Muhammadiyah, PGI dan PKS : gagasan apa yang tengah mereka rumuskan?
Kamis 18 September 2008 atau 18 Ramadlan 1429 H,
telah dipilih oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS)
untuk menyelenggarakan “Dialog Keumatan” dengan tema Kon-tribusi Umat
Beragama Bagi Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia. DPP PKS dengan
pe-nuh percaya diri telah mempercayakan forum dialog tersebut kepada Ketua Umum
Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah : Din Syamsuddin, Ketua MPR : Hidayat
Nur Wahid dan Perwakilan Per-satuan Gereja Indonesia (PGI) : A. Yewanggo, untuk
tampil sebagai pembicara.
Sosok Din Syamsuddin, Hidayat Nur Wahid dan A.
Yewanggo tidak boleh diposisikan sebagai pribadi yang mewakili realitas
individualnya masing-masing, sebab ketiganya selama ini telah menyatu secara
utuh dengan institusi yang menjadi “habitat” kehidupannya. Rinciannya sebagai
berikut :
1.
ormas Islam Muhammadiyah adalah rumah pertama dan
tempat orisinal bagi Din Syamsuddin, se-hingga berlaku hubungan Din
Syamsuddin adalah Muhammadiyah dan Muhammadiyah ada dalam diri Din Syamsuddin.
Lebih dari itu, status Din yang memeluk agama Islam dan sebagai Ketum or-mas
Islam terbesar kedua di Indonesia dengan massa yang tidak kurang dari 30-an
juta orang, me-mastikan bahwa dia adalah figur yang mewakili umat Islam
Indonesia khususnya yang mengambil rute perjalanan di luar lajur politik
praktis.
2.
Hidayat Nur Wahid adalah presiden yang kedua kalinya
bagi PK (Partai Keadilan, presiden perta-ma adalah Nur Mahmudi Ismail yang saat
ini menjadi Walikota Depok) dan presiden untuk perta-ma kalinya setelah PK
berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera). PKS hingga kini di-anggap
sebagai parpol yang paling Islami dari sembilan parpol yang masuk dalam
kategori partai Islam versi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilansir pada
hari Kamis 25 September 2008 : PPP, PKS, PBR, PBB, PKB, PAN, PKNU, PMB, PPNUI.
Definisi partai Islam menurut LSI dalam survei tersebut adalah : partai yang
memasang platform berdasarkan Islam atau yang memiliki ke-terkaitan historikal
sosiologis dengan partai Islam di masa lalu. Artinya, sang Ketua MPR
tersebut tidak mungkin untuk hanya mewakili realitas individual dirinya
melainkan otomatis mewakili umat Islam Indonesia terutama yang selama ini
berada dalam ranah politik praktis.
3. A.
Yewanggo hadir sebagai pembicara dalam forum tersebut dengan mengatasnamakan
dirinya se-bagai wakil dari paling tidak kaum Kristiani yang bernaung di bawah
bendera PGI, sehingga dia adalah sepenuhnya menjadi wakil dari kaum Kristiani
Indonesia.
Lalu, mengapa DPP PKS hanya
melibatkan wakil umat Islam dan kaum Kristiani dalam forum yang mereka adakan
tersebut? Keputusan itu nampaknya diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan :
1.
realitas global memastikan bahwa hingga saat ini
komunitas penganut agama yang paling menonjol perannya dalam percaturan
kemanusiaan dunia adalah kaum Kristiani dan umat Islam, walaupun berada dalam
segmen yang berbeda. Peran kaum Kristiani teraktualisasikan melalui dua instrumen
yakni : (a) secara kelembagaan spiritual (spiritualistic institution) :
Kepausan di Vatican dan (b) melalui keberadaan mereka dalam berbagai lembaga
opini dunia baik itu yang resmi seperti UN be-serta badan-badan yang ada di
dalamnya maupun NGO yang tersebar luas hampir di seluruh dunia. Sementara itu,
umat Islam memegang peran yang sangat menonjol dari sisi sebagai “wakil paling
besar” komunitas manusia yang bermukim di Dunia Ketiga dengan berbagai aspek
kehidupan me-reka yang “super hitam” : miskin, bodoh, terbelakang, radikal,
anti Barat dan sebagainya. Lalu, ba-gaimana dengan kaum Yahudi? Harus diingat
apa pun posisi kaum Yahudi dengan negara Israelnya di pentas dunia saat ini,
namun yang pasti mereka adalah : (a) minoritas secara kuantitas, (b) berada
dalam konstelasi “dimanfaatkan secara maksimal oleh Amerika Serikat untuk jadi
duri dalam jan-tung Dunia Islam” dan (c) satu-satunya komunitas penganut agama
yang menjadi musuh bersama umat Islam. Ketiga hal yang melekat pada realitas
kaum Yahudi itu merupakan faktor yang meng-halangi mereka untuk dilibatkan
secara aktif dalam forum apa pun yang digelar oleh umat Islam atau di Dunia
Islam.
2.
realitas kehidupan Indonesia memastikan bahwa dalam
arena ormas maupun orpol, komunitas mi-noritas yang sejak awal berdiri NKRI
telah sangat berperan adalah kaum Kristiani dan hingga saat ini peran mereka
bahkan semakin menguat, termasuk “keberanian” untuk membahas isyu-isyu se-putar
Islam secara terbuka dalam internal kehidupan spiritual mereka. Artinya fakta
mutakhir itu harus menjadi perhatian sebab terlepas apakah itu adalah “sejati”
ataukah “semu” yang pasti mere-ka sangat beperan walau dalam posisi minoritas.
3. realitas
PKS sendiri sebagai parpol yang telah memutuskan untuk menjelma jadi partai
terbuka alias parpol inklusif menuntut untuk “tidak hanya” atau “tidak melulu”
menjejakkan kakinya di sa-tu bagian (umat Islam) dari peta kehidupan masyarakat
Indonesia yang plural. Hal itu karena sifat inklusif yang secara sadar
dilekatkan pada PKS oleh PKS sendiri akan terkesan kuat sebagai “basa basi”
jika realitas aksi hariannya ternyata masih sangat eksklusif. Tegasnya, aksi
ini mereka laku-kan untuk : (a) dalam jangka pendek adalah meraih suara kaum
Kristiani terutama dalam pemilu le-gislatif tahun 2009 dan (b) dalam jangka
panjang adalah sebentuk penegasan dan pengokohan jati-diri sebagai parpol yang
sangat berpihak kepada pluralitas walau berasas Islam serta berbasis massa umat
Islam.
Lalu, mengapa dipilih
Muhammadiyah dan bukan NU? Nampaknya keputusan ini lebih bertumpu ke-pada sosok
Din Syamsuddin yang memang saat ini sangat banyak menduduki posisi strategis
sebagai ketua sejumlah forum internasional yang mengelaborasi isyu dialog
antaragama, konflik antar umat be-ragama, kontribusi agama dan umat beragama
untuk peradaban dunia dan sebagainya. Hal ini nampak jelas terungkap secara
implisit dari tema yang digunakan oleh DPP PKS sendiri.
Lalu, apakah yang dapat dipahamkan
dari tema forum tersebut atau apa sebenarnya gagasan yang tengah
dirumuskan dalam tema tersebut? Tema forum adalah Kontribusi Umat
Beragama Bagi Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia. Tema tersebut
memuat tiga pemikiran yakni :
1. kontribusi
umat beragama. Istilah “kontribusi” atau contribution (bahasa
Inggris) adalah sepadan dengan sumbangan atau peran serta (bahasa
Indonesia) atau اَلتَّبَرُّعُ الْحَقِيْقِيُّ (bahasa Arab). Ketika is-tilah ini disandarkan kepada umat
beragama (kontribusi umat beragama), maka maknanya atau yang dimaksudkan
adalah sumbangan atau peran serta dari umat beragama. Siapa yang
dimaksud-kan dengan umat beragama? Tentu saja berdasarkan realitas
khusus ke-Indonesiaan maupun glo-bal, yang dimaksudkan adalah seluruh manusia
yang terkotakkan dalam kubus besar yang bernama agama : umat beragama Islam,
Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu dan lainnya. Wa-lau ungkapan kontribusi
umat beragama tersebut secara eksplisit adalah pernyataan (قَوْلاً) dan bu-kan tuntutan (طَلَبًا), namun secara implisit merupakan tuntutan
yakni : seluruh umat beragama wajib memberikan sumbangan atau peran sertanya.
2. kesejahteraan
bangsa. Kenyataan bangsa Indonesia secara statistik teoritis (dari BPS
maupun pihak pemerintah) masih didominasi oleh kemiskinan yang jumlahnya lebih
dari 40 persen total pendu-duk. Realitas kemiskinan demografis tersebut akan
semakin besar jumlahnya bila dibidik dengan instrumen kualifikasi kesejahteraan
orang per orang, yakni sangat mungkin akan mencapai lebih dari 90
persen. Terlepas dari itu yang pasti adalah bagian ungkapan dari tema tersebut
merupakan sebuah pengakuan terhadap kenyataan yang ada dalam tubuh bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, kesejahteraan bangsa Indonesia, harus dan
wajib menjadi objek yang dituju oleh kontribusi umat beragama.
3. perdamaian
dunia. Mengapa posisi dan eksistensi umat beragama dikaitkan dengan perdamaian
dunia? Hal itu tidak lepas dari stigma empirik perjalanan
agama-agama berikut komunitas manusia pemeluknya masing-masing yakni, agama
adalah sumber atau pemicu konflik antar umat beraga-ma bahkan antar
manusia secara umum. Selama stigma atas eksistensi agama-agama tersebut tetap
ada bahkan memang faktual, maka hal itu akan sangat kontradiktif dengan perdamaian
sebab selalu akan terjadi konflik di antara komunitas pemeluk agama dan itu
artinya tidak akan pernah terwu-jud perdamaian di dunia. Dengan
demikian, seluruh umat beragama harus dan wajib memberikan sumbangan atau
peran sertanya dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Lalu, bagaimana rumusan riil
atau gagasan faktual supaya umat beragama dapat berkontribusi kepada kesejahteraan
bangsa dan perdamaian dunia?
Apa pun alasannya, diakui atau dipungkiri, diekspos
atau ditutup-tutupi, setiap agama beserta pe-meluknya masing-masing selalu dan
akan selalu memiliki klaim sebagai paling benar sekaligus mem-posisikan
agama lain sebagai salah dan wajib dimusnahkan. Klaim ini adalah sangat
krusial sebab suatu saat bisa menjadi penguat posisi dan eksistensi suatu
agama, namun pada saat lainnya dapat men-jadi penghancur utama bagi posisi dan
eksistensi agama yang bersangkutan. Klaim itulah yang telah menjadikan agama
mendapat stigma sebagai sumber atau pemicu konflik antar manusia. Oleh karena
itu, klaim sebagai paling benar adalah wajib dihilangkan dari
realitas setiap agama dengan kata lain setiap agama berikut komunitas
penganutnya masing-masing wajib memposisikan semua agama adalah sama dan
sejajar, yakni sama sama benar dan memiliki posisi yang
setara : tidak ada yang lebih ting-gi atau lebih unggul, semuanya satu tingkat
yaitu sebagai perkara yang masuk dalam urusan sangat pri-badi dari seseorang.
Demikianlah identitas mendasar dari agama yang
paling awal harus dilucuti dan selanjutnya dija-uhkan dari agama itu sendiri. Rumusan
langkah berikutnya adalah :
1.
menumbuhkembangkan sikap toleran pada semua komunitas
pemeluk agama sehubungan dengan keberadaan mereka dalam percaturan kehidupan
dunia dan untuk tujuan ini harus dilakukan reinter-pretasi atau penafsiran
ulang terhadap semua ajaran agama terutama yang berkenaan dengan fana-tisme
masing-masing agama.
2.
berusaha keras untuk semakin meninggalkan aspek
perbedaan jatidiri masing-masing agama dalam realitas percaturan global
sekaligus semakin mengedepankan aspek kesamaan yang ada dalam selu-ruh agama.
Semua agama sama-sama menuntut dan mengharuskan manusia untuk berbuat kebaikan
bagi orang lain, bersikap adil, menjunjung tinggi kemanusiaan, anti kekerasan,
anti dominasi mayo-ritas, anti penindasan kepada minoritas, bersikap saling
mencintai dan kasih sayang dan seterusnya.
3. semakin
mengintensifkan upaya saling mendekatkan antar agama dengan cara semakin giat
dan se-ring dalam melakukan dialog antar agama.
Dengan rumusan tersebut
dapat dipastikan bahwa stigma agama sebagai sumber atau pemicu konflik antar
manusia atau dalam realitas kemanusiaan, dapat hilang baik secara sekaligus
maupun secara gra-dual. Sehingga yang dituntut atau diwajibkan oleh tema Kontribusi
Umat Beragama Bagi Kesejahte-raan Bangsa dan Perdamaian Dunia secara otomatis
dapat direalisir oleh semua komunitas pemeluk agama yang ada di dunia. Inilah
sebenarnya hakikat dari tema tersebut atau dengan kata lain inilah yang tengah
dan selalu akan digagas-konsepkan oleh Muhammadiyah, PGI dan PKS.
Lalu, bagaima-na pandangan Islam terhadap upaya dan aksi mereka
itu serta apa sebenarnya kontribusi Islam bagi kehidupan manusia
di dunia?
Islam berlepas diri dari
aktivitas mereka!
Ketika seorang muslim
menggagas pemikiran bahwa Islam adalah sama saja dengan agama lain-nya, maka
dia telah mengingkari aqidah Islamiyahnya sendiri (اِيْمَانُهُ) dan pada saat yang sama dia telah menolak
tegas kenyataan Islam sebagai agama langit terakhir yang dijadikan pengganti
agama langit sebelumnya terutama yang bersumber dari Taurah (Yahudi) dan Injil
(Nasrani). Dia pun telah menyim-pulkan bahwa metodologi dakwah yang telah riil
dilakukan oleh Rasulullah saw adalah salah karena se-lalu disertai penegasan
Islam sebagai satu-satunya yang benar (اَلْحَقُّ) dan yang lain adalah salah (اَلْبَاطِلُ). Artinya, dia menolak mentah-mentah
dalil-dalil syara’ yang menunjukkan metodologi dakwah Rasulul-lah saw tersebut
seperti pernyataan Allah SWT :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل : 125)
قُلْ يَاأَهْلَ
الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا
نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا
بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا
بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (آل عمران : 64)
Juga
pernyataan Rasulullah saw dalam surat beliau kepada Kaisar Heraklius :
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ
سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ
بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ
مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ وَ يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ
لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ
بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا
اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (رواه البخاري)
Selain itu, dia pun
telah menutup mata dan telinganya berpura-pura tidak memahami posisi dan
eksistensi kaum kufar (Yahudi dan Nasrani) yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
sebagai musuh aba-di Islam dan kaum muslim, saat dia bersedia untuk duduk
bersama mereka dalam berbagai forum dia-log antar agama. Tegasnya dia menolak
pernyataan Allah SWT yang diantaranya :
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا
النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا
لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (البقرة : 120)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا
عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ
أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (آل عمران :
118)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (المائدة : 51)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (المائدة : 57)
Kemudian, saat dia
memposisikan Islam secara sama dan sejajar dengan agama-agama lain berar-ti dia
telah menganggap dirinya lebih Maha Mengetahui daripada Allah SWT sendiri yang
telah mene-tapkan Islam sebagai satu-satunya agama (اَلدِّيْنُ) yang benar dan sempurna (اَلْمُكْمَلُ) serta ditaqdirkan se-bagai aturan hidup
manusia sepanjang dunia belum berakhir. Tegasnya dia menolak semua pernyataan
Allah SWT yang menunjukkan hal itu :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ
اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ
بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ
اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (آل عمران : 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ
غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ (آل عمران : 85)
Lebih mengerikan lagi
dari itu semua adalah saat dia menganggap semua agama adalah sama sa-ja, maka
dia telah mensejajarkan Allah SWT dengan makhluq baik itu Nabi Isa as, Nabi
Uzair, Trimur-ti, Rampoche, Kwan Im dan lainnya yang selama ini diposisikan
sebagai tuhan oleh para penganut aga-manya masing-masing. Padahal dalil aqliy
maupun naqliy memustahilkan ada tuhan (ءَالِهَةٌ) selain Allah SWT, sebab jika hal itu
terjadi maka aqal manusia sekalipun memastikan tidak akan mungkin ada ma-nusia
(اَلإِنْسَانُ), alam semesta (اَلْكَوْنُ) dan kehidupan (اَلْحَيَاةُ). Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT
saat menyatakan :
لَوْ كَانَ فِيهِمَا
ءَالِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا
يَصِفُونَ (الأنبياء : 22)
Oleh karena itu, Islam sama sekali tidak ada
hubungannya dengan seorang muslim yang memiliki pemikiran seperti demikian
bahkan Islam benar-benar telah menempatkan orang tersebut sebagai telah kufur
dan tidak layak lagi mengaku dirinya sebagai muslim. Hal itu karena semua
perkara pokok dan prinsip yang terkandung dalam ucapan tahlil (لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ) yakni
: (a) لاَ
مَعْبُوْدَ اِلاَّ اللهُ,
(b) لاَ
خَالِقَ اِلاَّ اللهُ dan
(c) لاَ
مُشَرِّعَ اِلاَّ اللهُ,
telah dia ingkari dengan pasti dan itu ditunjukkan oleh pemikiran maupun
sikapnya.
Wal hasil, khusus untuk
kasus Din Syamsuddin dan Hidayat Nur Wahid keduanya telah memenu-hi semua
kriteria murtadnya seorang muslim, sehingga status keduanya tidak ada perbedaan
apa pun dengan teman akrabnya dari PGI : A. Yewanggo yakni sama-sama bagian
dari kaum kufar. Realitas ini sesuai pula dengan dalil naqliy yang menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (المائدة : 51)
Dengan demikian, siapa pun
dari umat Islam baik perorangan maupun kelompok yang memiliki pemi-kiran serta
sikap seperti Din Syamsuddin dan Hidayat Nur Wahid, maka tidak diragukan lagi
secuil pun dia atau mereka telah kufur dalam pandangan Islam.
Kontribusi Islam bagi
kehidupan dunia
Setelah Bani Israil
(Yahudi dan Nasrani) kufur kepada Allah SWT berikut semua ketentuan yang
diturunkan kepada mereka melalui dua Kitab (Taurah dan Injil), maka eksistensi
agama mereka diha-pus oleh Allah SWT dan lalu digantikan oleh risalah Islam
yang diturunkan bagi seluruh manusia mela-lui Nabi Muhammad saw. Allah SWT
menyatakan :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء : 107)
Ayat
tersebut memastikan bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia supaya
mereka dapat memberlangsungkan kehidupan di dunia sesuai dengan jatidirinya
selaku manusia dan bukan binatang. Adalah aqal mereka tidak akan mungkin dapat
berfungsi sempurna dalam mengendalikan sikap mereka bila tidak memperoleh
informasi yang benar (sesuai dengan faktanya atau berasal dari Allah SWT)
tentang apa yang boleh dilakukan (حَلاَلٌ) dan yang tidak boleh dilakukan
(حَرَامٌ). Apabila itu terjadi maka dapat
dipastikan kehidupan mereka tidak akan berbeda sedikit pun dengan binatang dan
akibat-nya adalah kehancuran dan kebinasaan kemanusiaan yang akan terjadi
sebelum waktu yang seharusnya untuk hancur tiba (اَلسَّاعَةُ). Inilah yang ditunjukkan dengan gamblang
oleh pernyataan Allah SWT :
وَلَوِ اتَّبَعَ
الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ
أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم : 41)
Bagian ayat وَلَوِ
اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ
memastikan bahwa antara الْحَقُّ dengan أَهْوَاءَهُمْ adalah bertentangan dan diametral, sehingga bila الْحَقُّ (yang berasal dari Allah : Islam)
dibiarkan dikendalikan atau terdistorsi oleh kepentingan naluriah manusia (أَهْوَاءَهُمْ), maka bukan hanya Islam yang akan hancur
melainkan se-luruh kemanusiaan juga akan musnah. Realitas tersebut secara
spesifik ditunjukkan oleh bagian ayat ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ yang
memberikan penjelasan bahwa secara gradual kerusakan dunia pasti akan terjadi
bila kehidupan dunia diselenggarakan dengan aturan yang dibuat oleh manusia
sendiri dan bukan yang diturunkan oleh Allah SWT (Islam) : بِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ.
Kemudian bagian ayat بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ
ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ semakin memastikan bahwa الْحَقُّ adalah yang telah Allah datang-kan kepada manusia melalui para
Rasul termasuk Rasulullah saw : بَلْ أَتَيْنَاهُمْ
بِذِكْرِهِمْ. Sehingga ketika Allah SWT
menyatakan : وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ
مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (طه : 124) maka yang dimaksudkan dengan ذِكْرِي adalah الْحَقُّ yakni اَلإِسْلاَمُ bukan yang lain.
Oleh karena itu, seharusnya ketiga ayat tersebut
telah cukup untuk memberikan pemahaman yang sangat jelas kepada aqal bahwa bila
manusia menyadari dirinya berbeda dengan binatang dan mereka pun sadar bahwa
perbedaan diametral tersebut harus dipertahankan, maka pilihannya hanya satu
yakni kehidupan mereka selaku manusia wajib diselenggarakan dengan ideologi
Islam. Inilah (walau baru se-cara makro alias مُجْمَلَةً) kontribusi Islam bagi kehidupan manusia
di dunia dan ini telah terbukti secara empirik dalam perjalanan manusia itu
sendiri mulai dari abad ke-6 hingga awal abad ke-20 miladiyah.
Sekedar memberikan
gambaran yang lebih spesifik lagi, maka kontribusi Islam bagi kemanusiaan
adalah teraktualisasikan dalam aturan pemeliharaan yang ditujukan bagi
terjaminnya keberlangsungan bangunan masyarakat dalam kehidupan dunia yang
berbasis Islam :
1.
pemeliharaan terhadap keberlangsungan manusia atau
keturunan (اَلْمُحَافَظَةُ
عَلَى نَوْعِ الإِنْسَانِ اَيْ اَلنَّسْلِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haramnya zina (تَحْرِيْمُ
الزِّنَا) dan bila terjadi
juga zina maka Islam pun telah menetapkan hudud berupa sanksi jilid (عُقُوْبَةُ
الْجَلَدِ) 100 kali bagi
pezina yang belum pernah nikah dan sanksi rajam (عُقُوْبَةُ الرَّجْمِ) sampai mati bagi pezina yang tengah atau
telah pernah nikah.
2.
pemeliharaan terhadap aqal (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الْعَقْلِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan
haramnya khamr dan yang sejenis dengan khamr (narkoba) dan bila masih ada juga
kaum muslim yang memi-num khamr maka Islam pun telah menetapkan hudud berupa
sanksi jilid.
3.
pemeliharaan terhadap kehormatan manusia (اَلْمُحَافَظَةُ
عَلَى الْكَرَامَةِ الإِنْسَانِيَّةِ) dilakukan oleh Islam de-ngan menetapkan haramnya tuduhan
berbuat zina (اَلْقَذَفُ)
tanpa pembuktian dan bagi si pelakunya Islam telah menetapkan hudud berupa
sanksi jilid 80 kali.
4.
pemeliharaan terhadap nyawa manusia (اَلْمُحَافَظَةُ
عَلَى نَفْسِ الإِنْسَانِ)
dilakukan oleh Islam dengan mene-tapkan haramnya semua jenis aksi membunuh (اَلْقَتْلُ
الْعَمَدُ اَوْ شِبْهُ الْعَمَدِ اَوِ الْخَطَأُ) dan bagi pelakunya te-lah ditetapkan hudud berupa sanksi : (a)
dibunuh lagi bila keluarga korban tidak memberi maaf ke-pada pelaku اَلْقَتْلُ
الْعَمَدُ atau wajib
membayar diyat 100 ekor unta (30 ekor betina dewasa berumur 4 tahun, 30 ekor
betina dewasa berumur 5 tahun dan 40 ekor betina dewasa bunting) bila si pelaku
di-maafkan oleh keluarga korban, (b) wajib membayar diyat 100 ekor unta (30
ekor betina dewasa berumur 4 tahun, 30 ekor betina dewasa berumur 5 tahun dan
40 ekor betina dewasa bunting) bagi pelaku اَلْقَتْلُ شِبْهُ
الْعَمَدِ dan (c) wajib
membayar diyat 100 ekor unta (30 ekor betina dewasa berumur 4 tahun, 30 ekor
betina dewasa berumur 5 tahun dan 40 ekor betina dewasa bunting) ditambah
kaffa-rah berupa membebaskan seorang hamba sahaya mukmin apabila si pelaku اَلْقَتْلُ
الْخَطَأُ membunuh seorang
muslim secara pasti atau hanya membayar kaffarah bila pelaku اَلْقَتْلُ
الْخَطَأُ
membunuh sese-orang yang diduga sebagai kafir harbi di negeri-negeri
kafir (seperti AS, Eropa, Australia dan lain-nya) namun ternyata korban telah
masuk Islam dalam keadaan menyembunyikan keislamannya.
5.
pemeliharaan terhadap kepemilikan pribadi (اَلْمُحَافَظَةُ
عَلَى الْمِلْكِيَّةِ الْفَرْدِيَّةِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haramnya pencurian (تَحْرِيْمُ
السَّرَقَةِ) dan bagi si
pencuri telah ditetapkan hudud berupa sanksi potong tangan dan atau kaki (عُقُوْبَةُ
الْقَطْعِ).
6.
pemeliharaan terhadap agama (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الدِّيْنِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan
haram-nya murtad (تَحْرِيْمُ الإِرْتِدَادِ) dan bagi muslim yang murtad lalu tidak
kembali kepada Islam setelah di-beri waktu berpikir selama tiga hari maka
pelaku harus dibunuh oleh Khalifah.
7.
pemeliharaan terhadap keamanan (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الأَمْنِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan
ha-ramnya berbuat kerusakan di muka bumi (تَحْرِيْمُ
الإِفْسَادِ فِيْ الأَرْضِ)
dan bagi si pelaku telah ditetapkan hudud berupa : (a) dibunuh dan disalib bila
pelaku berhasil membunuh korban serta mengambil harta korban atau (b) dibunuh
saja bila pelaku berhasil membunuh korban namun tidak mengambil harta korban
atau (c) dipotong tangan dan kaki si pelaku secara bersilang bila si pelaku tidak
mem-bunuh korban melainkan berhasil mengambil hartanya atau (d) diusir dari
tempat si pelaku melaku-kan aksi tersebut walau tidak sampai membunuh korban
maupun mengambil hartanya.
8. pemeliharaan
terhadap negara (اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الدَّوْلَةِ) dilakukan oleh Islam dengan menetapkan haram-nya aksi
menghancurkan bangunan kaum muslim (تَحْرِيْمُ شَقِّ
عَصَا الْمُسْلِمِيْنِ) dan
aksi memecah belah jamaah mereka (تَحْرِيْمُ تَجْزِئَتِهِمْ كَجَمَاعَةٍ
وَكِيَانٍ اَوْ دَوْلَةٍ).
Islam telah menetapkan syari’at memerangi ka-um pemberontak (اَحْكَامُ
قِتَالِ الْبُغَاةِ) bagi
pelaku aksi tersebut.
Demikianlah secara
singkat syari’ah tentang pemeliharaan terhadap sendi-sendi bangunan masya-rakat
Islami (اَلْمُجْتَمَعُ
الإِسْلاَمِيُّ) yang
seluruhnya ditunjukkan oleh sumber-sumber dalil Islam sejati yakni Al-Quran dan
As-Sunnah. Islam telah membebankan seluruh aturan pemeliharaan itu juga aturan
lain-nya kepada Khalifah dan kewajiban ini ditunjukkan oleh sejumlah dalil :
فَالْإِمَامُ رَاعٍ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري)
مَنْ أَطَاعَنِي
فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ
الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي
وَإِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ
أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَعَدَلَ فَإِنَّ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرًا وَإِنْ قَالَ
بِغَيْرِهِ فَإِنَّ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه البخاري)
إِنَّمَا الْإِمَامُ
جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ
أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه مسلم)
Keseluruhan مَجْمُوْعُ الْمَفَاهِيْمِ عَنِ الْحَيَاةِ alias Peradaban yang ada dalam Islam tersebut (اَلْحَضَارَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) bu-kan hanya sebagai kontribusi Islam bagi dunia
melainkan bukti pasti dari رَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ kepada
manu-sia. Inilah mengapa Allah SWT menyeru seluruh manusia tanpa
kecuali untuk masuk secara utuh ke dalam Islam (يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)), yakni karena dalam Islam telah Allah
sediakan segala sesuatu, segala aturan, segala perkara yang akan meng-antarkan
manusia secara pasti menuju kehidupan mereka di dunia yang hakiki dan semuanya
diungkap-kan oleh Allah SWT dalam pernyataan :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء : 107)
Namun, رَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
tersebut tidak akan pernah disambut apalagi diimplementasikan oleh
manusia-manusia yang telah memutuskan untuk lebih mengedepankan pencapaian
kepentingan naluriah mereka sendiri (اَهْوَاءُهُمْ) daripada memperhatikan aqalnya yang tidak
mungkin bisa dibohongi dan sangat meng-akui serta memahami kelayakkan dan
kehandalan Islam untuk dijadikan asas satu-satunya dalam pe-nyelenggaraan
kehidupan manusia di dunia. Jadi, inilah alasan faktual mengapa semakin banyak
ber-munculan di pentas percaturan umat Islam orang-orang yang simetris dan
tipikal dengan Din Syamsud-din, Hidayat Nur Wahid, Komaruddin Hidayat dan
lainnya. Mereka adalah manusia yang belum pernah mengalami dan menjalankan
kehidupan dunia dengan basis Islam (Khilafah), namun telah “merasa” sa-ngat
bosan dengan Islam yang mereka klaim telah sangat mereka pahami seluk beluknya.
Anehnya adalah klaim mereka tersebut alih-alih menjadikan mereka penuh percaya
diri untuk mengaktualisasi-kan Islam baik internal maupun eksternal, melainkan
justru menjadikan mereka amat sangat rendah diri jika harus menampakkan
ke-Islaman yang telah melekat erat dalam realitas dirinya.
Wal hasil, mengapa mereka masih harus
dan terus menerus mencari kontribusi dari luar Islam yakni kekufuran (apa pun
bentuk dan manifestasinya) untuk mewujudkan keadaan yang mereka defini-sikan
sebagai kesejahteraan bangsa maupun perdamaian dunia? Memang inilah fakta kekisruhan yang sangat
cocok antara pola pikir mereka dengan tema yang mereka gunakan. Pola pikir
mereka adalah hanya bertumpu kepada kekufuran berbasis sekularisme (kapitalisme
dan demokrasi), lalu tema yang digunakan (Kontribusi Umat Beragama Bagi
Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia) adalah juga keadaan yang
dituntut dan diwajibkan oleh sekularisme itu sendiri. Sekali lagi, inilah
realitas ke-cocokan kekisruhan pemikiran kaum muslim hingga saat yang semakin
menggila. Akibatnya adalah su-dah dapat dipastikan selain Islam semakin
terjauhkan dari kaum muslim bahkan semakin ditinggalkan oleh mereka, juga
kehidupan manusia di dunia semakin kokoh berada dalam مَفْسَدَةً yakni sebentuk pola kehidupan yang
diselenggarakan hanya demi terealisirnya seluruh kepentingan naluriah manusia.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا
فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ ءَاذَانٌ
يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى
الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (الحج : 46)
No comments:
Post a Comment