Opini umat Islam tentang sikap taat
Ketika
diserang oleh gempuran “kampanye hitam” saat pilpres tahun 2004 yang menuduhnya
se-bagai anti Islam serta sang istri : Kristiani Wibowo adalah seorang Kristen,
maka SBY dengan lantang berujar : saya adalah seorang muslim yang taat
beribadah dan istri saya juga adalah sorang muslimah yang taat beribadah.
Pada acara
hari ulang tahun Baitul Muslimin Indonesia (BMI) hari Rabu tanggal 7 Mei 2008,
Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (mengaku sebagai salah satu
penggagas terbentuknya BMI) menyatakan : dikotomi nasionalis dan agamis
harus bisa segera dicairkan. Apalagi banyak kenyataan membuktikan ketaatan kaum
nasionalis sering lebih baik dari golongan agamis.
Demikian juga
ketika umat Islam mengungkapkan atau memberikan penjelasan seputar sikap taat
yang diperintahkan oleh Islam, maka secara otomatis yang tergambar dalam
pikiran dan benak mereka adalah :
1.
ketaatan umat Islam dalam menjalankan shalat lima
waktu, membaca Al-Quran, haji, shaum di bu-lan Ramadlan berikut shaum-shaum
sunnah (hari Senin dan Kamis, enam hari di bulan Syawwal, shaum setiap tanggal
13-14-15 bulan Hijriyah dan sebagainya), berbagai bentuk shalat sunnah (ter-utama
tahajud), merapalkan wirid, shalawat, du’a, tidak zina, tidak mencuri, tidak
mabuk, tidak ber-bohong, tidak membunuh orang, sopan, santun, rendah hati dan
seterusnya.
2.
ketaatan umat Islam dalam meninggalkan perbuatan
bid’ah, tahayul, khurafat, syirik, perdukunan, perklenikan dan lainnya yang
dianggap bukan bagian dari Islam melainkan berasal dari tradisi atau kebiasaan
adat setempat masing-masing.
3.
bersikap jujur, tidak pamrih, tidak menipu, tidak
mencurangi takaran dan timbangan, tidak melaku-kan riba yang berlipat ganda,
tidak bersumpah palsu, tidak melakukan ghibah, tidak berburuk sang-ka kepada
orang lain, sabar, tidak putus asa dan lain-lain.
Namun, tidak pernah sama sekali
muncul atau ada dalam pikiran maupun benak mereka bahwa sikap taat yang
diperintahkan oleh Islam itu juga mencakup : (a) menjadikan hanya Islam sebagai
asas berpi-kir dan berkecenderungan alias berhasrat atau (b) tidak memposisikan
Islam hanya sebagai agama spi-ritualistik-ritualistik atau (c) tidak menjadikan
Islam sebagai sub ordinan dari sistema kehidupan lain baik yang berasal dari
langit maupun bumi atau (d) tidak mensejajarkan Islam dengan agama lainnya
alias tidak menganggap realitas Islam sebagai sama saja dengan agama lainnya
alias tidak bersikap plu-ralistik atau (e) tidak mendudukan Islam secara
berdampingan dengan atau bersama-sama dengan
aga-ma/aturan/sistema/peraturan/perundang-undangan/ideologi lain, baik itu
untuk keperluan pengaturan orang per orang maupun untuk pengaturan kehidupan
manusia di dunia secara global.
Inilah
gambaran nyata dari opini kontradiktif umat Islam tentang sikap taat yang
diperintahkan oleh Islam kepada mereka. Pada aspek-aspek 1,2,3 tampak sekali
mereka begitu istiqamah dan seolah telah menjadi bagian اَلْقَنَاعَةُ mereka sehingga dipertahankan dengan
sungguh-sungguh. Sebaliknya, pada aspek-aspek a,b,c,d,e sama sekali tidak ada
sikap apa pun dari mereka yakni jangankan sikap istiqamah bahkan sekedar merasa
berkepentingan atau merasa bahwa aspek-aspek itu adalah bagian
dari Islam atau setidaknya realitas kehidupan mereka ternyata
menuntut dilekatkannya aspek-aspek tersebut dalam keseharian mereka dan
seterusnya, adalah tidak pernah ada dalam benak mereka. Singkatnya, umat Islam
begitu sangat peduli dan berkepentingan terhadap aspek-aspek 1,2,3 namun begitu
sangat tidak peduli dan sama sekali tidak berkepentingan terhadap aspek-aspek
a,b,c,d,e. Inilah hakikat yang di antaranya ditunjukkan secara pasti oleh
ucapan SBY maupun klaim dari Ketum PP Muhammadiyah dan tentu saja lebih dari 90
persen opini umat Islam (dengan berbagai latar belakang maupun segmen-tasi)
adalah sangat serupa dengan mereka berdua.
Din Syamsuddin : ada apa
dengan dirinya?
Sepanjang
tahun 2008, sepak terjang Din Syamsuddin memang sangat mencengangkan sebab
se-luruh pemikiran maupun gagasan yang dia ungkapkan selalu berkenaan dengan
pola relasi Islam dan kekufuran, yaitu : dikotomi Barat dan Islam harus
dihapuskan, penolakan terhadap aksi kekerasan dan pembelaan terhadap dialog,
agama harus diformat untuk melayani kemanusiaan dan yang mutakhir adalah harus
segera dicairkannya dikotomi kaum nasionalis dan golongan agamis (Islam) dengan
argu-men bahwa ketaatan kaum nasionalis sering lebih baik daripada golongan
agamis. Tentu saja, sikap Din yang sangat mengejutkan tersebut, mau tidak mau,
telah mendorong munculnya pertanyaan ekspresi keheranan : ada apa dengan
diri sang Ketum PP Muhammadiyah tersebut?
Pertanyaan
tersebut sebenarnya dipastikan dapat dengan mudah dijawab dengan menelaah semua
pemikiran dan gagasan Din sendiri, yaitu :
1. gagasan
untuk menghapuskan dikotomi Barat dan Islam berarti Islam wajib mengalah
kepada Barat sekaligus harus mengakui bahwa Barat adalah “benar”, walau selama
ini Barat sebagai pe-ngusung utama kekufuran (demokrasi dan kapitalisme
berbasis sekularisme) selalu berusaha keras untuk melumpuhkan serta
menghancurkan Islam maupun Dunia Islam. Hakikat gagasan ini jelas sekali
bertentangan dengan seluruh pemikiran Islam yang mewajibkan umat Islam maupun
Dunia Islam untuk selalu menentang, menantang dan menghancurkan segala perkara
(agama, peraturan, sistema, perundang-undangan, ideologi) di luar Islam alias
kekufuran beserta para pengusungnya yakni kaum kufar, hingga mereka bersedia
tunduk kepada Islam dan kekuasaan Islam (Khilafah). Allah SWT menyatakan :
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا
عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ (البقرة : 193)
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ
انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الأنفال : 39)
Juga pernyataan Rasulullah saw :
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا
بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ (رواه البخاري)
2. penolakan
terhadap aksi kekerasan dan pembelaan terhadap dialog dan menunjuk perang
sebagai salah satu bentuk pasti dari kekerasan yang dimaksudkan. Artinya bagi
Din perintah perang yang bersifat pasti (طَلَبًا جَازِمًا
لِلْفِعْلِ) alias wajib
dalam Islam adalah harus ditolak karena sama sekali tidak sesuai dengan
realitas kemanusiaan itu sendiri yang sepakat menolak tindak kekerasan tersebut.
Bahkan Din pun berdusta atas nama Allah SWT, Rasulullah saw dan Islam bahwa
Islam adalah agama yang mengedepankan dialog serta cinta damai sesuai dengan
nama Islam itu sendiri, bahkan kedustaan tersebut dijadikan oleh Din sebagai
argumen pembenar bagi pemikirannya tersebut. Ten-tu saja pemikiran ini adalah
menentang ketentuan Islam yang berkenaan dengan dakwah dan jihad sebagai metode
untuk penyebarluasan risalah Islam ke seluruh dunia. Rasulullah saw menyatakan
:
اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا
تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ
إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ
مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ
فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ
دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا
ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ
فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ
كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ
إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ
الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ
هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ (رواه مسلم)
ثَلَاثٌ
مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا
نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ وَالْجِهَادُ
مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ
لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ (رواه ابو داود)
3. agama
harus diformat untuk melayani kemanusiaan dan agama apa pun yang a-humanisme
maka harus ditolak oleh siapa pun. Hal ini menunjukkan bahwa “layak dan
tidaknya suatu agama” untuk kehidupan manusia di dunia atau “benar dan salahnya
suatu agama”, sepenuhnya ditentukan oleh realitas agama itu sendiri yakni
apakah berkhidmat alias mampu memberikan pelayanan kepada kemanusiaan ataukah
tidak. Apabila suatu agama terbukti dapat melayani kemanusiaan maka dapat
dipastikan agama tersebut adalah benar terlepas dari mana agama itu berasal.
Sebaliknya, bila suatu agama ternyata tidak mampu memberikan pelayanan kepada
kemanusiaan bahkan sebaliknya me-nyebabkan kemanusiaan hancur, maka agama itu
adalah salah dan tidak layak serta wajib ditolak walaupun berasal dari Tuhan.
Inilah fakta gagasan yang sangat keji dan sadis sebab telah menem-patkan
kepentingan naluriah manusia (اَهْوَاءُ النّاسِ) sebagai penentu salah dan benarnya
sesuatu ter-masuk agama. Dengan kata lain Din telah menjadikan kepentingan
dirinya dan kepentingan seluruh manusia yang sepakat dengannya sebagai Tuhan (اِلَهٌ), tentu saja sikap ini adalah justru
sebentuk pengingkaran terhadap kemanusiaan sendiri dan hanya layak terjadi pada
sosok binatang yang me-mang semua tindak tanduknya hanya berbasis pada
kepentingan naluriah. Allah SWT menyatakan :
أَرَأَيْتَ
مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ
تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا
كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (الفرقان : 44-43)
4. gagasan
untuk segera mencairkan alias menghilangkan dikotomi antara kaum nasionalis dan
golo-ngan agamis dengan alasan sering didapati fakta bahwa ketaatan kaum
nasionalis lebih baik daripa-da golongan agamis. Artinya, dalam pandangan Din
baik itu para pengusung dan pemberlaku ide nasionalisme maupun komunitas
manusia penghayat agama Islam, seharusnya tidak lagi memper-tahankan garis
batas dikotomis di antara mereka. Hal itu karena hanya akan merusak atau
meng-ganggu keutuhan bangsa Indonesia sendiri. Din telah menempatkan keutuhan
pemberlakuan ide nasionalisme sebagai segalanya bahkan entitas agama berikut
kaum agamis wajib mengalah dengan cara melepaskan identitas khas mereka, bila
hal itu hanya akan mengganggu atau bahkan merusak keutuhan identitas kebangsaan
tersebut. Tentu saja, dari aspek ini pun pemikiran Din adalah salah dalam
pandangan Islam, sebab dia telah melakukan pembelaan terhadap perkara atau
sistema yang diharamkan oleh Islam. Rasulullah saw menyatakan :
مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ
الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ
عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ
عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ (رواه مسلم)
مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو
عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ (رواه مسلم)
مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ
يُقَاتِلُ عَصَبِيَّةً وَيَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ قَالَ
أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ عِمْرَانُ الْقَطَّانُ لَيْسَ بِالْقَوِيِّ (رواه
النسائي)
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى
عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ (رواه ابو داود)
Selain itu, Din telah
terjebak bahkan terbelenggu oleh realitas turunan yang berasal atau bersumber
dari pemikiran (konsep) pokok (asas) yakni sekularisme : pemisahan agama
dari kehidupan, politik dan negara. Kemunculan kelompok negarawan (رِجَالُ
الدَّوْلَةِ) dan agamawan (رِجَالُ
الدِّيْنِ) yang lalu mengalami metamorfosis
secara parsial menjadi kaum nasionalis dan agamis adalah kondisi yang memang
diwajibkan wujud oleh sekularisme. Artinya, konsep negara kebangsaan yang juga
diga-riskan oleh sekularisme menuntut terjadinya garis tebal-kuat alias garis dikotomis
yang memisah-kan secara pasti antara para pengusung kebangsaan (grup negarawan)
dan golongan agamis (grup agamawan). Sehingga, dari aspek ini memastikan bahwa
Din adalah seorang manusia yang sangat membela mati-matian penerapan secara
konsisten ide sekularisme dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara paling
tidak di Indonesia. Jadi, persoalannya menjadi tidak sederhana lagi melainkan
telah mengerucut kepada pemposisian Allah SWT persis seperti yang diwajibkan
oleh sekularisme sendiri yakni : God watch maker. Realitas Din
seperti ini jelas berupa penghinaan kepada Allah SWT yang secara
aqliy maupun naqliy adalah berkedudukan sebagai اَلشَّارِعُ atau اَلْمُشَرِّعُ. Allah
SWT menyatakan :
إِنِ
الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (يوسف : 40)
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ (الشورى : 13)
Juga perhatikan dengan seksama riwayat dari Anas bin
Malik ra. berikut :
غَلَا
السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ سَعَّرْتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الْخَالِقُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي لَأَرْجُو
أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَا يَطْلُبُنِي أَحَدٌ بِمَظْلَمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ
فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ (رواه احمد)
Nampak sekali bahwa walau
semua manusia sangat berkepentingan terhadap keputusan penetapan harga (اَلتَّسْعِيْرُ) sehubungan dengan terjadinya gejolak harga (غَلَا
السِّعْرُ) namun Rasulullah saw meno-lak
untuk menetapkan harga tersebut. Hal itu karena yang berwewenang untuk
melakukan peneta-pan harga adalah hanya Allah SWT (الْمُسَعِّرُ) yang berarti mekanisme penetapan harga dalam Islam wajib
diserahkan sepenuhnya kepada pasar : penjual dan pembeli. Selain itu, bila
Rasulullah saw memenuhi kepentingan manusia untuk menetapkan harga maka
tindakan beliau saw tersebut adalah sebentuk aksi kesalahan dari seorang
penguasa (رَئِيْسُ الدَّوْلَةِ اَيْ اَلسُّلْطَانُ) yang dikategorikan sebagai اَلْمَظْلَمَةُ : وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَا
يَطْلُبُنِي أَحَدٌ بِمَظْلَمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ dan tindakan itu haram dila-kukan oleh siapa pun termasuk
oleh Rasulullah saw. Inilah yang semakin memastikan bahwa yang berwewenang untuk
menetapan syariah (اَلشَّارِعُ اَوِ الْمُشَرِّعُ) adalah Allah SWT semata.
Oleh karena
itu, pertanyaan : ada apa dengan diri sang Ketum PP Muhammadiyah
tersebut? Jawabannya yang pasti dan gamblang adalah :
a.
dari aspek pemikiran asasi alias mendasar : Din
Syamsuddin telah sepenuhnya menjadikan sekula-risme sebagai asas pemikirannya (قَاعِدَتُهُ
الْفِكْرِيَّةُ) dan
selanjutnya dia benar-benar telah memenuhi tuntutan wajib dari sekularisme itu
sendiri yakni mengadopsi seluruh pemikiran cabang maupun turunannya untuk
diterapkan dalam realitas kehidupan yang di antaranya adalah gagasan
peleburan kaum nasionalis dan golongan agamis.
b.
dari aspek kepentingan sesaat maupun jangka panjang :
Din Syamsuddin adalah satu-satunya Ketum PP Muhammadiyah yang jauh sebelumnya
telah “banyak” diberi kepercayaan oleh kaum nasionalis, kaum kufar (AS dan
Eropa) maupun ormas Islam lainnya di NKRI. Kepercayaan berba-gai pihak tersebut
nampak semakin bertambah saat Din berhasil meraih posisi puncak dalam ormas
Islam terbesar kedua setelah NU itu. Lebih jelas lagi adalah sejak awal tahun
2008 hingga tri wulan kedua ini yakni seiring dengan makin dekatnya pemilu 2009
(legislatif maupun pilpres), seolah figur Din makin banyak “dilirik, diminati
dan dipinang” oleh terutama kaum nasionalis dan dalam hal ini khususnya adalah
PDIP. Sehingga tidaklah mengejutkan bila saat hari ulang tahun BMI (apalagi Din
“merasa” sebagai salah seorang penggagas lahirnya BMI di PDIP), Din sangat
antusias untuk menyodorkan gagasan “peleburan kaum nasionalis dan agamis
(Islam)”. Realitas ini tidak lain adalah bentuk riil dari adanya simbiosa
mutualistis alias saling menguntungkan. Inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan
Din : untuk itu kehadiran BMI sebagai sayap sebuah organisasi nasio-nalis
amat strategis sifatnya ke depan. Kehadiran BMI adalah sebagai usaha untuk
memperkaya khazanah pembinaan umat Islam di Indonesia yang selama ini hanya
diklaim oleh NU yang memi-liki umat binaan sekitar 45 juta orang dan
Muhammadiyah sekitar 35 juta orang. Di sinilah pen-tingnya organisasi seperti
BMI sebagai sayap partai, tidak hanya membawa misi politik, tetapi ju-ga
berdakwah yaitu “politik dalam dakwah, dakwah dalam politik”. Ungkapan Din
yang memper-tautkan antara dakwah dengan politik, memastikan bahwa keadaan
itulah yang sedang dirintis un-tuk diraih oleh Din yakni simbiosa mutualistis
antara kaum nasionalis dan agamis.
Realitas ketaatan dalam Islam
Dalih yang
digunakan oleh Din Syamsuddin saat menggagas peleburan kaum nasionalis dan
golo-ngan agamis adalah seringnya didapati ketaatan kaum nasionalis lebih baik
daripada golongan agamis. Oleh karena itu, harus dipahami dengan benar tentang
realitas ketaatan atau اَلطَّاعَةُ dalam Islam sebab fakta opini umat Islam menunjukkan bahwa
mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman yang pasti dan benar tentang
perkara tersebut.
Istilah اَلطَّاعَةُ adalah istilah yang hanya ada dalam
sumber-sumber Islam, dengan kata lain merupa-kan istilah Islami (اِصْطِلاَحٌ
اِسْلاَمِيٌّ) dan tidak
dikenal dalam pemikiran apa pun di luar Islam. Sumber-sumber Islam menggunakan
istilah اَلطَّاعَةُ dalam berbagai bentuk, baik bentuk kata
kerja (فِعْلٌ) maupun selain kata kerja (اِسْمٌ). Allah SWT menyatakan :
قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْكَافِرِينَ (آل عمران : 32)
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (آل عمران : 132)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ (النساء : 59)
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا
أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (المائدة : 92)
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (الأنفال : 1)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ
وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ (الأنفال : 20)
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (الأنفال : 46)
قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ
مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا
عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (النور : 54)
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
(النور : 56)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا
أَعْمَالَكُمْ (محمد : 33)
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا
الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (التغابن : 12)
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا
لِأَنْفُسِكُمْ (التغابن : 16)
تِلْكَ
حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (النساء : 13)
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ
عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ
وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (النساء : 69)
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ
عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (النساء : 80)
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَائِزُونَ (النور : 52)
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (الأحزاب : 71)
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ وَمَنْ يَتَوَلَّ يُعَذِّبْهُ عَذَابًا أَلِيمًا (الفتح : 17)
قُلْ
لِلْمُخَلَّفِينَ مِنَ الْأَعْرَابِ سَتُدْعَوْنَ إِلَى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ
تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ فَإِنْ تُطِيعُوا يُؤْتِكُمُ اللَّهُ أَجْرًا
حَسَنًا وَإِنْ تَتَوَلَّوْا كَمَا تَوَلَّيْتُمْ مِنْ قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ
عَذَابًا أَلِيمًا (الفتح : 16)
وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا
يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (الحجرات :
14)
ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ
مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (البقرة : 285)
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(النور : 51)
Rasulullah saw menyatakan :
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ
عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي (رواه البخاري)
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ
يَعْصِنِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي
وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي (رواه مسلم)
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا
مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي
دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى (رواه البخاري)
مَنْ
أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ
أَطَاعَ الْإِمَامَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى الْإِمَامَ فَقَدْ عَصَانِي
(رواه ابن ماجه)
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْيَمَنِ
قَالَ إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا
تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ
أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ
وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ
زَكَاةً مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا
بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ (رواه البخاري)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ
رَبُّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ لَوْ أَنَّ عِبَادِي أَطَاعُونِي لَأَسْقَيْتُهُمْ
الْمَطَرَ بِاللَّيْلِ وَأَطْلَعْتُ عَلَيْهِمْ الشَّمْسَ بِالنَّهَارِ وَلَمَا
أَسْمَعْتُهُمْ صَوْتَ الرَّعْدِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ حُسْنَ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُسْنِ عِبَادَةِ
اللَّهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَدِّدُوا
إِيمَانَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا قَالَ
أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (رواه احمد)
نِعِمَّا لِأَحَدِهِمْ أَنْ يُطِيعَ رَبَّهُ
وَيُؤَدِّيَ حَقَّ سَيِّدِهِ يَعْنِي الْمَمْلُوكَ (رواه الترمذي)
طُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنْ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ
صَالِحُونَ فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ
يُطِيعُهُمْ (رواه احمد)
طُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنْ
الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ صَالِحُونَ فِي نَاسِ سَوْءٍ
كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ (رواه احمد)
إِنَّهُ
سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ وَيُحْدِثُونَ
بِدْعَةً وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ يَا
رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ قَالَ لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ
عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ (رواه احمد)
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَتْ عَلَيْهِ طَاعَةٌ مَاتَ
مِيتَةً جَاهِلِيَّةً فَإِنْ خَلَعَهَا مِنْ بَعْدِ عَقْدِهَا فِي عُنُقِهِ لَقِيَ
اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَلَيْسَتْ لَهُ حُجَّةٌ (رواه احمد)
مَنْ
خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً (رواه
مسلم)
خِيَارُ
أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ
وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ
وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا
فِيكُمْ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ وَلِيَ
عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا
يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ (رواه
مسلم)
مَنْ نَزَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ فَلَا حُجَّةَ
لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ مَاتَ مُفَارِقًا لِلْجَمَاعَةِ فَقَدْ مَاتَ
مِيتَةً جَاهِلِيَّةً (رواه احمد)
مَنْ
نَزَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ أَوْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ مَاتَ مِيتَةَ
الْجَاهِلِيَّةِ (رواه احمد)
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ
يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
(رواه البخاري)
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ
فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ
بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ (رواه البخاري)
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا
الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ (رواه البخاري)
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ
فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ
بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ (رواه مسلم)
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا
الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ (رواه مسلم)
لَا طَاعَةَ لِبَشَرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ
(رواه احمد)
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (رواه احمد)
لَا
طَاعَةَ لِمَنْ لَمْ يُطِعْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ (رواه احمد)
إِنَّهُ
سَيَلِي أُمُورَكُمْ بَعْدِي رِجَالٌ يُعَرِّفُونَكُمْ مَا تُنْكِرُونَ
وَيُنْكِرُونَ عَلَيْكُمْ مَا تَعْرِفُونَ فَلَا طَاعَةَ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَلَا تَعْتَلُّوا بِرَبِّكُمْ (رواه احمد)
وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي
طَاعَةِ اللَّهِ (رواه احمد)
Khalifah Umar menyatakan :
يَا
مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا
بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ
فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ
سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلَاكًا لَهُ وَلَهُمْ (رواه
الدارمي)
Dengan
melakukan kajian komprehensif dan mendalam (اَلإِسْتِعْرَاضُ) terhadap seluruh dalil tersebut maka
realitas ketaatan (وَاقِعُ الطَّاعَةِ) adalah :
مَوْقِفُ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى فِعْلِ كُلِّ
مَا اَمَرَهُمُ اللهُ بِهِ مِنْ اَوَامِرَ وَنَوَاهِيَ مَوْقِفًا وَاعِيًا
مُدْرِكًا دُوْنَ اَيِّ شَيْءٍ مِنْ تَرَدُّدٍ وَتَخَيُّرٍ مِنْ اَنْفُسِهِمْ
“sikap kaum
muslim untuk melaksanakan semua perkara yang telah Allah perintahkan kepada
mereka baik itu perintah maupun larangan dengan sadar dan penuh pemahaman tanpa
sedikitpun disertai adanya pembangkangan dan sikap memilih-milih dari diri
mereka”
Pemetaan
realitas ketaatan tersebut terhadap fakta dinamika kehidupan umat Islam saat
ini, akan memunculkan sebuah kesimpulan yakni : adalah sama sekali tidak
mungkin terjadi kaum nasionalis walau beragama Islam dapat melakukan ketaatan
kepada semua ketentuan Allah SWT yang telah dite-tapkan dalam Islam, sebab
secara asasi semua sikap mereka sama sekali tidak didasarkan kepada Islam
berikut seluruh ide, pemikiran, hukum dan peraturan cabang maupun turunannya.
Hal yang sa-ma berlaku juga bagi kelompok yang disebut sebagai agamis, sebab
mereka pun telah lama (minimal 84 tahun) tidak lagi menjadikan Islam berikut
seluruh ide, pemikiran, hukum dan peraturan cabang maupun turunannya sebagai
asas berpikir dan bersikap mereka.
Jadi, realitas ketaatan dalam Islam tersebut semakin memastikan
hakikat alias jatidiri dari Din Syamsuddin atau siapa pun yang serupa dan
sejenis dengannya, bahwa mereka semua telah melakukan pendustaan terhadap
publik alias kebohongan publik (اَلتَّضْلِيْلُ لِجَمَاهِيْرِ النَّاسِ) dengan mengatasnamakan Allah SWT,
Rasulullah saw dan Islam. Mereka adalah manusia-manusia yang dibidik oleh
pernyataan Rasulullah saw :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْزِعُ الْعِلْمَ بَعْدَ
أَنْ أَعْطَاكُمُوهُ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَنْتَزِعُهُ مِنْهُمْ مَعَ قَبْضِ
الْعُلَمَاءِ بِعِلْمِهِمْ فَيَبْقَى نَاسٌ جُهَّالٌ يُسْتَفْتَوْنَ فَيُفْتُونَ
بِرَأْيِهِمْ فَيُضِلُّونَ وَيَضِلُّونَ (رواه البخاري)
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنْ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ
الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِي فِي النَّاسِ رُءُوسًا
جُهَّالًا يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ (رواه مسلم)
Khatimah
Realitas ketaatan (وَاقِعُ الطَّاعَةِ) dalam Islam yakni :
مَوْقِفُ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى فِعْلِ كُلِّ
مَا اَمَرَهُمُ اللهُ بِهِ مِنْ اَوَامِرَ وَنَوَاهِيَ مَوْقِفًا وَاعِيًا
مُدْرِكًا دُوْنَ اَيِّ شَيْءٍ مِنْ تَرَدُّدٍ وَتَخَيُّرٍ مِنْ اَنْفُسِهِمْ
“sikap kaum
muslim untuk melaksanakan semua perkara yang telah Allah perintahkan kepada
mereka baik itu perintah maupun larangan dengan sadar dan penuh pemahaman tanpa
sedikitpun disertai adanya pembangkangan dan sikap memilih-milih dari diri
mereka”
pada tatanan implementasinya
ditujukan kepada Allah SWT, Rasulullah saw dan سُلْطَانُ
الْمُسْلِمِيْنَ yakni para
Khalifah. Bahkan lebih praktis lagi yakni sepanjang menjalankan kehidupan di
dunia, aktualisasi ketaatan umat Islam tersebut sebenarnya mengerucut kepada
satu saja yaitu kepada para Khalifah, sela-ma para Khalifah tetap istiqamah
melaksanakan (مُنَفِّذًا)
dan menerapkan (مُطَبِّقًا)
syariah Islam sesuai de-ngan tuntutan isi اَلْبَيْعَةُ saat umat Islam membai’at mereka. Inilah
yang ditetapkan oleh Islam berdasar-kan pernyataan Rasulullah saw :
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي
فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى
أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي (رواه البخاري)
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي
فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ الْإِمَامَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى
الْإِمَامَ فَقَدْ عَصَانِي (رواه ابن ماجه)
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا
أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ
فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ (رواه البخاري)
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا
أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ
بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ (رواه مسلم)
Realitas kehidupan umat Islam saat ini memastikan
bahwa telah lama mereka hidup tanpa sama sekali dapat melaksanakan sikap taat
kepada para Khalifah, sebab kaum kufar telah berhasil dengan sempurna
meruntuhkan Khilafah 84 tahun yang lalu. Oleh karena itu, sebenarnya sepanjang
84 tahun tersebut kaum muslim tidak dapat merealisir tuntutan wajib dari Islam
atas mereka untuk taat kepada Allah SWT, Rasulullah saw dan para Khalifah. Hal
itu karena bagian hadits : وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي atau وَمَنْ أَطَاعَ الْإِمَامَ فَقَدْ
أَطَاعَنِي, sama sekali tidak dapat mereka
laksanakan sebab اَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ atau اَلإِمَامُ atau اَلْخَلِيْفَةُ telah lama (84 tahun) tidak ada lagi di tengah-tengah kehidupan
mereka.
Wal hasil, kesempurnaan
pelaksanaan sikap taat umat Islam kepada Allah SWT dan Rasulullah saw memang telah
berhasil sempurna direalisir oleh umat Islam sepanjang 1300 tahun lebih
kehidupan mereka ketika selalu dinaungi dan dipimpin oleh para Khalifah, sesuai
dengan pernyataan Rasulullah saw :
كَانَتْ بَنُو
إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ
قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ
أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه
البخاري)
Namun, sejak tanggal 3
Maret 1924 M hingga umat Islam berhasil mengembalikan lagi posisi dan
ek-sistensi Khilafah dalam realitas kehidupan dunia, maka selama itu umat Islam
tidak akan pernah mam-pu melaksanakan ketaatan dengan sempurna, sebab “ujung
tombak “ yang menjadi bagian dari sistema ketaatan dalam Islam yakni para
Khalifah, sudah tidak lagi ada dalam genggaman mereka.
مَنْ
أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ
عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ (رواه مسلم)
No comments:
Post a Comment