Sunday, November 3, 2013

MAHALNYA KEBERPIHAKAN KEPADA KEKUFURAN


Kekufuran dan kebinasaan kemanusiaan
Pemutusan hubungan kerja (PHK) di seluruh dunia dalam periode September 2008 hingga Febru-ari 2009 telah mencapai angka 239950 orang. Rinciannya adalah :
PERUSAHAAN
SEKTOR
ANGKA PHK
BULAN
Commercexbank AG
Keuangan
9000
September 2008
GMAC LLC
Pembiayaan
5000
September 2008
Renault
Otomotif
6000
September 2008
Stora enso
Kertas
3150
September 2008
HP
IT
24600
September 2008
Alitalia
Penerbangan
3000
September 2008
Federal Mogul
Peralatan kendaraan
4000
September 2008
Telecom Italia
Telekomunikasi
5000
September 2008
Akzo Nobel
Manufaktur
3500
September 2008
Volvo
Otomotif
3900
Oktober 2008
Barclays
Keuangan
3000
Oktober 2008
National City
Keuangan
4000
Oktober 2008
Goldman Sachs
Keuangan
3800
Oktober 2008
Xerox Corporation
Teknologi
3000
Oktober 2008
Chrysler
Otomotif
5000
Oktober 2008
Whirlpool
Alat rumah tangga
5000
Oktober 2008
YRC Worldwide
Otomotif
3750
Oktober 2008
Motorolla
Telekomunikasi
3000
Oktober 2008
American Express
Keuangan
7000
Oktober 2008
ChTPZ Group
Pipa baja
4900
November 2008
DHL Express
Transportasi
9500
November 2008
British Telecom
Telekomunikasi
10000
November 2008
Citigroup
Keuangan
52000
November 2008
Hitachi
Elektronik
7000
Januari 2009
Sony
Elektronik
16000
Januari 2009
NEC
Telekomunikasi
20000
Januari 2009
FORD
Otomotif
850
Februari 2009
Panasonic
Elektronik
15000
Februari 2009
Tentu saja seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 2009 ini, angka PHK tersebut akan terus ber-tambah karena resesi ekonomi global terutama yang tengah melanda negara-negara G-8 masih belum akan berhenti hingga 2 bahkan 3 tahun ke depan. Hal ini telah diprediksikan oleh IMF seperti yang di-nyatakan oleh Olivier Blanchard (Kepala Ekonom IMF) di Washington (Rabu, 28 Januari 2009, forum World Economic Outlook) : pertumbuhan ekonomi global diprediksi anjlok ke level terendah sejak Perang Dunia Kedua (PD II). Ekonomi dunia pada tahun 2009 nyaris tidak bergerak yakni hanya akan tumbuh 0,5 persen. Pasar keuangan pada tahun ini mengalami tekanan berat dan ekonomi global me-nukik tajam. Upaya berbagai pemerintahan dan bank sentral untuk memberikan stimulus dan paket ekonomi belum mampu menahan tekanan ekonomi. Kerjasama global diperlukan guna membangun ke-bijakan baru. Pada tahun 2009, ekonomi AS diprediksi tumbuh 1,6 persen sedangkan ekonomi negara berkembang tumbuh 3,25 persen atau turun tajam dari 6,25 persen pada tahun 2008. Penyebab utama lesunya perekonomian itu karena anjloknya permintaan barang-barang, rendahnya harga komoditas dunia dan ketatnya pendanaan. Sehingga diperlukan dukungan likuiditas, rekapitalisasi dan penjamin-an atas simpanan. Perekonomian dunia akan menggeliat pada 2010 dengan tumbuh menjadi tiga per-sen.
Sementara itu, di Indonesia hingga saat ini tengah berlangsung sebuah realitas yang seolah tidak terpengaruh oleh resesi ekonomi dunia tersebut. Betapa tidak, pada kasus pembiayaan iklan partai poli-tik (parpol) di televisi mulai 1 Oktober 2008 sampai 2 Februari 2009 telah mencapai angka Rp 118,7 miliar dan fakta ini terungkap dalam forum diskusi Pemilu 2009 dalam Perspektif Media (Kamis, 12 Februari 2009). Hal tersebut diungkapkan oleh Gilang Iskandar (Sekretaris MNC) saat menyampaikan hasil riset AC Nielsen :
PARTAI POLITIK
BIAYA IKLAN (miliar rupiah)
PERINGKAT
Partai Gerindra
46,782
1
Partai Demokrat
36,121
2
Golkar
18,873
3
PKS
4,866
4
PDIP
4,672
5
PPP
3,294
6
PAN
1,529
7
Hanura
1,432
8
PKB
0,269
9
PBB
0,236
10
PBR
0,136
11
PKPB
0,115
12
PDP
0,112
13
Patriot
0,080
14
Artinya dana untuk iklan di televisi yang dikeluarkan rata-rata setiap bulan selama empat bulan masa kampanye untuk pemilu 2009 tersebut sebesar 29,675 miliar rupiah. Lalu karena masa kampanye masih akan berlangsung dua bulan lagi (periode Februari hingga Maret), maka total belanja parpol untuk iklan di televisi tersebut adalah Rp 118,7 + Rp 59,35 = Rp 178,05 miliar. Lalu, bila diasumsikan total belanja parpol untuk iklan di televisi adalah 30 persen dari keseluruhan biaya kampanye, itu berarti dana yang harus dialokasikan untuk selama kampanye tersebut adalah Rp 593,5 miliar alias lebih dari setengah triliun rupiah. Kemudian bila biaya tersebut ditambah lagi dengan total anggaran yang dibutuhkan oleh KPU untuk penyelenggaraan pemilu (legislatif dan pilpres) sebesar 30-an triliun rupiah dan andaikan dana ini dibagikan secara merata kepada seluruh penduduk Indonesia yang per tanggal 10 Februari 2009 berjumlah 239.240.336 orang, maka setiap orang akan mendapat Rp 127877,68. Memang uang sejumlah itu adalah kecil namun karena yang menerimanya adalah seluruh penduduk Indonesia tanpa kecuali termasuk presiden, wakil presiden, ketua DPR, ketua MPR, para ketua umum parpol dan sete-rusnya hingga para pemulung sampah di TPA seluruh Indonesia, maka realitas ini adalah luar biasa be-sarnya. Belum lagi bila ditambah dengan biaya yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan pilkada baik gubernur maupun bupati/wali kota yang sangat besar sebagai contoh pilkada Jawa Timur saja mengha-biskan dana satu triliun rupiah. Jadi, biaya yang harus dibelanjakan untuk pemberlakuan demokrasi di Indonesia adalah sangat mahal dan ini diakui oleh Direktur Eksekutif Nusantara Center Yudhie Haryo-no yang menyatakan : Indonesia terjebak dalam demokrasi liberal yang mahal. Salah satu indikator-nya adalah penghamburan uang oleh kandidat capres untuk iklan.
Presiden NKRI Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu pagi tanggal 4 Februari 2009 yang lalu telah membuka 2nd Festival Ekonomi Syariah (FES) dengan tema “Indonesia Bisa Lebih Sejahtera” dan FES sendiri telah berlangsung dari tanggal 4 Februari hingga 8 Februari 2009. Pihak-pihak yang ikut serta dalam FES kedua tersebut tidak hanya bank syariah melainkan juga BPR Syariah, BMT, asu-ransi syariah, perusahaan pembiayaan, badan zakat dan wakaf, konsultan syariah, lembaga pendidikan yang memiliki jurusan ekonomi syariah, pengusaha haji dan umrah, pelaku usaha ritel dan UMKM ser-ta masyarakat umum. Acara yang diselenggarakan dalam FES kedua adalah iB campaign, syariah family day, olimpiade ekonomi syariah, kompetisi debat ekonomi syariah, kompetisi foto, band, nasyid, workshop, diskusi dan seminar. Keuangan syariah diyakini sebagai jalan keluar dari himpitan krisis ekonomi global, seperti yang dinyatakan oleh Gubernur BI Boediono : “Perbankan syariah layak men-jadi teladannya”.
Data publikasi BI menunjukkan pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap perbankan nasio-nal per Oktober 2008 adalah 2,94 persen dari Rp 1297 triliun atau Rp 38,1318 triliun dan pada Novem-ber 2008 telah mengalami peningkatan yakni berada pada angka Rp 38,5 triliun. Menurut Direktur Uta-ma MC Consulting Wahyu Dwi Agung, prediksi pertumbuhan perbankan syariah pada tahun 2009 ada-lah 50 persen dengan market share sebesar 3,5 persen. Sementara itu, sebuah studi mencatat bahwa Inggris adalah negara yang paling banyak memiliki bank bagi umat Islam di antara negara-negara Barat lainnya. Saat ini di negara tersebut ada lima bank murni syariah dan 17 bank lainnya seperti Barclays, RBS dan Lloyds Banking Group telah memiliki unit usaha syariah (office channeling). Aset perbankan syariah Inggris mencapai 18 miliar dolar AS (12 miliar poundsterling) dan nilai ini melebihi aset bank syariah yang ada di Pakistan, Bangladesh, Turki dan Mesir, serta menduduki peringkat ke-8 di seluruh dunia. Menurut laporan International Financial Services London (IFSL) perkembangan Inggris sebagai pusat keuangan Islam dalam beberapa tahun terakhir sangat didukung oleh pemerintah. Direktur Eko-nomi IFSL Duncan McKenzie menyatakan : dukungan kebijakan pemerintah Inggris terhadap keuang-an Islam menempatkan pelayanan syariah seperti layanan konvensional.
Sistem perekonomian kapitalisme memang menetapkan asas manfaat sebagai standard dilakukan dan tidaknya suatu sikap, tindakan, perbuatan, keputusan, kebijakan dan seterusnya. Konsep tersebut sudah pasti akan diterapkan secara utuh oleh perusahaan maupun negara yang sama-sama memberla-kukannya. Konsep the least the cost the highest the profit (biaya serendah mungkin, keuntungan seting-gi mungkin) akan selalu menjadi acuan bagi semua kebijakan yang akan diambil apalagi dalam keada-an tengah dilanda krisis ekonomi seperti sekarang. Kedua konsep tersebut menjadikan interaksi antar manusia dalam perusahaan maupun negara berlangsung dalam prosedur homo homini lupus (manusia yang satu adalah serigala bagi yang lainnya). Jadi, entitas kemanusiaan manusia sama sekali tidak akan pernah dipertimbangkan sedikitpun dalam keadaan apa pun, sebab sekali saja entitas ini diperhatikan maka secara otomatis akan meruntuhkan bangunan yang tersusun dari semua konsep asasi dalam kapi-talisme. Dengan demikian, kapitalisme adalah sebuah ideologi yang sangat mengancam eksistensi dan keberlangsungan manusia beserta kemanusiaannya, bahkan potensi membinasakan kemanusiaan yang melekat padanya benar-benar telah menjelma riil dalam realitas kehidupan dunia saat ini. Perang Dunia I dan II, agresi militer AS ke Iraq dalam Perang Teluk I dan II, pendudukan tentara NATO di Afghanis-tan hingga saat ini, agresi militer Israel dalam perang tujuh hari dengan Mesir tahun 1969 hingga agresi ke Gaza tahun 2008-2009 dan sebagainya dari bentuk perang militer yang telah, tengah maupun akan dilakukan di masa depan, seluruhnya adalah berawal dari tuntutan bangunan konsepsi asasi ideologi ka-pitalisme. Bahkan telah nampak jelas mengapa seluruh pengendali implementasi perekonomian kapita-listik (menteri keuangan dan gubernur bank central) di seluruh negara di dunia, membiarkan begitu sa-ja terjadinya resesi ekonomi global saat ini yang berawal dari persoalan kecil dan sederhana yakni kre-dit macet perumahan kelas bawah (subprime mortgage) di AS.
Sistem perekonomian kapitalisme tidak hanya menjadi biang kerok terjadinya PHK besar-besar-an di seluruh dunia, melainkan yang paling penting dan mendasar adalah telah menempatkan manusia pada kehidupan dunia yang sangat tidak layak bagi kemanusiaan itu sendiri. Hal itu karena, jatidiri manusia yang sangat mulia dengan aqalnya telah dipaksa oleh kapitalisme untuk menanggalkan realitas kemuliaan tersebut dan berganti secara otomatis dengan entitas kebinatangan yakni kepentingan naluri manusia itu sendiri. Inilah yang tergambar dengan sangat jelas dalam sejumlah fakta :
1.       kepentingan (اَلْمَصْلَحَةُ) yang menyebabkan terjadinya interaksi di antara anggota masyarakat yang ditetapkan oleh kapitalisme adalah kepentingan naluriah (instinctive alias اَلْمَصْلَحَةُ الْغَرِيْزِيَّةُ) semata te-rutama yang didorong oleh naluri mempertahankan eksistensi diri (غَرِيْزِةُ الْبَقَاءِ) dan naluri melestari-kan ras (غَرِيْزَةُ النَّوْعِ). Padahal kedua macam naluri tersebut juga ada pada binatang bahkan penampa-kannya benar-benar sama dengan yang nampak pada binatang tersebut. Seluruh jenis industri dalam dunia kapitalistik adalah bukti yang sangat cukup untuk realitas tersebut, baik itu industri berat, ri-ngan, militer, media massa, termasuk industri seksual baik yang utama maupun pendukungnya.
2.       hubungan perjanjian kerja antara buruh (pekerja atau اَلأَجِيْرُ) dengan majikan (اَلْمُسْتَأْجِيْرُ) dalam sistem kapitalisme diformat dalam bentuk hubungan industrial, yakni posisi buruh tersebut disamakan de-ngan faktor produksi lainnya seperti bahan baku maupun mesin. Akibatnya, ketika terjadi keadaan yang mengharuskan adanya rasionalisasi biaya produksi sehubungan ancaman kerugian, maka yang akan dilakukan pertama kalinya adalah bukan mengganti mesin atau mencari bahan baku yang le-bih murah melainkan memberlakukan PHK. Inilah yang dapat disaksikan dengan sangat gamblang paling tidak sejak September 2008 hingga saat ini bahkan mungkin akan terus terjadi sampai dua atau tiga tahun ke depan.
3.       kapitalisme mengharuskan upaya pemenuhan kebutuhan manusia orang per orang diserahkan sepe-nuhnya kepada masing-masing individu yakni dengan menggunakan dana dari upah masing-masing orang (buruh) yang diterimanya dari perusahaan atau industri atau negara. Tentu saja konsep ini sa-ma sekali tidak manusiawi, sebab : (a) penetapan besar upah didasarkan kepada kebutuhan hidup minimum di suatu tempat atau regional dan (b) pada saat yang bersamaan kapitalisme mengharus-kan terjadinya konglomerasi dalam negara yakni keadaan penguasaan terhadap kekayaan yang sa-ngat timpang antara para kapitalis (pemilik modal alias konglomerat) dengan buruh atau manusia pada umumnya. Realitas ini akan menyebabkan para pengusaha atau pelaku industri (konglomerat) seiring dengan berjalannya waktu akan semakin menguasai kekayaan dan secara otomatis akan se-makin mengendalikan kehidupan para buruh maupun manusia pada umumnya. Inilah yang terung-kap dalam konsep free fight liberalism atau survival of the fittest atau homo homini lupus, selu-ruhnya menempatkan para konglomerat layaknya posisi singa (the lion) di rimba belantara.
4.       kapitalisme mengharamkan negara membantu rakyatnya dalam bentuk subsidi apa pun dan sebalik-nya mengharuskan negara untuk memaksa rakyat membiayai penyelenggaraan negara dalam ben-tuk pajak dengan besaran minimal 75 persen dari seluruh anggaran yang diperlukan.
Keempat realitas yang menempel pada hakikat kapitalisme dan yang diharuskan oleh kapitalisme tersebut membuktikan bahwa kehidupan yang berasas kepada atau terwujud dari ideologi kufur tersebut adalah kehidupan yang hanya pantas bagi binatang atau jika pun layak bagi manusia maka manusia yang dimaksudkan adalah manusia primitif tidak beradab. Inilah kehidupan yang benar-benar membi-nasakan kemanusiaan dari waktu ke waktu dengan sangat sadis dan brutal dan telah Allah SWT peri-ngatkan kepada manusia agar mereka tidak mengimplementasikan pola kehidupan seperti itu melalui ayat Al-Quran :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (طه : 124-126)

Keberpihakan umat Islam kepada kekufuran : harganya sangat mahal!
Pada hari Kamis tanggal 5 Februari 2008 lalu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatul-lah Jakarta telah menggelar seminar dengan tema Peranan Agama dalam Dunia Kontemporer. Ada tiga orang tokoh yang harus dicermati pemikirannya dalam seminar tersebut yakni :
1.       Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat yang menyatakan : peradaban dunia yang paling kokoh dibangun di atas landasan moralitas agama. Peradaban yang dibangun morali-tas agama terbukti hingga kini masih terus bertahan. Kita bisa melihat betapa kokohnya peradab-an yang dibangun Nabi Musa, Isa ataupun Muhammad. Hal itu menandakan bahwa agama telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan peradaban. Umat beragama bisa memberdayakan agama untuk membangun sebuah peradaban yang besar. Kelompok intelektual memiliki tanggung jawab untuk menyadarkan umat agar agama bisa menjadi sebuah pilar perada-ban. Agama tak cuma bicara soal akhirat, tetapi mampu menjadi dasar bagi munculnya peradaban besar dalam kehidupan manusia.
2.       Dubes Republik Islam Iran (RII) untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi menyatakan : semestinya agama tak hanya dipraktikkan terkait kehidupan akhirat. Tapi agama juga harus menjadi pengge-rak untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan dunia. Tentu dalam berbagai bidang, seperti eko-nomi, pendidikan, sains, teknologi dan bidang lainnya.
3.       mantan Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais menyatakan : agama mampu menjadi panduan ma-nusia untuk mencapai kehidupan baik dan memberangus kezaliman. Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad yang dengan keyakinannya mampu melawan kemapanan dan kezaliman. Agama mesti-nya mendorong umatnya untuk bergerak, hidup dan tidak pasif untuk terus melakukan perubahan dan melawan kezaliman. Islam mengajarkan umatnya untuk mencapai sebuah kehidupan lebih ba-ik, egaliter dan melawan kezaliman. Jika kezaliman terjadi di hadapan seorang muslim, kemudian ia diam saja, keislamannya pun diragukan. Sebab, dalam Islam seseorang dituntut untuk berbuat adil, tak melakukan penindasan dan melawan kezaliman. Dalam Islam ada tiga kewajiban yang patut ditunaikan seorang muslim. Hal pertama adalah ibadah. Ini berarti seorang muslim harus te-rus menjalankan ibadah kepada Tuhannya di mana pun berada. Kedua, umat Islam berkewajiban untuk selalu menegakkan prinsip berbuat kebaikan dan memerangi kemunkaran. Kewajiban ketiga adalah menghadirkan sebuah otoritas atau payung yang menjamin umat Islam bisa menjalankan ibadah dan menegakkan prinsip kebenaran serta memerangi kemunkaran. Tanpa otoritas itu, ko-munitas muslim tak bisa menjalankan dua kewajiban lainnya.
Komaruddin Hidayat menyatakan bahwa :
a.       peradaban dunia yang paling kokoh dibangun di atas landasan moralitas agama. Peradaban yang dibangun moralitas agama terbukti hingga kini masih terus bertahan. Kita bisa melihat betapa kokohnya peradaban yang dibangun Nabi Musa, Isa ataupun Muhammad.
Agama yang dibawa oleh Nabi Musa as adalah Yahudi yang bersumber dari Kitab Taurah, lalu aga-ma yang dibawa oleh Nabi Isa as adalah Nasrani yang bersumber dari Kitab Injil dan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah Islam yang bersumber dari Kitab Al-Quran. Dengan de-mikian bagi Komaruddin Hidayat agama Yahudi, Nasrani dan Islam harus tetap bertahan atau me-mang masih tetap bertahan hingga kini, karena ketiganya menjadi landasan peradaban yakni pera-daban Yahudi, peradaban Nasrani dan peradaban Islam. Benarkah anggapan dia tersebut?
Secara aqliy (دَلِيْلٌ عَقْلِيٌ) semua manusia di dunia (termasuk Yahudi dan Nasrani) menyaksikan de-ngan pasti bahwa Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah SWT setelah Nabi Musa dan Nabi Isa. Terlepas dari sikap Yahudi dan Nasrani yang menolak keras eksistensi Nabi Muhammad saw seba-gai pengganti nabi mereka, yang pasti sikap penolakan mereka itu justru semakin menjadi bukti inderawi bahwa mereka tidak mungkin menipu diri mereka sendiri berkenaan dengan eksistensi Nabi Muhammad saw tersebut. Oleh karena itu, klaim pasti dari Islam sebagai agama paling akhir yang berasal dari Allah SWT sekaligus menjadi pengganti bahkan penghapus agama Yahudi dan Nasrani, adalah klaim yang sangat dapat diterima dan dipahami oleh aqal manusia. Hanya orang-orang yang menjadikan kepentingan naluriahnya (اَهْوَاءُهُمْ) sebagai standard keputusan sikap mereka yang akan menyatakan : mengapa Allah SWT tidak konsisten dengan menetapkan Islam sebagai agama yang menggantikan dan menghapuskan agama Yahudi maupun Nasrani, padahal bukankah agama Yahudi dan Nasrani itu juga berasal dari Allah SWT sendiri?
Secara naqliy (دَلِيْلٌ نَقْلِيٌ), Allah SWT telah memastikan bahwa Islam adalah syariah bagi manusia yang menggantikan risalah Yahudi maupun Nasrani :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة : 48)
Dengan demikian, Komaruddin Hidayat sangat nyata tengah mengusung ide pluralisme agama-aga-ma sehingga dengan sangat berani dia menyamakan Yahudi dan Nasrani dengan Islam bahkan dia memastikan bahwa peradaban yang muncul dari dan dibangun oleh ketiga agama tersebut sama kokohnya dan sama-sama masih berlaku hingga sekarang. Kesediaan dia untuk membela dan mem-pertahankan agama Yahudi maupun Nasrani sebagai tetap benar dan berlaku seperti halnya Islam, dibuktikan olehnya dengan menyeru umat pengikut kedua agama tersebut (kaum Yahudi dan Nas-rani) untuk selalu memberdayakan agama mereka sedemikian rupa sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang besar. Dia pun menyodorkan mekanisme teknis untuk keperluan itu yakni dengan menempatkan kelompok intelektual yang ada di agama Yahudi, Nasrani dan Islam menjadi penanggungjawab dalam upaya menyadarkan umat masing-masing agar agama bisa menjadi sebu-ah pilar peradaban.
Luar biasa memang upaya Komaruddin untuk menepis jauh-jauh anggapan bahwa agama langit itu hanya Islam yang masih ada serta berlaku bagi kehidupan manusia di dunia. Mengapa itu dia laku-kan? Tentu saja harus dia lakukan sebab bila anggapan Islam sebagai satu-satunya agama langit yang masih berlaku apalagi diposisikan sebagai panghapus agama Yahudi dan Nasrani dibiarkan begitu saja, maka dia harus berhadapan dengan komunitas internasional pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Padahal dia mendapati kenyataan komunitas pemeluk kedua agama tersebut justru menjadi pemegang kendali hegemoni dunia, sedangkan umat Islam berada pada posisi sebagai ob-jek yang selalu dikendalikan oleh mereka. Dia sangat berharap jika kaum muslim menghilangkan klaim bahwa Islam sebagai satu-satunya agama langit yang benar dan masih berlaku dari wacana keagamaan mereka, maka Dunia Barat (wakil resmi dari komunitas pemeluk agama Yahudi dan Nasrani) akan semakin bersikap baik kepada Dunia Islam.
Upaya keras maupun harapan Komaruddin tersebut tentu saja menjadi bukti faktual yang memasti-kan dia tengah mencari kemuliaan (اَلْعِزَّةُ) di sisi kaum kufar. Dia lupa atau pura-pura lupa bahwa Is-lam telah mengharamkan tindakan seperti yang dia tengah lakukan tersebut. Allah SWT menyata-kan :
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (النساء : 139)
b.       Agama tak cuma bicara soal akhirat, tetapi mampu menjadi dasar bagi munculnya peradaban be-sar dalam kehidupan manusia.
Peradaban atau civilization atau اَلْحَضَارَةُ adalah :
مَجْمُوْعُ الْمَفَاهِيْمِ عَنِ الْحَيَاةِ
“kumpulan pemahaman tentang kehidupan”
Oleh karena itu, sebuah peradaban sangat ditentukan identitasnya oleh aqidah atau ideologi atau cara pandang terhadap kehidupan yang menjadi asasnya. Aqidah Islamiyah beserta ideologi dan cara pandangannya terhadap kehidupan membentuk Peradaban Islam atau Islamic Civilization atau اَلْحَضَارَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ. Demikian juga dengan aqidah sekularisme (aqidah Dunia Barat) berikut ideologi dan cara pandangannya terhadap kehidupan akan membentuk Peradaban Barat atau Western Civili-zation atau اَلْحَضَارَةُ الْغَرْبِيَّةُ. Lalu, adakah atau mungkinkah akan ada Peradaban Yahudi dan Peradaban Nasrani? Hal yang pasti dalam realitas kehidupan hingga kini adalah tidak pernah ada Peradaban Yahudi yang muncul atau digali dari Kitab Taurah dan tidak pernah ada Peradaban Nasrani atau Kristiani yang muncul atau digali dari Kitab Injil. Jika pun seolah ada Peradaban Yahudi sehubung-an dengan eksistensi negara Israel, maka itu pun sama sekali tidak ada bukti otentik muncul atau di-gali dari Kitab Taurah. Begitu juga dengan Peradaban Nasrani yang diseolahkan ada sehubungan dengan eksistensi Imperium Romawi di masa lalu dan Kerajaan Katholik Roma Vatican saat ini, maka sama saja tidak ada bukti otentik muncul atau digali dari Kitab Injil. Oleh karena itu, fakta empirik tersebut memastikan bahwa tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada Peradaban Ya-hudi maupun Peradaban Nasrani.
Lagipula, Allah SWT telah menginformasikan kepada Nabi Muhammad saw tentang sikap hakiki kaum Yahudi dan Nasrani (Bani Israil) terhadap Kitab Taurah maupun Injil. Allah SWT menyata-kan :
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (المائدة : 68)
Pernyataan يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ memastikan sikap hakiki ahlul kitab (Bani Israil) terhadap Taurah maupun Injil yakni mereka sama sekali tidak peduli dan tidak mau memberlakukan seluruh ketentuan Allah SWT yang ada di dalam keduanya dalam reali-tas kehidupan mereka di dunia. Bahkan jangankan saat ini, sedangkan saat mereka masih dipimpin oleh Nabi Musa dan lalu Nabi Isa sekali pun, mereka bersikap yang sama. Allah SWT menggam-barkan sikap mereka itu dalam Al-Quran :
وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (البقرة : 55)
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (البقرة : 61)
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ (الصف : 6)
Secara aqliy, bagaimana mungkin akan ada Peradaban Yahudi atau Peradaban Nasrani sementara komunitas manusia (Bani Israil) yang diberi sumbernya (Taurah dan Injil) oleh Allah SWT, sama sekali tidak mau memberlakukan semua ketentuan Allah SWT yang ada pada keduanya dalam are-na kehidupan mereka saat itu maupun saat ini.
Jadi, saat ini yang pasti ada bahkan mendominasi kehidupan dunia adalah Peradaban Barat yang berbasis sekularisme (فَصْلُ الدِّيْنِ عَنِ الْحَيَاةِ وَالدَّوْلَةِ) yakni demokrasi dan kapitalisme. Peradaban ini sa-ma sekali tidak ada kaitannya dengan agama mana pun baik itu Yahudi, Nasrani apalagi Islam.

Pernyataan Dubes RII untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi memastikan bahwa dia adalah bagi-an dari orang-orang yang selama ini :
a.       telah terjebak dalam paradigma imajinatif yang menyatakan bahwa kemajuan dan kebangkitan itu ditandai oleh kemajuan dalam bidang ekonomi, pendidikan, sains, teknologi dan industri. Keterje-bakan sebagian sangat besar umat Islam ini akibat keberhasilan Barat dalam mempropagandakan revolusi industri yang memang membuat terpana dan terpesonanya pandangan seluruh manusia terutama umat Islam.
b.       telah mensakralkan metode ilmiah bahkan telah menjadikannya sebagai asas berpikir dalam mene-tapkan keputusan (اَلْحُكْمُ) terhadap segala sesuatu berikut hakikat maupun sifat-sifatnya.
Sehingga antara dia (juga Komaruddin Hidayat) dengan orang-orang yang menjadikan agama hanya berhubungan dengan kehidupan akhirat, adalah sama saja yakni sama-sama tidak memahami realitas aqal, berpikir dan metode berpikir, termasuk penggunaan metode berpikir aqliyah untuk memahami realitas Islam yang ada di hadapan mereka.
Bagian pernyataan Amien Rais : kewajiban ketiga adalah menghadirkan sebuah otoritas atau payung yang menjamin umat Islam bisa menjalankan ibadah dan menegakkan prinsip kebenaran serta memerangi kemunkaran. Tanpa otoritas itu, komunitas muslim tak bisa menjalankan dua kewajiban lainnya, adalah sangat berharga dan berarti jika yang dia maksudkan dengan sebuah otoritas atau pa-yung itu adalah Khilafah Islamiyah. Namun, apakah memang benar Khilafah Islamiyah yang dimak-sudkan oleh mantan Ketua MPR RI tersebut?
Sangat sulit untuk memastikan maksud dari Amien Rais dengan sebuah otoritas atau payung itu adalah Khilafah Islamiyah, sebab rekam jejak (track record) sikap maupun sepak terjang dia selama ini menunjukkan lebih banyak ketidak setujuannya kepada ide atau pemikiran Islam ideologis termasuk apalagi kepada upaya mengembalikan Khilafah Islamiyah dalam realitas kehidupan dunia. Sementara itu, pada saat yang bersamaan dia sangat tidak mempermasalahkan realitas konstelatif demokrasi terha-dap Islam bahkan sangat setuju tetap terbentuk dan berdirinya negara kebangsaan berbasis demokrasi di Dunia Islam termasuk di Indonesia. Kesediaan dia menjadi Ketua MPR, keseriusan dia saat berlaga dalam ajang pilpres 2004 dan kesediaannya kembali untuk dicalonkan dalam ajang pilpres 2009, selu-ruhnya menjadi bukti praktis realistis keberpihakannya yang utuh kepada sistema kufur demokrasi. Oleh karena itu, secara aqliy maksud dari sebuah otoritas atau payung yang dia ucapkan sehubungan dengan dapat dan tidak dapat dilaksanakannya dua kewajiban setiap muslim yakni ibadah dan mene-gakkan prinsip kebenaran serta memerangi kemunkaran, adalah : (a) tidak harus berupa Khilafah Isla-miyah dan (b) sembarang negara alias negara apa saja asal mampu dan sanggup memberikan payung (jaminan) kepada umat Islam untuk menjalankan dua kewajiban mereka tersebut. Oleh karena itu, pernyataan Amien tersebut menjadi tidak berarti dan tidak berharga sama sekali, bahkan beralih men-jadi sangat berbahaya karena ucapan tersebut langsung atau tidak merupakan bentuk lain dari penyesa-tan terhadap pemikiran (اَلتَّضْلِيْلُ الْفِكْرِيُ) umat Islam.
Wal hasil, mahalnya harga yang harus dibayar oleh umat Islam akibat keberpihakan mereka kepa-da kekufuran (demokrasi dan kapitalisme) sangat nyata dan luar biasa. Betapa tidak, dalam arena :
1.       perekonomian, mereka harus membiayai penyelenggaraan perekonomian di negara masing-masing yang berupa pajak (dengan segala macam bentuknya, termasuk cukai rokok) dan untuk kasus di In-donesia kaum muslim wajib menyumbang sebesar minimal 75 persen dari total APBN berjalan. Ini adalah “harga wajar” dalam kondisi normal : tidak ada krisis ekonomi. Harga keberpihakan tersebut akan semakin mahal lagi ketika laju perekonomian mengalami gangguan (kontraksi) seperti yang tengah berlangsung saat ini. Sebagai contoh paket stimulus ekonomi Barack Obama yang baru saja disetujui oleh Kongres dan Senat AS sebesar 787 miliar dolar AS, dinilai oleh banyak pihak teruta-ma para pelaku bisnis baik sektor finansial maupun riil sebagai tidak akan mampu menyelamatkan perekonomian negara adidaya itu dari resesi paling buruk sejak PD II. Artinya, dana 787 miliar dolar bahkan telah mencapai angka triliunan dolar AS jika disatukan dengan yang telah dikeluarkan oleh seluruh negara di dunia sejak awal krisis finansial awal tahun 2008, sama sekali tidak akan mampu melepaskan dunia dari cengkeraman resesi paling tidak untuk dua atau tiga tahun ke depan. Padahal, misalnya dana 1000 miliar dolar AS tersebut dibagikan secara merata kepada seluruh pen-duduk dunia yang hingga tanggal 10 Februari 2009 berjumlah 6.755.124.372 orang, maka setiap orang (termasuk Obama, Gordon Brown, Nicolas Sarkozy, SBY, Raja Abdullah dan lainnya) akan mendapatkan uang tunai (fresh money instantly) sebesar 148,035764396 miliar dolar AS atau jika dirupiahkan sama dengan Rp 1776.429.172.752.000 alias lebih dari 1776,4 triliun rupiah (hampir dua kali APBN Indonesia tahun 2009). Nampaknya bila hal itu dilakukan dengan asumsi setiap orang menghabiskan dana (normal) per tahun sebanyak satu miliar dolar AS, maka baru akan habis setelah lebih dari 148 tahun (hampir tiga generasi manusia).
2.       pemerintahan demokrasi, dana pencalonan diri untuk presiden, gubernur, bupati, wali kota, anggota legislatif, dana untuk selama periode kampanye dan dana penyelenggaraan pemilu lima tahunan maupun pilkada yang sepanjang tahun selalu ada, adalah harga sangat mahal yang harus dibayar oleh umat Islam akibat mereka berpihak secara penuh kepada kekufuran. Pada arena ini pun khusus di Indonesia, umat Islam harus mengeluarkan dana tidak akan kurang dari 100 triliun rupiah per ta-hun yang jika dibagikan kepada seluruh penduduk Indonesia (termasuk presiden dan para pejabat negara lainnya) maka setiap orang akan dapat uang tunai sebesar 417.989,71 rupiah.
3.       ideologi, harga yang harus dibayar adalah amat sangat mahal sebab tidak bisa diukur dengan materi alias uang melainkan ini adalah pengorbanan umat Islam terhadap aqidah dan syariah Islamiyah yakni mereka menukar aturan Allah SWT tersebut dengan kekufuran buatan tangan manusia.
Khatimah
Harga yang harus dibayar oleh umat Islam di seluruh dunia akibat keberpihakan mereka kepada kekufuran (demokrasi dan kapitalisme) adalah sangat mahal baik secara materi maupun imateri yakni aqidah, syariah Islamiyah dan ideologis. Mereka, dari waktu ke waktu, telah dengan sukarela berkorban segalanya demi semakin kokoh dan mantapnya pemberlakuan sistema kufur tersebut atas kehidupan mereka di dunia dan itu telah berlangsung hampir 85 tahun. Mereka sama sekali tidak pernah menyada-ri bahwa setiap hari telah memastikan kesetiaan loyalitas kepada kekufuran dan secara otomatis telah memastikan sikap pembangkangan mereka (مَعْصِيَتُهُمْ الْكَبِيْرَةُ) kepada Allah SWT. Mereka bersedia me-ngeluarkan harta bahkan nyawa di jalan kekufuran (فِيْ سَبِيْلِ الطَّاغُوْتِ) dan sama sekali menolak untuk melakukan hal yang sama di jalan Islam (فِيْ سَبِيْلِ اللهِ). Padahal Allah SWT menyatakan :
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَءَامَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ (محمد : 1-3)
Mereka sangat tidak suka disebut sebagai atau dikategorikan ke dalam kaum kufar yang bersi-kap pura-pura alias kaum munafiq, namun perbuatan mereka telah nyata-nyata berada dalam pemetaan realitas sikap kaum kufar tersebut. Mereka telah menjual seluruh ketentuan Allah SWT (syariah Islami-yah) dengan harga yang sangat “ecek-ecek, cemen” yakni dengan kekufuran. Allah SWT menyatakan :


أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (البقرة : 16)

No comments:

Post a Comment