Muhammadiyah, NKRI dan demokrasi
Saat menyampaikan sambutannya pada Pembukaan Sidang
Tanwir Muhammadiyah Tahun 2009 yang bertema “Muhammadiyah Membangun Visi dan
Karakter Bangsa” di Bandar Lampung (Kamis, 5 Maret 2009), Presiden Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Susilo Bambang Yudhoyono me-nyatakan : mengajak warga Persyarikatan
Muhammadiyah untuk bekerja sama mengelola negara dan bangsa Indonesia. Saya
berharap Tanwir Muhammadiyah 2009 yang digelar di Kota Bandar Lampung bisa
membahas berbagai isu dan persoalan menyangkut kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Saya menunggu cetak biru atau blue print hasil Sidang Tanwir
Muhammadiyah ini, supaya dapat saya baca dan menjadi masukan untuk masa
mendatang. Warga dan tokoh Muhammadiyah supaya me-nyampaikan pikiran-pikirannya
demi membangun bangsa. Saya mengajak Muhammadiyah untuk me-lanjutkan program
pemerintah yang masih berjalan ini, agar tujuan menyejahterakan masyarakat
da-pat tercapai.
Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Din Syamsuddin
dalam sambutan iftitah menyatakan : pertumbuhan ekonomi yang terjadi
saat ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi
ternyata tak mampu mengentaskan kemiskinan. Padahal, potensi sumber daya
manusia dan sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini sungguh melimpah. Ekonomi
kapitalisme ma-sih terus membayangi bangsa kita. Harus ada kemitraan strategis
yang bersifat proporsional antara Muhammadiyah dan pemerintah. Muhammadiyah
akan selalu mendukung pemerintah yang menjalan-kan pemerintahan dengan baik dan
benar. Tetapi, Muhammadiyah tak akan segan-segan menjalankan amar makruf nahyi
munkar, untuk mengkritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak
ama-nah. Sistem demokrasi yang berjalan sekarang ini perlu disempurnakan. Ada
tiga tantangan dalam de-mokrasi yang dijalankan saat ini. Pertama, belum
terwujudnya konsolidasi nilai-nilai demokrasi. Ke-dua, gejala sektarianisme
selalu menghadang otonomi daerah yang sedang berjalan. Dan, ketiga, de-mokrasi
belum mampu membawa bangsa dan negara ini menuju tujuan nasional. Muhammadiyah
se-lalu berperan aktif membangun negara dengan amal usaha, pendidikan dan
kesehatan yang dijalankan hampir seabad. Saya menyerukan kepada warga
Muhammadiyah, khususnya, agar menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti
dengan sebaik-baiknya, sebagai manifestasi hak dan tanggungjawab seba-gai warga
negara yang menginginkan perbaikan dalam kehidupan.
Ketua Pengurus
Muhammadiyah (PWM) Lampung Nurvaif S Chaniago menyatakan : dalam Tanwir ini
akan menghasilkan keputusan-keputusan penting untuk meningkatkan peran
Muhammadi-yah sebagai gerakan Islam. Agenda utama tanwir ini untuk memantapkan
persiapan muktamar ke-46 tahun depan. Isu utama yang akan diusung dalam tanwir ini
adalah krisis moral dan spiritual serta disorientasi visi kebangsaan dalam
berbagai aspek kehidupan. Sebagai gerakan Islam, Muhamma-diyah tidak boleh
tinggal diam dalam menghadapi krisis visi dan karakter bangsa tersebut. Gerakan
Muhammadiyah perlu pengayaan pesan, pendekatan dan model untuk menghadirkan
Islam sebagai ni-lai kebenaran dan kebaikan yang bersifat objektif dan menjadi
milik publik.
Demikianlah pernyataan dari Presiden NKRI, Ketua
Umum (Ketum) Muhammadiyah dan Ketua PWM Muhammadiyah Lampung seputar peran
ormas Islam Muhammadiyah dalam arena pemberlaku-an demokrasi di NKRI,
perjalanan negara dan bangsa Indonesia serta realitas Islam itu sendiri.
Konste-lasinya adalah sebagai berikut :
1.
Presiden NKRI (SBY) telah secara gamblang menempatkan
Muhammadiyah beserta warganya se-bagai pilar penyangga keberlangsungan bangsa
dan negara Indonesia, juga secara utuh menyatukan diri dengan pemerintah NKRI
dalam upayanya untuk menyejahterakan masyarakat.
2.
Ketum PP Muhammadiyah (Din Syamsuddin) yang juga Ketua CDCC
(Center for Dialogue and Coorporation among Civilizations) merumuskan
gagasan :
a.
Muhammadiyah adalah mitra strategis yang bersifat
proporsional bagi pemerintah NKRI, yakni akan selalu mendukung pemerintah yang
menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar, tetapi, tak akan segan-segan
menjalankan amar makruf nahyi munkar, untuk mengkritik dan mengoreksi
pemerintah yang salah dan tidak amanah.
b.
sistem demokrasi yang diberlakukan saat ini perlu
disempurnakan, karena pertama, belum ter-wujudnya konsolidasi
nilai-nilai demokrasi. Kedua, gejala sektarianisme selalu menghadang
otonomi daerah yang sedang berjalan. Ketiga, demokrasi belum mampu
membawa bangsa dan negara ini menuju tujuan nasional.
c.
amal usaha, pendidikan dan kesehatan yang telah
dilaksanakan hampir satu abad adalah peran aktif riil Muhammadiyah dalam
membangun negara NKRI.
d.
ikut memilih dalam pemilu 2009 adalah manifestasi hak
dan tanggungjawab warga Muhamma-diyah sebagai warga negara NKRI yang
menginginkan perbaikan dalam kehidupan.
3. Ketua
PWM Lampung (Nurvaif S Chaniago) memastikan krisis moral dan spiritual serta
disorienta-si visi kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan adalah isu yang
menjadi prioritas Muhammadi-yah. Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah perlu
pengayaan pesan, pendekatan dan model untuk menghadirkan Islam sebagai nilai
kebenaran dan kebaikan yang bersifat objektif dan menjadi milik publik.
Ajakan SBY kepada ormas
Muhammadiyah berikut warganya untuk mendukung 100 persen keberlang-sungan
bangsa dan negara Indonesia serta menyatukan diri dengan pemerintahannya adalah
wajar dan pantas sebab sebagai kepala negara dan pemerintahan NKRI SBY dituntut
oleh konstitusi (UUD 1945) untuk selalu menghimpun seluruh lapisan masyarakat,
menyatukannya dan menjaganya agar pemikiran maupun perasaan mereka tetap
menjadikan NKRI sebagai negara mereka yang harus dibela dan diper-tahankan
walau sampai mati sekali pun (loyalitas warga negara).
Namun sikap yang tidak wajar dan tidak pantas adalah
yang ditunjukkan oleh Ketum Muhamma-diyah dan pembahasannya sebagai berikut :
a. menjadikan
Muhammadiyah sebagai mitra strategis pemerintah NKRI memastikan bahwa ormas
tersebut akan selalu mengawal, membela dan menjaga eksistensi NKRI beserta
pemerintahannya. Hubungan Muhammadiyah dan pemerintah NKRI tersebut kongkritnya
adalah akan selalu mendu-kung pemerintah yang menjalankan pemerintahan
dengan baik dan benar, tetapi tak akan segan-segan menjalankan amar makruf
nahyi munkar, untuk mengkritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak
amanah.
Bagian pernyataan : pemerintah
yang menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar dan pe-merintah yang
salah dan tidak amanah, memunculkan pertanyaan sangat mendasar yakni apa
yang menjadi standard Sang Ketum Muhammadiyah dalam menetapkan realitas baik
dan benar maupun salah dan tidak amanah untuk pemerintah NKRI
tersebut? Jika jawabannya adalah Islam yang menjadi standard penetapan realitas
tersebut berhubung Sang Ketum dan Muhammadiyah adalah Islam dan gerakan Islam,
maka persoalannya semakin tidak jelas dan rumit. Hal itu karena jika me-mang
dia menetapkan kedua realitas tersebut berdasarkan pemikiran Islam tentang baik
(اَلْخَيْرُ), be-nar (اَلْحَقُّ), salah (اَلْبَاطِلُ) dan tidak amanah (غَيْرُ
الأَمَانَةِ), maka antara
dasar penetapan (اَسَاسُ التَّشْرِيْعِ) dengan fakta yang akan dihukumi (مَنَاطُ
الْحُكْمِ) adalah sama
sekali tidak bertautan alias tidak ada hu-bungan apa pun. Rinciannya adalah :
realitas
اَلْخَيْرُ dalam Islam bukan realitas bahasa
melainkan realitas syara’ yang oleh para fuqaha di-rumuskan sebagai :
اَلْخَيْرُ مَا اَرْضَاهُ اللهُ وَالشَّرُّ مَا
اَسْخَطَهُ
“اَلْخَيْرُ itu adalah segala perkara yang Allah
meridhainya dan الشَّرُّ itu adalah segala perkara yang Dia
memurkainya”.
Rumusan tersebut
berdasarkan sejumlah dalil yang antara lain adalah pembenaran (اَلتَّقْرِيْرُ) Rasulul-lah saw terhadap pemikiran
Hudzaifah bin Al-Yaman :
يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ
فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ (رواه البخاري)
demikian juga
pernyataan Allah SWT :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران : 104)
Sehingga اَلْخَيْرُ
هُوَ الإِسْلاَمُ وَالشَّرُّ هُوَ الْكُفْرُ : “اَلْخَيْرُ itu adalah Islam dan الشَّرُّ itu adalah
kekufuran”, inilah yang ditunjukkan secara pasti oleh pernyataan Allah SWT
:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة : 3)
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ
عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
(الزمر : 7)
realitas اَلْحَقُّ dan اَلْبَاطِلُ adalah
realitas syara’ yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَءَامَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ
كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ
مِنْ رَبِّهِمْ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ (محمد : 1-3)
Bagian ayat ذَلِكَ
بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ memastikan bahwa realitas اَلْحَقُّ adalah Islam yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw (بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ
مِنْ رَبِّهِمْ) dan
realitas اَلْبَاطِلُ adalah kekufuran yang hanya
diikuti dan diberlakukan oleh kaum kufar, sehingga kepastiannya adalah اَلْحَقُّ
هُوَ الإِسْلاَمُ وَالْبَاطِلُ هُوَ الْكُفْرُ : “اَلْحَقُّ itu adalah Islam dan اَلْبَاطِلُ itu adalah ke-kufuran”.
Realitas اَلأَمَانَةُ ditunjukkan oleh sejumlah dalil antara
lain pernyataan Allah SWT :
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ
مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا لِيُعَذِّبَ
اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ
وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا (الأحزاب : 72-73)
realitas اَلأَمَانَةُ dalam ayat 72 Al-Ahzab ditunjukkan oleh
ayat 73 yang memastikan terbelahnya ma-nusia menjadi الْمُنَافِقِينَ
وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ dan الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ pasca Adam (manusia per-tama) menyatakan
sanggup untuk memikul اَلأَمَانَةُ tersebut : وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ. Lalu karena Allah SWT akan mengadzab الْمُنَافِقِينَ
وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ dan mengampuni الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, maka hal itu memastikan bahwa kedua
kelompok besar manusia itu berbeda sikap terhadap اَلأَمَانَةُ yang harus mereka laksanakan sesuai dengan
kesanggupan mereka sendiri. Kaum munafiq, munafiqah, musy-rik dan musyrikah
bersikap menolak melaksanakan اَلأَمَانَةُ tersebut dan akibatnya mereka semua pas-ti akan diadzab oleh
Allah SWT (لِيُعَذِّبَ اللَّهُ). Kaum mukmin dan mukminah bersikap taat untuk se-lalu
melaksanakan اَلأَمَانَةُ tersebut dan akibatnya mereka semua pasti akan diampuni oleh
Allah SWT (وَيَتُوبَ اللَّهُ). Dengan demikian, realitas اَلأَمَانَةُ adalah :
تَعُمُّ جَمِيْعَ
وَظَائِفِ الدِّيْنِ فَالأَمَانَةَ هِيَ الْفَرَائِضُ الَّتِيْ ائْتَمَنَ اللهُ
عَلَيْهَا الْعِبَادَ
“mencakup seluruh ketentuan din (Islam), sehingga اَلأَمَانَةُ adalah kewajiban-kewajiban yang
telah Allah bebankan kepada manusia”.
Inilah
yang ditunjukkan oleh sejumlah pernyataan Rasulullah saw berikut :
إِنَّهُ سَيُفْتَحُ لَكُمْ مَشَارِقُ الْأَرْضِ
وَمَغَارِبُهَا وَإِنَّ عُمَّالَهَا فِي النَّارِ إِلَّا مَنْ اتَّقَى اللَّهَ
وَأَدَّى الْأَمَانَةَ (رواه احمد)
“sungguh akan ditaklukkan
kepada kalian bagian timur bumi maupun bagian baratnya dan sung-guh para
penguasanya akan dijebloskan ke dalam neraka kecuali siapa saja (dari mereka)
yang taqwa kepada Allah dan menunaikan اَلأَمَانَةُ“.
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ
السَّاعَةَ قَالَ (أَعْرَابِيٌّ) كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ (رواه البخاري)
“lalu
bila telah diabaikan اَلأَمَانَةُ, maka tunggulah kehancuran. Orang Arab itu bertanya :
bagaima-na mengabaikan اَلأَمَانَةُ itu? Beliau menjawab : ‘jika suatu urusan diserahkan kepada
seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ
السَّاعَةَ قَالَ (ابو هريرة) كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ (رواه
البخاري)
“jika اَلأَمَانَةُ telah diabaikan maka tunggulah kehancuran. Dia (Abu Hurairah)
bertanya : bagaima-na mengabaikan اَلأَمَانَةُ itu? Beliau menjawab : ‘bila suatu urusan dibebankan kepada
seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى
الْجُمُعَةِ وَأَدَاءُ الْأَمَانَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهَا قُلْتُ (أَبُو
أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ) وَمَا أَدَاءُ الْأَمَانَةِ قَالَ غُسْلُ الْجَنَابَةِ
فَإِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعَرَةٍ جَنَابَةً (رواه ابن ماجه)
“shalat lima waktu dan dari
Jumah ke Jumah serta penunaian اَلأَمَانَةُ adalah kaffarah bagi dosa yang ada di antaranya. Saya (Abu
Ayyub Al-Anshariy) bertanya : apa itu penunaian اَلأَمَانَةُ? Beliau menjawab : ‘mandi janabah, karena janabah itu ada di
bawah setiap helai bulu”.
Jadi, penguasa (اَلْعُمَّالُ
اَيِ الْحُكَّامُ) selain wajib taqwa kepada Allah
SWT juga dia harus menunaikan اَلأَمَانَةُ yang menjadi beban dirinya yakni : memberlakukan seluruh
ketentuan syariah Islamiyah ke-pada warga negaranya, memenuhi kebutuhan mereka
orang per orang, menjaga dan memelihara ke-amanan mereka dan lain-lain.
Demikian juga seorang penguasa haram menyerahkan suatu urusan (apa pun) kepada
seseorang yang tidak layak tidak pantas (لَيْسَ مُؤَهِّلاً) untuk menjalankannya. Con-toh lain yang ditunjukkan oleh
hadits berkenaan dengan اَلأَمَانَةُ adalah
kewajiban mandi janabah. Se-hingga (sekali lagi), realitas اَلأَمَانَةُ adalah : الْفَرَائِضُ الَّتِيْ ائْتَمَنَ اللهُ
عَلَيْهَا الْعِبَادَ.
Oleh karena itu, realitas اَلْخَيْرُ, اَلْحَقُّ, اَلْبَاطِلُ dan اَلأَمَانَةُ yang seluruhnya merupakan
bagian dari pemiki-ran Islami (اَلأَفْكَارُ
الإِسْلاَمِيَّةُ) adalah
mustahil dan tidak mungkin dapat disifati oleh
atau melekat pa-da pemerintahan kufur (misal NKRI) yang berbasis
demokrasi sekularistik. Pemerintahan saat ini di negara mana pun termasuk di
Dunia Islam adalah pemerintahan demokrasi dan sama sekali bu-kan pemerintahan
Islami (Khilafah Islamiyah), sehingga secara otomatis dan alami
hanya akan da-pat merealisir dan memanifestasikan seluruh
ketentuan, aturan, sifat dan realitas yang ada dalam pemikiran demokrasi.
Padahal seluruh pemikiran demokrasi tersebut sama sekali bukan dari pemi-kiran
Islami, bahkan tidak ada sangkut pautnya apa pun dan sedikit pun dengan Islam.
Akibatnya adalah pemerintahan demokrasi tersebut pasti salah
dalam pandangan Islam dan umat Islam diha-ramkan memberlakukannya
dalam realitas kehidupan manusia di dunia. Jadi, pernyataan Ketum Muhammadiyah
yang akan selalu mendukung pemerintah yang menjalankan pemerintahan
dengan baik dan benar, tetapi tak akan segan-segan menjalankan amar makruf
nahyi munkar, untuk meng-kritik dan mengoreksi pemerintah yang salah dan tidak
amanah, adalah ekspresi kepastian sikap di-rinya yang telah sepenuhnya
menerima demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang sangat layak bagi kehidupan
manusia sehingga harus dipertahankan dan dilestarikan pemberlakuannya.
Sayang-nya, sikap dirinya tersebut tidak dia tunjukkan secara jujur dan
apa adanya melainkan masih tetap menggunakan sejumlah pemikiran Islam
antara lain : اَلْخَيْرُ,
اَلْحَقُّ, اَلْبَاطِلُ dan اَلأَمَانَةُ maupun aktivitas Islami yang hanya
ditujukan kepada Khalifah : اَلأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ
الْمُنْكَرِ alias مُحَاسَبَةُ
الْحُكَّامِ. Tentu saja
sikapnya tersebut semakin membahayakan karena bersifat manipulatif dan
penyesatan yakni memberikan gambaran kepada umat Islam bahwa demokrasi
adalah dibenarkan oleh Islam atau de-mokrasi bersesuaian
dengan Islam atau demokrasi dan Islam dapat saling melengkapi dan
saling menyempurnakan.
b.
pernyataan bahwa demokrasi yang tengah diberlakukan di
NKRI perlu disempurnakan karena be-lum terwujudnya konsolidasi nilai-nilai
demokrasi, masih adanya gejala sektarianisme yang selalu menghadang otonomi
daerah yang sedang berjalan dan demokrasi belum mampu membawa bangsa dan negara
ini menuju tujuan nasional, seluruhnya adalah penegasan pasti
sikap Sang Ketum Mu-hammadiyah terhadap demokrasi. Bagi Din, demokrasi adalah
segala-galanya untuk kehidupan ma-nusia di dunia dan harus dijadikan رَأْسُ
الأَمْرِ لِلْحَيَاةِ الإِنْسَانِيَّةِ فِيْ الدُّنْيَا (pokok segala urusan bagi kehidu-pan manusia di dunia) yang
dapat menggantikan Islam bahkan lebih baik dari
Islam itu sendiri dan Islam harus diposisikan sebagai pelengkap
dan penyempurna bagi demokrasi. Inilah sikap yang ti-dak diragukan lagi sedikit
pun dari seorang Ketum Muhammadiyah : ormas bermerek Islam dengan jumlah massa
nomor dua terbanyak di Indonesia setelah NU.
Hal itu berarti Prof.
Din Syamsuddin telah menempatkan dirinya paling tidak sejajar dengan Nabi
Muhammad saw bahkan dengan seluruh sikapnya tersebut dia menganggap dirinya
berkedudukan lebih tinggi dari Manusia Paling Mulia di sisi Allah
SWT, karena telah dengan sangat berani dan penuh percaya diri mengganti posisi
Islam sebagai رَأْسُ الأَمْرِ لِلْحَيَاةِ الإِنْسَانِيَّةِ فِيْ
الدُّنْيَا dengan
demokrasi. Rasulullah saw menyatakan :
رَأْسُ الْأَمْرِ
الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ (رواه
الترمذي)
Sikap
Din tersebut sangat dapat dimengerti mengapa harus dia lakukan, karena memang
sejak awal dia telah meleburkan seluruh pikiran dan perasaannya dengan
demokrasi sekularistik dan itu sangat ditunjukkan oleh hampir setiap ucapan,
gagasan maupun sikap dirinya dalam berbagai forum, anta-ra lain dalam kapasitasnya
selaku Ketua CDCC, dia menyatakan : seharusnya Obama tak hanya se-kadar
mengeluarkan pernyataan, tetapi perlu juga mewujudkannya dengan langkah nyata.
Agak-nya, pada 100 hari pertama ini, membangun hubungan dengan dunia Islam
belum menjadi priori-tas. OKI bisa bertanya kepada AS, apakah anda serius atau
tidak? Kalau serius, mari kita bicara-kan langkah-langkah apa saja yang bisa
dilakukan.
c.
klaim bahwa Muhammadiyah selalu berperan aktif
membangun negara dengan amal usaha, pendi-dikan dan kesehatan yang dijalankan
hampir seabad, memastikan pula bagaimana sikap Din terha-dap realitas NKRI,
yakni bagi dia eksistensi NKRI harus didukung penuh dan umat Islam (di
anta-ranya warga Muhammadiyah) wajib berperan aktif dalam membangun NKRI
tersebut. Klaim ini sekaligus sebagai ancaman terselubung darinya bahwa siapa
pun yang berencana untuk menggang-gu apalagi menghancurkan eksistensi NKRI maka
akan berhadapan dengan sang Ketum berikut Muhammadiyah, bahkan seluruh umat
Islam di Indonesia.
d.
pernyataan : Saya menyerukan kepada warga
Muhammadiyah, khususnya, agar menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti
dengan sebaik-baiknya, sebagai manifestasi hak dan tanggungjawab sebagai warga
negara yang menginginkan perbaikan dalam kehidupan, menunjukkan bahwa bagi
Din pesta demokrasi yang berwujud pemilu itu adalah metode yang dapat
mengantarkan seluruh warga negara Indonesia kepada perbaikan dalam kehidupan.
Artinya, Din memastikan bahwa sis-tem pemerintahan demokrasi adalah
satu-satunya sistem saat ini yang dapat mewujudkan kesejahte-raan bagi manusia.
Oleh karena itulah, dia sangat berkepentingan dengan upaya untuk semakin
me-nyempurnakan lagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia bahkan di seluruh
dunia.
e. pernyataan
Ketua PWM Lampung bahwa isu utama yang akan diusung dalam tanwir ini adalah
krisis moral dan spiritual serta disorientasi visi kebangsaan dalam berbagai
aspek kehidupan, me-nunjukkan secara gamblang loyalitas Muhammadiyah
berikut warganya terhadap paham kebang-saan (nasionalisme). Bahkan Islam yang
dia wakilkan dalam entitas moral dan spiritual pun dijadi-kan bagian tak
terpisahkan dari nasionalisme tersebut dan ini sangat nyata terungkap dalam
bagian lain dari pernyataannya : sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah tidak
boleh tinggal diam dalam menghadapi krisis visi dan karakter bangsa tersebut.
Dengan demikian posisi Muhammadiyah se-bagai loyalis sejati paham
kebangsaan telah semakin disempurnakan dalam arena tanwir tahun 2009 ini.
Jadi, klaim
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam adalah sangat gombal dan manipulatif sebab
pa-da kenyataannya Muhammadiyah tidak lebih dan tidak kurang adalah gerakan
nasionalisme sejati yang bertopeng nama mulia Nabi Muhammad saw dan Islam.
Lebih mengerikannya lagi adalah sikap manipulatif dan penyesatan tersebut
senantiasa dimantapkan setiap saat seperti dalam arena tanwir 2009 di Lampung
yang dihadiri oleh 330 orang utusan PWM dari 33 provinsi dan pada 2010
mendatang hasil dari tanwir tersebut akan sepenuhnya dijadikan agenda
pembahasan dalam Mukta-mar Muhammadiyah ke-46.
Pernyataan bahwa Gerakan
Muhammadiyah perlu pengayaan pesan, pendekatan dan model untuk menghadirkan
Islam sebagai nilai kebenaran dan kebaikan yang bersifat objektif dan menjadi
milik publik, menunjukkan bahwa bagi Muhammadiyah metode penyebarluasan
risalah Islam yakni dak-wah belumlah cukup untuk menyeru seluruh manusia kepada
Islam. Muhammadiyah menganggap harus ada pengayaan pesan, pendekatan dan model
lain di luar dakwah supaya Islam dapat diterima oleh manusia. Benarkah anggapan
Muhammadiyah dan elitenya tersebut?
Jawabannya adalah
anggapan mereka tersebut sama sekali tidak benar sebab sejak mulai didirikan
tahun 1912 (hampir satu abad lalu) hingga saat ini, Muhammadiyah belum
pernah melaksanakan aktivitas dakwah seperti yang ditetapkan dalam
Islam. Selama ini Muhammadiyah hanya melaku-kan aksi-aksi sosial (panti asuhan,
panti jompo, yayasan, PKU dan sebagainya), program ta’lim (penyelenggaraan
sekolah mulai dari TK hingga PT, pesantren, majlis ta’lim dan lainnya) maupun
pembangunan secara fisik (gedung sekolah, masjid, pondok pesantren dan
seterusnya). Aktivitas yang selama ini mereka anggap sebagai “dakwah” pada
faktanya hanyalah berupa : ceramah, pida-to, khuthbah Jumat, tabligh akbar dan
sebagainya. Hal itu karena, dakwah yang hakiki adalah akti-vitas menyerukan dan
menyebarluaskan Islam kepada seluruh manusia dengan hasil riil berupa
ter-bentuknya kesetiaan dan loyalitas mereka untuk hanya menjadikan Islam
sebagai kaidah berpikir dan kepemimpinan ideologis. Inilah yang tergambar pasti
dalam peristiwa Bai’at Aqabah I dan II maupun berbagai aksi bai’at umat Islam
kepada Rasulullah saw :
عَنْ جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ قَالَ
دَخَلْنَا عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَهُوَ مَرِيضٌ قُلْنَا أَصْلَحَكَ
اللَّهُ حَدِّثْ بِحَدِيثٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ
بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا
وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ
أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ
بُرْهَانٌ (رواه البخاري)
Dari Junadah bin Abi
Umayyah berkata kami menemui Ubadah bin Shamit yang tengah sakit, lalu kami
berkata kepadanya : Allah akan segera menyembuhkanmu, ceritakanlah kepada kami
sebuah hadits yang Allah memberikan manfaat kepadamu lewat hadits tersebut yang
engkau telah dengar dari Nabi saw. Dia (Ubadah) berkata : Nabi saw telah
menyeru kami lalu kami pun membai’at be-liau, lalu beliau pun memberitahukan
dalam perkara apa saja beliau mengambil bai’at dari kami agar didengar dan
ditaati yakni dalam keadaan kami suka, benci, kesulitan, kemudahan maupun
adanya berbagai bahaya yang menimpa kami. Beliau pun memerintahkan supaya kami
tidak mere-but kekuasaan dari tangan pemiliknya kecuali (kata beliau) : kalian
melihat kekufuran yang nyata yang ada buktinya di sisi kalian dari Allah.
Bagian hadits دَعَانَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ memastikan inilah realitas dakwah yang
telah dilaku-kan oleh Rasulullah saw dan selanjutnya dilaksanakan
keberlangsungannya oleh Khulafa Rasyidun sepeninggal Nabi Muhammad saw. Apakah
Muhammadiyah telah mengelaborasikan realitas dak-wah tersebut selama
hampir satu abad eksistensinya di tengah kehidupan manusia? Lagipula,
pemi-kiran atau gagasan untuk mencari metode lain yang “mereka rasa” lebih
handal dan lebih tepat dari-pada dakwah dalam menghadirkan Islam ke hadapan
manusia, adalah sebuah pemikiran dan sikap yang telah menghina Allah SWT. Hal
itu karena, Allah SWT telah menetapkan secara pasti bahwa dakwah adalah
satu-satunya metode untuk menyeru manusia ke dalam Islam :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ (النحل : 125)
Wal hasil, Muhammadiyah
adalah pembela setia dan loyalis sejati kekufuran yang wujud riilnya berupa
NKRI, demokrasi, nasionalisme dan sebagainya yang tidak lain tidak bukan
seluruhnya adalah manifestasi dari kepentingan naluriah manusia alias اَهْوَاءُ
النَّاسِ yang telah
sepenuhnya dijadikan sebagai pemilik otoritas pemutus benar dan salah dalam
kehidupan manusia. Allah SWT menyatakan :
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ
يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
سَبِيلًا (الفرقان : 43-44)
Mengelola negara ataukah
mengelola rakyat
Presiden NKRI Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan : mengajak warga Persyarikatan
Mu-hammadiyah
untuk bekerja sama mengelola negara dan bangsa Indonesia. Lalu, terlepas
dari apakah Muhammadiyah itu adalah layak atau tidak untuk diajak mengelola
negara dan bangsa, yang paling mendasar harus dipersoalkan adalah mengelola
negara ataukah mengelola rakyat?
Ideologi Kapitalisme menggariskan eksistensi negara
kapitalistik sebagai sama persis alias iden-tik dengan perusahaan bahkan
perusahaan paling besar dalam suatu negara adalah negara itu sendiri. Oleh
karena itu, semua ketentuan, kualifikasi dan kinerja sebuah perusahaan juga
diberlakukan secara sama kepada negara : modal pokok, likuiditas, rasio
kecukupan modal (CAR = capital adequacy ratio), keuntungan, kerugian,
surplus, defisit, pinjaman siaga (stand by loan) dan sebagainya.
Pimpinan peru-sahaan (CEO = chief executive officer) adalah Presiden
Direktur atau Direktur Utama sedangkan CEO dari sebuah negara adalah kepala
pemerintahannya (Presiden atau Perdana Menteri). Inilah mengapa istilah yang
digunakan di Amerika Serikat (AS) untuk pemerintah atau eksekutif adalah administrasi,
misal : Clinton Administration, Bush Administration, Obama Administration
dan sebagainya. Begitu juga para menterinya disebut sekretaris : the
secretary of treasury (Menteri Keuangan), the secretary of state
(Menteri Luar Negeri) dan sebagainya. Jadi, realitas pimpinan negara tersebut
di seluruh dunia baik secara istilah maupun implementasinya memastikan bahwa
menurut Ideologi Kapitalisme posisi dan eksistensi negara adalah sama persis
dengan perusahaan. Perbedaan keduanya hanya sedikit yakni dalam sebuah negara
ada banyak perusahaan sedangkan dalam sebuah perusahaan tidak akan pernah ada
satu pun negara.
Dengan demikian tugas seorang kepala pemerintahan
sebuah negara adalah mengelola negara (to manage the state) sedemikian
rupa sehingga :
1.
kekayaannya (cadangan devisa di Bank Central) selalu
terjaga berada dalam level aman yakni cu-kup untuk membiayai impor selama
minimal tiga bulan ke depan.
2.
pertumbuhan ekonomi negara selalu impresif yakni
minimal 6 persen per tahun, sehingga dapat menarik banyak pemodal untuk
menanamkan modalnya.
3.
tingkat inflasi selalu di bawah dua digit alias selalu
di bawah 10 persen, agar para investor percaya penuh dan nyaman bahwa modal
yang mereka tanamkan dalam keadaan aman.
4.
produk domestik bruto (GDP = gross domestic product)
selalu terjadi minimal satu persen per ta-hun.
5.
defisit anggaran berjalan selalu pada angka maksimal
satu persen dari PDB.
6. tingkat
pengangguran maksimal 10 persen dari total penduduk
dan sebagainya dari seluruh
kriteria maupun kualifikasi sebuah negara kapitalistik yang disepakati se-cara
global untuk selalu diimplementasikan di seluruh dunia. Artinya, memang benar
tugas utama dan pokok seorang presiden atau perdana menteri berikut seluruh
jajaran administrasi pemerintahannya adalah mengelola negara dan
bukan mengelola rakyat. Justru rakyat pun dituntut memberikan kontri-busi
sangat besar dan pasti secara reguler kepada negara yakni paling tidak dalam
bentuk pajak maupun pungutan lainnya yang diberlakukan dengan paksa atas mereka
dengan undang-undang. Inilah realitas yang dimaksudkan oleh Presiden SBY saat
dia mengajak Muhammadiyah untuk bersama-sama dengan pemerintahannya mengelola
negara NKRI.
Realitas negara kapitalistik juga menunjukkan bahwa
semua kebutuhan rakyat alias kesejahteraan mereka orang per orang dipenuhi atau
diraih oleh tangan mereka sendiri dan andai pun ada peran dari negara, maka itu
hanya sangat kecil serta sekedar memfasilitasi. Jika pun negara memberikan
sejumlah dana kepada rakyat berupa subsidi (langsung maupun tidak), maka itu
pun sebenarnya hanya sebagai penyaluran sebab dana tersebut faktanya berasal
dari rakyat sendiri (pajak) atau memang milik rakyat (kepemilikan umum). Bahkan
subsidi yang diberikan itu pun sebenarnya sama sekali bukan untuk supaya rakyat
semakin mudah dalam upaya mereka memenuhi kebutuhannya, melainkan agar daya
beli mereka (walau temporer) meningkat sehingga tingkat konsumsi naik dan
akibatnya langsung kepada kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi negara. Jadi,
dilihat dan didekati dari sisi mana pun tetap saja realitas negara kapitalistik
tidak akan pernah mengelola rakyat tapi akan selalu memusatkan perhatian-nya
untuk mengelola negara. Inilah yang nampak jelas dalam sejumlah kasus mutakhir
baik di NKRI (misal program jaring pengaman sosial, BLT, stimulus ekonomi, BLBI
dan sebagainya) atau di AS (bailout di masa GW Bush, paket stimulus
ekonomi 787 miliar dolar dan sebagainya).
Lalu, bagaimana realitas negara Islami yakni
Khilafah Islamiyah : apakah mengelola negara atau-kah mengelola rakyat yang
menjadi tugas pokok utamanya? Hakikat Khilafah Islamiyah dapat dipaha-mi dari
sejumlah pemikiran :
1.
Khalifah dibai’at oleh umat Islam untuk mewakili mereka
dalam pemerintahan (اَلْحُكْمُ) dan kekua-saan (اَلسُّلْطَاتُ) yakni untuk memberlakukan seluruh ketentuan Islam (اَلشَّرِيْعَةُ
الإِسْلاَمِيَّةُ) dalam
arena kehidupan manusia di dunia.
2.
seluruh pemikiran politik (اَلأَفْكَارُ
السِّيَاسِيَّةُ) dalam
Islam yang ditunjukkan oleh seluruh dalil yang ber-tema politik tersebut
memastikan bahwa politik dalam Islam (اَلسِّيَاسَةُ
الإِسْلاَمِيَّةُ)
ditujukan hanya bagi mengelola rakyat (اَلرَّعِيَّةُ) yakni Khilafah Islamiyah wajib berusaha
habis-habisan untuk mewujud-kan kesejahteraan rakyat orang per orang. Inilah
realitas yang dirumuskan dalam ta’rif politik Isla-mi : رِعَايَةُ
شُؤُوْنِ الرَّعِيَّةِ اَيِ الأُمَّةِ دَاخِلِيَّةً وَخَارِجِيَّةً بِالأَحْكَامِ
الشَّرْعِيَّةِ.
3.
jihad yang merupakan metode pokok dalam penaklukan (اَلْفُتُوْحَاتُ) secara pasti akan mengakibatkan
diperolehnya ghanimah, fai’iy, kharaj, ‘usyur, yang seluruhnya merupakan
pos-pos pemasukan bagi Baitul Mal Khilafah Islamiyah yang akan digunakan untuk
membiayai seluruh upaya negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat orang per
orang.
4. pilar
perekonomian dalam Islam yakni : (a) kepemilikan, (b) penggunaan
kepemilikan dan (c) dis-tribusi kekayaan
di antara individu masyarakat, memastikan bahwa sistem perekonomian dalam Islam
sepenuhnya ditujukan bagi upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat orang per
orang. Artinya, negara menyelenggarakan perekonomian adalah untuk mengelola
kepentingan rakyat dan sama sekali bukan untuk menaikkan citra negara,
meningkatkan laju pertumbuhan, memperbanyak cadangan devisa, menekan laju
inflasi, mengendalikan kurs mata uang dan sebagainya yang lazim terjadi dalam
perjalanan pemberlakuan perekonomian kapitalistik saat ini.
Seluruh pemikiran Islam
tersebut dan lainnya hanya dapat diberlakukan dalam wadah pelaksanaan Khi-lafah
Islamiyah yang dipimpin secara riil oleh Khalifah dan bukan dalam wadah politik
imajinatif ne-gara kebangsaan bersistem demokrasi sekularistik. Inilah yang dimaksudkan
oleh pernyataan Rasulul-lah saw :
فَالْإِمَامُ رَاعٍ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري)
“maka Imam itu adalah penggembala dan hanya dialah yang akan
bertanggungjawab terhadap rak-yatnya.
إِنَّمَا الْإِمَامُ
جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ
أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه مسلم)
“hanya sesungguhnya Imam itu adalah perisai, berperang di
balik perisai itu dan berlindung dengan perisai itu. Lalu jika dia memerintah
dengan asas taqwa kepada Allah dan memberlakukan Islam (adil) maka itu adalah
pahala baginya dan jika dia memerintah dengan asas selainnya maka itu adalah
dosa yang harus ditanggungnya”.
Realitas
Khilafah Islamiyah itulah pula yang secara pasti dan telah terbukti secara
empiris sepanjang pemberlakuannya yang lebih dari 1300 tahun, akan mampu 100
persen mewujudkan kesejahteraan rak-yat orang per orang. Rasulullah saw
menyatakan :
مَنْ أَصْبَحَ
مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ
فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا (رواه الترمذي)
“siapa saja di antara kalian pada pagi hari keluarga dan
jalannya berada dalam aman, sehat jasad-nya dan kekuatan harinya ada dalam
genggamannya, maka seakan dihimpunkan baginya seluruh du-nia”.
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي
اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ
أَرْضًا (رواه البخاري)
“perumpamaan hidayah dan ilmu yang Allah telah mengutus
diriku dengan membawa keduanya, se-perti hujan deras yang menimpa bumi”
Khatimah
Rasulullah saw
menyatakan :
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى
الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ
النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ
الصَّلَاةُ (رواه احمد)
“sungguh akan dicampakkan dan dibatalkan seluruh ketentuan Islam
itu satu demi satu, lalu ketika satu ketentuan Islam telah dibatalkan niscaya
manusia segera beralih kepada ketentuan berikutnya. Ketentuan yang paling awal
dibatalkan adalah pemerintahan dan yang paling akhir adalah shalat”
No comments:
Post a Comment