internasional yang mengelaborasi isyu dialog antaragama, konflik antar umat be-ragama, kontribusi agama dan umat beragama untuk peradaban dunia dan sebagainya. Hal ini nampak jelas terungkap secara implisit dari tema yang digunakan oleh DPP PKS sendiri.
Lalu, apakah yang dapat dipahamkan dari tema forum tersebut atau apa sebenarnya gagasan yang tengah dirumuskan dalam tema tersebut? Tema forum adalah Kontribusi Umat Beragama Bagi Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia. Tema tersebut memuat tiga pemikiran yakni :
1.       kontribusi umat beragama. Istilah “kontribusi” atau contribution (bahasa Inggris) adalah sepadan dengan sumbangan atau peran serta (bahasa Indonesia) atau اَلتَّبَرُّعُ الْحَقِيْقِيُّ (bahasa Arab). Ketika is-tilah ini disandarkan kepada umat beragama (kontribusi umat beragama), maka maknanya atau yang dimaksudkan adalah sumbangan atau peran serta dari umat beragama. Siapa yang dimaksud-kan dengan umat beragama? Tentu saja berdasarkan realitas khusus ke-Indonesiaan maupun glo-bal, yang dimaksudkan adalah seluruh manusia yang terkotakkan dalam kubus besar yang bernama agama : umat beragama Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu dan lainnya. Wa-lau ungkapan kontribusi umat beragama tersebut secara eksplisit adalah pernyataan (قَوْلاً) dan bu-kan tuntutan (طَلَبًا), namun secara implisit merupakan tuntutan yakni : seluruh umat beragama wajib memberikan sumbangan atau peran sertanya.
2.       kesejahteraan bangsa. Kenyataan bangsa Indonesia secara statistik teoritis (dari BPS maupun pihak pemerintah) masih didominasi oleh kemiskinan yang jumlahnya lebih dari 40 persen total pendu-duk. Realitas kemiskinan demografis tersebut akan semakin besar jumlahnya bila dibidik dengan instrumen kualifikasi kesejahteraan orang per orang, yakni sangat mungkin akan mencapai lebih dari 90 persen. Terlepas dari itu yang pasti adalah bagian ungkapan dari tema tersebut merupakan sebuah pengakuan terhadap kenyataan yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kesejahteraan bangsa Indonesia, harus dan wajib menjadi objek yang dituju oleh kontribusi umat beragama.
3.       perdamaian dunia. Mengapa posisi dan eksistensi umat beragama dikaitkan dengan perdamaian dunia? Hal itu tidak lepas dari stigma empirik perjalanan agama-agama berikut komunitas manusia pemeluknya masing-masing yakni, agama adalah sumber atau pemicu konflik antar umat beraga-ma bahkan antar manusia secara umum. Selama stigma atas eksistensi agama-agama tersebut tetap ada bahkan memang faktual, maka hal itu akan sangat kontradiktif dengan perdamaian sebab selalu akan terjadi konflik di antara komunitas pemeluk agama dan itu artinya tidak akan pernah terwu-jud perdamaian di dunia. Dengan demikian, seluruh umat beragama harus dan wajib memberikan sumbangan atau peran sertanya dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Lalu, bagaimana rumusan riil atau gagasan faktual supaya umat beragama dapat berkontribusi kepada kesejahteraan bangsa dan perdamaian dunia?
Apa pun alasannya, diakui atau dipungkiri, diekspos atau ditutup-tutupi, setiap agama beserta pe-meluknya masing-masing selalu dan akan selalu memiliki klaim sebagai paling benar sekaligus mem-posisikan agama lain sebagai salah dan wajib dimusnahkan. Klaim ini adalah sangat krusial sebab suatu saat bisa menjadi penguat posisi dan eksistensi suatu agama, namun pada saat lainnya dapat men-jadi penghancur utama bagi posisi dan eksistensi agama yang bersangkutan. Klaim itulah yang telah menjadikan agama mendapat stigma sebagai sumber atau pemicu konflik antar manusia. Oleh karena itu, klaim sebagai paling benar adalah wajib dihilangkan dari realitas setiap agama dengan kata lain setiap agama berikut komunitas penganutnya masing-masing wajib memposisikan semua agama adalah sama dan sejajar, yakni sama sama benar dan memiliki posisi yang setara : tidak ada yang lebih ting-gi atau lebih unggul, semuanya satu tingkat yaitu sebagai perkara yang masuk dalam urusan sangat pri-badi dari seseorang.
Demikianlah identitas mendasar dari agama yang paling awal harus dilucuti dan selanjutnya dija-uhkan dari agama itu sendiri. Rumusan langkah berikutnya adalah :
1.       menumbuhkembangkan sikap toleran pada semua komunitas pemeluk agama sehubungan dengan keberadaan mereka dalam percaturan kehidupan dunia dan untuk tujuan ini harus dilakukan reinter-pretasi atau penafsiran ulang terhadap semua ajaran agama terutama yang berkenaan dengan fana-tisme masing-masing agama.
2.       berusaha keras untuk semakin meninggalkan aspek perbedaan jatidiri masing-masing agama dalam realitas percaturan global sekaligus semakin mengedepankan aspek kesamaan yang ada dalam selu-ruh agama. Semua agama sama-sama menuntut dan mengharuskan manusia untuk berbuat kebaikan bagi orang lain, bersikap adil, menjunjung tinggi kemanusiaan, anti kekerasan, anti dominasi mayo-ritas, anti penindasan kepada minoritas, bersikap saling mencintai dan kasih sayang dan seterusnya.
3.       semakin mengintensifkan upaya saling mendekatkan antar agama dengan cara semakin giat dan se-ring dalam melakukan dialog antar agama.
Dengan rumusan tersebut dapat dipastikan bahwa stigma agama sebagai sumber atau pemicu konflik antar manusia atau dalam realitas kemanusiaan, dapat hilang baik secara sekaligus maupun secara gra-dual. Sehingga yang dituntut atau diwajibkan oleh tema Kontribusi Umat Beragama Bagi Kesejahte-raan Bangsa dan Perdamaian Dunia secara otomatis dapat direalisir oleh semua komunitas pemeluk agama yang ada di dunia. Inilah sebenarnya hakikat dari tema tersebut atau dengan kata lain inilah yang tengah dan selalu akan digagas-konsepkan oleh Muhammadiyah, PGI dan PKS. Lalu, bagaima-na pandangan Islam terhadap upaya dan aksi mereka itu serta apa sebenarnya kontribusi Islam bagi kehidupan manusia di dunia?


Islam berlepas diri dari aktivitas mereka!
Ketika seorang muslim menggagas pemikiran bahwa Islam adalah sama saja dengan agama lain-nya, maka dia telah mengingkari aqidah Islamiyahnya sendiri (اِيْمَانُهُ) dan pada saat yang sama dia telah menolak tegas kenyataan Islam sebagai agama langit terakhir yang dijadikan pengganti agama langit sebelumnya terutama yang bersumber dari Taurah (Yahudi) dan Injil (Nasrani). Dia pun telah menyim-pulkan bahwa metodologi dakwah yang telah riil dilakukan oleh Rasulullah saw adalah salah karena se-lalu disertai penegasan Islam sebagai satu-satunya yang benar (اَلْحَقُّ) dan yang lain adalah salah (اَلْبَاطِلُ). Artinya, dia menolak mentah-mentah dalil-dalil syara’ yang menunjukkan metodologi dakwah Rasulul-lah saw tersebut seperti pernyataan Allah SWT :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل : 125)
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (آل عمران : 64)
Juga pernyataan Rasulullah saw dalam surat beliau kepada Kaisar Heraklius :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ وَ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (رواه البخاري)
Selain itu, dia pun telah menutup mata dan telinganya berpura-pura tidak memahami posisi dan eksistensi kaum kufar (Yahudi dan Nasrani) yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai musuh aba-di Islam dan kaum muslim, saat dia bersedia untuk duduk bersama mereka dalam berbagai forum dia-log antar agama. Tegasnya dia menolak pernyataan Allah SWT yang diantaranya :
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (البقرة : 120)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (آل عمران : 118)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (المائدة : 51)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (المائدة : 57)
Kemudian, saat dia memposisikan Islam secara sama dan sejajar dengan agama-agama lain berar-ti dia telah menganggap dirinya lebih Maha Mengetahui daripada Allah SWT sendiri yang telah mene-tapkan Islam sebagai satu-satunya agama (اَلدِّيْنُ) yang benar dan sempurna (اَلْمُكْمَلُ) serta ditaqdirkan se-bagai aturan hidup manusia sepanjang dunia belum berakhir. Tegasnya dia menolak semua pernyataan Allah SWT yang menunjukkan hal itu :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (آل عمران : 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (آل عمران : 85)
Lebih mengerikan lagi dari itu semua adalah saat dia menganggap semua agama adalah sama sa-ja, maka dia telah mensejajarkan Allah SWT dengan makhluq baik itu Nabi Isa as, Nabi Uzair, Trimur-ti, Rampoche, Kwan Im dan lainnya yang selama ini diposisikan sebagai tuhan oleh para penganut aga-manya masing-masing. Padahal dalil aqliy maupun naqliy memustahilkan ada tuhan (ءَالِهَةٌ) selain Allah SWT, sebab jika hal itu terjadi maka aqal manusia sekalipun memastikan tidak akan mungkin ada ma-nusia (اَلإِنْسَانُ), alam semesta (اَلْكَوْنُ) dan kehidupan (اَلْحَيَاةُ). Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (الأنبياء : 22)
Oleh karena itu, Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan seorang muslim yang memiliki pemikiran seperti demikian bahkan Islam benar-benar telah menempatkan orang tersebut sebagai telah kufur dan tidak layak lagi mengaku dirinya sebagai muslim. Hal itu karena semua perkara pokok dan prinsip yang terkandung dalam ucapan tahlil (لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ) yakni : (a) لاَ مَعْبُوْدَ اِلاَّ اللهُ, (b) لاَ خَالِقَ اِلاَّ اللهُ dan (c) لاَ مُشَرِّعَ اِلاَّ اللهُ, telah dia ingkari dengan pasti dan itu ditunjukkan oleh pemikiran maupun sikapnya.
Wal hasil, khusus untuk kasus Din Syamsuddin dan Hidayat Nur Wahid keduanya telah memenu-hi semua kriteria murtadnya seorang muslim, sehingga status keduanya tidak ada perbedaan apa pun dengan teman akrabnya dari PGI : A. Yewanggo yakni sama-sama bagian dari kaum kufar. Realitas ini sesuai pula dengan dalil naqliy yang menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (المائدة : 51)
Dengan demikian, siapa pun dari umat Islam baik perorangan maupun kelompok yang memiliki pemi-kiran serta sikap seperti Din Syamsuddin dan Hidayat Nur Wahid, maka tidak diragukan lagi secuil pun dia atau mereka telah kufur dalam pandangan Islam.


Kontribusi Islam bagi kehidupan dunia
Setelah Bani Israil (Yahudi dan Nasrani) kufur kepada Allah SWT berikut semua ketentuan yang diturunkan kepada mereka melalui dua Kitab (Taurah dan Injil), maka eksistensi agama mereka diha-pus oleh Allah SWT dan lalu digantikan oleh risalah Islam yang diturunkan bagi seluruh manusia mela-lui Nabi Muhammad saw. Allah SWT menyatakan :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء : 107)
Ayat tersebut memastikan bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia supaya mereka dapat memberlangsungkan kehidupan di dunia sesuai dengan jatidirinya selaku manusia dan bukan binatang. Adalah aqal mereka tidak akan mungkin dapat berfungsi sempurna dalam mengendalikan sikap mereka bila tidak memperoleh informasi yang benar (sesuai dengan faktanya atau berasal dari Allah SWT) tentang apa yang boleh dilakukan (حَلاَلٌ) dan yang tidak boleh dilakukan (حَرَامٌ). Apabila itu terjadi maka dapat dipastikan kehidupan mereka tidak akan berbeda sedikit pun dengan binatang dan akibat-nya adalah kehancuran dan kebinasaan kemanusiaan yang akan terjadi sebelum waktu yang seharusnya untuk hancur tiba (اَلسَّاعَةُ). Inilah yang ditunjukkan dengan gamblang oleh pernyataan Allah SWT :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم : 41)
Bagian ayat وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ memastikan bahwa antara الْحَقُّ dengan أَهْوَاءَهُمْ adalah bertentangan dan diametral, sehingga bila الْحَقُّ (yang berasal dari Allah : Islam) dibiarkan dikendalikan atau terdistorsi oleh kepentingan naluriah manusia (أَهْوَاءَهُمْ), maka bukan hanya Islam yang akan hancur melainkan se-luruh kemanusiaan juga akan musnah. Realitas tersebut secara spesifik ditunjukkan oleh bagian ayat ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ yang memberikan penjelasan bahwa secara gradual kerusakan dunia pasti akan terjadi bila kehidupan dunia diselenggarakan dengan aturan yang dibuat oleh manusia sendiri dan bukan yang diturunkan oleh Allah SWT (Islam) : بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ. Kemudian bagian ayat بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ semakin memastikan bahwa الْحَقُّ adalah yang telah Allah datang-kan kepada manusia melalui para Rasul termasuk Rasulullah saw : بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ. Sehingga ketika Allah SWT menyatakan : وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (طه : 124) maka yang dimaksudkan dengan ذِكْرِي adalah الْحَقُّ yakni اَلإِسْلاَمُ bukan yang lain.
Oleh karena itu, seharusnya ketiga ayat tersebut telah cukup untuk memberikan pemahaman yang sangat jelas kepada aqal bahwa bila manusia menyadari dirinya berbeda dengan binatang dan mereka pun sadar bahwa perbedaan diametral tersebut harus dipertahankan, maka pilihannya hanya satu yakni kehidupan mereka selaku manusia wajib diselenggarakan dengan ideologi Islam. Inilah (walau baru se-cara makro alias مُجْمَلَةً) kontribusi Islam bagi kehidupan manusia di dunia dan ini telah terbukti secara empirik dalam perjalanan manusia itu sendiri mulai dari abad ke-6 hingga awal abad ke-20 miladiyah.
Sekedar memberikan gambaran yang lebih spesifik lagi, maka kontribusi Islam bagi kemanusiaan adalah teraktualisasikan dalam aturan pemeliharaan yang ditujukan bagi terjaminnya keberlangsungan bangunan masyarakat dalam kehidupan dunia yang berbasis Islam :
1.       pemeliharaan terhadap keberlangsungan manusia atau keturunan (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى نَوْعِ الإِنْسَانِ اَيْ اَلنَّسْلِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haramnya zina (تَحْرِيْمُ الزِّنَا) dan bila terjadi juga zina maka Islam pun telah menetapkan hudud berupa sanksi jilid (عُقُوْبَةُ الْجَلَدِ) 100 kali bagi pezina yang belum pernah nikah dan sanksi rajam (عُقُوْبَةُ الرَّجْمِ) sampai mati bagi pezina yang tengah atau telah pernah nikah.
2.       pemeliharaan terhadap aqal (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الْعَقْلِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haramnya khamr dan yang sejenis dengan khamr (narkoba) dan bila masih ada juga kaum muslim yang memi-num khamr maka Islam pun telah menetapkan hudud berupa sanksi jilid.
3.       pemeliharaan terhadap kehormatan manusia (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الْكَرَامَةِ الإِنْسَانِيَّةِ) dilakukan oleh Islam de-ngan menetapkan haramnya tuduhan berbuat zina (اَلْقَذَفُ) tanpa pembuktian dan bagi si pelakunya Islam telah menetapkan hudud berupa sanksi jilid 80 kali.
4.       pemeliharaan terhadap nyawa manusia (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى نَفْسِ الإِنْسَانِ) dilakukan oleh Islam dengan mene-tapkan haramnya semua jenis aksi membunuh (اَلْقَتْلُ الْعَمَدُ اَوْ شِبْهُ الْعَمَدِ اَوِ الْخَطَأُ) dan bagi pelakunya te-lah ditetapkan hudud berupa sanksi : (a) dibunuh lagi bila keluarga korban tidak memberi maaf ke-pada pelaku اَلْقَتْلُ الْعَمَدُ atau wajib membayar diyat 100 ekor unta (30 ekor betina dewasa berumur 4 tahun, 30 ekor betina dewasa berumur 5 tahun dan 40 ekor betina dewasa bunting) bila si pelaku di-maafkan oleh keluarga korban, (b) wajib membayar diyat 100 ekor unta (30 ekor betina dewasa berumur 4 tahun, 30 ekor betina dewasa berumur 5 tahun dan 40 ekor betina dewasa bunting) bagi pelaku اَلْقَتْلُ شِبْهُ الْعَمَدِ dan (c) wajib membayar diyat 100 ekor unta (30 ekor betina dewasa berumur 4 tahun, 30 ekor betina dewasa berumur 5 tahun dan 40 ekor betina dewasa bunting) ditambah kaffa-rah berupa membebaskan seorang hamba sahaya mukmin apabila si pelaku اَلْقَتْلُ الْخَطَأُ membunuh seorang muslim secara pasti atau hanya membayar kaffarah bila pelaku اَلْقَتْلُ الْخَطَأُ membunuh sese-orang yang diduga sebagai kafir harbi di negeri-negeri kafir (seperti AS, Eropa, Australia dan lain-nya) namun ternyata korban telah masuk Islam dalam keadaan menyembunyikan keislamannya.
5.       pemeliharaan terhadap kepemilikan pribadi (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الْمِلْكِيَّةِ الْفَرْدِيَّةِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haramnya pencurian (تَحْرِيْمُ السَّرَقَةِ) dan bagi si pencuri telah ditetapkan hudud berupa sanksi potong tangan dan atau kaki (عُقُوْبَةُ الْقَطْعِ).
6.       pemeliharaan terhadap agama (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الدِّيْنِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haram-nya murtad (تَحْرِيْمُ الإِرْتِدَادِ) dan bagi muslim yang murtad lalu tidak kembali kepada Islam setelah di-beri waktu berpikir selama tiga hari maka pelaku harus dibunuh oleh Khalifah.
7.       pemeliharaan terhadap keamanan (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الأَمْنِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan ha-ramnya berbuat kerusakan di muka bumi (تَحْرِيْمُ الإِفْسَادِ فِيْ الأَرْضِ) dan bagi si pelaku telah ditetapkan hudud berupa : (a) dibunuh dan disalib bila pelaku berhasil membunuh korban serta mengambil harta korban atau (b) dibunuh saja bila pelaku berhasil membunuh korban namun tidak mengambil harta korban atau (c) dipotong tangan dan kaki si pelaku secara bersilang bila si pelaku tidak mem-bunuh korban melainkan berhasil mengambil hartanya atau (d) diusir dari tempat si pelaku melaku-kan aksi tersebut walau tidak sampai membunuh korban maupun mengambil hartanya.
8.       pemeliharaan terhadap negara (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الدَّوْلَةِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haram-nya aksi menghancurkan bangunan kaum muslim (تَحْرِيْمُ شَقِّ عَصَا الْمُسْلِمِيْنِ) dan aksi memecah belah jamaah mereka (تَحْرِيْمُ تَجْزِئَتِهِمْ كَجَمَاعَةٍ وَكِيَانٍ اَوْ دَوْلَةٍ). Islam telah menetapkan syari’at memerangi ka-um pemberontak (اَحْكَامُ قِتَالِ الْبُغَاةِ) bagi pelaku aksi tersebut.
Demikianlah secara singkat syari’ah tentang pemeliharaan terhadap sendi-sendi bangunan masya-rakat Islami (اَلْمُجْتَمَعُ الإِسْلاَمِيُّ) yang seluruhnya ditunjukkan oleh sumber-sumber dalil Islam sejati yakni Al-Quran dan As-Sunnah. Islam telah membebankan seluruh aturan pemeliharaan itu juga aturan lain-nya kepada Khalifah dan kewajiban ini ditunjukkan oleh sejumlah dalil :
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري)
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي وَإِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَعَدَلَ فَإِنَّ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرًا وَإِنْ قَالَ بِغَيْرِهِ فَإِنَّ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه البخاري)
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه مسلم)
Keseluruhan مَجْمُوْعُ الْمَفَاهِيْمِ عَنِ الْحَيَاةِ alias Peradaban yang ada dalam Islam tersebut (اَلْحَضَارَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) bu-kan hanya sebagai kontribusi Islam bagi dunia melainkan bukti pasti dari رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ kepada manu-sia. Inilah mengapa Allah SWT menyeru seluruh manusia tanpa kecuali untuk masuk secara utuh ke dalam Islam (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)), yakni karena dalam Islam telah Allah sediakan segala sesuatu, segala aturan, segala perkara yang akan meng-antarkan manusia secara pasti menuju kehidupan mereka di dunia yang hakiki dan semuanya diungkap-kan oleh Allah SWT dalam pernyataan :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء : 107)
Namun, رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ tersebut tidak akan pernah disambut apalagi diimplementasikan oleh manusia-manusia yang telah memutuskan untuk lebih mengedepankan pencapaian kepentingan naluriah mereka sendiri (اَهْوَاءُهُمْ) daripada memperhatikan aqalnya yang tidak mungkin bisa dibohongi dan sangat meng-akui serta memahami kelayakkan dan kehandalan Islam untuk dijadikan asas satu-satunya dalam pe-nyelenggaraan kehidupan manusia di dunia. Jadi, inilah alasan faktual mengapa semakin banyak ber-munculan di pentas percaturan umat Islam orang-orang yang simetris dan tipikal dengan Din Syamsud-din, Hidayat Nur Wahid, Komaruddin Hidayat dan lainnya. Mereka adalah manusia yang belum pernah mengalami dan menjalankan kehidupan dunia dengan basis Islam (Khilafah), namun telah “merasa” sa-ngat bosan dengan Islam yang mereka klaim telah sangat mereka pahami seluk beluknya. Anehnya adalah klaim mereka tersebut alih-alih menjadikan mereka penuh percaya diri untuk mengaktualisasi-kan Islam baik internal maupun eksternal, melainkan justru menjadikan mereka amat sangat rendah diri jika harus menampakkan ke-Islaman yang telah melekat erat dalam realitas dirinya.
Wal hasil, mengapa mereka masih harus dan terus menerus mencari kontribusi dari luar Islam yakni kekufuran (apa pun bentuk dan manifestasinya) untuk mewujudkan keadaan yang mereka defini-sikan sebagai kesejahteraan bangsa maupun perdamaian dunia?  Memang inilah fakta kekisruhan yang sangat cocok antara pola pikir mereka dengan tema yang mereka gunakan. Pola pikir mereka adalah hanya bertumpu kepada kekufuran berbasis sekularisme (kapitalisme dan demokrasi), lalu tema yang digunakan (Kontribusi Umat Beragama Bagi Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia) adalah juga keadaan yang dituntut dan diwajibkan oleh sekularisme itu sendiri. Sekali lagi, inilah realitas ke-cocokan kekisruhan pemikiran kaum muslim hingga saat yang semakin menggila. Akibatnya adalah su-dah dapat dipastikan selain Islam semakin terjauhkan dari kaum muslim bahkan semakin ditinggalkan oleh mereka, juga kehidupan manusia di dunia semakin kokoh berada dalam مَفْسَدَةً yakni sebentuk pola kehidupan yang diselenggarakan hanya demi terealisirnya seluruh kepentingan naluriah manusia.




أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (الحج : 46)

No comments:

Post a Comment