Realitas manusia terbaik
Umat Islam (جُمْلَةً) telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai خَيْرُ
اُمَّةٍ yakni sebaik-baiknya
manusia dan menggantikan posisi kaum Yahudi yang selama ini (sebelum Islam diturunkan)
diberi keistimewa-an sebagai manusia utama (يَابَنِي إِسْرَائِيلَ
اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى
الْعَالَمِينَ (البقرة : 122)).
Allah SWT menyatakan berkenaan dengan status umat Islam tersebut :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ
الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (آل عمران : 110)
yang menunjukkan :
1.
penggunaan lafadz كُنْتُمْ memastikan bahwa yang dimaksudkan adalah
umat Islam secara keseluruh-an (جُمْلَةً) dan bukan orang per orang (فَرْدًا فَرْدًا).
2.
bagian ayat خَيْرَ أُمَّةٍ merupakan اَلْخَبَرُ dari كُنْتُمْ, sehingga realitas خَيْرَ
أُمَّةٍ adalah sifat
orisinal yang me-lekat pasti pada umat Islam : كُنْتُمْ.
3.
bagian ayat أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ bermakna اَللهُ اَخْرَجَكُمْ
لِلنَّاسِ yang memastikan
bahwa eksistensi umat Islam di dunia adalah benar-benar sebagai خَيْرَ
أُمَّةٍ sehingga diposisikan
sebagai pembawa sesuatu atau pe-mimpin yang membawa
sesuatu (Islam) untuk manusia lainnya (kaum kufar).
4.
mengapa umat Islam diposisikan لِلنَّاسِ, hal itu karena mereka adalah satu-satunya
komunitas manu-sia yang memenuhi kualifikasi istimewa yang telah
Allah perintahkan yakni : (a) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ dan (b) تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ. Kedua hal itu telah secara sempurna diimplementasikan oleh
umat Islam (اَلسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ) sehingga mereka berhasil mempertahankan statusnya sebagai خَيْرَ
أُمَّةٍ. Keber-hasilan
mereka mempertahankan status tersebut berakibat posisi mereka sebagai لِلنَّاسِ secara otoma-tis juga dapat dipertahankan.
5.
mengapa kedudukan istimewa ahlul kitab
(Bani Israil : Yahudi dan Nasrani) dicabut dari mereka dan lalu digantikan oleh
umat Islam? Hal itu karena mereka sama sekali tidak mampu melaksana-kan dua
ketetapan Allah SWT (a dan b pada nomor 4).
Inilah yang dimaksudkan oleh bagian ayat : وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ
الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ.
Namun perintah Allah SWT tersebut oleh sebagian sangat besar me-reka telah
ditentang sepenuhnya (أَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ) walau memang ada juga yang melakukannya
tapi sangat sedikit (مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ). Sebagian kecil dari mereka yang melaksanakan
perintah Allah SWT adalah tidak cukup untuk dapat mempertahankan keistimewaan
yang telah Allah SWT berikan, se-hingga akhirnya lepas sirna dari realitas diri
mereka.
6.
adanya perbandingan (اَلْمُقَارَنَةُ) yang membandingkan antara realitas umat
Islam dengan ahlul kitab merupakan اَلتَّحْذِيْرُ alias peringatan keras yang mewajibkan
umat Islam untuk selalu mengaktualisa-sikan dua ketetapan Allah SWT dan mengharamkan
umat Islam meniru maupun mengikuti sikap serta perbuatan ahlul kitab.
7.
bila kewajiban itu selalu ditaati oleh umat Islam, maka
posisi mereka sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ akan tetap da-pat dipertahankan bahkan akan semakin kokoh
melekat erat pada diri mereka. Sebaliknya bila jus-tru yang diharamkan yang
dilakukan oleh mereka maka tidak hanya posisi mereka itu akan
musnah melainkan lebih dari itu yakni mereka akan terpuruk dalam realitas
kehidupan yang lebih hina dari-pada ahlul kitab sekali pun. Inilah yang menjadi
penyebab mengapa kaum muslim dan Dunia Islam saat ini yakni sejak
3 Maret 1924, berada dalam cengkeraman hegemoni manusia-manusia paling hina di
dunia tersebut (ahlul kitab). Oleh karena itu, jalan satu-satunya bagi umat
Islam untuk dapat kembali meraih dan seterusnya mempertahankan status خَيْرَ
أُمَّةٍ adalah : (a)
menata ulang aqidah me-reka dan (b) memberlakukan lagi Islam dalam institusi
politik pelaksanaannya yakni Khilafah.
Oleh karena itu, semakin lama umat Islam membiarkan
diri dan kehidupan mereka dilandaskan kepada selain Islam maka dapat dipastikan
akan semakin : (a) terpuruk, terhina, tertindas, terancam ek-sistensi mereka di
dunia dan (b) kuat, kokoh, mantap, dominan eksistensi kaum kufar berikut
hegemoni mereka atas Dunia Islam. Dua keadaan ini saling bertolak belakang
(antagonistik) yakni bila eksistensi umat Islam terpuruk, terhina, tertindas,
terancam, maka eksistensi kaum kufar akan kuat, kokoh, man-tap dan dominan.
Sebaliknya, bila eksistensi umat Islam kuat, kokoh, mantap, dominan, maka
otomatis kaum kufar, kekufuran berikut dunia kufur akan sirna musnah dari
dunia. Seluruhnya tergantung kepa-da sikap umat Islam sendiri yaitu :
1.
bila umat Islam kembali hanya menjadikan Islam sebagai
landasan diri dan kehidupan mereka di dunia dalam wadah Khilafah, maka pasti
kaum kufar, kekufuran berikut dunia kufur akan sirna musnah dari dunia.
2.
bila umat Islam tetap seperti saat ini atau bahkan
semakin membenci Islam maka kaum kufar, kekufuran berikut dunia
kufur akan semakin kuat, kokoh, mantap dan dominan.
Inilah
yang telah diharamkan oleh Allah SWT dan diperingatkan dengan keras supaya umat
Islam tidak pernah melakukannya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ
إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ
يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (الممتحنة : 1)
Ayat tersebut menunjukkan :
1. perbuatan
atau sikap apa pun yang diungkapkan oleh ayat adalah haram
dilakukan oleh kaum mus-lim, karena adanya celaan (اَلذَّمُّ) yang ditujukan kepada siapa pun yang
melakukannya :
وَمَنْ يَفْعَلْهُ
مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
2. kaum
kufar adalah musuh abadi Allah SWT (عَدُوِّي) dan seluruh umat Islam (عَدُوَّكُمْ), karena mereka telah kufur kepada Islam (وَقَدْ
كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ) serta telah mengusir Rasulullah saw maupun umat Islam. Kaum
kufar bersikap demikian hanya karena umat Islam menyatakan iman kepada Allah
SWT (أَنْ
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ).
Oleh karena itu, umat Islam haram menjadikan kaum kufar sebagai أَوْلِيَاءَ, yakni sebagai sekutu (اَلْحُلَفَاءُ), teman dekat (اَلأَصْحَابُ
الأَقْرَبُ), penolong (اَلأَنْصَارُ) atau pemimpin (اَلْقَائِدُوْنَ). Inilah realitas yang pasti dari sikap اَلْمُوَالاَةُ kaum muslim kepada kaum kufar.
3.
umat Islam haram menampakkan sikap atau bersikap
kasih sayang (اَلْمَوَدَّةُ) kepada kaum kufar dan sikap yang diharamkan ini diungkap dalam
تُلْقُونَ
إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
atau تُسِرُّونَ
إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ.
Lalu bagian ayat إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي
سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي memastikan bahwa jika umat Islam
bersikap demikian kepada kaum kufar maka itu sangat bertentangan
dengan atau bahkan akan menghalangi pelaksa-naan kewajiban mereka sendiri yakni
jihad dan upaya mereka untuk meraih ridla Allah SWT. Dengan kata lain, seorang
muslim (كَفَرْدٍ) maupun umat Islam (جُمْلَةً) yang berkewajiban untuk jihad dan meraih
ridla Allah adalah haram dan tidak pantas bersikap اَلْمَوَدَّةُ kepada kaum kufar.
Demikianlah realitas manusia terbaik yakni umat
Islam secara جُمْلَةً
(sebagai umat atau jamaah), lalu bagaimana halnya dengan realitas umat Islam كَفَرْدٍ (individual), yaitu kualifikasi seorang
muslim?
Ketika aqal telah
memahami realitas umat Islam sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ, maka aqal memastikan adalah mustahil
realitas kualifikasi seorang muslim bertentangan atau berbeda
atau tidak sinergis dengan si-fat eksistensi mereka selaku umat
atau jamaah. Hal itu karena keberadaan seorang muslim adalah bagi-an tak
terpisahkan dari umat Islam bahkan dia adalah bagian dari unsur manusia (عُنْصُرٌ
مِنْ عَنَاصِرِ اُنَاسٍ)
dalam sistema masyarakat Islami (اَلْمُجْتَمَعُ الإِسْلاَمِيُّ). Hubungan seorang muslim dalam posisinya
sebagai bagian dari unsur manusia dalam sistema masyarakat Islami digambarkan
dengan gamblang oleh per-nyataan Rasulullah saw :
مَثَلُ الْقَائِمِ
عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى
سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ
الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ
فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ
مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ
أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا (رواه البخاري)
Ungkapan كَمَثَلِ
قَوْمٍ atau فَكَانَ الَّذِينَ atau مَنْ
فَوْقَهُمْ atau مَنْ
فَوْقَنَا menunjukkan dengan pasti adanya
unsur ma-nusia dalam sistema masyarakat Islami tersebut (مَثَلُ
الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا). Hal
itu karena dalam Bahasa Arab istilah قَوْمٌ atau الَّذِينَ atau مَنْ hanya digunakan untuk manusia bukan makhluk yang lain.
Pernyataan Rasulullah saw tersebut juga menunjukkan kualifikasi individu muslim
yang wajib disifati dan yang haram disifati oleh
umat Islam. Sikap pembiaran terhadap perbuatan maksiat adalah diha-ramkan
oleh Islam : فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا
جَمِيعًا. Sikap mencegah terhadap peluang sekecil apa pun timbulnya
perbuatan maksiat adalah diwajibkan oleh Islam : وَإِنْ
أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا. Jadi,
inilah kualifikasi seorang muslim dalam posisinya sebagai bagian tak
terpisahkan dari tatanan masya-rakat Islami. Lalu, agar lebih memahami dengan
rinci kualifikasi seorang muslim sebagai manusia ter-baik, maka harus dilakukan
penggalian (اَلإِسْتِنْبَاطُ) dari
sejumlah dalil berikut :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيْرَةَ عَنْ
زَوْجِ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ قَالَتْ
قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى
الْمِنْبَرِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ فَقَالَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ
وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ
لِلرَّحِمِ (رواه احمد)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ
عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ
قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ
مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ (رواه احمد)
عَنْ الْحَسَنِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَجُلَيْنِ كَانَا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ
أَحَدُهُمَا كَانَ عَالِمًا يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ يَجْلِسُ فَيُعَلِّمُ
النَّاسَ الْخَيْرَ وَالْآخَرُ يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ أَيُّهُمَا
أَفْضَلُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ هَذَا
الْعَالِمِ الَّذِي يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ يَجْلِسُ فَيُعَلِّمُ النَّاسَ
الْخَيْرَ عَلَى الْعَابِدِ الَّذِي يَصُومُ النَّهَارَ
وَيَقُومُ اللَّيْلَ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ رَجُلًا (رواه الدارمي)
Ketiga dalil tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut
:
1.
realitas
خَيْرُ
النَّاسِ adalah مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ : umurnya panjang dan perbuatannya حُسْنًا. Perbuatan حُسْنًا
tersebut riilnya adalah أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ yakni :
a.
paling
memahami Islam (أَقْرَؤُهُمْ) dengan
cara menggalinya dari sumber-sumber Islam sendiri : Al-Quran dan As-Sunnah. Hal
itu karena membaca adalah kunci pembuka pintu penggalian : اَلْقِرَاءَةُ
مِفْتَاحُ بَابِ الإِسْتِنْبَاطِ.
b.
paling
taqwa kepada Allah SWT (أَتْقَاهُمْ) dan
sikap ini dapat dengan mudah bahkan otomatis ter-wujud bila didahului oleh
pemahaman terhadap Islam dengan benar.
c.
paling
aktif memerintahkan perintah Islam kepada seluruh manusia (آمَرُهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ), hal itu ka-rena realitas اَلْمَعْرُوْفُ adalah كُلُّ مَا اَمَرَ بِهِ الإِسْلاَمُ اَيْ
يَكُوْنُ مَعْرُوْفًا مِنَ الإِسْلاَمِ : segala
perkara yang telah Islam perintahkan atau segala perkara yang diketahui pasti
berasal dari Islam.
d.
paling
aktif dalam mencegah segala perkara yang bertentangan dengan atau bukan berasal
dari Islam (أَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ), hal itu karena realitas اَلْمُنْكَرُ adalah كُلُّ مَا اَنْكَرَ بِهِ الإِسْلاَمُ
اَيْ لَيْسَ مِنَ الإِسْلاَمِ : segala
perkara yang telah Islam ingkari atau segala perkara yang bukan berasal dari
Islam.
e.
paling
aktif dalam memelihara dan mempertahankan hubungan persaudaraan sekandung atau صِلَةُ
الرَّحِمِ (أَوْصَلُهُمْ
لِلرَّحِمِ), hal itu karena realitas اَلرَّحِمُ atau اَلأَرْحَامُ adalah
bagian organ dalam wani-ta tempat tinggal sementara bayi yang belum dilahirkan.
Sehingga makna صِلَةُ الرَّحِمِ adalah
hu-bungan yang ada karena sama-sama pernah tinggal dalam rahim ibu yang sama
alias hubungan sekandung. Realitas inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan
Allah SWT :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ
مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ
مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ
لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ
نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى
وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ
عِلْمٍ شَيْئًا (الحج : 5)
2.
realitas
شَرُّ
النَّاسِ adalah مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ : umurnya panjang dan perbuatannya سُوْءً. Perbuatan سُوْءً
tersebut riilnya adalah :
a.
semua
perbuatan yang merupakan aksi terbalik dari semua perbuatan حُسْنًا : tidak memahami Islam, tidak taqwa kepada Allah, tidak
memerintahkan perintah Islam, tidak mencegah yang bertentangan dengan Islam dan
tidak memelihara maupun mempertahankan hubungan persau-daraan sekandung.
b. semua perbuatan yang bukan
berasal dari hidayah (اَلْهِدَايَةُ) dan
penjelasan (اَلْبَيِّنَةُ) Allah
SWT (Islam). Inilah yang dimaksudkan oleh pernyataan Allah SWT :
أَفَمَنْ كَانَ عَلَى
بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا
أَهْوَاءَهُمْ (محمد : 14)
Bagian ayat كَمَنْ
زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ merupakan perbandingan terbalik dari bagian ayat أَفَمَنْ
كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ, sehingga realitas سُوءُ عَمَلٍ adalah semua perbuatan yang bukan
berasal dari Islam serta semua perbuatan yang dilakukan demi
merealisir kepentingan (tuntutan) nalu-riah manusiawi semata : وَاتَّبَعُوا
أَهْوَاءَهُمْ.
3. realitas خَيْرُ
النَّاسِ adalah wajib disifati oleh setiap muslim atau
menjadi sikap sejati setiap muslim, sedangkan realitas شَرُّ
النَّاسِ adalah haram disifati oleh seorang muslim atau
menjadi sikap seorang muslim.
4. Islam selain mewajibkan
setiap muslim untuk mensifati dirinya dengan realitas خَيْرُ
النَّاسِ, juga sa-ngat mendorong (اَلْحِثُّ) setiap muslim untuk meningkatkan kualifikasi dirinya dari
tingkat خَيْرُ النَّاسِ
tersebut menjadi اَفْضَلُ النَّاسِ. Inilah
yang ditunjukkan oleh pernyataan Rasulullah saw dalam riwayat Ad-Daarimiy yakni
:
فَضْلُ هَذَا
الْعَالِمِ الَّذِي يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ يَجْلِسُ فَيُعَلِّمُ النَّاسَ
الْخَيْرَ عَلَى الْعَابِدِ الَّذِي يَصُومُ النَّهَارَ
وَيَقُومُ اللَّيْلَ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ رَجُلًا
a.
keutamaan Rasulullah saw (كَفَضْلِي) adalah tidak mungkin disamai atau
ditandingi oleh manusia mana pun (أَدْنَاكُمْ رَجُلًا) bahkan oleh para Nabi dan Rasul lain
sekali pun. Realitas ini oleh beliau saw dijadikan sebagai pembanding atau
standard untuk membandingkan keutamaan seorang alim (اَلْعَالِمُ) atas seorang ‘abid (اَلْعَابِدُ). Artinya اَلْعَابِدُ yang mensifati dirinya يَصُومُ
النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ
adalah tidak akan pernah mampu menyamai atau menandingi keutamaan
اَلْعَالِمُ. Hal itu karena walau اَلْعَالِمُ hanya melaksanakan perkara yang diwajibkan
saja misal يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ, namun dia berhasil melakukan perbuatan yang mustahil
dapat dilakukan oleh اَلْعَابِدُ, yakni فَيُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ. Jadi keunggulan atau keutamaan اَلْعَالِمُ atas اَلْعَابِدُ adalah karena اَلْعَالِمُ memiliki kemampuan untuk menjadikan
manusia lain di luar dirinya menjelma menjadi اَلْعَالِمُ yang baru, sehingga jika dia berhasil
membentuk 5 (lima) orang اَلْعَالِمُ selama hidupnya di dunia dan kelima orang tersebut
masing-masing juga berhasil membentuk lima orang yang lain dan seterusnya, maka
jumlah manusia yang berhasil diwujudkan sebagai اَلْعَالِمُ oleh اَلْعَالِمُ yang pertama itu adalah mengikuti pola
lima berpangkat n (5n), yakni dimulai dari 50
alias satu orang (اَلْعَالِمُ الأَوَّلُ), lalu 5, 25, 125, 625 orang dan
seterusnya. Sekali lagi, kondisi inilah yang tidak mungkin dapat
dilakukan dan diwujudkan oleh اَلْعَابِدُ sepanjang apa pun umur dia hidup di dunia.
b. bagian
pernyataan Rasul saw كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ رَجُلًا merupakan pujian (اَلْمَدْحُ) sehingga menjadi tuntutan yang pasti (طَلَبًا
جَازِمًا) yakni wajib
bagi setiap muslim untuk menjelmakan dirinya seba-gai اَلْعَالِمُ dan haram menjadi اَلْعَابِدُ. Sangat banyak dalil yang memberikan
pemahaman ini (keu-tamaan اَلْعَالِمُ atas اَلْعَابِدُ) dan diantaranya adalah pernyataan Rasulullah saw :
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا
سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ
أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ
وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ
لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ
أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ (رواه الترمذي)
Oleh
karena itu, realitas manusia terbaik (خَيْرُ النَّاسِ) adalah yang melekatkan pada dirinya semua kualifikasi yang wajib
disifati menurut Islam sekaligus mewujudkan dirinya sebagai manusia paling
unggul atau utama (اَفْضَلُ النَّاسِ) yakni اَلْعَالِمُ.
Generasi اَلسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ : mengapa mereka istimewa?
Meraih ridla Allah SWT (نَيْلُ
رِضْوَانِ اللهِ تَعَالَى) adalah اَلْمُثُلُ
الأَعْلَى atau غَايَةُ
الْغَايَةِ yakni tingkatan paling tinggi dari
semua tingkatan yang wajib dituju oleh semua manusia selama hidup di dunia.
Kebahagiaan yang sejati (اَلسَّعَادَةُ الْحَقِيْقِيَّةُ) yang masih diijinkan oleh Allah untuk diraih manusia adalah ridla
Allah. Inilah yang telah berhasil sempurna diraih oleh generasi awal
umat Islam yakni Muhajirin dan Anshar serta generasi berikutnya yang selalu
mengikuti mereka yakni اَلتَّابِعُوْنَ وَتَابِعُوْ
التَّابِعِيْنَ. Allah SWT memasti-kan hal itu
dengan pernyataannya :
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ (التوبة : 100)
Mengapa
mereka diberi kebahagiaan yang hakiki oleh Allah SWT yakni dengan meridlai
mereka dan apa saja yang telah mereka perbuat selama hidup di
dunia sehingga Allah ridla kepada mereka?
Realitas perbuatan
generasi وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ adalah sangat
luar biasa dan itu digambarkan oleh Allah SWT dalam sejumlah ayat yang
diantaranya adalah :
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ
وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ
فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ (التوبة : 111)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا
دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (النور : 51)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ
قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ
اللَّهِ قَرِيبٌ (البقرة : 214)
Keseluruhan dalil tersebut
juga yang lainnya menunjukkan bahwa :
1. mereka
telah mencurahkan seluruh hidupnya (nyawa dan harta) di dunia untuk يَنْصُرُوْنَ
اللهَ yakni mentaati semua
ketentuan Allah SWT (سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا) tanpa mempertimbangkan sedikit pun semua
risiko yang harus dihadapi akibat sikap mereka itu : مَسَّتْهُمُ
الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا.
2. mereka
memiliki dan menunjukkan keutuhan ucapan (قَوْلاً) dan sikap (فِعْلاً اَيْ
مَوْقِفًا) sehingga
benar-benar memenuhi ketentuan Islam seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah
saw :
الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ
بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه)
3. mereka
berperang tanpa ragu-ragu (يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ)
demi untuk kemuliaan Islam dan eksistensi mereka sendiri selaku umat Islam (لأَجْلِ
عِزِّ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ), sehingga Allah SWT benar-benar menerima curahan korbanan
mereka itu : إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ.
4. mereka
tetap setia loyal kepada Allah dan Rasulullah dalam keadaan apa pun bahkan pada
saat sa-ngat kritis dan membahayakan : حَتَّى يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ. Mereka pun tetap memi-kul beban bai’at
kepada Rasulullah saw dan para Khalifah setelah beliau saw (اَلسَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ) dalam segala
kondisi yang mereka alami atau menimpa mereka. Inilah yang digambarkan dalam
sebuah hadits oleh ‘Ubadah bin Shamit :
دَعَانَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ
عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا
وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ
الْأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ
اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ (رواه مسلم)
Wal hasil, adalah sangat layak, wajar, pantas ketika
Allah SWT memberikan keistimewaan yang luar biasa kepada mereka (رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ) karena
mereka pun telah bersikap رَضُوا عَنْهُ yang dibuktikan secara pasti dengan sikap : إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا. Lalu, mampukah umat Islam saat ini meraih kedudukan yang telah
berhasil diraih oleh mereka? Jawabannya adalah bukan mampu
atau tidak mampu melainkan wajib atas seluruh umat Islam hingga
tibanya sa-at kehancuran dunia nanti untuk meraih segala perkara,
hal, keadaan, kedudukan yang telah dengan sempurna berhasil dicapai oleh
mereka. Hal itu karena bagian ayat : ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ (التوبة : 100)
meru-pakan pujian bagi umat Islam siapa pun dan dari generasi mana pun yang
menunjukkan dan melakukan وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ, sehingga sikap اِتِّبَاعُهُمْ
بِإِحْسَانٍ kepada tiga
generasi pertama umat Islam tersebut : وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ adalah wajib.
خَيْرُ النَّاسِ
أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ
الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ
(رواه احمد)
No comments:
Post a Comment