Sunday, November 3, 2013

MANUSIA TERBAIK : SIAPAKAH MEREKA?


Realitas manusia terbaik
Umat Islam (جُمْلَةً) telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai خَيْرُ اُمَّةٍ yakni sebaik-baiknya manusia dan menggantikan posisi kaum Yahudi yang selama ini (sebelum Islam diturunkan) diberi keistimewa-an sebagai manusia utama (يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (البقرة : 122)). Allah SWT menyatakan berkenaan dengan status umat Islam tersebut :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (آل عمران : 110)
yang menunjukkan :
1.       penggunaan lafadz كُنْتُمْ memastikan bahwa yang dimaksudkan adalah umat Islam secara keseluruh-an (جُمْلَةً) dan bukan orang per orang (فَرْدًا فَرْدًا).
2.       bagian ayat خَيْرَ أُمَّةٍ merupakan اَلْخَبَرُ dari كُنْتُمْ, sehingga realitas خَيْرَ أُمَّةٍ adalah sifat orisinal yang me-lekat pasti pada umat Islam : كُنْتُمْ.
3.       bagian ayat أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ bermakna اَللهُ اَخْرَجَكُمْ لِلنَّاسِ yang memastikan bahwa eksistensi umat Islam di dunia adalah benar-benar sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ sehingga diposisikan sebagai pembawa sesuatu atau pe-mimpin yang membawa sesuatu (Islam) untuk manusia lainnya (kaum kufar).
4.       mengapa umat Islam diposisikan لِلنَّاسِ, hal itu karena mereka adalah satu-satunya komunitas manu-sia yang memenuhi kualifikasi istimewa yang telah Allah perintahkan yakni : (a) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ dan (b) تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ. Kedua hal itu telah secara sempurna diimplementasikan oleh umat Islam (اَلسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ) sehingga mereka berhasil mempertahankan statusnya sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ. Keber-hasilan mereka mempertahankan status tersebut berakibat posisi mereka sebagai لِلنَّاسِ secara otoma-tis juga dapat dipertahankan.
5.       mengapa kedudukan istimewa ahlul kitab (Bani Israil : Yahudi dan Nasrani) dicabut dari mereka dan lalu digantikan oleh umat Islam? Hal itu karena mereka sama sekali tidak mampu melaksana-kan dua ketetapan Allah SWT (a dan b pada nomor 4). Inilah yang dimaksudkan oleh bagian ayat : وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ. Namun perintah Allah SWT tersebut oleh sebagian sangat besar me-reka telah ditentang sepenuhnya (أَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ) walau memang ada juga yang melakukannya tapi sangat sedikit (مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ). Sebagian kecil dari mereka yang melaksanakan perintah Allah SWT adalah tidak cukup untuk dapat mempertahankan keistimewaan yang telah Allah SWT berikan, se-hingga akhirnya lepas sirna dari realitas diri mereka.
6.       adanya perbandingan (اَلْمُقَارَنَةُ) yang membandingkan antara realitas umat Islam dengan ahlul kitab merupakan اَلتَّحْذِيْرُ alias peringatan keras yang mewajibkan umat Islam untuk selalu mengaktualisa-sikan dua ketetapan Allah SWT dan mengharamkan umat Islam meniru maupun mengikuti sikap serta perbuatan ahlul kitab.
7.       bila kewajiban itu selalu ditaati oleh umat Islam, maka posisi mereka sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ akan tetap da-pat dipertahankan bahkan akan semakin kokoh melekat erat pada diri mereka. Sebaliknya bila jus-tru yang diharamkan yang dilakukan oleh mereka maka tidak hanya posisi mereka itu akan musnah melainkan lebih dari itu yakni mereka akan terpuruk dalam realitas kehidupan yang lebih hina dari-pada ahlul kitab sekali pun. Inilah yang menjadi penyebab mengapa kaum muslim dan Dunia Islam saat ini yakni sejak 3 Maret 1924, berada dalam cengkeraman hegemoni manusia-manusia paling hina di dunia tersebut (ahlul kitab). Oleh karena itu, jalan satu-satunya bagi umat Islam untuk dapat kembali meraih dan seterusnya mempertahankan status خَيْرَ أُمَّةٍ adalah : (a) menata ulang aqidah me-reka dan (b) memberlakukan lagi Islam dalam institusi politik pelaksanaannya yakni Khilafah.
Oleh karena itu, semakin lama umat Islam membiarkan diri dan kehidupan mereka dilandaskan kepada selain Islam maka dapat dipastikan akan semakin : (a) terpuruk, terhina, tertindas, terancam ek-sistensi mereka di dunia dan (b) kuat, kokoh, mantap, dominan eksistensi kaum kufar berikut hegemoni mereka atas Dunia Islam. Dua keadaan ini saling bertolak belakang (antagonistik) yakni bila eksistensi umat Islam terpuruk, terhina, tertindas, terancam, maka eksistensi kaum kufar akan kuat, kokoh, man-tap dan dominan. Sebaliknya, bila eksistensi umat Islam kuat, kokoh, mantap, dominan, maka otomatis kaum kufar, kekufuran berikut dunia kufur akan sirna musnah dari dunia. Seluruhnya tergantung kepa-da sikap umat Islam sendiri yaitu :
1.       bila umat Islam kembali hanya menjadikan Islam sebagai landasan diri dan kehidupan mereka di dunia dalam wadah Khilafah, maka pasti kaum kufar, kekufuran berikut dunia kufur akan sirna musnah dari dunia.
2.       bila umat Islam tetap seperti saat ini atau bahkan semakin membenci Islam maka kaum kufar, kekufuran berikut dunia kufur akan semakin kuat, kokoh, mantap dan dominan.

Inilah yang telah diharamkan oleh Allah SWT dan diperingatkan dengan keras supaya umat Islam tidak pernah melakukannya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (الممتحنة : 1)
Ayat tersebut menunjukkan :
1.       perbuatan atau sikap apa pun yang diungkapkan oleh ayat adalah haram dilakukan oleh kaum mus-lim, karena adanya celaan (اَلذَّمُّ) yang ditujukan kepada siapa pun yang melakukannya :
وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
2.       kaum kufar adalah musuh abadi Allah SWT (عَدُوِّي) dan seluruh umat Islam (عَدُوَّكُمْ), karena mereka telah kufur kepada Islam (وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ) serta telah mengusir Rasulullah saw maupun umat Islam. Kaum kufar bersikap demikian hanya karena umat Islam menyatakan iman kepada Allah SWT (أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ). Oleh karena itu, umat Islam haram menjadikan kaum kufar sebagai أَوْلِيَاءَ, yakni sebagai sekutu (اَلْحُلَفَاءُ), teman dekat (اَلأَصْحَابُ الأَقْرَبُ), penolong (اَلأَنْصَارُ) atau pemimpin (اَلْقَائِدُوْنَ). Inilah realitas yang pasti dari sikap اَلْمُوَالاَةُ kaum muslim kepada kaum kufar.
3.       umat Islam haram menampakkan sikap atau bersikap kasih sayang (اَلْمَوَدَّةُ) kepada kaum kufar dan sikap yang diharamkan ini diungkap dalam تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ atau تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ. Lalu bagian ayat إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي memastikan bahwa jika umat Islam bersikap demikian kepada kaum kufar maka itu sangat bertentangan dengan atau bahkan akan menghalangi pelaksa-naan kewajiban mereka sendiri yakni jihad dan upaya mereka untuk meraih ridla Allah SWT. Dengan kata lain, seorang muslim (كَفَرْدٍ) maupun umat Islam (جُمْلَةً) yang berkewajiban untuk jihad dan meraih ridla Allah adalah haram dan tidak pantas bersikap اَلْمَوَدَّةُ kepada kaum kufar.

Demikianlah realitas manusia terbaik yakni umat Islam secara جُمْلَةً (sebagai umat atau jamaah), lalu bagaimana halnya dengan realitas umat Islam كَفَرْدٍ (individual), yaitu kualifikasi seorang muslim?
Ketika aqal telah memahami realitas umat Islam sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ, maka aqal memastikan adalah mustahil realitas kualifikasi seorang muslim bertentangan atau berbeda atau tidak sinergis dengan si-fat eksistensi mereka selaku umat atau jamaah. Hal itu karena keberadaan seorang muslim adalah bagi-an tak terpisahkan dari umat Islam bahkan dia adalah bagian dari unsur manusia (عُنْصُرٌ مِنْ عَنَاصِرِ اُنَاسٍ) dalam sistema masyarakat Islami (اَلْمُجْتَمَعُ الإِسْلاَمِيُّ). Hubungan seorang muslim dalam posisinya sebagai bagian dari unsur manusia dalam sistema masyarakat Islami digambarkan dengan gamblang oleh per-nyataan Rasulullah saw :
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا (رواه البخاري)
Ungkapan كَمَثَلِ قَوْمٍ atau فَكَانَ الَّذِينَ atau مَنْ فَوْقَهُمْ atau مَنْ فَوْقَنَا menunjukkan dengan pasti adanya unsur ma-nusia dalam sistema masyarakat Islami tersebut (مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا). Hal itu karena dalam Bahasa Arab istilah قَوْمٌ atau الَّذِينَ atau مَنْ hanya digunakan untuk manusia bukan makhluk yang lain. Pernyataan Rasulullah saw tersebut juga menunjukkan kualifikasi individu muslim yang wajib disifati dan yang haram disifati oleh umat Islam. Sikap pembiaran terhadap perbuatan maksiat adalah diha-ramkan oleh Islam : فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا. Sikap mencegah terhadap peluang sekecil apa pun timbulnya perbuatan maksiat adalah diwajibkan oleh Islam : وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا. Jadi, inilah kualifikasi seorang muslim dalam posisinya sebagai bagian tak terpisahkan dari tatanan masya-rakat Islami. Lalu, agar lebih memahami dengan rinci kualifikasi seorang muslim sebagai manusia ter-baik, maka harus dilakukan penggalian (اَلإِسْتِنْبَاطُ) dari sejumlah dalil berikut :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيْرَةَ عَنْ زَوْجِ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ قَالَتْ قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ (رواه احمد)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ (رواه احمد)

عَنْ الْحَسَنِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَجُلَيْنِ كَانَا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ أَحَدُهُمَا كَانَ عَالِمًا يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ يَجْلِسُ فَيُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَالْآخَرُ يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ أَيُّهُمَا أَفْضَلُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ هَذَا الْعَالِمِ الَّذِي يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ يَجْلِسُ فَيُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ عَلَى الْعَابِدِ الَّذِي يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ رَجُلًا (رواه الدارمي)

Ketiga dalil tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1.       realitas خَيْرُ النَّاسِ adalah مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ : umurnya panjang dan perbuatannya حُسْنًا. Perbuatan حُسْنًا tersebut riilnya adalah أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ yakni :
a.       paling memahami Islam (أَقْرَؤُهُمْ) dengan cara menggalinya dari sumber-sumber Islam sendiri : Al-Quran dan As-Sunnah. Hal itu karena membaca adalah kunci pembuka pintu penggalian : اَلْقِرَاءَةُ مِفْتَاحُ بَابِ الإِسْتِنْبَاطِ.
b.       paling taqwa kepada Allah SWT (أَتْقَاهُمْ) dan sikap ini dapat dengan mudah bahkan otomatis ter-wujud bila didahului oleh pemahaman terhadap Islam dengan benar.
c.       paling aktif memerintahkan perintah Islam kepada seluruh manusia (آمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ), hal itu ka-rena realitas اَلْمَعْرُوْفُ adalah كُلُّ مَا اَمَرَ بِهِ الإِسْلاَمُ اَيْ يَكُوْنُ مَعْرُوْفًا مِنَ الإِسْلاَمِ : segala perkara yang telah Islam perintahkan atau segala perkara yang diketahui pasti berasal dari Islam.
d.      paling aktif dalam mencegah segala perkara yang bertentangan dengan atau bukan berasal dari Islam (أَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ), hal itu karena realitas اَلْمُنْكَرُ adalah كُلُّ مَا اَنْكَرَ بِهِ الإِسْلاَمُ اَيْ لَيْسَ مِنَ الإِسْلاَمِ : segala perkara yang telah Islam ingkari atau segala perkara yang bukan berasal dari Islam.
e.       paling aktif dalam memelihara dan mempertahankan hubungan persaudaraan sekandung atau صِلَةُ الرَّحِمِ (أَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ), hal itu karena realitas اَلرَّحِمُ atau اَلأَرْحَامُ adalah bagian organ dalam wani-ta tempat tinggal sementara bayi yang belum dilahirkan. Sehingga makna صِلَةُ الرَّحِمِ adalah hu-bungan yang ada karena sama-sama pernah tinggal dalam rahim ibu yang sama alias hubungan sekandung. Realitas inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا (الحج : 5)
2.       realitas شَرُّ النَّاسِ adalah مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ : umurnya panjang dan perbuatannya سُوْءً. Perbuatan سُوْءً tersebut riilnya adalah :
a.       semua perbuatan yang merupakan aksi terbalik dari semua perbuatan حُسْنًا : tidak memahami Islam, tidak taqwa kepada Allah, tidak memerintahkan perintah Islam, tidak mencegah yang bertentangan dengan Islam dan tidak memelihara maupun mempertahankan hubungan persau-daraan sekandung.
b.       semua perbuatan yang bukan berasal dari hidayah (اَلْهِدَايَةُ) dan penjelasan (اَلْبَيِّنَةُ) Allah SWT (Islam). Inilah yang dimaksudkan oleh pernyataan Allah SWT :
أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ (محمد : 14)
Bagian ayat كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ merupakan perbandingan terbalik dari bagian ayat أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ, sehingga realitas سُوءُ عَمَلٍ adalah semua perbuatan yang bukan berasal dari Islam serta semua perbuatan yang dilakukan demi merealisir kepentingan (tuntutan) nalu-riah manusiawi semata : وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ.
3.       realitas خَيْرُ النَّاسِ adalah wajib disifati oleh setiap muslim atau menjadi sikap sejati setiap muslim, sedangkan realitas شَرُّ النَّاسِ adalah haram disifati oleh seorang muslim atau menjadi sikap seorang muslim.
4.       Islam selain mewajibkan setiap muslim untuk mensifati dirinya dengan realitas خَيْرُ النَّاسِ, juga sa-ngat mendorong (اَلْحِثُّ) setiap muslim untuk meningkatkan kualifikasi dirinya dari tingkat خَيْرُ النَّاسِ tersebut menjadi اَفْضَلُ النَّاسِ. Inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Rasulullah saw dalam riwayat Ad-Daarimiy yakni :
فَضْلُ هَذَا الْعَالِمِ الَّذِي يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ يَجْلِسُ فَيُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ عَلَى الْعَابِدِ الَّذِي يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ رَجُلًا
a.       keutamaan Rasulullah saw (كَفَضْلِي) adalah tidak mungkin disamai atau ditandingi oleh manusia mana pun (أَدْنَاكُمْ رَجُلًا) bahkan oleh para Nabi dan Rasul lain sekali pun. Realitas ini oleh beliau saw dijadikan sebagai pembanding atau standard untuk membandingkan keutamaan seorang alim (اَلْعَالِمُ) atas seorang ‘abid (اَلْعَابِدُ). Artinya اَلْعَابِدُ yang mensifati dirinya يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ adalah tidak akan pernah mampu menyamai atau menandingi keutamaan اَلْعَالِمُ. Hal itu karena walau اَلْعَالِمُ hanya melaksanakan perkara yang diwajibkan saja misal يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ, namun dia berhasil melakukan perbuatan yang mustahil dapat dilakukan oleh اَلْعَابِدُ, yakni فَيُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ. Jadi keunggulan atau keutamaan اَلْعَالِمُ atas اَلْعَابِدُ adalah karena اَلْعَالِمُ memiliki kemampuan untuk menjadikan manusia lain di luar dirinya menjelma menjadi اَلْعَالِمُ yang baru, sehingga jika dia berhasil membentuk 5 (lima) orang اَلْعَالِمُ selama hidupnya di dunia dan kelima orang tersebut masing-masing juga berhasil membentuk lima orang yang lain dan seterusnya, maka jumlah manusia yang berhasil diwujudkan sebagai اَلْعَالِمُ oleh اَلْعَالِمُ yang pertama itu adalah mengikuti pola lima berpangkat n (5n), yakni dimulai dari 50 alias satu orang (اَلْعَالِمُ الأَوَّلُ), lalu 5, 25, 125, 625 orang dan seterusnya. Sekali lagi, kondisi inilah yang tidak mungkin dapat dilakukan dan diwujudkan oleh اَلْعَابِدُ sepanjang apa pun umur dia hidup di dunia.
b.       bagian pernyataan Rasul saw كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ رَجُلًا merupakan pujian (اَلْمَدْحُ) sehingga menjadi tuntutan yang pasti (طَلَبًا جَازِمًا) yakni wajib bagi setiap muslim untuk menjelmakan dirinya seba-gai اَلْعَالِمُ dan haram menjadi اَلْعَابِدُ. Sangat banyak dalil yang memberikan pemahaman ini (keu-tamaan اَلْعَالِمُ atas اَلْعَابِدُ) dan diantaranya adalah pernyataan Rasulullah saw :
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ (رواه الترمذي)
Oleh karena itu, realitas manusia terbaik (خَيْرُ النَّاسِ) adalah yang melekatkan pada dirinya semua kualifikasi yang wajib disifati menurut Islam sekaligus mewujudkan dirinya sebagai manusia paling unggul atau utama (اَفْضَلُ النَّاسِ) yakni اَلْعَالِمُ.


Generasi اَلسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ : mengapa mereka istimewa?
Meraih ridla Allah SWT (نَيْلُ رِضْوَانِ اللهِ تَعَالَى) adalah اَلْمُثُلُ الأَعْلَى atau غَايَةُ الْغَايَةِ yakni tingkatan paling tinggi dari semua tingkatan yang wajib dituju oleh semua manusia selama hidup di dunia. Kebahagiaan yang sejati (اَلسَّعَادَةُ الْحَقِيْقِيَّةُ) yang masih diijinkan oleh Allah untuk diraih manusia adalah ridla Allah. Inilah yang telah berhasil sempurna diraih oleh generasi awal umat Islam yakni Muhajirin dan Anshar serta generasi berikutnya yang selalu mengikuti mereka yakni اَلتَّابِعُوْنَ وَتَابِعُوْ التَّابِعِيْنَ. Allah SWT memasti-kan hal itu dengan pernyataannya :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة : 100)
Mengapa mereka diberi kebahagiaan yang hakiki oleh Allah SWT yakni dengan meridlai mereka dan apa saja yang telah mereka perbuat selama hidup di dunia sehingga Allah ridla kepada mereka?
Realitas perbuatan generasi وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ adalah sangat luar biasa dan itu digambarkan oleh Allah SWT dalam sejumlah ayat yang diantaranya adalah :
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة : 111)

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (النور : 51)

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (البقرة : 214)
Keseluruhan dalil tersebut juga yang lainnya menunjukkan bahwa :
1.       mereka telah mencurahkan seluruh hidupnya (nyawa dan harta) di dunia untuk يَنْصُرُوْنَ اللهَ yakni mentaati semua ketentuan Allah SWT (سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا) tanpa mempertimbangkan sedikit pun semua risiko yang harus dihadapi akibat sikap mereka itu : مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا.
2.       mereka memiliki dan menunjukkan keutuhan ucapan (قَوْلاً) dan sikap (فِعْلاً اَيْ مَوْقِفًا) sehingga benar-benar memenuhi ketentuan Islam seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah saw :
الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه)
3.       mereka berperang tanpa ragu-ragu (يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ) demi untuk kemuliaan Islam dan eksistensi mereka sendiri selaku umat Islam (لأَجْلِ عِزِّ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ), sehingga Allah SWT benar-benar menerima curahan korbanan mereka itu : إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ.
4.       mereka tetap setia loyal kepada Allah dan Rasulullah dalam keadaan apa pun bahkan pada saat sa-ngat kritis dan membahayakan : حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ. Mereka pun tetap memi-kul beban bai’at kepada Rasulullah saw dan para Khalifah setelah beliau saw (اَلسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ) dalam segala kondisi yang mereka alami atau menimpa mereka. Inilah yang digambarkan dalam sebuah hadits oleh ‘Ubadah bin Shamit :
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ (رواه مسلم)

Wal hasil, adalah sangat layak, wajar, pantas ketika Allah SWT memberikan keistimewaan yang luar biasa kepada mereka (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ) karena mereka pun telah bersikap رَضُوا عَنْهُ yang dibuktikan secara pasti dengan sikap : إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا. Lalu, mampukah umat Islam saat ini meraih kedudukan yang telah berhasil diraih oleh mereka? Jawabannya adalah bukan mampu atau tidak mampu melainkan wajib atas seluruh umat Islam hingga tibanya sa-at kehancuran dunia nanti untuk meraih segala perkara, hal, keadaan, kedudukan yang telah dengan sempurna berhasil dicapai oleh mereka. Hal itu karena bagian ayat : ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة : 100) meru-pakan pujian bagi umat Islam siapa pun dan dari generasi mana pun yang menunjukkan dan melakukan وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ, sehingga sikap اِتِّبَاعُهُمْ بِإِحْسَانٍ kepada tiga generasi pertama umat Islam tersebut : وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ adalah wajib.



خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ
(رواه احمد)


No comments:

Post a Comment