Sunday, November 3, 2013

KRISIS EKONOMI GLOBAL DAN UMAT ISLAM


Umat Islam : masih digenggam oleh manusia-manusia dungu!
Koran Republika edisi Jumat 12 Desember 2008 pada halaman 12 memuat iklan spektakuler ten-tang Dzikir Nasional dengan tema besar : Do’a dan Dzikirku untuk Bangsaku yang akan menampil-kan sejumlah selebritis religius : Ust. Muhammad Arifin Ilham (Pimpinan Majelis Dzikir Az-Zikra), DR. H. Hidayat Nur Wahid, M.A (Ketua MPR RI), H. A. Riawan Amin, MSc. (President Director PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk), Habiburrahman El Shirazy (Novelis) dan DR. H. Adhyaksa Dault, SH. MSi (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga). Acara tersebut akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2008 mulai pukul 18.00 hingga 24.00 di Masjid Agung At-Tin TMII Jakarta Ti-mur.
Lalu, pada halaman 20 masih di koran yang sama, juga ditayangkan promosi yang tidak kalah bombastisnya dari PPPA Daarul Qur’an Yayasan Daarul Qur’an Nusantara : Diskusi dengan Ustadz Yusuf Mansur tentang Problem Solving mengenai masalah-masalah kehidupan hutang, jodoh, anak keturunan, pekerjaan, gaji kurang, karir, rumah tangga dan lain-lain. Temukan cara-cara yang seder-hana, namun amazing di dalam mengundang pertolongan dan kebesaran Allah … “Kalau Allah sudah berkata Kun, Fayakun. Jadi, maka jadilah …”.
Kemudian, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Amidhan menyatakan bahwa MUI belum tentu mengeluarkan fatwa tentang haramnya golput (golongan putih). Hal itu ditegaskan kepada sejum-lah wartawan saat menanggapi desakan Ketua MPR DR. Hidayat Nur Wahid kepada MUI untuk me-ngeluarkan fatwa haram berkaitan dengan semakin banyak kalangan yang menyerukan bersikap golput pada pemilu tahun 2009 mendatang.
Selanjutnya, pada kesempatan Khutbah Jum’at tanggal 12 Desember 2008 di Masjid Muhamma-diyah Lio Garut, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Arqam Daerah Garut (Mamak Muhammad Zain) menyatakan dengan penuh percaya diri : para ekonom memprediksikan bahwa dampak buruk krisis ekonomi global yang berpusat di Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia akan terjadi pada pertengahan tahun 2009. Bagaimana cara umat Islam menghadapi kemungkinan tersebut? Perta-ma, mudah-mudahan saja perkiraan atau dugaan para ekonom itu tidak akan terjadi yakni meleset. Kedua, Allah SWT telah mengajarkan dalam Al-Quran do’a yang sangat tepat untuk didawamkan saat ini terutama dalam shalat lima waktu. Do’a tersebut adalah :
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (البقرة : 286)

Sementara itu, Indonesian Research and Development Indonesia (IRDI) menyatakan : hasil sur-vei politik nasional ketiga yang dilakukan pada 8-13 Oktober 2008 menunjukkan bahwa tokoh muda yang dianggap pantas maju sebagai calon presiden adalah pertama Hidayat Nur Wahid, kedua Andi Mallarangeng, ketiga Soetrisno Bachir, keempat Anas Urbaningrum, kelima Adhyaksa Dault, keenam Rizal Mallarangeng, ketujuh Hatta Radjasa dan kedelapan Tifatul Sembiring.
Demikianlah, di penghujung perjalanan tahun 2008 M ini, umat Islam khususnya di Indonesia un-tuk kesekian kalinya digiring paksa oleh sejumlah tokoh tersebut agar bersama-sama mempertahankan dan menjaga keberlangsungan eksistensi bangsa Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemberlakuan demokrasi sebagai sistema pemerintahan NKRI maupun kapitalisme yang menjadi sis-tem perekonomiannya. Mereka (selebritis religius yang tampil dalam Dzikir Nasional) dengan sangat lantang menyatakan keberpihakan dan pembelaannya kepada bangsa maupun NKRI : Do’a dan Dzi-kirku untuk Bangsaku. Sikap yang sama juga diperlihatkan oleh Ketua MPR yang secara khusus “me-mesan” fatwa kepada MUI untuk mengharamkan aksi golput. Mengapa keberadaan golput begitu mem-buat gelisah Ketua MPR? Hal itu karena :
1.       bagi Ketua MPR golput merupakan ancaman serius untuk keberlangsungan pemberlakuan demo-krasi di NKRI bahkan di dunia.
2.       seiring dengan semakin meningkat popularitas dirinya dalam ajang perpolitikan NKRI yang secara otomatis semakin memberikan kans yang makin besar untuk menjadi presiden atau paling rendah wakil presiden, lalu bila hal itu riil terjadi pada dirinya namun diwarnai oleh tingkat golput yang sangat besar (misal di atas 40 persen pemilih) maka tentu saja kadar legitimasi dirinya baik sebagai presiden maupun wakil presiden tersebut dipastikan akan sangat diragukan atau dipertanyakan.
3.       walau dia (juga yang lain) sangat tahu bahwa barisan orang yang ada dalam golongan putih itu adalah manusia-manusia yang sangat mungkin (bahkan dapat dipastikan) lebih demokratis daripada dirinya, sehingga sebenarnya mereka itu sama sekali tidak bertentangan atau berseberangan posisi dengan dirinya, namun demikian tetap saja realitas itu menjadi ancaman mematikan sebab sekali lagi semuanya telah dan tengah “berlomba” dalam arena firman Tuhan mereka yang terbaru yakni Machiavelli : lawan tidak ada yang abadi, kawan tidak ada yang abadi dan yang abadi adalah ke-pentingan. Artinya, walau golongan “berwarna” dengan golput adalah sama-sama sepakat untuk memberlakukan demokrasi (secara riil keduanya adalah berkawan), namun karena kepentingan ke-duanya berbeda, maka mereka akan berpihak kepada sekaligus membela kepentingannya tersebut masing-masing. Jadi, Machiavelli dan Machiavellisme telah berhasil sempurna membentuk kader-kader Machiavellis yang sangat loyal walau tidak jarang nampak seperti bermusuhan dan bersebe-rangan dalam realitas pengamanan maupun pencapaian kepentingannya masing-masing.

Adapun propaganda Yusuf Mansur dan kelompoknya Yayasan Daarul Qur’an Nusantara yang mengklaim mampu : (a) merumuskan problem solving mengenai persoalan kehidupan seperti hutang, jodoh, anak keturunan, pekerjaan, gaji kurang, karir, rumah tangga dan lain-lain serta (b) mengkreasi cara-cara sederhana namun amazing dalam mengundang pertolongan dan kebesaran Allah dengan dalil “Kalau Allah sudah berkata Kun, Fayakun. Jadi, maka jadilah …”, maka secara langsung maupun ti-dak dia berikut komunitasnya telah sepakat dengan lainnya untuk sama-sama berpihak kepada demo-krasi dan kapitalisme sekaligus mempertahankan keberlangsungan pemberlakuannya di dunia. Rincian penjelasannya sebagai berikut :
1.       saat dia menyatakan mampu memberikan penyelesaian terhadap masalah hutang, jodoh, anak ketu-runan, pekerjaan, gaji kurang, karir, rumah tangga dan lain-lain, maka dapat dipastikan dia telah membuat kondisi kacau balau dan kisruh. Hal itu karena dia mencoba menghadirkan solusi dari syariah Islamiyah untuk problematika yang disebabkan atau dimunculkan oleh ideologi kapitalis-me. Artinya dia secara tidak langsung berusaha untuk menutupi semua kelemahan kapitalisme serta memperbaiki berbagai keadaan (hutang, jodoh, anak keturunan, pekerjaan, gaji kurang, karir, ru-mah tangga dan lainnya) akibat kesalahan kapitalisme. Aksi atau sikap seperti ini pada akhirnya tu-rut memperkokoh dan melanggengkan pemberlakuan sistema kufur tersebut.
2.       pernyataan : temukan cara-cara yang sederhana, namun amazing di dalam mengundang pertolong-an dan kebesaran Allah, adalah gagasan yang semakin memperlihatkan kekisruhan pemikiran Yu-suf Mansur. Hal itu karena dari penggunaan istilah “mengundang” saja telah nampak jelas bahwa dia sama sekali tidak memiliki pemahaman apa pun tentang pertolongan Allah (نَصْرُ اللهِ) dan apalagi kebesaran Allah SWT (عَظِيْمُ اللهِ).
نَصْرُ اللهِ adalah janji Allah yang pasti akan diberikan umat Islam yang telah terlebih dahulu memenu-hi dengan sempurna kewajiban yang dituntut untuk direalisir oleh نَصْرُ اللهِ itu sendiri. Inilah yang ditunjukkan oleh sejumlah dalil antara lain :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (النور: 55)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (محمد : 7)
Kedua dalil tersebut memastikan bahwa نَصْرُ اللهِ yang dapat berupa : (a) اِسْتِخْلاَفُ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ الأَرْضِ, (b) تَمْكِيْنُ دِيْنِهِمْ, (c) تَبْدِيْلُ الْخَوْفِ بِالأَمْنِ dan (d) تَثْبِيْتُ اَقْدَامِ الْمُسْلِمِيْنَ, seluruhnya pasti akan diberikan oleh Allah SWT jika kaum muslim telah terlebih dahulu melakukan kewajiban yang dituntut oleh نَصْرُ اللهِ itu sendiri yakni ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ yang riilnya berupa وَيَنْصُرُوْنَهُ يَعْبُدُونَ اللهَ وَلَا يُشْرِكُونَ بِهِ شَيْئًا.  Bila yang dituntut oleh نَصْرُ اللهِ itu telah dilakukan dengan sempurna maka berlakulah قَدَرُ اللهِ atas mereka yakni janji Allah (وَعْدُ اللَّهِ) yang pasti akan dipenuhi sebab إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ (آل عمران : 9). Seba-liknya, bila kewajiban yang dituntut oleh نَصْرُ اللهِ tersebut tidak atau belum dilakukan dengan sem-purna maka dapat dipastikan perkara yang Allah janjikan pun tidak akan pernah diberikan.
Jadi, نَصْرُ اللهِ tidak diundang untuk datang sebab bukan perkara yang berposisi untuk diundang me-lainkan اَلْقَرِيْنَةُ yang menunjukkan bahwa perkara-perkara yang dituntut untuk dilaksanakan oleh ka-um muslim yakni ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ adalah wajib dilakukan. Tegasnya, mereka wajib melakukan وَيَنْصُرُوْنَهُ يَعْبُدُونَ اللهَ dan haram  يُشْرِكُونَ بِهِ.
عَظِيْمُ اللهِ adalah bagian dari sifat Allah yang berarti bagian dari ذَاتُ اللهِ dan ini ditunjukkan oleh dalil : وَلَهُ الْكِبْرِيَاءُ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ (الجاثية : 37). Islam telah mengharamkan manusia melakukan pembahas-an terhadap  ذَاتُ اللهِ وَصِفَاتُهُ, karena aqal mereka tidak mungkin dapat melangsungkan proses berpikir (اَلتَّفْكِيْرُ) terhadap keduanya sebab informasi tentang حَقِيْقَةُ ذَاتِ اللهِ وَصِفَاتِهِ adalah sama sekali tidak di-berikan oleh Allah SWT baik dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Sehingga bila aqal mereka di-paksa untuk memikirkan hal tersebut maka selain telah melanggar yang diharamkan oleh Islam me-lainkan juga kesalahan hasilnya sudah dapat dipastikan dan itu sama sekali bukan proses berpikir tetapi sekedar berimajinasi (اَلتَّخَيُّلاَتُ). Oleh karena itu, bagaimana bisa Yusuf Mansur dan komuni-tasnya melakukan perbuatan yang dipastikan salah baik oleh dalil aqliy maupun dalil naqliy? Lebih mengerikan lagi mereka melakukan semuanya atas nama Islam dan mengklaim diri sebagai dapat memberikan solusi bagi orang lain. Tidak syak lagi, realitas mereka inilah yang dibidik oleh per-nyataan Rasulullah saw :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْزِعُ الْعِلْمَ بَعْدَ أَنْ أَعْطَاكُمُوهُ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَنْتَزِعُهُ مِنْهُمْ مَعَ قَبْضِ الْعُلَمَاءِ بِعِلْمِهِمْ فَيَبْقَى نَاسٌ جُهَّالٌ يُسْتَفْتَوْنَ فَيُفْتُونَ بِرَأْيِهِمْ فَيُضِلُّونَ وَيَضِلُّونَ (رواه البخاري)
Lalu, pernyataan temukan cara-cara yang sederhana, namun amazing …, sangat menunjukkan bah-wa Yusuf Mansur tengah terus berusaha menjadikan Islam itu supaya tidak rumit, tidak sulit serta tidak perlu proses berpikir yang mendalam dan jernih (اَلتَّفْكِيْرُ الْمُسْتَنِيْرُ). Mereka secara berkesinam-bungan mempropagandakan bahwa Islam itu sederhana, menyenangkan, indah dan amazing (luar biasa membuat bahagia). Nampaknya “proyek itu” mereka implementasikan bukan hanya karena dorongan atau desakan dari luar (masyarakat), melainkan yang utama adalah adanya tuntutan pe-ngalaman empiris dari perjalanan kehidupan mereka sendiri yang selama ini “sangat merasa” Islam itu rumit, sulit, tidak menyenangkan serta memerlukan proses berpikir yang mendalam, sehingga sangat menyulitkan mereka. Sikap mereka ini tentu saja selain memastikan bahwa yang bersangku-tan adalah manusia-manusia yang tidak mampu berpikir walau sekedar berpikir dangkal sekali pun (وَلَوْ اَلتَّفْكِيْرُ السُّطْحِيُّ), melainkan juga telah menolak realitas sejati diturunkannya Al-Quran (bahkan Islam) oleh Allah SWT kepada manusia yakni supaya manusia dapat menjaga, memelihara dan mempertahankan eksistensi maupun fungsi aqal mereka. Allah SWT menyatakan :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (يوسف : 2)
Mereka tengah “mengolah” Islam instantly layaknya mie instant, bubur instant, telur instant, teh instant, nasi instant dan instant-instant yang lainnya termasuk negara instant, Islam instant, UU ins-tant, ustadz instant dan seterusnya. Apakah mereka lebih mengetahui maksud diturunkannya Islam ke dunia daripada Allah SWT? Allah menyatakan : قُلْ ءَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ (البقرة : 140).
3.       gagasan yang menghubungkan realitas perjalanan hidup manusia di dunia dengan informasi wahyu berkenaan dengan pernyataan Allah SWT : كُنْ فَيَكُونُ (yang mereka alih bahasakan dengan ungkap-an “Kalau Allah sudah berkata Kun, Fayakun. Jadi, maka jadilah …”) adalah sebentuk “bualan” yang sangat menyesatkan sebab pernyataan Allah SWT tersebut berkenaan dengan اَلْخَلْقُ (pencipta-an) dan bukan dengan penetapan syariah bagi kehidupan manusia di dunia (اَلتَّشْرِيْعُ). Hal itu ditun-jukkan صَرَاحَةً oleh Al-Quran (دَلِيْلٌ قَطْعِيٌّ) dalam sejumlah ayat :

بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (البقرة : 117)
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (آل عمران : 47)
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (آل عمران : 59)
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَيَوْمَ يَقُولُ كُنْ فَيَكُونُ قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (الأنعام : 73)
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (النحل : 40)
مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (مريم : 35)
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس : 82)
هُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ فَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (غافر : 68)
Bualan mereka semakin nyaring dan kencang saat menjadikan pernyataan Allah كُنْ فَيَكُونُ tersebut sebagai dalil bahwa sesulit apa pun persoalan atau permasalahan manusia di dunia akan pasti dapat diselesaikan (mereka klaim sebagai Problem Solving) bila Allah SWT telah berkata : كُنْ فَيَكُونُ. Me-reka lupa (karena tidak pernah memikirnya) bahwa yang mereka anggap sebagai permasalahan ke-hidupan manusia saat ini (mereka contohkan hutang, jodoh, anak keturunan, pekerjaan, gaji kurang, karir, rumah tangga dan lain-lain) seluruhnya muncul atau terjadi adalah akibat dari pemberlakuan sistema kufur (demokrasi dan kapitalisme berbasis sekularisme) dalam realitas kehidupan dunia ter-masuk di Dunia Islam. Jadi, ketika mereka “berhasil” merumuskan Problem Solving bagi persoalan tersebut lalu ternyata rumusan itu “berhasil” guna dan berdaya guna dan mereka klaim inilah hasil dari كُنْ فَيَكُونُ Allah SWT, maka itu berarti sulit untuk dihindari dan disangkal munculnya kesim-pulan bahwa Allah SWT benar-benar telah mendukung dan meridlai kekufuran. Benar, kesim-pulan ini sangat salah (عَقْلِيًا وَنَقْلِيًا) namun tidak bisa dihindari dan ditolak untuk muncul bila gaga-sannya seperti yang tengah dan selalu akan diusung serta dipropagandakan oleh Yusuf Mansur dan kelompoknya. Mereka telah menolak dengan sadar dan terencana pernyataan Allah SWT :
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ (الزمر : 7)

Adapun gagasan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Arqam Daerah Garut yakni untuk menghadapi dampak buruk krisis ekonomi global dengan : (a) berharap semoga hal itu tidak terjadi di Indonesia dan (b) berdo’a kepada Allah SWT untuk dihindarkan dari pengaruh buruk tersebut melalui do’a dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 286, maka ide ini pun tidak kalah menyesatkan dan kis-ruhnya. Hal itu karena, persis seperti Yusuf Mansur, Mamak Muhammad Zain pun nampak sekali ti-dak memahami apa pun tentang realitas krisis ekonomi global saat ini (اَلْهَزَاتُ الإِقْتِصَادِيَّةُ الدَّوْلِيَّةُ الْجَارِيَةُ). Padahal (ini yang sangat mengherankan) andai dia menggunakan pendengaran maupun penglihatannya untuk mengindera hakikat krisis ekonomi dunia tersebut, lalu hasilnya digunakan sebagai informasi faktual untuk digunakan dalam proses berpikir berkenaan dengan krisis itu, maka dapat dipastikan keputusan aqalnya (حُكْمُ عَقْلِهِ عَلَى تِلْكَ الْهَزَاتِ) tidak akan seperti itu. Namun sangat disayangkan proses itu sama sekali tidak dia lakukan malahan (ini sangat mengerikan) yang sangat kuat terkesan dari body language maupun mimik wajahnya sepanjang dia khutbah Jum’at tersebut adalah penampakkan bahwa dia sangat paham atau paling paham terhadap realitas krisis ekonomi global yang tengah berlangsung. Akibatnya adalah dia sangat percaya diri dalam membuat rumusan solusi untuk menghadapi imbas dari krisis ekonomi tersebut, bahkan dia klaim rumusan itu adalah berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Quran.
Sekali lagi, andai dia menggunakan inderanya dengan serius maka hanya dari pernyataan Presi-den Perancis Nicolas Sarkozy pun yaitu perlunya perombakan sistem Bretton Woods yakni sistem ke-uangan dunia yang telah berlangsung sejak akhir Perang Dunia II yang melahirkan dua lembaga ke-uangan internasional : IMF (International Monetery Funds) dan WB (World Bank), dapat dipastikan Mamak Muhammad Zain tidak akan pernah menyodorkan gagasan : (a) berharap semoga hal itu tidak terjadi di Indonesia dan (b) berdo’a kepada Allah SWT untuk dihindarkan dari pengaruh buruk tersebut melalui do’a dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 286. Hal itu karena berharap krisis ekonomi global yang bermula dari negara Amerika Serikat (AS) itu tidak menyebar dampak buruk terhadap perekono-mian Indonesia, adalah harapan kosong belaka serta telah tertolak oleh kenyataan dari mekanisme sis-tem perekonomian kapitalisik itu sendiri. Mengapa demikian?
Adalah kenyataan semua negara yang ada di dunia saat ini termasuk AS dan NKRI menyelengga-rakan perekonomiannya dengan memberlakukan sistem kapitalisme. Lebih dari itu, realitas perekono-mian dunia pun tidak hanya sama-sama memberlakukan sistema tersebut, tetapi juga berada dalam se-buah jaringan kerjasama (net working) secara moneter dan fiskal. Sebagai contoh :
1.       adanya kesepakatan pemberlakuan keterkaitan kurs seluruh mata uang (banknote) negara-negara di dunia dan memposisikan mata uang tersebut sebagai komoditas yang diperjualbelikan (pasar uang dan investasi modal dalam bentuk uang serta aset-aset bernotasi nominal). Singkatnya, istilah valu-ta asing (valas) bagi suatu negara adalah semua mata uang negara lain yang diperdagangkan di pa-sar valas baik itu lokal, regional maupun internasional. Misalnya, ketika nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS di pasar lokal (yang ada di Jakarta) akhir-akhir ini (sejak September 2008 hingga kini akhir Desember 2008) mengalami volatility yang sangat tinggi dan terus mengalami penurunan (hingga pernah menyentuh level Rp 13000 per dolar AS), maka selama itu pula Bank Indonesia (BI) menggunakan cadangan devisanya (saat itu masih 59-an miliar dolar) setiap hari untuk mela-kukan intervensi ke pasar valas yakni memborong rupiah dengan dolar, minimal satu juta dolar per hari (saat ini cadangan devisa di BI tinggal 50-an miliar dolar saja). Hal ini atau mekanisme ini ber-laku di seluruh negara di dunia termasuk negara-negara maju anggota G-7 : AS, Kanada, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman, Italia atau saat bersama-sama Rusia (G-8).
2.       adanya konvensi dunia untuk menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional. Misalnya, ketika Indonesia akan membeli minyak mentah (CO) maupun BBM dari pasar interna-sional di Singapura maka Indonesia harus terlebih dahulu membeli dolar AS dengan rupiah agar da-pat melakukan pembelian (impor) tersebut. Mekanisme ini pun berlaku untuk semua negara dan un-tuk semua komoditas yang telah berposisi sebagai komoditas internasional (CPO, karet, kopi, lada, cacao, beras, emas, perak, baja, besi, timah dan sebagainya). Inilah mengapa cadangan devisa (do-lar AS) di bank central suatu negara (misal BI) dikategorikan memadai atau kurang tergantung ke-pada fakta cukup atau tidak membiayai kebutuhan impor negara yang bersangkutan minimal tiga bulan ke depan. Bila cadangan devisa tersebut tidak mencukupi maka negara tersebut wajib menja-dikannya kembali pada tingkat mencukupi dengan mengajukan pinjaman kepada IMF.
3.       realitas saling mempengaruhi antara tingkat inflasi dengan tingkat suku bunga acuan (the funds rate) terhadap tingkat investasi asing terutama di sektor modal (bursa saham) dan keuangan (pasar uang). Misalnya, pada hari Selasa tanggal 16 Desember 2008 The Federal Reserve (The Fed) me-mutuskan memangkas tingkat suku bunga acuannya (The Fed Funds Rate) secara ekstrim yakni se-besar 0,75 persen dari asalnya satu (1) persen menjadi tinggal antara 0 sampai 0,25 persen. Meng-apa kebijakan radikal ini dilakukan, bukankah itu akan menjadikan terjadinya capital outflow dari AS ke negara-negara yang masih memberikan yield tinggi (emerging market, seperti Indonesia)? Memang dalam keadaan normal mekanisme tersebut pasti akan terjadi, namun dalam kondisi krisis seperti saat ini justru kebijakan tersebut sangat menguntungkan AS, sebab akan memberikan ting-kat kepercayaan dan kenyamanan kepada para investor asing untuk semakin betah menginvestasi-kan dananya dalam dolar AS atau di bursa modal AS (Dow Jones maupun Nasdaq). Sebaliknya, walau perbedaan tingkat suku bunga acuan (yield) antara The Fed Funds Rate dengan BI Rate se-makin lebar yakni 8,75 persen – 0,25 persen = 8,50 persen yang dalam kondisi normal akan sangat menarik investor hengkang dari AS dengan membawa dananya ke Indonesia, ternyata tidak terjadi demikian. Hal itu karena tingkat kepercayaan para investor asing kepada Indonesia tidak secara otomatis terdongkrak oleh semakin lebarnya jarak perbedaan yield tersebut, terlebih secara riil ting-kat BI Rate sebesar 8,75 persen ternyata telah berada dalam negative spread bila dibandingkan de-ngan laju inflasi yang mencapai 11 persen. Artinya, walau bunga yang diperoleh seorang investor saat menginvestasikan dananya dalam rupiah adalah 8,75 persen namun perolehan sebesar itu akan berkurang nilainya per satuan waktu (jam, hari, minggu, bulan, tahun) sebanyak 11 – 8,75 persen yakni 2,25 persen. Keadaan ini tentu saja akan sangat dihindari oleh para investor mana pun dalam percaturan ekonomi kapitalistik.
4.       dan sebagainya dari berbagai instrumen perekonomian kapitalistik baik itu sektor moneter maupun fiskal.
Wal hasil, dampak buruk krisis finansial global yang bermula dari AS itu pasti akan mengimbas pere-konomian Indonesia dan itu telah dimulai sejak tiga bulan yang lalu yakni September 2008 dan seiring dengan perjalanan waktu akan semakin dahsyat dengan puncaknya diperkirakan akan terjadi pada per-tengahan tahun 2009. Hal ini adalah mustahil akan dapat dihindari!
Oleh karena itu, betapa bodoh dan kisruhnya sang pimpinan Ponpes Darul Arqam tersebut sebab telah dengan sangat salah merumuskan solusi bagi krisis ekonomi global yang masih tengah berlang-sung hingga kini. Sikapnya yang bodoh dan kisruh itu semakin tampak vulgar saat dia dengan sembro-no mengajukan solusi kedua berupa berdo’a kepada Allah SWT melalui do’a :
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (البقرة : 286)
Bahkan dia menekankan bahwa maksud dari bagian do’a رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ adalah sangat cocok dan pas dengan ancaman dampak buruk krisis ekonomi global tersebut, sehingga sangat tepat untuk di-ucapkan saat berdo’a kepada Allah SWT saat ini. Benarkah anggapan dia itu?
Bagian do’a رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا adalah telah diqabulkan oleh Allah SWT sesuai dengan pernyataan Rasulullah saw dalam hadits :
إِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِيْ اَلْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ (رواه الطبراني وابن حبان وابن ماجه)
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ ِلأُمَّتِيْ عَنْ ثَلاَتٍ عَنَ الْخَطَإِ وَالنِّسْيَانِ وَالإِسْتِكْرَاهِ (رواه ابن ابي حاتم)
Bagian do’a وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا, secara bahasa lafadz إِصْرًا bermakna :
وَاْلإِصْرُ فِيْ اللُّغَةِ اَلْعَهْدُ; وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِيْ (آل عمران: 81) وَاْلإِصْرُ: اَلضَّيِّقُ وَالذَّنْبُ وَالثَّقْلُ.
اْلإِصْرُ secara bahasa adalah perjanjian (اَلْعَهْدُ) seperti dalam pernyataan Allah SWT : “dan kalian (Ba-ni Israil) telah mengambil perjanjian dengan Ku dalam keadaan kalian tersebut”. اْلإِصْرُ juga bermakna sempit, dosa, beban berat”.
Menurut tafsir Jalalain realitas إِصْرًا adalah أَمْرًا يُثَقِّلُ عَلَيْنَا حَمْلُهُ : perkara yang sangat memberatkan kami untuk memikulnya. Imam Ibnu Katsir memaknai إِصْرًا sebagai اَلْأَعْمَالُ الشَّاقَّةُ : perbuatan-perbuatan yang sangat berat, sedangkan Imam Qurthubi memaknainya sebagai اَلْإِصْرُ اَلْأَمْرُ اْلغَلِيْظُ الصَّعْبُ اَيْ شِدَّةُ الْعَمَلِ : perkara yang sangat menyulitkan atau seberat-beratnya perbuatan. Lalu, makna (bahasa maupun rea-litasnya) إِصْرًا tersebut sama dengan bagian do’a وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ yakni مِنَ التَّكْلِيْفِ وَالْمَصَائِبِ وَالْبَلاَءِ : berupa berbagai beban dan musibah dan cobaan atau اَلْعَمَلَ مَا لاَ نَطِيْقُ فَتُعَذِّبُنَا وَ مَا تَشَقَّ عَلَيْنَا : perbuatan yang tidak akan mampu kami lakukan lalu Engkau (Allah) mengadzab kami dan perbuatan yang sa-ngat menyulitkan kami.
Dengan demikian, sebenarnya semua bagian do’a dalam ayat tersebut telah diqabulkan oleh Allah SWT dengan ditetapkannya syariah Islamiyah yang dijamin sejak awal oleh Allah SWT sangat sesuai dengan kadar kemampuan manusia itu sendiri (وُسْعُ النَّاسِ). Allah SWT menyatakan :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ (286)
yang menunjukkan (دَلاَلَةً) bahwa ketentuan Allah SWT yang akan memberikan اَلثَّوَابُ kepada yang me-lakukan taklif tersebut (لَهَا مَا كَسَبَتْ) dan akan menjatuhkan اَلْعِقَابُ kepada yang melanggar atau mening-galkan taklif tersebut (وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ) merupakan qarinah yang semakin memastikan bahwa semua be-ban hukum (اَلتَّكَالِيْفُ) yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Islam adalah benar-benar sesuai de-ngan وُسْعُ النَّاسِ, tidak melebihi maupun melampaui batas kemampuannya tersebut. Inilah yang dijamin oleh Allah SWT melalui pernyataan Dia sendiri juga pernyataan Rasulullah saw :
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (الحج : 78)
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ (رواه البخاري)
Jadi, dari realitas yang dimaksudkan oleh keseluruhan do’a dalam ayat terakhir surat Al-Baqarah terse-but memastikan (مَنْطُوْقًا وَمَفْهُوْمًا) bahwa gagasan Mamak Muhammad Zain adalah menyalahi seluruh da-lil yang ada dalam sumber Islam berkenaan dengan realitas semua pemikiran yang terkandung dalam do’a itu sendiri. Oleh karena itu, dia telah sesat dan salah fatal sehingga umat Islam haram mengambil apalagi mengikuti gagasan konyolnya tersebut.
Lebih dari itu, sekali lagi semua persoalan, krisis (ekonomi, politik, kemanusiaan), kerusakan di dunia, kehancuran dan kebinasaan kemanusiaan maupun lainnya yang telah dan tengah terjadi seluruh-nya adalah akibat pasti dari diterapkannya sistema kufur demokrasi (pemerintahan) dan kapitalisme (perekonomian). Sehingga bila kemudian digagas untuk berdo’a dengan do’a yang ada dalam ayat ter-akhir surat Al-Baqarah tersebut untuk menghentikan krisis eknomoni global saat ini sekaligus untuk su-paya perekonomian Indonesia terhindar dari dampak buruknya, lalu Allah SWT mengabulkan tujuan yang diinginkan dengan atau melalui berdo’a tersebut, maka aqal (دَلِيْلٌ عَقْلِيٌ) pasti akan memutuskan bahwa Allah SWT : (a) mendukung maksud manusia untuk memperbaiki berbagai kelemahan, kekura-ngan maupun kebobrokan sistem kufur (demokrasi dan kapitalisme) atau (b) meridlai kekufuran de-ngan bukti ketika manusia berdo’a supaya kekufuran tersebut menjadi lebih baik dan lebih sempurna ternyata Allah SWT mengabulkannya atau (c) berada di pihak kaum kufar yang selama ini tidak pernah bosan dan lelah dalam upaya mereka untuk menghancurkan Islam maupun umat Islam dengan bukti Allah SWT justru mendukung manusia dalam mengokohkan pemberlakuan kekufuran atau (d) telah mengingkari ketetapan Dia sendiri yang ketika akan mematikan Rasulullah saw telah memastikan Is-lam sebagai sudah disempurnakan dan Allah ridla kepada kaum muslim saat itu menjadikan Islam se-bagai asas kehidupan mereka di dunia. Inilah sejumlah pemikiran yang tidak dapat dihindari akan men-jadi keputusan aqal (حُكْمُ الْعَقْلِ) bila gagasan sang pimpinan Ponpes Darul Arqam daerah Garut tersebut diambil, diikuti dan diterapkan oleh siapa pun.
Tentu saja, semua keputusan aqal tersebut (a, b, c, d) adalah salah fatal karena sama sekali tidak sesuai dengan kenyataannya yakni justru Allah SWT berada dalam keadaan sebaliknya dari semua keputusan aqal tersebut. Wal hasil, selain gagasan Mamak tersebut adalah benar-benar sekedar khayal-an dan bualan super konyol tetapi juga telah mengeluarkan yang bersangkutan dari Islam alias telah murtad dari Islam secara sadar dan terencana.
Singkat kata, hingga saat ini umat Islam masih dalam kondisi tragis dan mengenaskan yakni tetap berada dalam genggaman dan naungan manusia-manusia dungu (اَلإِنْسَانُ الْبَحْلُوْلُ). Mereka itu adalah Ust. Muhammad Arifin Ilham (Pimpinan Majelis Dzikir Az-Zikra), DR. H. Hidayat Nur Wahid, M.A (Ke-tua MPR RI), H. A. Riawan Amin, MSc. (President Director PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk), Ha-biburrahman El Shirazy (Novelis), DR. H. Adhyaksa Dault, SH. MSi (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga), Ust. Yusuf Mansur (pimpinan PPPA Daarul Qur’an Yayasan Daarul Qur’an Nusantara), KH. Mamak Muhammad Zain (Pimpinan Pondok Pesantren Darul Arqam Daerah Garut) maupun lain-nya yang serupa dan sejenis dengan mereka.


Khatimah
Kaum kufar beserta sistema kufur yang selalu mereka usung memang telah berhasil mengkader sebagian sangat besar umat Islam untuk menjadi antek-antek setia loyalis mereka. Mereka telah dan se-lalu akan menggunakan harta maupun berbagai cara untuk tetap mempertahankan keberhasilan itu bah-kan dapat dipastikan akan semakin meningkatkannya.
Adalah krisis finansial global yang kemudian menjelma menjadi krisis ekonomi dunia bahkan telah hampir sampai pada resesi internasional telah dijadikan wasilah oleh kaum kufar untuk semakin membuat penginderaan kaum muslim tetap berada dalam wilayah kelabu (grey zone) yang diseliputi sisi-sisi hitam (dark side). Akibatnya adalah kesadaran hakiki (اَلإِدْرَاكُ الْحَقِيْقِيُّ) umat Islam tentang Islam dan tentang kekufuran sama sekali tidak akan pernah terwujud dalam diri mereka. Inilah realitas yang untuk kesekian kalinya kembali dipertunjukkan oleh اَلإِنْسَانُ الْبَحْلُوْلُ tersebut.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi umat Islam supaya mereka dapat terlepas bebas dari belenggu kekufuran dan kaum kufar adalah kembali kepada Islam saja dan meluruskan penginderaan hanya kepada Islam dan tidak menoleh ke kiri maupun ke kanan.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (المائدة : 50)

No comments:

Post a Comment