Sunday, November 3, 2013

LEPASNYA KEDOK KEDUSTAAN


Partai politik ideologis : adakah saat ini?
Kompas edisi Senin 29 Maret 2010 pada rubrik POLITIK & HUKUM halaman 4 dengan tajuk : Parpol Coba Membumikan Ideologi, menyajikan realitas ideologi 9 partai yang ada di DPR RI :
No.
Nama Partai
Asas Ideologi
Visi
Basis Massa Utama
1
Demokrat
Pancasila
Mewujudkan kehidupan rakyat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
Massa perkotaan & pedesaan
2
Golkar
Pancasila
Terwujudnya Indonesia baru yang maju, mo-dern, bersatu, adil dan makmur
Masyarakat di luar Jawa
3
PDI-P
Pancasila
Mewujudkan cita-cita kemerdekaan 17 Agus-tus 1945 dan memba-ngun masyarakat Panca-sila
Kaum nasionalis & soekarnois
4
PKS
Islam
Partai dakwah penegak keadilan dan kesejahte-raan dalam bingkai per-satuan umat dan bangsa
Umat Islam perkota-an
5
PPP
Islam
Terwujudnya masyara-kat yang bertakwa kepa-da Allah SWT dan nega-ra Indonesia adil dan makmur
Umat Islam
6
PAN
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan yang bersatu, Kerakyatan yang demokratis
Partai terdepan mewu-judkan masyarakat ma-dani dengan pemerintah-an bersih
Umat kalangan Mu-hammadiyah
7
PKB
Pancasila
Tatanan politik yang de-mokratis, bebas korupsi, berkeadilan, dan menye-jahterakan
Umat kalangan NU
8
Gerindra
Pancasila dan UUD 1945
Menciptakan kesejahte-raan bangsa, keadilan sosial dalam wadah NK-RI
Massa nasionalis
9
Hanura
Pancasila
Kemandirian Bangsa, Kesejahteraan Rakyat
Massa nasionalis
Keterangan : data diolah dari berbagai sumber, sebelum hasil Munas/Kongres/Muktamar terbaru parpol
Selain itu, Kompas mengadakan diskusi dengan tema “Modernisasi Manajemen Partai Politik” pada tanggal 18 Maret 2010 di Jakarta dengan pembicara Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Abu-rizal Bakrie, Wakil Ketua Umum (WaKetum) Partai Demokrat Achmad Mubarok, Budiman Sudjat-miko dari PDI-P, Dr. Kuskridho Ambardi (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada) dan Dr. Lili Romli (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Hasilnya sebagai berikut :
1.       Guru Kader PDI-P Budiman Sudjatmiko : “Kita mengasumsikan ideologi sudah given (muncul de-ngan sendirinya) dan terwujud dalam Ibu Megawati. Itu menjadi lubang besar sekarang. Mengha-dapi Pemilu 2014, partainya berkonsentrasi pada tiga program, yaitu kerja bersifat ideologis selain penggalangan dan pencitraan partai. Kerja ideologis artinya kita menempatkan kader di tengah ko-munitas wong cilik”.
2.       WaKetum Partai Demokrat Achmad Mubarok : “Asas kami sama dengan ideologi negara, yaitu Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Religius artinya kami ini menggunakan spirit keagamaan, tetapi bukan agamanya. Spirit itu diwujudkan dalam cerdas, santun, bersih dan demo-kratis. Namun memang yang membuat partai kami menang bukan ideologi, tetapi popularitas Yu-dhoyono yang tinggi.
3.       Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Anis Matta : “PKS adalah partai dakwah. Ideologi partai diwu-judkan dalam bentuk desain besar, platform dan rencana aksi yang menyeluruh di berbagai bidang kehidupan. Kami berdakwah di parlemen dan sektor publik.
4.       Wakil Sekjen PPP Romahurmuziy mengakui : “Ideologi prinsip (principal ideology) partai seharusnya bisa diejawantahkan dalam ideologi kerja (working ideology). Namun, sampai kini, PPP tak berhasil mewujudkan. Tidak pernah partai di Indonesia pasca-reformasi memiliki kekuasaan mutlak. Sulit untuk membayangkan ideologi kerja tadi bisa dilaksanakan”.
5.       Dr. Lili Romli (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI) : “Apakah ideologi itu dapat diterje-mahkan dalam platform, yang selanjutnya dirumuskan dalam bentuk program? Dari sembilan partai yang ada di DPR, program dan kebijakannya terlihat sama saja”.
6.       Dr. Kuskridho Ambardi (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada) menga-mati : Dari pemili ke pemilu, perbedaan antarpartai itu semakin kabur. Partai cenderung melihat ideologi semakin tidak penting. Padahal, ideologi ini menjadi penitng karena menjadi “identitas partai”.
7.       Dr. Firmanzah (Ahli Pemasaran Politik Fakultas Ekonomi Iniversitas Indonesia) merumuskan : Ide-ologi adalah basis sistem nilai dan paham yang menjelaskan mengapa partai itu ada. Dari sisi ma-syarakat, kejelasan sistem nilai dan paham akan memudahkan mereka dalam mengidentifikasi se-kaligus membedakan suatu partai dengan partai lain. Dari sisi partai, hal ini juga memudahkan un-tuk positioning (pemosisian) dan mengemas bahasa komunikasi yang ingin disampaikan kepada target pemilih mereka (lihat Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, 2008).
8.       Redaksi Kompas : Partai harus membumikan ideologinya berbentuk kebijakan bagi partai yang berkuasa atau alternatif kebijakan bagi partai di luar kekuasaan. Dengan begitu, tak muncul seperti ucapan spontan Aburizal dalam diskusi, sebetulnya ideologi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PDI-P sama saja. Kalau sama, lalu untuk apa berpartai yang berbeda?
Demikianlah realitas mutakhir sembilan partai politik (parpol) yang tengah berlagak di parlemen. Dua parpol yakni PKS dan PPP mengaku diri sebagai berasas Islam dan enam parpol lainnya (Demo-krat, Golkar, PDI-P, PKB, Gerindra, Hanura) dengan jujur dan penuh percaya diri menjadikan Panca-sila sebagai asas eksistensi mereka. Sedangkan PAN memang bertingkah aneh sendiri dengan menyata-kan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan yang bersatu, Kerakyatan yang demokratis sebagai asas mereka. Mengapa dituding aneh? Hal itu karena secara super visial, PAN tidak berada di Islam dan ti-dak pula di Pancasila melainkan berdiri di atas tiga buah kaki yakni : (a) spiritualisme, (b) nasionalisme dan (c) marhaenisme. Sebenarnya PAN tidak sendirian dalam polah anehnya tapi sedikit ditemani oleh PKB yang walaupun secara tegas menyatakan Pancasila sebagai asas namun tidak rela begitu saja me-nanggalkan ke-NU-annya dengan menyelipkan pernyataan : menerapkan paham ahlussunnah wal ja-maah.
Realitas parpol berdasarkan asas keberadaan tersebut seolah menujukkan bahwa dalam kancah politik praktis di Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI), ada parpol Islam dan ada parpol seku-ler. Benarkah fakta “keseolahan” tersebut? Realitas seolah-olah dapat dengan sendirinya terkuak men-jadi tidak ada dengan menelaah visi ke-9 parpol tersebut :
1.       tujuh parpol Pancasilais (termasuk PAN) sudah tentu sepakat (dengan berbagai kemasan ungkapan) untuk mempertahankan NKRI sekaligus berusaha keras menjadikannya sebagai negara yang adil dan makmur dengan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Kesepakatan lainnya adalah mere-ka memutuskan untuk menjadikan hanya demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan politik di NKRI.
2.       dua parpol Islami menyodorkan visi sebagai berikut :
a.       PKS :  Partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat dan bangsa
b.       PPP :   Terwujudnya masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT dan negara Indonesia adil dan makmur
Apakah bagian visi PKS yakni : Partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan, dan bagian visi PPP yakni : Terwujudnya masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, menjadikan keduanya benar-benar berbeda dengan tujuh parpol Pancasilais Demokratis?
Jawabannya adalah dipastikan tidak, sebab visi PKS yang mereka klaim Islami dan bukan Panca-silais terbantahkan dengan sendirinya oleh : (a) bagian lainnya dari visi yakni : dalam bingkai per-satuan umat dan bangsa, dan (b) pernyataan Sekjen PKS (yang juga Wakil Ketua DPR RI) Anis Matta : Kami berdakwah di parlemen dan sektor publik. Kedua konsepsi turunan tersebut memas-tikan (diakui atau tidak oleh PKS) bahwa PKS ikut serta dalam kesepakatan besar tujuh parpol Pan-casilais yakni mempertahankan NKRI dan menjadikannya sebagai negara yang adil dan makmur dengan pemerintahan yang bersih serta menjadikan hanya demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan politik di NKRI. Oleh karena itu, walaupun PKS bersikukuh hingga menangis air mata darah bahwa mereka berbeda dengan tujuh parpol Pancasilais, maka klaim ngotot itu tidak ada guna dan nilainya sebab realitas apa adanya justru menunjukkan bahwa PKS identik-tipikal dengan tujuh parpol Pancasilais tersebut.
Keadaan serupa juga ditunjukkan dengan pasti oleh PPP, yakni karena adanya bagian visi … dan negara Indonesia adil dan makmur, maka bagian awal visi Terwujudnya masyarakat yang bertak-wa kepada Allah SWT yang diklaim Islami nyata-nyata tidak berguna dan tidak bernilai apa pun sekaligus gagal memberikan identitas Islami kepada diri mereka melainkan justru mengantarkan-nya melenggang masuk ke dalam identitas Pancasilais dengan sangat “malu-malu kucing”. Sifat faktual bertema kucing tersebut sangat ditegaskan oleh pernyataan Wakil Sekjen PPP Romahurmu-ziy : Namun, sampai kini, PPP tak berhasil mewujudkan. Tidak pernah partai di Indonesia pasca-reformasi memiliki kekuasaan mutlak. Sulit untuk membayangkan ideologi kerja tadi bisa dilaksa-nakan.
Dengan demikian, PKS dan PPP selalu mempertahankan ketidakjujuran dan aksi manipulatif me-reka di hadapan penginderaan umat Islam Indonesia dan hal yang paling mengerikan dari sikap ke-duanya tersebut adalah tanggapan umat Islam terutama yang merupakan basis massanya masing-masing yang sama sekali tidak peduli, tidak menganggap penting-krusial dan tidak mempersoalkan realitas parpol yang menjadi habitat kehidupan mereka selama ini. Umat Islam di kedua parpol ma-nipulatif tersebut begitu puas, percaya diri dan قَنَاعَةً bahwa parpol mereka adalah masih Islami seka-ligus istiqamah dalam memperjuangkan Islam serta aspirasi umat Islam.
Wal hasil, kesimpulan Dr. Lili Romli (LIPI) : “Dari sembilan partai yang ada di DPR, program dan kebijakannya terlihat sama saja”, adalah benar karena sesuai dengan fakta apa adanya dari ke-sembilan parpol tersebut. Demikian juga tidak ada satu pun dari parpol tersebut yang dapat memenuhi kualifikasi manajemen pemasaran politik seperti rumusan yang diungkapkan oleh Dr. Firmanzah (Ahli Pemasaran Politik Fakultas Ekonomi Iniversitas Indonesia) : Ideologi adalah basis sistem nilai dan pa-ham yang menjelaskan mengapa partai itu ada. Dari sisi masyarakat, kejelasan sistem nilai dan paham akan memudahkan mereka dalam mengidentifikasi sekaligus membedakan suatu partai dengan partai lain. Dari sisi partai, hal ini juga memudahkan untuk positioning (pemosisian) dan mengemas bahasa komunikasi yang ingin disampaikan kepada target pemilih mereka.
Jadi, adakah parpol ideologis saat ini di Indonesia? Jawabannya sama sekali tidak ada dan yang pasti ada adalah parpol berasas pragmatisme, sedangkan pencantuman asas ideologis dalam AD/ART mereka tentu saja itu dilakukan hanya dan hanya untuk keperluan dan kepentingan administratif, bukan untuk tujuan implementatif di lapangan. Sehingga sekali lagi, PDI-P memang pelopor kejujuran dalam kehidupan demokratis di NKRI dan itu ditunjukkan oleh pengakuan sadar Ketumnya Megawati Soe-karnoputri bahwa memang 10 tahun terakhir pragmatisme telah menghilangkan roh partainya, yaitu Pancasila 1 Juni 1945 hasil galian Soekarno, yang berujud marhaenisme yang diidentifikasi sebagai pembelaan kepada wong cilik.
Apakah delapan parpol lainnya tidak tengah menjalankan aksi pragmatis? Fakta konsepsi mau-pun empiris di lapangan memastikan bahwa entitas ideologis tidak pernah implementatif dan sebalik-nya yang selalu menjadi acuan aksi, kebijakan, keputusan partai adalah pragmatisme. Bukti untuk itu sangat mudah ditunjuk jari seperti koalisi di tingkat pusat : pemerintahan dan parlemen, maupun koalisi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yakni dalam arena pilkada. Lalu, siapakah yang menjadi korban dari kebiadaban dan kebrutalan sikap  parpol di Indonesia?
Tentu saja siapa lagi jika bukan umat Islam dan dengan menelaah reaksi maupun tanggapan me-reka selama ini termasuk keputusan untuk memberikan suara mereka kepada Partai Demokrat dan pa-sangan SBY-Boediono pada Pemilu 2009 lalu, maka tidak dapat dihindari sebuah kesimpulan bahwa realitas pemikiran serta sikap umat Islam Indonesia masih diam di tempat bahkan semakin cenderung mundur, yakni dalam rangka mengabaikan perintah wajib dari Allah SWT :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (الإسراء : 36)
Realitas Ideologi Islam vis a vis parpol Islam
Ideologi Islam adalah sekumpulan peraturan Allah SWT untuk mengatur perjalanan kehidupan manusia di dunia. Inilah yang ditunjukkan oleh rumusan :  عَقِيْدَةٌ عَقْلِيَةٌ يَنْبَثِقُ عَنْهَا نِظَامٌ (aqidah aqliyah yang terpancar darinya peraturan/sistem). Jadi, Ideologi Islam mencakup dua hal yakni aqidah Islamiyah dan syariah Islamiyah yang terpancar dari aqidah itu sendiri. Lalu supaya Ideologi Islam implementatif bukan sekedar konsepsi teoritis (فِكْرَةٌ نَظَرِيَةٌ) maka aqidah Islamiyah harus terlebih dahulu menjadi kai-dah pemikiran umat Islam (اَلْقَاعِدَةُ الْفِكْرِيَّةُ لِلأُمَّةِ الإِسْلاَمِيَّةِ) sekaligus menjadi kepemimpinan pemikiran me-reka (اَلْقِيَادَةُ الْفِكْرِيَّةُ لَهَا). Pada gilirannya, ketika umat Islam telah menjadikan aqidah Islamiyah dalam po-sisi demikian, maka entitas قَنَاعَتُهَا (perkara yang pasti dipertahankan hingga mati) adalah tentu saja syariah Islamiyah. Dengan demikian jadilah Ideologi Islam secara pasti dapat terimplementasikan da-lam realitas kehidupan manusia di dunia tanpa adanya sedikit pun kendala yang berarti.
Walaupun demikian, pemberlakuan Ideologi Islam tidak hanya bertumpu pada sikap umat Islam baik secara individual maupun kelompok sebab mereka adalah manusia biasa (لَيْسُوا اَنْبِيَاءَ وَرُسُلاً) sehing-ga sangat mungkin bersikap taat dan sangat mungkin bersikap maksiat. Ketika mereka taat maka harus ada kekuatan yang menjamin keberlangsungan sikap tersebut dan sebaliknya ketika mereka maksiat maka harus ada pula kekuatan yang dapat segera mengembalikan mereka kepada sikap taat. Inilah hakikat politik dalam Islam yang ditunjukkan oleh rumusan :
رِعَايَةُ شُؤُوْنِ الرَّعِيَّةِ اَيِ الأُمَّةِ دَاخِلِيَّةً وَخَارِجِيَّةً بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ
mengurus kepentingan rakyat atau umat baik dalam negeri maupun luar negeri dengan menggunakan hukum syara (Islam)
Jadi tugas Khilafah Islamiyah yang dipimpin secara tunggal oleh Khalifah adalah : (a) memenuhi kebutuhan pokok rakyat فَرْدًا فَرْدًا dan (b) memberlakukan Ideologi Islam kepada mereka secara paksa yakni dengan menerapkan uqubat ketika mereka menunjukkan sikap maksiat. Inilah yang dituntut oleh seruan Allah SWT kepada Khalifah :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ (المائدة : 48)
Lalu bagaimana jika Khalifah sendiri melakukan maksiat atau memberlakukan peraturan selain Islam, dengan kata lain menyalahi seruan Allah SWT tersebut? Tentu saja pada kondisi faktual itulah berlaku-nya seruan Allah SWT yang lain yakni :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران : 104)
Partai politik Islami (حِزْبٌ سِيَاسِيٌ اِسْلاَمِيٌّ) dipastikan merupakan realisasi dari seruan Allah SWT tersebut yang hukumnya wajib ada sebuah partai dan boleh sebanyak-banyaknya. Lalu karena tugasnya adalah melakukan aktivitas dakwah Islamiyah (يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ) dan يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ, maka dipasti-kan partai politik Islami wajib menjadikan Islam sebagai ideologi mereka. Kewajiban itu semakin pasti sehubungan dengan realitas objek tugas mereka yakni dakwah Islamiyah dan muhasabah kepada Khali-fah, para Wali dan para ‘Amil alias مُحَاسَبَةُ الْحُكَّامِ عَلَى اَفْعَالِهِمْ وَتَصَرُّفَاتِهِمْ. Hal itu karena semesta pembicara-an yang mencakup kedua belah pihak (partai politik Islami dan para penguasa) adalah Islam dan pem-berlakuannya dalam realitas kehidupan Islami dengan wadah Khilafah Islamiyah, sehingga adalah mus-tahil dan juga haram terjadi salah satu pihak mendasarkan tindakan dan keputusannya kepada selain Ideologi Islam. Jika terjadi demikian, maka pemberlakuan Islam secara ideologis telah mengalami dis-torsi bahkan sangat mungkin telah berada dalam jalan menuju kehancurannya seperti yang ditunjukkan oleh realitas Khilafah Utsmaniyah menjelang akhir abad ke-18 lalu sepanjang abad ke-19 hingga men-capai titik paling buruknya pada awal abad ke-20 dan akhirnya runtuh pada 3 Maret 1924.
Oleh karena itu, dalam arena kehidupan Islami tidak akan pernah dikenal adanya partai politik yang berpijak di atas asas pragmatisme, karena selain tidak sesuai dengan realitas peruntukan eksistensi partai itu sendiri juga telah menyalahi kepastian pokok segala urusan dalam kehidupan di dunia seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah saw :
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ (رواه الترمذي)
Peran parpol dalam kehidupan Islami
Realitas politik dalam Ideologi Islam memastikan adalah kewajiban Khalifah untuk memberlaku-kan syariah Islamiyah terhadap seluruh warga negara (اَلرَّعِيَّةُ) baik dari kalangan umat Islam sendiri maupun اَهْلُ الذِّمَّةِ. Inilah yang dituntut oleh pernyataan Nabi Muhammad saw :
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه البخاري)
Selama Khalifah tetap konsisten dalam menjalankan kewajibannya tersebut maka itu menjadi ja-minan 100 persen dia akan tetap berada dalam posisinya hingga mati sekali pun. Sebaliknya jika sedikit saja dia mengabaikan kewajibannya maka tidak ada jaminan apa pun baginya untuk dapat bertahan da-lam posisinya bahkan sangat mungkin dia segera akan diberhentikan (مَعْزُوْلاً) walau baru berjalan bebe-rapa jam saja sejak dibai’at oleh umat Islam.
Upaya menghimpun semua data dan informasi harian berkenaan dengan status mutakhir sikap Khalifah tersebut adalah kewajiban seluruh umat Islam dan kewajiban itu dapat dilakukan secara per-orangan (مُنْفَرِدًا), kelompok (جَمَاعَةً), kutlah (كُتْلَةً) maupun partai politik (حِزْبًا سِيَاسِيًا). Fakta sikap mutakhir para Khalifah yang wajib dikoreksi oleh umat Islam (تُحَاسِبُ بِهِ الأَمَّةُ) adalah :
1.       اِذَا هَضَمُوْا حُقُوْقَ الرَّعِيَّةِ (jika menyia-nyiakan hak-hak rakyat)
2.       اِذَا قَصَّرُوْا بِوَاجِبَاتِهِمْ نَحْوَهَا (jika membatasi kewajibannya kepada rakyat)
3.       اِذَا اَهْمَلُوْا شَأْنًا مِنْ شَؤُوْنِهَا (jika mengabaikan satu urusan dari urusan-urusan rakyat)
4.       اِذَا خَالَفُوْا اَحْكَامَ الإِسْلاَمِ (jika menyalahi hukum-hukum Islam)
5.       اِذَا حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا اَنْزَلَ اللهُ (jika menerapkan pemerintahan bukan dengan yang telah Allah turunkan)
Siapa pun yang melakukan aktivitas muhasabah kepada Khalifah lalu dia dibunuh oleh Khalifah akibat aksi tersebut, maka dia pasti mendapatkan keistimewaan luar biasa dari Allah SWT. Rasulullah saw menyatakan :
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَرَجُلٌ قَامَ اِلَى اِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ (رواه الحاكم)
Jadi peran parpol dalam kehidupan Islami sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan-kepentingan pragmatis, seperti koalisi untuk mendukung atau justru memusuhi penguasa, atau menjadi partai penguasa, atau menjadi partai oposisi, atau lainnya seperti yang lazim, lumrah dan niscaya dila-kukan oleh parpol dalam arena politik negara kebangsaan mana pun saat ini di dunia, termasuk yang berlangsung di negeri Indonesia.
Hal itu karena, Khalifah tidak dalam format partai politik berkuasa dan dia tidak mewakili satu parpol atau koalisi sejumlah parpol. Parpol dalam Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan pe-raihan posisi Khalifah dan parpol tidak menjadi kendaraan politik bagi para anggotanya atau kadernya untuk menuju kursi kekuasaan. Seseorang menjadi Khalifah adalah semata akibat adanya bai’at dari umat Islam kepadanya untuk menduduki posisi puncak dengan menggenggam wewenang memberlaku-kan syariah Islamiyah mewakili rakyat : نِيَابَةً عَنِ الأَمَّةِ فِيْ الْحُكْمِ وَالسُّلْطَانِ.

Khatimah
Data dan informasi mutakhir yang dirilis oleh Kompas tersebut memastikan satu hal bahwa PKS dan PPP sudah tidak lagi dapat mempertahankan kedok kepalsuan dan kedustaan mereka yang selama menempel lekat pada wajah keduanya. Kedua parpol tukang dusta itu pun sejak saat ini wajib segera menghapus asas Islam dari Anggaran Dasar (AD) masing-masing jika tidak ingin terus menerus menambah perbendaharan pundi-pundi kebohongan mereka. Atau, mereka segera saja (ini yang benar) merubah diri menjadi partai politik Islami sesuai dengan realitas yang diwajibkan oleh Allah SWT (Ali Imran : 204) yang bertujuan untuk mengembalikan umat Islam kepada kehidupan Islami dalam wadah Khilafah Islamiyah.
Wal hasil, mereka harus bersikap hitam putih saja, yakni sepenuhnya kufur atau sepenuhnya Is-lam dan jangan seperti sekarang Islam hanya dijadikan sebagai pembungkus kekufuran mereka. Mere-ka harus melaksanakan perintah Allah SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (الأحزاب :70)

No comments:

Post a Comment