Sunday, November 3, 2013

MENGELOLA NEGARA VS MENGELOLA RAKYAT


Muhammadiyah, NKRI dan demokrasi
Saat menyampaikan sambutannya pada Pembukaan Sidang Tanwir Muhammadiyah Tahun 2009 yang bertema “Muhammadiyah Membangun Visi dan Karakter Bangsa” di Bandar Lampung (Kamis, 5 Maret 2009), Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Susilo Bambang Yudhoyono  me-nyatakan : mengajak warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk bekerja sama mengelola negara dan bangsa Indonesia. Saya berharap Tanwir Muhammadiyah 2009 yang digelar di Kota Bandar Lampung bisa membahas berbagai isu dan persoalan menyangkut kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Saya menunggu cetak biru atau blue print hasil Sidang Tanwir Muhammadiyah ini, supaya dapat saya baca dan menjadi masukan untuk masa mendatang. Warga dan tokoh Muhammadiyah supaya me-nyampaikan pikiran-pikirannya demi membangun bangsa. Saya mengajak Muhammadiyah untuk me-lanjutkan program pemerintah yang masih berjalan ini, agar tujuan menyejahterakan masyarakat da-pat tercapai.
Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam sambutan iftitah menyatakan : pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi ternyata tak mampu mengentaskan kemiskinan. Padahal, potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini sungguh melimpah. Ekonomi kapitalisme ma-sih terus membayangi bangsa kita. Harus ada kemitraan strategis yang bersifat proporsional antara Muhammadiyah dan pemerintah. Muhammadiyah akan selalu mendukung pemerintah yang menjalan-kan pemerintahan dengan baik dan benar. Tetapi, Muhammadiyah tak akan segan-segan menjalankan amar makruf nahyi munkar, untuk mengkritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak ama-nah. Sistem demokrasi yang berjalan sekarang ini perlu disempurnakan. Ada tiga tantangan dalam de-mokrasi yang dijalankan saat ini. Pertama, belum terwujudnya konsolidasi nilai-nilai demokrasi. Ke-dua, gejala sektarianisme selalu menghadang otonomi daerah yang sedang berjalan. Dan, ketiga, de-mokrasi belum mampu membawa bangsa dan negara ini menuju tujuan nasional. Muhammadiyah se-lalu berperan aktif membangun negara dengan amal usaha, pendidikan dan kesehatan yang dijalankan hampir seabad. Saya menyerukan kepada warga Muhammadiyah, khususnya, agar menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti dengan sebaik-baiknya, sebagai manifestasi hak dan tanggungjawab seba-gai warga negara yang menginginkan perbaikan dalam kehidupan.
Ketua Pengurus Muhammadiyah (PWM) Lampung Nurvaif S Chaniago menyatakan : dalam Tanwir ini akan menghasilkan keputusan-keputusan penting untuk meningkatkan peran Muhammadi-yah sebagai gerakan Islam. Agenda utama tanwir ini untuk memantapkan persiapan muktamar ke-46 tahun depan. Isu utama yang akan diusung dalam tanwir ini adalah krisis moral dan spiritual serta disorientasi visi kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagai gerakan Islam, Muhamma-diyah tidak boleh tinggal diam dalam menghadapi krisis visi dan karakter bangsa tersebut. Gerakan Muhammadiyah perlu pengayaan pesan, pendekatan dan model untuk menghadirkan Islam sebagai ni-lai kebenaran dan kebaikan yang bersifat objektif dan menjadi milik publik.
Demikianlah pernyataan dari Presiden NKRI, Ketua Umum (Ketum) Muhammadiyah dan Ketua PWM Muhammadiyah Lampung seputar peran ormas Islam Muhammadiyah dalam arena pemberlaku-an demokrasi di NKRI, perjalanan negara dan bangsa Indonesia serta realitas Islam itu sendiri. Konste-lasinya adalah sebagai berikut :
1.       Presiden NKRI (SBY) telah secara gamblang menempatkan Muhammadiyah beserta warganya se-bagai pilar penyangga keberlangsungan bangsa dan negara Indonesia, juga secara utuh menyatukan diri dengan pemerintah NKRI dalam upayanya untuk menyejahterakan masyarakat.
2.       Ketum PP Muhammadiyah (Din Syamsuddin) yang juga Ketua CDCC (Center for Dialogue and Coorporation among Civilizations) merumuskan gagasan :
a.       Muhammadiyah adalah mitra strategis yang bersifat proporsional bagi pemerintah NKRI, yakni akan selalu mendukung pemerintah yang menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar, tetapi, tak akan segan-segan menjalankan amar makruf nahyi munkar, untuk mengkritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak amanah.
b.       sistem demokrasi yang diberlakukan saat ini perlu disempurnakan, karena pertama, belum ter-wujudnya konsolidasi nilai-nilai demokrasi. Kedua, gejala sektarianisme selalu menghadang otonomi daerah yang sedang berjalan. Ketiga, demokrasi belum mampu membawa bangsa dan negara ini menuju tujuan nasional.
c.       amal usaha, pendidikan dan kesehatan yang telah dilaksanakan hampir satu abad adalah peran aktif riil Muhammadiyah dalam membangun negara NKRI.
d.      ikut memilih dalam pemilu 2009 adalah manifestasi hak dan tanggungjawab warga Muhamma-diyah sebagai warga negara NKRI yang menginginkan perbaikan dalam kehidupan.
3.       Ketua PWM Lampung (Nurvaif S Chaniago) memastikan krisis moral dan spiritual serta disorienta-si visi kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan adalah isu yang menjadi prioritas Muhammadi-yah. Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah perlu pengayaan pesan, pendekatan dan model untuk menghadirkan Islam sebagai nilai kebenaran dan kebaikan yang bersifat objektif dan menjadi milik publik.
Ajakan SBY kepada ormas Muhammadiyah berikut warganya untuk mendukung 100 persen keberlang-sungan bangsa dan negara Indonesia serta menyatukan diri dengan pemerintahannya adalah wajar dan pantas sebab sebagai kepala negara dan pemerintahan NKRI SBY dituntut oleh konstitusi (UUD 1945) untuk selalu menghimpun seluruh lapisan masyarakat, menyatukannya dan menjaganya agar pemikiran maupun perasaan mereka tetap menjadikan NKRI sebagai negara mereka yang harus dibela dan diper-tahankan walau sampai mati sekali pun (loyalitas warga negara).
Namun sikap yang tidak wajar dan tidak pantas adalah yang ditunjukkan oleh Ketum Muhamma-diyah dan pembahasannya sebagai berikut :
a.       menjadikan Muhammadiyah sebagai mitra strategis pemerintah NKRI memastikan bahwa ormas tersebut akan selalu mengawal, membela dan menjaga eksistensi NKRI beserta pemerintahannya. Hubungan Muhammadiyah dan pemerintah NKRI tersebut kongkritnya adalah akan selalu mendu-kung pemerintah yang menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar, tetapi tak akan segan-segan menjalankan amar makruf nahyi munkar, untuk mengkritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak amanah.
Bagian pernyataan : pemerintah yang menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar dan pe-merintah yang salah dan tidak amanah, memunculkan pertanyaan sangat mendasar yakni apa yang menjadi standard Sang Ketum Muhammadiyah dalam menetapkan realitas baik dan benar maupun salah dan tidak amanah untuk pemerintah NKRI tersebut? Jika jawabannya adalah Islam yang menjadi standard penetapan realitas tersebut berhubung Sang Ketum dan Muhammadiyah adalah Islam dan gerakan Islam, maka persoalannya semakin tidak jelas dan rumit. Hal itu karena jika me-mang dia menetapkan kedua realitas tersebut berdasarkan pemikiran Islam tentang baik (اَلْخَيْرُ), be-nar (اَلْحَقُّ), salah (اَلْبَاطِلُ) dan tidak amanah (غَيْرُ الأَمَانَةِ), maka antara dasar penetapan (اَسَاسُ التَّشْرِيْعِ) dengan fakta yang akan dihukumi (مَنَاطُ الْحُكْمِ) adalah sama sekali tidak bertautan alias tidak ada hu-bungan apa pun. Rinciannya adalah :
realitas اَلْخَيْرُ dalam Islam bukan realitas bahasa melainkan realitas syara’ yang oleh para fuqaha di-rumuskan sebagai :
اَلْخَيْرُ مَا اَرْضَاهُ اللهُ وَالشَّرُّ مَا اَسْخَطَهُ
اَلْخَيْرُ itu adalah segala perkara yang Allah meridhainya dan الشَّرُّ itu adalah segala perkara yang Dia memurkainya”.
Rumusan tersebut berdasarkan sejumlah dalil yang antara lain adalah pembenaran (اَلتَّقْرِيْرُ) Rasulul-lah saw terhadap pemikiran Hudzaifah bin Al-Yaman :
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ (رواه البخاري)
demikian juga pernyataan Allah SWT :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران : 104)
Sehingga اَلْخَيْرُ هُوَ الإِسْلاَمُ وَالشَّرُّ هُوَ الْكُفْرُ : اَلْخَيْرُ itu adalah Islam dan الشَّرُّ itu adalah kekufuran”, inilah yang ditunjukkan secara pasti oleh pernyataan Allah SWT :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة : 3)
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ (الزمر : 7)
realitas اَلْحَقُّ dan اَلْبَاطِلُ adalah realitas syara’ yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَءَامَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ (محمد : 1-3)
Bagian ayat ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ memastikan bahwa realitas اَلْحَقُّ adalah Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ) dan realitas اَلْبَاطِلُ adalah kekufuran yang hanya diikuti dan diberlakukan oleh kaum kufar, sehingga kepastiannya adalah اَلْحَقُّ هُوَ الإِسْلاَمُ وَالْبَاطِلُ هُوَ الْكُفْرُ : اَلْحَقُّ itu adalah Islam dan اَلْبَاطِلُ itu adalah ke-kufuran”.
Realitas اَلأَمَانَةُ ditunjukkan oleh sejumlah dalil antara lain pernyataan Allah SWT :
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (الأحزاب : 72-73)
realitas اَلأَمَانَةُ dalam ayat 72 Al-Ahzab ditunjukkan oleh ayat 73 yang memastikan terbelahnya ma-nusia menjadi الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ dan الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ pasca Adam (manusia per-tama) menyatakan sanggup untuk memikul اَلأَمَانَةُ tersebut : وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ. Lalu karena Allah SWT akan mengadzab الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ dan mengampuni الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, maka hal itu memastikan bahwa kedua kelompok besar manusia itu berbeda sikap terhadap اَلأَمَانَةُ yang harus mereka laksanakan sesuai dengan kesanggupan mereka sendiri. Kaum munafiq, munafiqah, musy-rik dan musyrikah bersikap menolak melaksanakan اَلأَمَانَةُ tersebut dan akibatnya mereka semua pas-ti akan diadzab oleh Allah SWT (لِيُعَذِّبَ اللَّهُ). Kaum mukmin dan mukminah bersikap taat untuk se-lalu melaksanakan اَلأَمَانَةُ tersebut dan akibatnya mereka semua pasti akan diampuni oleh Allah SWT (وَيَتُوبَ اللَّهُ). Dengan demikian, realitas اَلأَمَانَةُ adalah :
تَعُمُّ جَمِيْعَ وَظَائِفِ الدِّيْنِ فَالأَمَانَةَ هِيَ الْفَرَائِضُ الَّتِيْ ائْتَمَنَ اللهُ عَلَيْهَا الْعِبَادَ
“mencakup seluruh ketentuan din (Islam), sehingga اَلأَمَانَةُ adalah kewajiban-kewajiban yang telah Allah bebankan kepada manusia”.
Inilah yang ditunjukkan oleh sejumlah pernyataan Rasulullah saw berikut :
إِنَّهُ سَيُفْتَحُ لَكُمْ مَشَارِقُ الْأَرْضِ وَمَغَارِبُهَا وَإِنَّ عُمَّالَهَا فِي النَّارِ إِلَّا مَنْ اتَّقَى اللَّهَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ (رواه احمد)
“sungguh akan ditaklukkan kepada kalian bagian timur bumi maupun bagian baratnya dan sung-guh para penguasanya akan dijebloskan ke dalam neraka kecuali siapa saja (dari mereka) yang taqwa kepada Allah dan menunaikan اَلأَمَانَةُ.
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ (أَعْرَابِيٌّ) كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ  إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ (رواه البخاري)
“lalu bila telah diabaikan اَلأَمَانَةُ, maka tunggulah kehancuran. Orang Arab itu bertanya : bagaima-na mengabaikan اَلأَمَانَةُ itu? Beliau menjawab : ‘jika suatu urusan diserahkan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ (ابو هريرة) كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ (رواه البخاري)
“jika اَلأَمَانَةُ telah diabaikan maka tunggulah kehancuran. Dia (Abu Hurairah) bertanya : bagaima-na mengabaikan اَلأَمَانَةُ itu? Beliau menjawab : ‘bila suatu urusan dibebankan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَأَدَاءُ الْأَمَانَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهَا قُلْتُ (أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ) وَمَا أَدَاءُ الْأَمَانَةِ قَالَ غُسْلُ الْجَنَابَةِ فَإِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعَرَةٍ جَنَابَةً (رواه ابن ماجه)
“shalat lima waktu dan dari Jumah ke Jumah serta penunaian اَلأَمَانَةُ adalah kaffarah bagi dosa yang ada di antaranya. Saya (Abu Ayyub Al-Anshariy) bertanya : apa itu penunaian اَلأَمَانَةُ? Beliau menjawab : ‘mandi janabah, karena janabah itu ada di bawah setiap helai bulu”.
Jadi, penguasa (اَلْعُمَّالُ اَيِ الْحُكَّامُ) selain wajib taqwa kepada Allah SWT juga dia harus menunaikan اَلأَمَانَةُ yang menjadi beban dirinya yakni : memberlakukan seluruh ketentuan syariah Islamiyah ke-pada warga negaranya, memenuhi kebutuhan mereka orang per orang, menjaga dan memelihara ke-amanan mereka dan lain-lain. Demikian juga seorang penguasa haram menyerahkan suatu urusan (apa pun) kepada seseorang yang tidak layak tidak pantas (لَيْسَ مُؤَهِّلاً) untuk menjalankannya. Con-toh lain yang ditunjukkan oleh hadits berkenaan dengan اَلأَمَانَةُ adalah kewajiban mandi janabah. Se-hingga (sekali lagi), realitas اَلأَمَانَةُ adalah : الْفَرَائِضُ الَّتِيْ ائْتَمَنَ اللهُ عَلَيْهَا الْعِبَادَ.
Oleh karena itu, realitas اَلْخَيْرُ, اَلْحَقُّ, اَلْبَاطِلُ dan اَلأَمَانَةُ yang seluruhnya merupakan bagian dari pemiki-ran Islami (اَلأَفْكَارُ الإِسْلاَمِيَّةُ) adalah mustahil dan tidak mungkin dapat disifati oleh atau melekat pa-da pemerintahan kufur (misal NKRI) yang berbasis demokrasi sekularistik. Pemerintahan saat ini di negara mana pun termasuk di Dunia Islam adalah pemerintahan demokrasi dan sama sekali bu-kan pemerintahan Islami (Khilafah Islamiyah), sehingga secara otomatis dan alami hanya akan da-pat merealisir dan memanifestasikan seluruh ketentuan, aturan, sifat dan realitas yang ada dalam pemikiran demokrasi. Padahal seluruh pemikiran demokrasi tersebut sama sekali bukan dari pemi-kiran Islami, bahkan tidak ada sangkut pautnya apa pun dan sedikit pun dengan Islam. Akibatnya adalah pemerintahan demokrasi tersebut pasti salah dalam pandangan Islam dan umat Islam diha-ramkan memberlakukannya dalam realitas kehidupan manusia di dunia. Jadi, pernyataan Ketum Muhammadiyah yang akan selalu mendukung pemerintah yang menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar, tetapi tak akan segan-segan menjalankan amar makruf nahyi munkar, untuk meng-kritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak amanah, adalah ekspresi kepastian sikap di-rinya yang telah sepenuhnya menerima demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang sangat layak bagi kehidupan manusia sehingga harus dipertahankan dan dilestarikan pemberlakuannya. Sayang-nya, sikap dirinya tersebut tidak dia tunjukkan secara jujur dan apa adanya melainkan masih tetap menggunakan sejumlah pemikiran Islam antara lain : اَلْخَيْرُ, اَلْحَقُّ, اَلْبَاطِلُ dan اَلأَمَانَةُ maupun aktivitas Islami yang hanya ditujukan kepada Khalifah : اَلأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ alias مُحَاسَبَةُ الْحُكَّامِ. Tentu saja sikapnya tersebut semakin membahayakan karena bersifat manipulatif dan penyesatan yakni memberikan gambaran kepada umat Islam bahwa demokrasi adalah dibenarkan oleh Islam atau de-mokrasi bersesuaian dengan Islam atau demokrasi dan Islam dapat saling melengkapi dan saling menyempurnakan.
b.       pernyataan bahwa demokrasi yang tengah diberlakukan di NKRI perlu disempurnakan karena be-lum terwujudnya konsolidasi nilai-nilai demokrasi, masih adanya gejala sektarianisme yang selalu menghadang otonomi daerah yang sedang berjalan dan demokrasi belum mampu membawa bangsa dan negara ini menuju tujuan nasional, seluruhnya adalah penegasan pasti sikap Sang Ketum Mu-hammadiyah terhadap demokrasi. Bagi Din, demokrasi adalah segala-galanya untuk kehidupan ma-nusia di dunia dan harus dijadikan رَأْسُ الأَمْرِ لِلْحَيَاةِ الإِنْسَانِيَّةِ فِيْ الدُّنْيَا (pokok segala urusan bagi kehidu-pan manusia di dunia) yang dapat menggantikan Islam bahkan lebih baik dari Islam itu sendiri dan Islam harus diposisikan sebagai pelengkap dan penyempurna bagi demokrasi. Inilah sikap yang ti-dak diragukan lagi sedikit pun dari seorang Ketum Muhammadiyah : ormas bermerek Islam dengan jumlah massa nomor dua terbanyak di Indonesia setelah NU.
Hal itu berarti Prof. Din Syamsuddin telah menempatkan dirinya paling tidak sejajar dengan Nabi Muhammad saw bahkan dengan seluruh sikapnya tersebut dia menganggap dirinya berkedudukan lebih tinggi dari Manusia Paling Mulia di sisi Allah SWT, karena telah dengan sangat berani dan penuh percaya diri mengganti posisi Islam sebagai رَأْسُ الأَمْرِ لِلْحَيَاةِ الإِنْسَانِيَّةِ فِيْ الدُّنْيَا dengan demokrasi. Rasulullah saw menyatakan :
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ (رواه الترمذي)
Sikap Din tersebut sangat dapat dimengerti mengapa harus dia lakukan, karena memang sejak awal dia telah meleburkan seluruh pikiran dan perasaannya dengan demokrasi sekularistik dan itu sangat ditunjukkan oleh hampir setiap ucapan, gagasan maupun sikap dirinya dalam berbagai forum, anta-ra lain dalam kapasitasnya selaku Ketua CDCC, dia menyatakan : seharusnya Obama tak hanya se-kadar mengeluarkan pernyataan, tetapi perlu juga mewujudkannya dengan langkah nyata. Agak-nya, pada 100 hari pertama ini, membangun hubungan dengan dunia Islam belum menjadi priori-tas. OKI bisa bertanya kepada AS, apakah anda serius atau tidak? Kalau serius, mari kita bicara-kan langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan.
c.       klaim bahwa Muhammadiyah selalu berperan aktif membangun negara dengan amal usaha, pendi-dikan dan kesehatan yang dijalankan hampir seabad, memastikan pula bagaimana sikap Din terha-dap realitas NKRI, yakni bagi dia eksistensi NKRI harus didukung penuh dan umat Islam (di anta-ranya warga Muhammadiyah) wajib berperan aktif dalam membangun NKRI tersebut. Klaim ini sekaligus sebagai ancaman terselubung darinya bahwa siapa pun yang berencana untuk menggang-gu apalagi menghancurkan eksistensi NKRI maka akan berhadapan dengan sang Ketum berikut Muhammadiyah, bahkan seluruh umat Islam di Indonesia.
d.      pernyataan : Saya menyerukan kepada warga Muhammadiyah, khususnya, agar menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti dengan sebaik-baiknya, sebagai manifestasi hak dan tanggungjawab sebagai warga negara yang menginginkan perbaikan dalam kehidupan, menunjukkan bahwa bagi Din pesta demokrasi yang berwujud pemilu itu adalah metode yang dapat mengantarkan seluruh warga negara Indonesia kepada perbaikan dalam kehidupan. Artinya, Din memastikan bahwa sis-tem pemerintahan demokrasi adalah satu-satunya sistem saat ini yang dapat mewujudkan kesejahte-raan bagi manusia. Oleh karena itulah, dia sangat berkepentingan dengan upaya untuk semakin me-nyempurnakan lagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia bahkan di seluruh dunia.
e.       pernyataan Ketua PWM Lampung bahwa isu utama yang akan diusung dalam tanwir ini adalah krisis moral dan spiritual serta disorientasi visi kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan, me-nunjukkan secara gamblang loyalitas Muhammadiyah berikut warganya terhadap paham kebang-saan (nasionalisme). Bahkan Islam yang dia wakilkan dalam entitas moral dan spiritual pun dijadi-kan bagian tak terpisahkan dari nasionalisme tersebut dan ini sangat nyata terungkap dalam bagian lain dari pernyataannya : sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah tidak boleh tinggal diam dalam menghadapi krisis visi dan karakter bangsa tersebut. Dengan demikian posisi Muhammadiyah se-bagai loyalis sejati paham kebangsaan telah semakin disempurnakan dalam arena tanwir tahun 2009 ini.
Jadi, klaim Muhammadiyah sebagai gerakan Islam adalah sangat gombal dan manipulatif sebab pa-da kenyataannya Muhammadiyah tidak lebih dan tidak kurang adalah gerakan nasionalisme sejati yang bertopeng nama mulia Nabi Muhammad saw dan Islam. Lebih mengerikannya lagi adalah sikap manipulatif dan penyesatan tersebut senantiasa dimantapkan setiap saat seperti dalam arena tanwir 2009 di Lampung yang dihadiri oleh 330 orang utusan PWM dari 33 provinsi dan pada 2010 mendatang hasil dari tanwir tersebut akan sepenuhnya dijadikan agenda pembahasan dalam Mukta-mar Muhammadiyah ke-46.
Pernyataan bahwa Gerakan Muhammadiyah perlu pengayaan pesan, pendekatan dan model untuk menghadirkan Islam sebagai nilai kebenaran dan kebaikan yang bersifat objektif dan menjadi milik publik, menunjukkan bahwa bagi Muhammadiyah metode penyebarluasan risalah Islam yakni dak-wah belumlah cukup untuk menyeru seluruh manusia kepada Islam. Muhammadiyah menganggap harus ada pengayaan pesan, pendekatan dan model lain di luar dakwah supaya Islam dapat diterima oleh manusia. Benarkah anggapan Muhammadiyah dan elitenya tersebut?
Jawabannya adalah anggapan mereka tersebut sama sekali tidak benar sebab sejak mulai didirikan tahun 1912 (hampir satu abad lalu) hingga saat ini, Muhammadiyah belum pernah melaksanakan aktivitas dakwah seperti yang ditetapkan dalam Islam. Selama ini Muhammadiyah hanya melaku-kan aksi-aksi sosial (panti asuhan, panti jompo, yayasan, PKU dan sebagainya), program ta’lim (penyelenggaraan sekolah mulai dari TK hingga PT, pesantren, majlis ta’lim dan lainnya) maupun pembangunan secara fisik (gedung sekolah, masjid, pondok pesantren dan seterusnya). Aktivitas yang selama ini mereka anggap sebagai “dakwah” pada faktanya hanyalah berupa : ceramah, pida-to, khuthbah Jumat, tabligh akbar dan sebagainya. Hal itu karena, dakwah yang hakiki adalah akti-vitas menyerukan dan menyebarluaskan Islam kepada seluruh manusia dengan hasil riil berupa ter-bentuknya kesetiaan dan loyalitas mereka untuk hanya menjadikan Islam sebagai kaidah berpikir dan kepemimpinan ideologis. Inilah yang tergambar pasti dalam peristiwa Bai’at Aqabah I dan II maupun berbagai aksi bai’at umat Islam kepada Rasulullah saw :
عَنْ جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَهُوَ مَرِيضٌ قُلْنَا أَصْلَحَكَ اللَّهُ حَدِّثْ بِحَدِيثٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ (رواه البخاري)
Dari Junadah bin Abi Umayyah berkata kami menemui Ubadah bin Shamit yang tengah sakit, lalu kami berkata kepadanya : Allah akan segera menyembuhkanmu, ceritakanlah kepada kami sebuah hadits yang Allah memberikan manfaat kepadamu lewat hadits tersebut yang engkau telah dengar dari Nabi saw. Dia (Ubadah) berkata : Nabi saw telah menyeru kami lalu kami pun membai’at be-liau, lalu beliau pun memberitahukan dalam perkara apa saja beliau mengambil bai’at dari kami agar didengar dan ditaati yakni dalam keadaan kami suka, benci, kesulitan, kemudahan maupun adanya berbagai bahaya yang menimpa kami. Beliau pun memerintahkan supaya kami tidak mere-but kekuasaan dari tangan pemiliknya kecuali (kata beliau) : kalian melihat kekufuran yang nyata yang ada buktinya di sisi kalian dari Allah.
Bagian hadits دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ memastikan inilah realitas dakwah yang telah dilaku-kan oleh Rasulullah saw dan selanjutnya dilaksanakan keberlangsungannya oleh Khulafa Rasyidun sepeninggal Nabi Muhammad saw. Apakah Muhammadiyah telah mengelaborasikan realitas dak-wah tersebut selama hampir satu abad eksistensinya di tengah kehidupan manusia? Lagipula, pemi-kiran atau gagasan untuk mencari metode lain yang “mereka rasa” lebih handal dan lebih tepat dari-pada dakwah dalam menghadirkan Islam ke hadapan manusia, adalah sebuah pemikiran dan sikap yang telah menghina Allah SWT. Hal itu karena, Allah SWT telah menetapkan secara pasti bahwa dakwah adalah satu-satunya metode untuk menyeru manusia ke dalam Islam :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ (النحل : 125)

Wal hasil, Muhammadiyah adalah pembela setia dan loyalis sejati kekufuran yang wujud riilnya berupa NKRI, demokrasi, nasionalisme dan sebagainya yang tidak lain tidak bukan seluruhnya adalah manifestasi dari kepentingan naluriah manusia alias اَهْوَاءُ النَّاسِ yang telah sepenuhnya dijadikan sebagai pemilik otoritas pemutus benar dan salah dalam kehidupan manusia. Allah SWT menyatakan :
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (الفرقان : 43-44)

Mengelola negara ataukah mengelola rakyat
Presiden NKRI Susilo Bambang Yudhoyono  menyatakan : mengajak warga Persyarikatan Mu-hammadiyah untuk bekerja sama mengelola negara dan bangsa Indonesia. Lalu, terlepas dari apakah Muhammadiyah itu adalah layak atau tidak untuk diajak mengelola negara dan bangsa, yang paling mendasar harus dipersoalkan adalah mengelola negara ataukah mengelola rakyat?
Ideologi Kapitalisme menggariskan eksistensi negara kapitalistik sebagai sama persis alias iden-tik dengan perusahaan bahkan perusahaan paling besar dalam suatu negara adalah negara itu sendiri. Oleh karena itu, semua ketentuan, kualifikasi dan kinerja sebuah perusahaan juga diberlakukan secara sama kepada negara : modal pokok, likuiditas, rasio kecukupan modal (CAR = capital adequacy ratio), keuntungan, kerugian, surplus, defisit, pinjaman siaga (stand by loan) dan sebagainya. Pimpinan peru-sahaan (CEO = chief executive officer) adalah Presiden Direktur atau Direktur Utama sedangkan CEO dari sebuah negara adalah kepala pemerintahannya (Presiden atau Perdana Menteri). Inilah mengapa istilah yang digunakan di Amerika Serikat (AS) untuk pemerintah atau eksekutif adalah administrasi, misal : Clinton Administration, Bush Administration, Obama Administration dan sebagainya. Begitu juga para menterinya disebut sekretaris : the secretary of treasury (Menteri Keuangan), the secretary of state (Menteri Luar Negeri) dan sebagainya. Jadi, realitas pimpinan negara tersebut di seluruh dunia baik secara istilah maupun implementasinya memastikan bahwa menurut Ideologi Kapitalisme posisi dan eksistensi negara adalah sama persis dengan perusahaan. Perbedaan keduanya hanya sedikit yakni dalam sebuah negara ada banyak perusahaan sedangkan dalam sebuah perusahaan tidak akan pernah ada satu pun negara.
Dengan demikian tugas seorang kepala pemerintahan sebuah negara adalah mengelola negara (to manage the state) sedemikian rupa sehingga :
1.       kekayaannya (cadangan devisa di Bank Central) selalu terjaga berada dalam level aman yakni cu-kup untuk membiayai impor selama minimal tiga bulan ke depan.
2.       pertumbuhan ekonomi negara selalu impresif yakni minimal 6 persen per tahun, sehingga dapat menarik banyak pemodal untuk menanamkan modalnya.
3.       tingkat inflasi selalu di bawah dua digit alias selalu di bawah 10 persen, agar para investor percaya penuh dan nyaman bahwa modal yang mereka tanamkan dalam keadaan aman.
4.       produk domestik bruto (GDP = gross domestic product) selalu terjadi minimal satu persen per ta-hun.
5.       defisit anggaran berjalan selalu pada angka maksimal satu persen dari PDB.
6.       tingkat pengangguran maksimal 10 persen dari total penduduk
dan sebagainya dari seluruh kriteria maupun kualifikasi sebuah negara kapitalistik yang disepakati se-cara global untuk selalu diimplementasikan di seluruh dunia. Artinya, memang benar tugas utama dan pokok seorang presiden atau perdana menteri berikut seluruh jajaran administrasi pemerintahannya adalah mengelola negara dan bukan mengelola rakyat. Justru rakyat pun dituntut memberikan kontri-busi sangat besar dan pasti secara reguler kepada negara yakni paling tidak dalam bentuk pajak maupun pungutan lainnya yang diberlakukan dengan paksa atas mereka dengan undang-undang. Inilah realitas yang dimaksudkan oleh Presiden SBY saat dia mengajak Muhammadiyah untuk bersama-sama dengan pemerintahannya mengelola negara NKRI.
Realitas negara kapitalistik juga menunjukkan bahwa semua kebutuhan rakyat alias kesejahteraan mereka orang per orang dipenuhi atau diraih oleh tangan mereka sendiri dan andai pun ada peran dari negara, maka itu hanya sangat kecil serta sekedar memfasilitasi. Jika pun negara memberikan sejumlah dana kepada rakyat berupa subsidi (langsung maupun tidak), maka itu pun sebenarnya hanya sebagai penyaluran sebab dana tersebut faktanya berasal dari rakyat sendiri (pajak) atau memang milik rakyat (kepemilikan umum). Bahkan subsidi yang diberikan itu pun sebenarnya sama sekali bukan untuk supaya rakyat semakin mudah dalam upaya mereka memenuhi kebutuhannya, melainkan agar daya beli mereka (walau temporer) meningkat sehingga tingkat konsumsi naik dan akibatnya langsung kepada kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi negara. Jadi, dilihat dan didekati dari sisi mana pun tetap saja realitas negara kapitalistik tidak akan pernah mengelola rakyat tapi akan selalu memusatkan perhatian-nya untuk mengelola negara. Inilah yang nampak jelas dalam sejumlah kasus mutakhir baik di NKRI (misal program jaring pengaman sosial, BLT, stimulus ekonomi, BLBI dan sebagainya) atau di AS (bailout di masa GW Bush, paket stimulus ekonomi 787 miliar dolar dan sebagainya).
Lalu, bagaimana realitas negara Islami yakni Khilafah Islamiyah : apakah mengelola negara atau-kah mengelola rakyat yang menjadi tugas pokok utamanya? Hakikat Khilafah Islamiyah dapat dipaha-mi dari sejumlah pemikiran :
1.       Khalifah dibai’at oleh umat Islam untuk mewakili mereka dalam pemerintahan (اَلْحُكْمُ) dan kekua-saan (اَلسُّلْطَاتُ) yakni untuk memberlakukan seluruh ketentuan Islam (اَلشَّرِيْعَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) dalam arena kehidupan manusia di dunia.
2.       seluruh pemikiran politik (اَلأَفْكَارُ السِّيَاسِيَّةُ) dalam Islam yang ditunjukkan oleh seluruh dalil yang ber-tema politik tersebut memastikan bahwa politik dalam Islam (اَلسِّيَاسَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) ditujukan hanya bagi mengelola rakyat (اَلرَّعِيَّةُ) yakni Khilafah Islamiyah wajib berusaha habis-habisan untuk mewujud-kan kesejahteraan rakyat orang per orang. Inilah realitas yang dirumuskan dalam ta’rif politik Isla-mi : رِعَايَةُ شُؤُوْنِ الرَّعِيَّةِ اَيِ الأُمَّةِ دَاخِلِيَّةً وَخَارِجِيَّةً بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ.
3.       jihad yang merupakan metode pokok dalam penaklukan (اَلْفُتُوْحَاتُ) secara pasti akan mengakibatkan diperolehnya ghanimah, fai’iy, kharaj, ‘usyur, yang seluruhnya merupakan pos-pos pemasukan bagi Baitul Mal Khilafah Islamiyah yang akan digunakan untuk membiayai seluruh upaya negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat orang per orang.
4.       pilar perekonomian dalam Islam yakni : (a) kepemilikan, (b) penggunaan kepemilikan  dan (c) dis-tribusi kekayaan di antara individu masyarakat, memastikan bahwa sistem perekonomian dalam Islam sepenuhnya ditujukan bagi upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat orang per orang. Artinya, negara menyelenggarakan perekonomian adalah untuk mengelola kepentingan rakyat dan sama sekali bukan untuk menaikkan citra negara, meningkatkan laju pertumbuhan, memperbanyak cadangan devisa, menekan laju inflasi, mengendalikan kurs mata uang dan sebagainya yang lazim terjadi dalam perjalanan pemberlakuan perekonomian kapitalistik saat ini.
Seluruh pemikiran Islam tersebut dan lainnya hanya dapat diberlakukan dalam wadah pelaksanaan Khi-lafah Islamiyah yang dipimpin secara riil oleh Khalifah dan bukan dalam wadah politik imajinatif ne-gara kebangsaan bersistem demokrasi sekularistik. Inilah yang dimaksudkan oleh pernyataan Rasulul-lah saw :
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري)
“maka Imam itu adalah penggembala dan hanya dialah yang akan bertanggungjawab terhadap rak-yatnya.

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه مسلم)
“hanya sesungguhnya Imam itu adalah perisai, berperang di balik perisai itu dan berlindung dengan perisai itu. Lalu jika dia memerintah dengan asas taqwa kepada Allah dan memberlakukan Islam (adil) maka itu adalah pahala baginya dan jika dia memerintah dengan asas selainnya maka itu adalah dosa yang harus ditanggungnya”.

Realitas Khilafah Islamiyah itulah pula yang secara pasti dan telah terbukti secara empiris sepanjang pemberlakuannya yang lebih dari 1300 tahun, akan mampu 100 persen mewujudkan kesejahteraan rak-yat orang per orang. Rasulullah saw menyatakan :
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا (رواه الترمذي)
“siapa saja di antara kalian pada pagi hari keluarga dan jalannya berada dalam aman, sehat jasad-nya dan kekuatan harinya ada dalam genggamannya, maka seakan dihimpunkan baginya seluruh du-nia”.

مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا (رواه البخاري)
“perumpamaan hidayah dan ilmu yang Allah telah mengutus diriku dengan membawa keduanya, se-perti hujan deras yang menimpa bumi”


Khatimah
Rasulullah saw menyatakan :
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ (رواه احمد)
“sungguh akan dicampakkan dan dibatalkan seluruh ketentuan Islam itu satu demi satu, lalu ketika satu ketentuan Islam telah dibatalkan niscaya manusia segera beralih kepada ketentuan berikutnya. Ketentuan yang paling awal dibatalkan adalah pemerintahan dan yang paling akhir adalah shalat”









No comments:

Post a Comment