Partai politik ideologis : adakah saat ini?
Kompas edisi Senin 29 Maret 2010 pada rubrik
POLITIK & HUKUM halaman 4 dengan tajuk : Parpol Coba Membumikan Ideologi,
menyajikan realitas ideologi 9 partai yang ada di DPR RI :
No.
|
Nama
Partai
|
Asas
Ideologi
|
Visi
|
Basis
Massa Utama
|
1
|
Demokrat
|
Pancasila
|
Mewujudkan kehidupan rakyat yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur
|
Massa perkotaan & pedesaan
|
2
|
Golkar
|
Pancasila
|
Terwujudnya Indonesia baru yang maju, mo-dern,
bersatu, adil dan makmur
|
Masyarakat di luar Jawa
|
3
|
PDI-P
|
Pancasila
|
Mewujudkan cita-cita kemerdekaan 17
Agus-tus 1945 dan memba-ngun masyarakat Panca-sila
|
Kaum nasionalis & soekarnois
|
4
|
PKS
|
Islam
|
Partai dakwah penegak keadilan dan
kesejahte-raan dalam bingkai per-satuan umat dan bangsa
|
Umat Islam perkota-an
|
5
|
PPP
|
Islam
|
Terwujudnya masyara-kat yang bertakwa
kepa-da Allah SWT dan nega-ra Indonesia adil dan makmur
|
Umat Islam
|
6
|
PAN
|
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan yang
bersatu, Kerakyatan yang demokratis
|
Partai terdepan mewu-judkan masyarakat
ma-dani dengan pemerintah-an bersih
|
Umat kalangan Mu-hammadiyah
|
7
|
PKB
|
Pancasila
|
Tatanan politik yang de-mokratis, bebas
korupsi, berkeadilan, dan menye-jahterakan
|
Umat kalangan NU
|
8
|
Gerindra
|
Pancasila dan UUD 1945
|
Menciptakan kesejahte-raan bangsa, keadilan
sosial dalam wadah NK-RI
|
Massa nasionalis
|
9
|
Hanura
|
Pancasila
|
Kemandirian Bangsa, Kesejahteraan Rakyat
|
Massa nasionalis
|
Keterangan : data diolah
dari berbagai sumber, sebelum hasil Munas/Kongres/Muktamar terbaru parpol
Selain itu, Kompas mengadakan diskusi dengan
tema “Modernisasi Manajemen Partai Politik” pada tanggal 18 Maret 2010 di
Jakarta dengan pembicara Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Abu-rizal Bakrie,
Wakil Ketua Umum (WaKetum) Partai Demokrat Achmad Mubarok, Budiman Sudjat-miko
dari PDI-P, Dr. Kuskridho Ambardi (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada) dan Dr. Lili Romli (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia). Hasilnya sebagai berikut :
1.
Guru Kader PDI-P Budiman Sudjatmiko : “Kita mengasumsikan ideologi
sudah given (muncul de-ngan sendirinya) dan terwujud dalam Ibu Megawati.
Itu menjadi lubang besar sekarang. Mengha-dapi Pemilu 2014, partainya
berkonsentrasi pada tiga program, yaitu kerja bersifat ideologis selain
penggalangan dan pencitraan partai. Kerja ideologis artinya kita menempatkan
kader di tengah ko-munitas wong cilik”.
2.
WaKetum Partai Demokrat Achmad Mubarok : “Asas kami sama dengan
ideologi negara, yaitu Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Religius artinya kami ini menggunakan spirit keagamaan, tetapi bukan agamanya.
Spirit itu diwujudkan dalam cerdas, santun, bersih dan demo-kratis. Namun
memang yang membuat partai kami menang bukan ideologi, tetapi popularitas
Yu-dhoyono yang tinggi.
3.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Anis Matta : “PKS adalah partai
dakwah. Ideologi partai diwu-judkan dalam bentuk desain besar, platform dan
rencana aksi yang menyeluruh di berbagai bidang kehidupan. Kami berdakwah di
parlemen dan sektor publik.
4.
Wakil Sekjen PPP Romahurmuziy mengakui : “Ideologi prinsip (principal
ideology) partai seharusnya bisa diejawantahkan dalam ideologi kerja (working
ideology). Namun, sampai kini, PPP tak berhasil mewujudkan. Tidak pernah
partai di Indonesia pasca-reformasi memiliki kekuasaan mutlak. Sulit untuk
membayangkan ideologi kerja tadi bisa dilaksanakan”.
5.
Dr. Lili Romli (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI) : “Apakah
ideologi itu dapat diterje-mahkan dalam platform, yang selanjutnya dirumuskan
dalam bentuk program? Dari sembilan partai yang ada di DPR, program dan
kebijakannya terlihat sama saja”.
6.
Dr. Kuskridho Ambardi (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada) menga-mati : Dari pemili ke pemilu, perbedaan
antarpartai itu semakin kabur. Partai cenderung melihat ideologi semakin tidak
penting. Padahal, ideologi ini menjadi penitng karena menjadi “identitas
partai”.
7.
Dr. Firmanzah (Ahli Pemasaran Politik Fakultas Ekonomi Iniversitas
Indonesia) merumuskan : Ide-ologi adalah basis sistem nilai dan paham yang
menjelaskan mengapa partai itu ada. Dari sisi ma-syarakat, kejelasan sistem
nilai dan paham akan memudahkan mereka dalam mengidentifikasi se-kaligus
membedakan suatu partai dengan partai lain. Dari sisi partai, hal ini juga
memudahkan un-tuk positioning (pemosisian) dan mengemas bahasa
komunikasi yang ingin disampaikan kepada target pemilih mereka (lihat Mengelola
Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi,
Yayasan Obor Indonesia, 2008).
8.
Redaksi Kompas : Partai harus membumikan ideologinya berbentuk
kebijakan bagi partai yang berkuasa atau alternatif kebijakan bagi partai di
luar kekuasaan. Dengan begitu, tak muncul seperti ucapan spontan Aburizal dalam
diskusi, sebetulnya ideologi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PDI-P sama
saja. Kalau sama, lalu untuk apa berpartai yang berbeda?
Demikianlah realitas mutakhir sembilan partai politik (parpol)
yang tengah berlagak di parlemen. Dua parpol yakni PKS dan PPP mengaku diri
sebagai berasas Islam dan enam parpol lainnya (Demo-krat, Golkar, PDI-P, PKB,
Gerindra, Hanura) dengan jujur dan penuh percaya diri menjadikan Panca-sila
sebagai asas eksistensi mereka. Sedangkan PAN memang bertingkah aneh sendiri
dengan menyata-kan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan yang
bersatu, Kerakyatan yang demokratis sebagai asas mereka. Mengapa dituding aneh?
Hal itu karena secara super visial, PAN tidak berada di Islam dan ti-dak pula
di Pancasila melainkan berdiri di atas tiga buah kaki yakni : (a)
spiritualisme, (b) nasionalisme dan (c) marhaenisme. Sebenarnya PAN tidak sendirian
dalam polah anehnya tapi sedikit ditemani oleh PKB yang walaupun secara tegas
menyatakan Pancasila sebagai asas namun tidak rela begitu saja me-nanggalkan
ke-NU-annya dengan menyelipkan pernyataan : menerapkan paham ahlussunnah wal
ja-maah.
Realitas parpol
berdasarkan asas keberadaan tersebut seolah menujukkan bahwa dalam kancah
politik praktis di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ada parpol Islam dan ada parpol
seku-ler. Benarkah fakta “keseolahan” tersebut? Realitas seolah-olah dapat dengan
sendirinya terkuak men-jadi tidak ada dengan menelaah visi ke-9
parpol tersebut :
1. tujuh parpol Pancasilais (termasuk PAN) sudah tentu sepakat
(dengan berbagai kemasan ungkapan) untuk mempertahankan NKRI sekaligus berusaha
keras menjadikannya sebagai negara yang adil dan makmur dengan pemerintahan
yang bersih dan demokratis. Kesepakatan lainnya adalah mere-ka memutuskan untuk
menjadikan hanya demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan politik di NKRI.
2. dua parpol Islami menyodorkan visi sebagai berikut :
a. PKS : Partai dakwah
penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat dan bangsa
b.
PPP : Terwujudnya masyarakat yang bertakwa
kepada Allah SWT dan negara Indonesia adil dan makmur
Apakah bagian visi PKS yakni : Partai dakwah penegak keadilan
dan kesejahteraan, dan bagian visi PPP yakni : Terwujudnya masyarakat
yang bertakwa kepada Allah SWT, menjadikan keduanya benar-benar berbeda
dengan tujuh parpol Pancasilais Demokratis?
Jawabannya adalah
dipastikan tidak, sebab visi PKS yang mereka klaim Islami dan
bukan Panca-silais terbantahkan dengan sendirinya oleh : (a) bagian lainnya
dari visi yakni : dalam bingkai per-satuan umat dan bangsa, dan (b)
pernyataan Sekjen PKS (yang juga Wakil Ketua DPR RI) Anis Matta : Kami berdakwah di
parlemen dan sektor publik. Kedua konsepsi turunan tersebut memas-tikan (diakui atau tidak
oleh PKS) bahwa PKS ikut serta dalam kesepakatan besar tujuh parpol
Pan-casilais yakni mempertahankan NKRI dan menjadikannya sebagai
negara yang adil dan makmur dengan pemerintahan yang bersih serta menjadikan
hanya demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan politik di NKRI. Oleh karena itu, walaupun PKS bersikukuh hingga menangis air
mata darah bahwa mereka berbeda dengan tujuh parpol Pancasilais, maka klaim
ngotot itu tidak ada guna dan nilainya sebab realitas apa adanya justru
menunjukkan bahwa PKS identik-tipikal dengan tujuh parpol Pancasilais tersebut.
Keadaan serupa
juga ditunjukkan dengan pasti oleh PPP, yakni karena adanya bagian visi … dan
negara Indonesia adil dan makmur, maka bagian awal visi Terwujudnya
masyarakat yang bertak-wa kepada Allah SWT yang diklaim Islami nyata-nyata tidak
berguna dan tidak bernilai apa pun sekaligus gagal memberikan identitas
Islami kepada diri mereka melainkan justru mengantarkan-nya melenggang masuk ke
dalam identitas Pancasilais dengan sangat “malu-malu kucing”. Sifat faktual
bertema kucing tersebut sangat ditegaskan oleh pernyataan Wakil Sekjen PPP
Romahurmu-ziy : Namun, sampai kini, PPP tak berhasil mewujudkan. Tidak
pernah partai di Indonesia pasca-reformasi memiliki kekuasaan mutlak. Sulit
untuk membayangkan ideologi kerja tadi bisa dilaksa-nakan.
Dengan demikian, PKS dan PPP selalu
mempertahankan ketidakjujuran dan aksi manipulatif me-reka di
hadapan penginderaan umat Islam Indonesia dan hal yang paling mengerikan
dari sikap ke-duanya tersebut adalah tanggapan umat Islam terutama yang
merupakan basis massanya masing-masing yang sama sekali tidak peduli, tidak
menganggap penting-krusial dan tidak mempersoalkan realitas parpol yang menjadi
habitat kehidupan mereka selama ini. Umat Islam di kedua parpol ma-nipulatif
tersebut begitu puas, percaya diri dan قَنَاعَةً bahwa parpol mereka adalah masih Islami
seka-ligus istiqamah dalam memperjuangkan Islam serta aspirasi umat Islam.
Wal hasil, kesimpulan Dr. Lili Romli
(LIPI) : “Dari sembilan partai yang ada di DPR, program dan kebijakannya
terlihat sama saja”, adalah benar karena sesuai dengan fakta
apa adanya dari ke-sembilan parpol tersebut. Demikian juga tidak ada satu pun
dari parpol tersebut yang dapat memenuhi kualifikasi manajemen
pemasaran politik seperti rumusan yang diungkapkan oleh Dr. Firmanzah (Ahli
Pemasaran Politik Fakultas Ekonomi Iniversitas Indonesia) : Ideologi adalah
basis sistem nilai dan pa-ham yang menjelaskan mengapa partai itu ada. Dari
sisi masyarakat, kejelasan sistem nilai dan paham akan memudahkan mereka dalam
mengidentifikasi sekaligus membedakan suatu partai dengan partai lain. Dari
sisi partai, hal ini juga memudahkan untuk positioning (pemosisian) dan
mengemas bahasa komunikasi yang ingin disampaikan kepada target pemilih mereka.
Jadi, adakah parpol ideologis saat ini di Indonesia? Jawabannya sama
sekali tidak ada dan yang pasti ada adalah parpol berasas pragmatisme,
sedangkan pencantuman asas ideologis dalam AD/ART mereka tentu saja itu
dilakukan hanya dan hanya untuk keperluan dan kepentingan administratif, bukan
untuk tujuan implementatif di lapangan. Sehingga sekali lagi, PDI-P memang
pelopor kejujuran dalam kehidupan demokratis di NKRI dan itu ditunjukkan oleh
pengakuan sadar Ketumnya Megawati Soe-karnoputri bahwa memang 10 tahun
terakhir pragmatisme telah menghilangkan roh partainya, yaitu Pancasila 1 Juni
1945 hasil galian Soekarno, yang berujud marhaenisme yang diidentifikasi
sebagai pembelaan kepada wong cilik.
Apakah delapan parpol lainnya tidak tengah menjalankan aksi
pragmatis? Fakta konsepsi mau-pun empiris di lapangan memastikan bahwa entitas
ideologis tidak pernah implementatif dan sebalik-nya yang selalu menjadi acuan
aksi, kebijakan, keputusan partai adalah pragmatisme. Bukti untuk itu sangat
mudah ditunjuk jari seperti koalisi di tingkat pusat : pemerintahan dan
parlemen, maupun koalisi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yakni dalam
arena pilkada. Lalu, siapakah yang menjadi korban dari kebiadaban dan kebrutalan
sikap parpol di Indonesia?
Tentu saja siapa lagi jika bukan umat Islam
dan dengan menelaah reaksi maupun tanggapan me-reka selama ini termasuk
keputusan untuk memberikan suara mereka kepada Partai Demokrat dan pa-sangan
SBY-Boediono pada Pemilu 2009 lalu, maka tidak dapat dihindari
sebuah kesimpulan bahwa realitas pemikiran serta sikap umat Islam Indonesia masih
diam di tempat bahkan semakin cenderung mundur, yakni dalam
rangka mengabaikan perintah wajib dari Allah SWT :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولًا (الإسراء : 36)
Realitas Ideologi Islam vis a vis parpol
Islam
Ideologi Islam adalah sekumpulan peraturan Allah SWT untuk
mengatur perjalanan kehidupan manusia di dunia. Inilah yang ditunjukkan oleh
rumusan : عَقِيْدَةٌ
عَقْلِيَةٌ يَنْبَثِقُ عَنْهَا نِظَامٌ
(aqidah aqliyah yang terpancar darinya peraturan/sistem). Jadi, Ideologi
Islam mencakup dua hal yakni aqidah Islamiyah dan syariah Islamiyah yang
terpancar dari aqidah itu sendiri. Lalu supaya Ideologi Islam implementatif
bukan sekedar konsepsi teoritis (فِكْرَةٌ
نَظَرِيَةٌ) maka aqidah Islamiyah
harus terlebih dahulu menjadi kai-dah pemikiran umat Islam (اَلْقَاعِدَةُ الْفِكْرِيَّةُ لِلأُمَّةِ الإِسْلاَمِيَّةِ) sekaligus menjadi kepemimpinan pemikiran
me-reka (اَلْقِيَادَةُ الْفِكْرِيَّةُ لَهَا). Pada gilirannya, ketika umat Islam telah
menjadikan aqidah Islamiyah dalam po-sisi demikian, maka entitas قَنَاعَتُهَا
(perkara yang pasti dipertahankan hingga mati) adalah tentu saja syariah
Islamiyah. Dengan demikian jadilah Ideologi Islam secara pasti dapat
terimplementasikan da-lam realitas kehidupan manusia di dunia tanpa adanya
sedikit pun kendala yang berarti.
Walaupun demikian, pemberlakuan Ideologi
Islam tidak hanya bertumpu pada sikap umat Islam baik secara individual maupun
kelompok sebab mereka adalah manusia biasa (لَيْسُوا
اَنْبِيَاءَ وَرُسُلاً) sehing-ga sangat
mungkin bersikap taat dan sangat mungkin bersikap maksiat. Ketika mereka taat
maka harus ada kekuatan yang menjamin keberlangsungan sikap tersebut dan
sebaliknya ketika mereka maksiat maka harus ada pula kekuatan yang dapat segera
mengembalikan mereka kepada sikap taat. Inilah hakikat politik dalam Islam yang
ditunjukkan oleh rumusan :
رِعَايَةُ شُؤُوْنِ
الرَّعِيَّةِ اَيِ الأُمَّةِ دَاخِلِيَّةً وَخَارِجِيَّةً بِالأَحْكَامِ
الشَّرْعِيَّةِ
mengurus kepentingan rakyat
atau umat baik dalam negeri maupun luar negeri dengan menggunakan hukum syara
(Islam)
Jadi tugas Khilafah Islamiyah yang dipimpin
secara tunggal oleh Khalifah adalah : (a) memenuhi kebutuhan pokok rakyat فَرْدًا فَرْدًا
dan (b) memberlakukan Ideologi Islam kepada mereka secara paksa yakni dengan
menerapkan uqubat ketika mereka menunjukkan sikap maksiat. Inilah yang dituntut
oleh seruan Allah SWT kepada Khalifah :
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ (المائدة : 48)
Lalu bagaimana
jika Khalifah sendiri melakukan maksiat atau memberlakukan peraturan selain
Islam, dengan kata lain menyalahi seruan Allah SWT tersebut? Tentu saja pada
kondisi faktual itulah berlaku-nya seruan Allah SWT yang lain yakni :
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران : 104)
Partai politik Islami (حِزْبٌ سِيَاسِيٌ اِسْلاَمِيٌّ)
dipastikan merupakan realisasi dari seruan Allah SWT tersebut yang hukumnya
wajib ada sebuah partai dan boleh sebanyak-banyaknya. Lalu karena tugasnya
adalah melakukan aktivitas dakwah Islamiyah (يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ) dan يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ, maka dipasti-kan partai politik Islami
wajib menjadikan Islam sebagai ideologi mereka. Kewajiban itu semakin pasti
sehubungan dengan realitas objek tugas mereka yakni dakwah Islamiyah dan
muhasabah kepada Khali-fah, para Wali dan para ‘Amil alias مُحَاسَبَةُ الْحُكَّامِ عَلَى اَفْعَالِهِمْ وَتَصَرُّفَاتِهِمْ. Hal itu karena semesta pembicara-an yang
mencakup kedua belah pihak (partai politik Islami dan para penguasa) adalah
Islam dan pem-berlakuannya dalam realitas kehidupan Islami dengan wadah
Khilafah Islamiyah, sehingga adalah mus-tahil dan juga haram terjadi salah satu
pihak mendasarkan tindakan dan keputusannya kepada selain Ideologi Islam. Jika
terjadi demikian, maka pemberlakuan Islam secara ideologis telah mengalami
dis-torsi bahkan sangat mungkin telah berada dalam jalan menuju kehancurannya
seperti yang ditunjukkan oleh realitas Khilafah Utsmaniyah menjelang akhir abad
ke-18 lalu sepanjang abad ke-19 hingga men-capai titik paling buruknya pada
awal abad ke-20 dan akhirnya runtuh pada 3 Maret 1924.
Oleh karena itu, dalam arena kehidupan Islami
tidak akan pernah dikenal adanya partai politik yang berpijak di atas asas
pragmatisme, karena selain tidak sesuai dengan realitas peruntukan eksistensi
partai itu sendiri juga telah menyalahi kepastian pokok segala urusan dalam
kehidupan di dunia seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah saw :
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ
وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ (رواه الترمذي)
Peran parpol dalam kehidupan Islami
Realitas politik dalam Ideologi Islam
memastikan adalah kewajiban Khalifah untuk memberlaku-kan syariah Islamiyah
terhadap seluruh warga negara (اَلرَّعِيَّةُ) baik dari kalangan umat Islam sendiri
maupun اَهْلُ الذِّمَّةِ.
Inilah yang dituntut oleh pernyataan Nabi Muhammad saw :
كَانَتْ
بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ
قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ
أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه
البخاري)
Selama Khalifah tetap konsisten dalam menjalankan kewajibannya
tersebut maka itu menjadi ja-minan 100 persen dia akan tetap berada dalam
posisinya hingga mati sekali pun. Sebaliknya jika sedikit saja dia mengabaikan
kewajibannya maka tidak ada jaminan apa pun baginya untuk dapat bertahan da-lam
posisinya bahkan sangat mungkin dia segera akan diberhentikan (مَعْزُوْلاً) walau baru berjalan
bebe-rapa jam saja sejak dibai’at oleh umat Islam.
Upaya menghimpun semua data dan informasi harian berkenaan dengan
status mutakhir sikap Khalifah tersebut adalah kewajiban seluruh umat Islam dan
kewajiban itu dapat dilakukan secara per-orangan (مُنْفَرِدًا), kelompok (جَمَاعَةً), kutlah (كُتْلَةً) maupun partai politik (حِزْبًا سِيَاسِيًا).
Fakta sikap mutakhir para Khalifah yang wajib dikoreksi oleh umat Islam (تُحَاسِبُ بِهِ الأَمَّةُ)
adalah :
1.
اِذَا هَضَمُوْا حُقُوْقَ الرَّعِيَّةِ (jika menyia-nyiakan hak-hak rakyat)
2.
اِذَا قَصَّرُوْا
بِوَاجِبَاتِهِمْ نَحْوَهَا
(jika membatasi kewajibannya kepada rakyat)
3.
اِذَا اَهْمَلُوْا شَأْنًا
مِنْ شَؤُوْنِهَا (jika mengabaikan
satu urusan dari urusan-urusan rakyat)
4.
اِذَا خَالَفُوْا اَحْكَامَ
الإِسْلاَمِ (jika menyalahi
hukum-hukum Islam)
5.
اِذَا
حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا اَنْزَلَ اللهُ
(jika menerapkan pemerintahan bukan dengan yang telah Allah turunkan)
Siapa pun yang melakukan aktivitas muhasabah
kepada Khalifah lalu dia dibunuh oleh Khalifah akibat aksi tersebut, maka dia
pasti mendapatkan keistimewaan luar biasa dari Allah SWT. Rasulullah saw
menyatakan :
سَيِّدُ
الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَرَجُلٌ قَامَ اِلَى اِمَامٍ
جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ (رواه الحاكم)
Jadi peran parpol dalam kehidupan Islami sama sekali tidak ada
kaitannya dengan kepentingan-kepentingan pragmatis, seperti koalisi untuk
mendukung atau justru memusuhi penguasa, atau menjadi partai penguasa, atau
menjadi partai oposisi, atau lainnya seperti yang lazim, lumrah dan niscaya
dila-kukan oleh parpol dalam arena politik negara kebangsaan mana pun saat ini
di dunia, termasuk yang berlangsung di negeri Indonesia.
Hal itu karena, Khalifah tidak dalam format partai politik
berkuasa dan dia tidak mewakili satu parpol atau koalisi sejumlah parpol.
Parpol dalam Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan pe-raihan posisi
Khalifah dan parpol tidak menjadi kendaraan politik bagi para anggotanya atau
kadernya untuk menuju kursi kekuasaan. Seseorang menjadi Khalifah adalah semata
akibat adanya bai’at dari umat Islam kepadanya untuk menduduki posisi puncak
dengan menggenggam wewenang memberlaku-kan syariah Islamiyah mewakili rakyat : نِيَابَةً عَنِ الأَمَّةِ فِيْ الْحُكْمِ وَالسُّلْطَانِ.
Khatimah
Data dan informasi mutakhir yang dirilis oleh Kompas tersebut
memastikan satu hal bahwa PKS dan PPP sudah tidak lagi dapat
mempertahankan kedok kepalsuan dan kedustaan mereka yang selama
menempel lekat pada wajah keduanya. Kedua parpol tukang dusta itu pun sejak
saat ini wajib segera menghapus asas Islam dari Anggaran Dasar (AD)
masing-masing jika tidak ingin terus menerus menambah perbendaharan pundi-pundi
kebohongan mereka. Atau, mereka segera saja (ini yang benar) merubah diri
menjadi partai politik Islami sesuai dengan realitas yang diwajibkan oleh Allah
SWT (Ali Imran : 204) yang bertujuan untuk mengembalikan umat Islam kepada
kehidupan Islami dalam wadah Khilafah Islamiyah.
Wal hasil, mereka harus bersikap hitam putih
saja, yakni sepenuhnya kufur atau sepenuhnya Is-lam dan jangan seperti sekarang
Islam hanya dijadikan sebagai pembungkus kekufuran mereka. Mere-ka harus
melaksanakan perintah Allah SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (الأحزاب :70)
No comments:
Post a Comment