Sunday, November 3, 2013

MAPANNYA DEMOKRASI : BUKTI KEGAGALAN UMAT ISLAM!


Puja puji tokoh lintas agama bagi demokrasi
Republika (10 Juli 2009) pada halaman 12 dalam judul “Tokoh Agama Siap Kawal Demokrasi” menyatakan : tokoh lintas agama berperan penting dalam mengawal jalannya demokrasi di Tanah Air. Dua pesta demokrasi, yakni pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun ini berlangsung de-ngan aman dan lancar. Tokoh agama dinilai telah berhasil menjaga kerukunan beragama.
Sehubungan dengan tema Republika tersebut, sejumlah tokoh agama menyampaikan pemikiran dan apresiasinya terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia yang ditunjukkan oleh penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2009 tersebut :
1.       Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan : secara umum selama pemilu legislatif dan pemilihan presiden, kerukunan antarumat beragama di Tanah Air cukup baik, saling menjaga. Dan, tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar kedua di Indonesia, selalu mendorong demokratisasi Indonesia un-tuk tetap pada jalur moral dan etika. Muhammadiyah bersama tokoh lintas agama sering tampil bersama menyampaikan seruan moral untuk bangsa, baik menjelang maupun sesudah pemilu le-gislatif dan pemilihan presiden. Kami berkumpul melakukan pembinaan. Kebersamaan para tokoh lintas agama di tingkat nasional itu, membawa informasi kepada para tokoh di tingkat bawah. Se-hingga, alhamdulillah tak ada gesekan saat pelaksanaan Pemilu 2009 ini. Para tokoh lintas agama memiliki titik temu pandang tentang pemilu. Mereka sama-sama ingin mendorong dan mengaman-kan proses demokrasi agar berlangsung dan berjalan pada koridornya. Kami membentuk etika dan moral,  berharap pilpres bisa berlangsung damai, jujur, beradab dan bermartabat.
2.       Rohaniwan Katolik, Romo Benny Susetyo menyatakan : demokrasi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah lebih baik dibanding di masa Orde Baru. Demokrasi di Tanah Air, kini tak lagi meman-dang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Pada dua pemilu terakhir, saya sudah melihat bentuk sebenarnya kedewasaan umat beragama di Indonesia. Mereka tidak lagi melihat dan tidak mempermasalahkan suku, agama serta ras. Ideologi SARA sekarang sudah mati.
3.       Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (Ketum PGI), Pendeta Andreas A. Yewa-ngoe menyatakan : pemilu bukanlah sekadar menang atau kalah, melainkan sebuah proses pendi-dikan demokrasi masyarakat. Kami sebagai pimpinan agama sangat mendorong demokrasi di In-donesia. Jangan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Tapi, jadikan kekuasaan sebagai alat untuk kesejahteraan umum. Kami memberi imbauan kepada umat kami untuk sung-guh-sungguh melakukan demokrasi. Harus siap menerima kekalahan dan kemenangan. Jika me-nang jangan arogan, jika kalah jangan putus asa. Kalah dan menang itu biasa.
Itulah, persembahan puja puji dari para pimpinan ormas (bermerek Islam dan Kristen) kepada Their New God : demokrasi. Mereka (Din Syamsuddin, Benny Susetyo, Andreas A. Yewangoe dan la-innya yang sejenis) telah sepakat untuk menempatkan demokrasi sebagai tatanan kebenaran absolut yang melebihi tatanan yang selama ini mereka sakralkan yakni agama dan Tuhannya masing-masing. Mereka memang tidak mengingkari, menolak lalu meninggalkan agama dan Tuhan namun tempatkan persoalan agama dan Tuhan hanya sebagai urusan pribadi (private business) serta diberlangsungkan da-lam wilayah keagamaan dan ketuhanan (masjid, gereja maupun internal komunitas keagamaan masing-masing : NU, Muhammadiyah, PGI, KWI, PHDI, WALUBI, Matakin dan sebagainya). Sedangkan ketika mereka akan melangkah ke arena publik (masyarakat dan negara), maka saat itulah “pakaian” agama dan Tuhan ditanggalkan seluruhnya lalu disimpan rapi di “rumah-rumah spiritual”. Lalu, mere-ka ganti pakaian dengan baju “universal” yang berbahan dasar sekularisme dengan model “pemerintah-an” demokrasi dan corak “perekonomian” kapitalisme. Inilah yang terungkap sangat jelas dari bagian ujaran mereka : Para tokoh lintas agama memiliki titik temu pandang tentang pemilu. Mereka sama-sama ingin mendorong dan mengamankan proses demokrasi agar berlangsung dan berjalan pada ko-ridornya (Din Syamsuddin) atau Pada dua pemilu terakhir, saya sudah melihat bentuk sebenarnya ke-dewasaan umat beragama di Indonesia. Mereka tidak lagi melihat dan tidak mempermasalahkan suku, agama serta ras (Benny Susetyo) atau Kami memberi imbauan kepada umat kami untuk sungguh-sungguh melakukan demokrasi. Harus siap menerima kekalahan dan kemenangan (Andreas A. Yewa-ngoe).
Kesepakatan tokoh lintas agama tersebut untuk bersama-sama mendorong dan mengamankan pemberlakuan demokrasi di Indonesia, secara otomatis memastikan sikap mereka yakni memposisikan semua agama yang ada di Indonesia (bahkan di dunia) sebagai : (a) sama saja, (b) berbaris rapi di bela-kang demokrasi untuk melakukan pengawalan dan pengamanan serta (c) sekedar seruan moral yang ti-dak memiliki arena pijakan apa pun dalam kehidupan praktis di dunia.
Sikap demikian adalah tentu saja wajar dan lumrah ditunjukkan oleh para pemuka agama Kristen (Katolik maupun Protestan) sebab realitas orisinal agama mereka (baik saat masih murni wahyu langit maupun apalagi setelah berganti jadi buatan tangan manusia) memang hanya sekumpulan konsep ten-tang spiritualisme ritualisme : نِظَامٌ يُنَظِّمُ عَلاَقَاتِ الإِنْسَانِ بِخَالِقِهِ فَقَطٌ. Namun jika sikap tersebut juga ditam-pakkan oleh umat Islam (siapa pun, termasuk Din Syamsuddin) maka :
a.       hal itu adalah pengingkaran sekaligus penolakan terhadap realitas orisinal Islam yakni sekumpulan konsep peraturan (اَلنِّظَامُ) yang يُنَظِّمُ عَلاَقَاتِ الإِنْسَانِ بِخَالِقِهِ وَبِنَفْسِهِ وَبِغَيْرِهِ مِنْ بَنِيْ الإِنْسَانِ. Inilah yang dan di-tunjukkan oleh sejumlah dalil antara lain :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (سبأ : 28)
Dan Kami tidak mengutusmu kecuali untuk manusia seluruhnya sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan yang keras, namun sayang sebagian sangat besar manusia itu tidak mengetahu itu (posisimu)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ (رواه احمد)
Dari Abi Umamah Al-Bahiliy dari Rasulullah saw berkata : sungguh syariah dan peraturan Islam itu akan ditinggalkan satu demi satu, lalu setiap satu bagian telah ditinggalkan pastilah manusia segera beralih kepada bagian berikutnya. Dan yang paling awal ditinggalkan adalah pemerintah-an sedangkan yang paling akhir ditinggalkan adalah shalat
Ayat memberikan informasi kepada aqal manusia bahwa Nabi Muhammad saw ditugaskan oleh Allah SWT untuk menyampaikan Islam kepada seluruh manusia, sehingga aqal pun memastikan bahwa Islam itu harus memiliki realitas yang dapat melandasi perjalanan hidup mereka selama di dunia, baik yang menyangkut pemenuhan kebutuhan (pokok maupun naluriah) hingga kepada pe-ngaturan interaksi mereka satu sama lain (antar sesama rakyat dan antara rakyat dengan penguasa). Keputusan aqal tersebut semakin pasti ketika hadits memberikan informasi yang lebih rinci yakni Islam itu menghimpun seluruh jenis peraturan dan syariah mulai dari yang bersifat individual (sha-lat) hingga peraturan yang harus digunakan untuk mengatur interaksi manusia (pemerintahan).
b.       telah menempatkan Islam sejajar dan setara dengan agama lainnya termasuk Yahudi dan Nashara yang secara dalil aqliy maupun naqliy, seluruhnya adalah salah dan haram diberlakukan dalam kehidupan dunia. Oleh karena itu, sikap penyamaan, pensejajaran dan penyetaraan antara Islam dengan agama lainnya yang salah dan tidak berlaku lagi, tentu saja menjadikan Islam juga salah dan tidak berlaku lagi. Sungguh sikap ini adalah penghinaan terhadap Allah SWT, Rasulullah saw, Islam berikut umat Islam dan pelakunya telah kufur secara pasti sehingga wajib dibunuh oleh Kha-lifah. Rasulullah saw menyatakan : مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ (رواه البخاري).
c.       telah melanggar dan mengabaikan peraturan Islam yang mengatur interaksi umat Islam dengan ah-lul kitab (Yahudi dan Nashara), yakni Islam mewajibkan kaum muslim untuk menyeru mereka ke-pada Islam :
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (آل عمران : 64)
Katakanlah wahai ahlul kitab, marilah menuju ucapan yang sama antara kami dan kalian yakni ki-ta tidak akan mentaati kecuali Allah dan kita pun tidak akan bersikap syirik kepada Nya dengan sesuatu apa pun dan sebagian kita tidak akan menjadikan sebagian lainnya sebagai Tuhan selain Allah. Lalu jika kalian berpaling menolak maka ucapkanlah oleh kalian (umat Islam) : saksikanlah oleh kalian wahai ahlul kitab bahwa kami adalah kaum muslim
atau ketika mereka telah menolak masuk Islam maka :
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ (التوبة : 29)
Perangilah oleh kalian orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dan mereka juga tidak mengharamkan segala hal yang telah Allah dan Rasul Nya haramkan dan mereka pun tidak beragama dengan agama yang haq (Islam), mereka itu adalah orang-orang yang diberi Ki-tab (Taurah dan Injil), hingga mereka bersedia membayar jizyah melalui tangan mereka sendiri dalam keadaan tunduk patuh
Inilah ketentuan Islam berkenaan dengan interaksi umat Islam dengan ahlul kitab selama mereka berstatus ahlul harbiyah, seperti saat ini dan itu telah berlangsung lebih dari 85 tahun.
Wal hasil, umat Islam yang bersikap sama dengan kaum kufar mantan pemeluk agama langit ma-upun kaum musyrik para pemeluk agama bumi, adalah sangat tidak layak dan tidak pantas masih ber-sikukuh mengaku diri selaku kaum muslim. Hal itu karena sikap mereka yang secara pasti merupakan ekspresi dari pemikiran mereka telah dengan gamblang memastikan kekufuran mereka ditambah lagi sikap lainnya yakni مُوَالاَةُ الْكُفَّارِ مِنَ الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى  (menjadikan kaum kufar baik Yahudi maupun Nashara sebagai auliya) yang diharamkan oleh Allah SWT serta pelakunya diposisikan sama persis dengan Ya-hudi maupun Nashara (حُكْمُهُ كَحُكْمِهِمْ) :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ (المائدة : 51)
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan Yahudi dan Nashara sebagai auliya, hal itu karena sebagian dari mereka adalah auliya bagi sebagian lainnya. Dan siapa saja di antara kalian yang menjadikan mereka sebagai auliya maka dia adalah bagian dari mereka.

Bukti kegagalan umat Islam
Sikap menjadikan demokrasi sebagai kebenaran absolut yakni sebagai Tuhan, tentu saja menjadi bukti yang pasti dari :
a.       keberhasilan para pemuka dan pimpinan agama di luar Islam dalam upaya mereka untuk mencari jawaban peraturan bagi kehidupan manusia di dunia. Hal itu karena pencarian panjang mereka sela-ma ini dalam agamanya sama sekali tidak menghasilkan apa pun kecuali kebimbangan dan keragu-an sekaligus kejenuhan terhadap doktrin maupun dogma yang harus rela mereka terima dari agama-nya tersebut.
b.       kegagalan total dan fatal umat Islam dalam mempertahankan dan menjaga pemberlakuan Ideologi Islam dalam realitas kehidupan manusia di dunia. Padahal tugas tersebut adalah kewajiban Islami abadi mereka hingga tibanya kehancuran dunia itu sendiri (اَلسَّاعَةُ). Rasulullah saw menyatakan :
إِنَّمَا بَقَاؤُكُمْ فِيمَا سَلَفَ قَبْلَكُمْ مِنْ الْأُمَمِ كَمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ أُعْطِيَ أَهْلُ التَّوْرَاةِ التَّوْرَاةَ فَعَمِلُوا بِهَا حَتَّى انْتَصَفَ النَّهَارُ ثُمَّ عَجَزُوا فَأُعْطُوا قِيرَاطًا قِيرَاطًا ثُمَّ أُعْطِيَ أَهْلُ الْإِنْجِيلِ الْإِنْجِيلَ فَعَمِلُوا بِهِ حَتَّى صَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ عَجَزُوا فَأُعْطُوا قِيرَاطًا قِيرَاطًا ثُمَّ أُعْطِيتُمْ الْقُرْآنَ فَعَمِلْتُمْ بِهِ حَتَّى غُرُوبِ الشَّمْسِ فَأُعْطِيتُمْ قِيرَاطَيْنِ قِيرَاطَيْنِ (رواه البخاري)
Hanya sesungguhnya sisa waktu kalian yang telah kalian terima dari umat-umat sebelum kalian adalah seperti waktu yang ada antara shalat Ashar hingga terbenamnya matahari. Ahlu Taurah te-lah diberikan kepada mereka Taurah lalu mereka mengamalkannya hingga pertengahan hari, sete-lah itu mereka tidak sanggup lagi (menjadi lemah) lalu diberikan kepada mereka satu unit pahala yang sangat besar. Ahlul Injil telah diberikan kepada mereka Injil lalu mereka mengamalkannya hingga waktu shalat Ashar, setelah itu mereka tidak sanggup lagi (menjadi lemah) lalu diberikan kepada mereka satu unit pahala yang sangat besar. Kemudian diberikan kepada kalian Al-Quran lalu kalian mengamalkannya hingga saat terbenamnya matahari maka diberikan kepada kalian dua unit pahala yang sangat besar
Bagian ucapan Nabi Muhammad saw ثُمَّ أُعْطِيتُمْ الْقُرْآنَ فَعَمِلْتُمْ بِهِ حَتَّى غُرُوبِ الشَّمْسِ memastikan bahwa batas akhir kewajiban umat Islam untuk tetap mempertahankan pemberlakuan Ideologi Islam di du-nia adalah اَلسَّاعَةُ bukan yang lain. Jadi walau memang dibandingkan dengan masa pemberlakuan ideologi lain, Ideologi Islam adalah yang paling panjang dan gemilang yakni 13 abad lebih (sosia-lisme hanya maksimal 100 tahun dan kapitalisme hingga saat ini baru 100 tahun) namun bukan ber-arti realitas itu membolehkan umat Islam untuk tidak lagi mempertahankan pemberlakuannya di dunia. Justru waktu yang dianggap telah cukup panjang tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk memperoleh dispensasi beristirahat sejenak dari pelaksanaan kewajiban, sebab saat untuk berhenti dari tugas tersebut belum tiba yakni karena dunia masih berdiri tegak belum hancur. Inilah yang di-maksudkan oleh pernyataan Rasulullah saw :
إِنْ قَامَتْ عَلَى أَحَدِكُمْ الْقِيَامَةُ وَفِي يَدِهِ فَسْلَةٌ فَلْيَغْرِسْهَا (رواه احمد)
Jika terjadi qiyamah kepada salah seorang kalian dan di tangannya ada bibit pohon kurma, maka tanamkanlah jangan ragu
Persoalan menanam bibit pohon kurma (فَسْلَةٌ) sesaat menjelang terjadinya qiyamah adalah bagian dari urusan kecil dan mubah artinya tidak jadi dilakukan sekali pun tidak ada pengaruh berarti bagi kehidupan manusia di dunia serta tidak berdosa. Namun demikian bagian ucapan Nabi Muhammad saw فَلْيَغْرِسْهَا (tanamkanlah) memastikan bahwa walau waktu hidup di dunia tinggal sangat sedikit namun selama masih ada kesempatan untuk melakukan sesuatu (walau kecil dan mubah saja) maka itu layak untuk dilakukan. Oleh karena itu dengan kaidah مَفْهُوْمُ الْمُوَافَقَةِ مِنْ دَلاَلَةِ الإِلْتِزَامِ  :
مَايَكُوْنُ مَدْلُوْلُ اللَّفْظِ فِيْ مَحَلِّ السُّكُوْتِ مُوَافَقًا لِمَدْلُوْلِهِ فِيْ مَحَلِّ النَّطْقِ يَعْنِيْ اَنَّ مَا فُهِمَ مِنْ مَدْلُوْلِ اللَّفْظِ مِنْ مَعَانٍ وَأَحْكَامٍ يَكُوْنُ مُوَافَقًا لِمَا فُهِمَ مِنَ اللَّفْظِ نَفْسِهِ وَهُوَ إِذَا اَمَرَ الشَّارِعُ بِأَمْرٍ اَوْ نَهَى عَنْ شَيْءٍ فَإِنَّهُ يَشْمُلُ أَكْثَرَ مِنْهُ مِنْ بَابِ اَوْلَى
segala sesuatu yang ditunjukkan oleh lafadz pada keadaan terdiam bersesuaian dengan yang di-tunjukkan oleh lafadz saat terucapkan. Artinya, yang dipahami dari madlul lafadz baik berupa makna-makna maupun hukum-hukum ternyata bersesuaian dengan yang dipahami dari lafadz itu sendiri. Tegasnya, ketika Asy-Syaari’ memerintahkan suatu perintah atau melarang sesuatu maka perintah dan larangan itu mencakup yang lebih besar dari itu مِنْ بَابِ اَوْلَى.
maka ketika Rasulullah saw menyatakan فَلْيَغْرِسْهَا yakni فَلْيَغْرِسِ الْفَسْلَةَ dan realitas الْفَسْلَةَ adalah kecil dan tidak memiliki peran yang berarti bagi kehidupan manusia di dunia, maka tentu saja melakukan kewajiban untuk selalu mempertahankan pemberlakuan Ideologi Islam adalah مِنْ بَابِ اَوْلَى untuk sa-ngat diprioritaskan alias diutamakan hingga sesaat menjelang terjadinya اَلسَّاعَةُ.
Kegagalan umat Islam dalam mempertahankan keberlangsungan pemberlakuan Ideologi Islam da-lam realitas kehidupan manusia dunia tentu saja merupakan perbuatan maksiat yang terkategori se-bagai مِنْ أَكْبَرِ الْمَعَاصِيِّ (bagian dari maksiat paling besar dan berat). Hal itu karena dengan tidak berla-kunya lagi Ideologi Islam dalam kehidupan dunia, maka secara otomatis seluruh syariah Islamiyah tidak dapat dilaksanakan oleh umat Islam bahkan sekedar shalat sekali pun. Jika pun shalat lima waktu hingga saat ini seolah masih dapat dilaksanakan oleh umat Islam, maka itu pun hanya seke-dar konsepnya (فِكْرَتُهَا) tanpa dapat melaksanakan thariqahnya. Rasulullah saw menyatakan :
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ (رواه مسلم)
Sebaik-baiknya para Imam kalian adalah yang kalian cintai mereka dan mereka mencintai kalian dan kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan seburuk-buruknya para Imam kalian adalah yang kalian benci mereka dan mereka membenci kalian dan kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian. Mereka (para sahabat) berkata : kami (para sahabat) bertanya : wa-hai Rasulullah, apakah kami dapat melenyapkan mereka dalam keadaan begitu (seburuk-buruknya para Imam)? Beliau menjawab :tidak boleh, selama mereka masih menjaga pelaksanaan shalat di tengah-tengah kalian; tidak boleh, selama mereka masih menjaga pelaksanaan shalat di tengah-tengah kalian. Ingatlah, siapa saja yang dipimpin oleh seorang wali lalu dia melihat wali itu mela-kukan suatu perbuatan maksiat, maka bencilah perbuatan maksiatnya kepada Allah tersebut na-mun janganlah dia melepaskan tangan dari ketaatan (kepada wali)
Bagian ucapan Rasulullah saw لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ memastikan bahwa yang ber-tanggungjawab penuh terhadap terjaminnya pelaksanaan shalat lima waktu di tengah kehidupan ka-um muslim adalah Imam yakni Khalifah. Inilah thariqah alias metode penjagaan terhadap pelaksa-naan syariah Islamiyah (termasuk shalat lima waktu) dalam kehidupan Islami Khilafah Islamiyah. Jadi, dalil itu pun menunjukkan bahwa mempertahankan keberlangsungan pemberlakuan Ideologi Islam dalam realitas kehidupan manusia di dunia adalah bagian dari kewajiban yang masuk dalam kategori مِنْ أَكْبَرِ الْفُرُوْضِ وَالْوَاجِبَاتِ. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menebus kekeliruan fatal dan kegagalan total (اَلسَّيِّئَةَ) yang telah terlanjur dilakukan adalah melakukan عَمَلاً صَالِحًا اَيِ الْحَسَنَةَ be-rupa usaha serius dan sungguh-sungguh untuk mengembalikan pemberlakuan Ideologi Islam de-ngan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Hanya dengan tindakan itulah dosa akibat kesalah-an fatal yang telah dilakukan dapat sepenuhnya terhapus. Abu Dzar Al-Ghifari meriwayatkan :
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْصِنِي قَالَ إِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَأَتْبِعْهَا حَسَنَةً تَمْحُهَا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِنْ الْحَسَنَاتِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ هِيَ أَفْضَلُ الْحَسَنَاتِ (رواه أحمد)
Saya bertanya : wahai Rasulullah berikanlah washiyat kepada saya! Beliau menjawab : jika kamu berbuat سَيِّئَةً maka ikutilah segera perbuatan itu dengan perbuatan حَسَنَةً, pastilah akan dapat meng-hapusnya. Dia (Abu Dzar) berkata lagi : saya bertanya, wahai Rasulullah apakah لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ada-lah bagian dari الْحَسَنَاتِ? Beliau menjawab : ya itu adalah الْحَسَنَاتِ paling utama.
Realitas yang harus dipahamkan secara jernih adalah fakta kehidupan saat Abu Dzar bertanya de-mikian kepada Rasulullah saw adalah kehidupan Islami yakni pola kehidupan berasas Ideologi Is-lam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad saw selaku Kepala Negara. Oleh karena itu dapat sangat dipahami bahwa ucapan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ adalah أَفْضَلُ الْحَسَنَاتِ, sebab dengan ucapan itu seluruh ka-um muslim saat itu termasuk Abu Dzar akan selalu dapat memperbaharui hakikat iman mereka se-suai dengan pernyataan Rasulullah saw :
جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (رواه احمد)
Perbaharuilah iman kalian! Ditanyakan : wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat memperbaha-rui iman kami? Beliau menjawab : perbanyaklah oleh kalian ucapan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Iman mereka menuntut agar seluruh ketentuan syariah Islamiyah diberlakukan dalam arena kehidu-pan manusia di dunia dan tentu saja kewajiban tersebut akan dapat selalu mereka laksanakan bila apa yang dituntut oleh iman (مَا يَقْتَضِيْ بِهِ الإِيْمَانُ) dapat selalu disadari setiap saat, sehingga Ideologi Islam akan tetap terjaga dan terpelihara pemberlakuannya di dunia.
Wal hasil, bukti kegagalan umat Islam dalam menjalankan kewajiban mereka untuk selalu mem-pertahankan dan menjaga keberlangsungan pemberlakuan Ideologi Islam di dunia sangat terpampang nyata di hadapan mereka dan hakikat itu seharusnya dapat dengan mudah memunculkan kesadaran se-gera sesaat setelah mereka menginderanya. Selanjutnya, setelah kesadaran muncul dalam pemikiran maka dapat dipastikan akan melahirkan sikap bahkan tindakan untuk segera berusaha sekuat tenaga da-lam mengembalikan Khilafah Islamiyah. Khilafah adalah satu-satunya institusi Islami yang akan dapat memberlakukan Ideologi Islam secara sempurna, menyeluruh dan utuh dalam realitas kehidupan dunia. Namun, sekali lagi perkara yang sangat mudah dan sederhana tersebut seolah menjadi sangat sulit dan rumit sebab kesadaran aqliyah mereka benar-benar telah terdominasi oleh berbagai kepentingan nalu-riah manusiawi berbasis aqidah sekularisme. Mereka telah dengan sangat nyaman menempatkan diri pada titik pusaran ideologis kufur sehingga bersikap yang sama dengan kaum kufar sendiri :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (البقرة : 6)
Sungguh orang-orang kafir itu sama saja bagi mereka, apakah kamu memberikan peringatan (tentang Islam) kepada mereka ataukah tidak kamu berikan, mereka pasti tidak akan beriman

Sikap dan langkah yang benar
Kewajiban untuk menjaga dan memelihara tatanan kehidupan Islami hanya dengan bersikap yang benar yakni اَلإِهْتِدَاءُ بِهِدَايَةِ اللهِ (berpegang teguh utuh kepada hidayah Allah) adalah bersifat abadi sepan-jang dunia belum diakhiri keberadaannya oleh Allah SWT sendiri. Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ (المائدة : 105)
Wahai orang-orang yang beriman wajib atas kalian menjaga diri kalian sendiri, sehingga tidak akan membahayakan kalian siapa pun yang berupaya menyesatkan kalian jika kalian berpegang teguh utuh kepada hidayah
Sikap itulah yang selalu dipertahankan secara sadar aqliy oleh generasi umat Islam paling utama yakni para sahabat, lalu dilanjutkan oleh  اَلتَّابِعُوْنَ وَتَابِعُوْ التَّابِعِيْنَ, walau tidak 100 persen sesempurna para sahabat.
Namun ketidaksempurnaan generasi umat Islam pasca sahabat dalam menjaga dan memelihara tatanan kehidupan Islami adalah bukan disebabkan oleh pemikiran dan sikap mereka yang sudah tidak lagi menjadikan Islam sebagai pokok segala urusan (رَأْسُ الأَمْرِ), melainkan telah ada entitas kepentingan naluriah (اَهْوَاءُهُمْ) yang ikut serta mewarnai sikap sejati dan orisinal mereka. Walau demikian, fakta em-piris membuktikan mereka tetap berhasil mempertahankan keberlangsungan pemberlakuan Ideologi Is-lam hingga awal abad ke-20 alias lebih dari 12 abad. Jadi, memang kewajibannya adalah umat Islam harus 100 persen utuh hanya menjadikan Islam sebagai penentu seluruh perbuatan mereka selama hi-dup di dunia, tanpa mempertimbangkan apa pun di luar Islam dan tanpa melakukan pemilihan terhadap seluruh ketentuan Islam tersebut. Tegasnya, pilihan bagi umat Islam hanya satu yakni Islam sepenuh-nya atau kekufuran sepenuhnya :
فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ (يونس : 32)
Maka itulah Allah Rab kalian yang haq, lalu apalagi setelah Al-Haq itu kecuali kesesatan (kekufuran)
Karena Allah SWT adalah satu-satunya Rab manusia yang hakiki maka secara otomatis (dalil aqliy) hanya peraturan yang berasal dari Allah yang hakiki serta layak dan pantas untuk dijadikan sebagai ta-tanan (اَلأَنْظِمَةُ) bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia. Inilah yang dituntut secara pasti oleh iman kepada Allah SWT yang diraih melalui pembuktian aqliy (اَلْعَقِيْدَةُ الْعَقْلِيَّةُ). Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (المائدة : 57)
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang yang telah menjadikan agama kalian (Islam) sebagai olok-olok dan permainan yakni dari kalangan orang-orang sebelum ka-lian yang telah diberikan kepada mereka Kitab juga kaum kufar sebagai auliya. Dan taqwalah kalian kepada Allah jika kalian memang beriman
Allah SWT telah menginformasikan kepada umat Islam bahwa kepastian sikap ahlul kitab dan kaum kufar lainnya terhadap Islam adalah هُزُوًا وَلَعِبًا yakni tidak akan pernah menerimanya alias mengimani-nya. Aqal yang berfungsi normal (اَلْعَقْلُ الصَّالِحُ) pasti akan menjadikan informasi wahyu tersebut sebagai realitas yang tidak ada sedikit pun kekeliruannya, apalagi secara fakta terindera dari sikap ahlul kitab dan kaum kufar lainnya itu juga menunjukkan realitas yang sama persis dengan informasi langit terse-but : وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ نُؤْمِنَ بِهَذَا الْقُرْءَانِ وَلَا بِالَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ (سبأ : 31). Sehingga dapat dipastikan sikap yang akan muncul dari setiap mukmin yang aqalnya berfungsi normal adalah menjadikan dan memposisikan kaum kufar tersebut sebagai musuh abadi selama mereka tidak beriman kepada Islam atau tidak berse-dia tunduk kepada kekuasaan Islam (Khilafah Islamiyah). Allah SWT menyatakan :
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ (التوبة : 14)
Perangilah mereka pasti Allah akan mengadzab mereka dengan tangan-tangan kalian dan akan meng-hinakan mereka serta menolong kalian untuk mengalahkan mereka dan Dia akan mengobati perasaan kaum mukmin
Perasaan kaum mukmin (صُدُورُ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ) terhadap perintah قَاتِلُوهُمْ sebelum turunnya ayat yang memas-tikan يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ adalah ragu-ragu, berat dan tidak percaya diri, namun sete-lah ayat tersebut diturunkan maka seketika itu juga perasaan mereka menjadi tenang tenteram. Inilah maksud dari bagian ayat : وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ.
Oleh karena itu, dapat dengan mudah dipahami mengapa sikap umat Islam saat ini justru sangat mencintai yang diharamkan oleh Islam dan sangat membenci yang diwajibkan oleh Islam, yakni kare-na iman mereka (اِيْمَانُهُمْ) adalah bukan iman yang memenuhi kualifikasi :
اَلتَّصْدِيْقُ الْجَازِمُ الْمُطَابَقُ لِلْوَاقِعِ عَنْ دَلِيْلٍ
Pembenaran yang pasti yang bersesuaian dengan fakta yang muncul/berasal dari dalil
Dengan kata lain يَكُوْنُ اِيْمَانُهُمْ لَيْسَ اِيْمَانًا عَنْ عَقْلٍ وَبَيِّنَةٍ (iman mereka bukanlah iman berdasarkan pengguna-an aqal dan pembuktian), padahal iman itu wajib عَنْ عَقْلٍ وَبَيِّنَةٍ dan itu ditunjukkan oleh sejumlah kisah dalam Al-Quran antara lain tentang Ibrahim muda :
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (الأنعام : 75-78)
Sehingga sangat wajar dan pantas bila hasil penggunaan aqal dan proses pembuktian yang dilakukan oleh Ibrahim muda menghasilkan sikap dirinya yang pasti yakni طَاعَتُهُ ِللهِ وَحْدَهُ :
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (الأنعام : 79)
Adakah keimanan sebagian sangat besar umat Islam saat ini (termasuk para tokoh sekaliber Prof. Din Syamsuddin) mereka raih عَنْ عَقْلٍ وَبَيِّنَةٍ? Jawabannya adalah sama sekali tidak ada, baik pada awal-nya maupun sepanjang perjalanan hidup mereka hingga mereka menjelma sebagai sosok-sosok yang diposisikan mulia (مُحْتَرَمُوْنَ). Artinya, jika Prof. Din (juga lainnya) melakukan proses berpikir yang be-nar seperti yang dilakukan oleh Ibrahim muda, maka dapat dipastikan sikap beliau adalah :
a.       tidak akan pernah mau dan bersedia menjadi Ketum PP Muhammadiyah atau menjadikan ormas tersebut sebagai wahana perjuangannya atau menjadikannya sebagai alat untuk menggiring umat Islam ke arah sikap loyal kepada kekufuran berikut kaum kufar pengusungnya yang utama.
b.       tidak akan pernah rela duduk bersama dan sejajar dengan kaum kufar kalangan ahlul kitab (Paus Benediktus, Benny Susetyo, Andreas A. Yewangoe) maupun lainnya dari para tokoh penganut aga-ma syntax error, juga tidak akan pernah mengotori mulutnya dengan ucapan najis kekufuran semi-sal : Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar kedua di Indonesia, selalu mendorong demo-kratisasi Indonesia untuk tetap pada jalur moral dan etika. Muhammadiyah bersama tokoh lintas agama sering tampil bersama menyampaikan seruan moral untuk bangsa, baik menjelang maupun sesudah pemilu legislatif dan pemilihan presiden.
c.       segera membubarkan ormas Muhammadiyah (juga ormas lainnya) dan lalu membentuk partai poli-tik Islam hakiki (حِزْبٌ سِيَاسِيٌّ اِسْلاَمِيٌّ حَقِيْقِيٌّ) yang perjuangannya adalah untuk mengembalikan kehi-dupan Islami di dunia melalui penegakkan kembali Khilafah Islamiyah.

Khatimah
Demokrasi semakin mapan dan kokoh berlaku di Indonesia adalah akibat dari adanya keberpiha-kan dan loyalitas utuh sebagian sangat besar (99 persen) umat Islam Indonesia yang selama ini berna-ung di berbagai ormas bermerek Islam (NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad dan lainnya) maupun parpol berlabel Islam dan berbasis massa umat Islam (PKS, PPP, PKB, PAN, PBB dan lainnya). Arti-nya umat Islam Indonesia yang jumlahnya adalah 85 persen dari 239.240.336 orang (data per 10 Febru-ari 2009), 99 persen dari mereka adalah loyalis sejati sistem kufur demokrasi sekaligus pembenci sejati Ideologi Islam berikut wadah pelaksanaannya : Khilafah Islamiyah.
Hal yang sama terjadi di dalam kehidupan global, yakni 99 persen dari satu miliar lebih umat Is-lam dunia adalah pendukung dan pembela demokrasi sekaligus pembenci dan penghancur Ideologi Is-lam beserta institusi pelaksanaannya : Khilafah Islamiyah. Oleh karena itu, sama sekali tidak istimewa dan tidak mengejutkan jika seiring dengan perjalanan waktu ternyata demokrasi semakin mapan berla-ku dalam arena kehidupan dunia terutama di Dunia Islam, yakni karena 99 persen umat Islam di dunia bersedia dan rela menjadi bantalan, pilar penyangga dan tiang penyokong sistem kufur imajiner itu.
Penyebab satu-satunya sikap umat Islam tersebut adalah karena يَكُوْنُ اِيْمَانُهُمْ لَيْسَ اِيْمَانًا عَنْ عَقْلٍ وَبَيِّنَةٍ, sehingga tidak akan pernah mampu mendorong terwujudnya pemikiran Islami dan yang secara pasti akan terlahir dari pola pemikiran tersebut adalah sikap dan tindakan yang menentang dan menantang Islam. Jadi, realitas iman mereka sangat bertentangan dengan pernyataan Rasulullah saw :



الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه)

No comments:

Post a Comment