Realitas kehidupan umat Islam saat ini : seluruhnya adalah qadar Allah SWT
Bumi (اَلأَرْضُ) diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk :
(a) menjadi tempat untuk manusia dalam menjalani kehidupannya selama di dunia
dan (b) menjadi tempat pemberlakuan (اَلإِنْطِبَاقُ) seluruh keten-tuan Allah SWT seiring
dengan berlangsungnya kehidupan manusia di dunia. Inilah hakikat yang
diin-formasikan oleh sumber-sumber Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) kepada
manusia :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ
فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (البقرة : 30)
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ
الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا
بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا
فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (الشورى : 13)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء
: 107)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ (سبأ : 28)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى
بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ
فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا
وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ
النَّبِيِّينَ (رواه البخاري)
عَنْ جَابِرٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلِي وَمَثَلُ
الْأَنْبِيَاءِ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَتَمَّهَا وَأَكْمَلَهَا إِلَّا
مَوْضِعَ لَبِنَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَدْخُلُونَهَا وَيَتَعَجَّبُونَ مِنْهَا
وَيَقُولُونَ لَوْلَا مَوْضِعُ اللَّبِنَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنَا مَوْضِعُ اللَّبِنَةِ جِئْتُ فَخَتَمْتُ
الْأَنْبِيَاءَ (رواه مسلم)
Keseluruhan informasi wahyu
tersebut memastikan :
1.
eksistensi Adam as (sebagai خَلِيفَةً), Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as dan
Muhammad saw, selu-ruhnya adalah di bumi (فِي الْأَرْضِ) dan mereka diangkat menjadi Nabi (اَلْمَبْعُوْثُوْنَ) serta Rasul (اَلْمُرْسَلُوْنَ) juga setelah ditempatkan (khusus untuk
Adam) atau dilahirkan (selain Adam) di bumi. Demikian juga seluruh manusia (اَلنَّاسُ
كَافَّةً) termasuk kaum
kufar (وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ)
maupun kaum musy-rik (كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَيْهِ) adalah eksis di
bumi.
2. seiring
ketetapan Allah SWT (قَدَرُ اللهِ) yang diberlakukan pasti atas para Rasul yakni setiap dari
me-reka selalu membawa serta syariah (شَرَعَ لَكُمْ مِنَ
الدِّينِ) dan mereka semua
diutus فِي
الْأَرْضِ, maka ke-nyataan
ini memastikan bahwa syariah Allah SWT yang diwahyukan mulai kepada Nabi Nuh
hing-ga Nabi Muhammad saw tersebut adalah untuk diberlakukan hanya فِي
الْأَرْضِ. Realitas ini
semakin ditegaskan dalam risalah Allah terakhir (Islam) melalui pernyataan
Allah SWT sendiri :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء
: 107)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
(سبأ : 28)
3.
ungkapan Rasulullah saw : فَأَنَا اللَّبِنَةُ
وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ
atau فَأَنَا
مَوْضِعُ اللَّبِنَةِ جِئْتُ فَخَتَمْتُ الْأَنْبِيَاءَ, menunjukkan secara gamblang bahwa Islam yang dibawa serta oleh
beliau saw adalah untuk diberlakukan di bu-mi (فِي الْأَرْضِ) sepanjang sisa dari kehidupan dunia
hingga tiba waktunya bumi untuk dihancurkan alias اَلسَّاعَةُ. Artinya, walau Nabi Muhammad saw telah
lama wafat namun risalah Islam yang beliau bawa (lalu beliau tinggalkan) akan
tetap berlaku hingga berakhirnya kehidupan dunia itu sendiri.
4.
para Nabi adalah pengemban syariah Allah SWT sekaligus
sebagai pemegang otoritas dalam hal pemberlakuannya di tengah-tengah kehidupan
manusia, sehingga antara قَدَرُ اللهِ yang berlaku atas di-ri mereka (yakni dipaksa menerima
ketetapan menjadi Nabi) dengan قَدَرُ اللهِ lainnya yaitu syariah Allah adalah dipastikan akan selalu
beserta masing-masing dari mereka hingga tibanya قَدَرُ اللهِ yang lain yaitu diutusnya Nabi Muhammad
saw sebagai خَاتِمُ النَّبِيِّينَ.
5.
keberadaan kaum kufar di dunia beserta kekufuran yang
akan selalu mereka usung dan propaganda-kan adalah قَدَرُ اللهِ, namun bukan berarti bahwa adanya sebagian
besar manusia yang menjadi kufur (kaum kufar) adalah قَدَرُ اللهِ melainkan itu semata pilihan mereka
sendiri secara sadar dan sama se-kali bukan paksaan dari Allah : إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ
لَا يُؤْمِنُونَ (البقرة : 6).
6. saat
para Nabi (pada periode hidupnya masing-masing) tengah melaksanakan perintah
Allah SWT yakni memberlakukan syariah yang dibawa oleh mereka masing-masing
dalam kehidupan manusia di bumi (أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا
تَتَفَرَّقُوا فِيهِ), maka
pada saat yang bersamaan kaum kufar akan memastikan diri mereka menjadi musuh
tangguh yang akan selalu berusaha untuk menghalangi dan menggagal-kan aktivitas para Nabi. Inilah
yang dimaksudkan oleh كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَيْهِ juga dinyatakan
dalam ayat lainnya :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا
شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ
الْقَوْلِ غُرُورًا (الأنعام : 112)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ (الأنفال : 36)
Oleh karena itu,
pergantian kedudukan antara kaum muslim dan kaum kufar juga antara Islam dan
kekufuran seluruhnya adalah akibat dari keputusan manusia untuk melakukan
pemilihan terhadap apakah Islam atau kekufuran, alias melakukan pemilihan
terhadap قَدَرُ
اللهِ. Apabila manusia
memutus-kan untuk memilih kekufuran maka secara otomatis kaum kufar yang akan
menggantikan kedudukan kaum muslim begitu juga sebaliknya. Demikianlah, Allah
SWT telah dari sejak Adam as menetapkan dua jenis jalan (النَّجْدَيْنِ) atau aturan (اَلنِّظَامَيْنِ) : وَهَدَيْنَاهُ
النَّجْدَيْنِ (البلد : 10) yakni
:
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ
دَسَّاهَا (الشمس : 10-8)
Jalan atau aturan اَلْفُجُوْرُ adalah diharamkan oleh Allah
untuk diberlakukan walau tetap diinformasikan kepada manusia secara terbuka
yakni menyeru aqal mereka untuk memahami realitasnya supaya tidak terjebak
dalam فُجُورَهَا akibat tidak well informed tentang
sistema tersebut. Jalan atau aturan اَلتَّقْوَى ada-lah diwajibkan oleh
Allah untuk diberlakukan dalam kehidupan dan sistema tersebut juga
diinformasi-kan secara terbuka yakni menyeru aqal manusia untuk memahami
realitasnya supaya saat pelaksanaan maupun penerapannya benar-benar diawali
dengan kesadaran tentang perintah Allah sendiri dan bukan sekedar akibat dari
adanya dorongan naluriah manusiawi (suka atau tidak suka).
Ketika seorang manusia yang kemudian diberi nama
Muhammad dilahirkan ke bumi yang saat itu tengah didominasi oleh pemberlakuan
jalan atau aturan naluriah manusiawi (kekufuran) maka realitas itu adalah قَدَرُ
اللهِ. Selanjutnya saat
Muhammad berusia 40 tahun, Allah SWT menetapkan قَدَرُ اللهِ lain atas diri beliau yakni ditetapkan
sebagai Nabi dan Rasul tanpa dapat sedikitpun menolaknya. Sejak saat itu
berlakulah serangkaian قَدَرُ اللهِ atas realitas beliau sebagai Rasulullah yang diberi beban tugas
utama : menyampaikan dan memberlakukan risalah Islam dalam kehidupan
manusia.
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abu Ubaidah bin
Al-Jarah, Thalhah bin Ubaidillah, Mush’ab bin Umair, Abdurrahman bin ‘Auf,
Mua’dz bin Jabal dan lainnya dari kalangan shahabat angkatan pertama (اَلسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ atau الْمُهَاجِرُوْنَ الْأَوَّلُوْنَ), seluruhnya harus menerima قَدَرُ
اللهِ yakni dilahirkan dan
menjadi dewasa dalam kehidupan dunia yang tengah didominasi oleh pemberlakuan
kekufuran. قَدَرُ اللهِ yang berlaku atas mereka sama persis dengan yang harus diterima
oleh Abu Lahab, Abu Jahal, Abu Thalib, Abdullah bin Ubay dan sebagainya dari
kalangan kaum kufar saat itu.
Kemudian, ada generasi umat Islam yang dilahirkan ke
bumi lalu menjalani kehidupan di dunia sepanjang masa pemerintahan Khilafah
Amawiyah. Generasi kaum muslim lainnya dilahirkan dan hi-dup di bumi sepanjang
pemerintahan Khilafah Abasiyah atau sepanjang pemerintahan Salajikah atau
sepanjang pemerintahan Mamalik atau sepanjang pemerintahan Utsmaniyah. Bahkan
akhirnya, Allah SWT memberlakukan ketetapan yang sama atas generasi manusia
khususnya kaum muslim yang dila-hirkan ke bumi tepat pada atau pasca tanggal 3
Maret 1924 yakni saat untuk pertama kalinya kehidupan manusia di bumi tanpa
Khilafah, hingga saat ini yang telah berlangsung 84 tahun lebih sejak tanggal
tersebut. Keseluruhannya yakni : (a) ada sebagian generasi manusia yang lahir
dan hidup di bumi da-lam pola kehidupan Islami (Khilafah) serta (b) ada
sebagian manusia yang lahir dan hidup di bumi da-lam pola kehidupan berbasis
kekufuran (tanpa Khilafah), adalah akibat adanya pemberlakuan secara pasti dari
قَدَرُ
اللهِ yang berhubungan
dengan waktu kedatangan manusia ke bumi atau kepergian mereka dari bumi.
Runtuhnya Khilafah sama
sekali bukan bagian dari قَدَرُ اللهِ melainkan akibat dari dua penyebab : (a) keberhasilan upaya
secara fisik, pemikiran maupun ideologis yang dilancarkan oleh Kerajaan
Ing-gris dan (b) keterpurukan pemikiran kaum muslim yakni dari hanya berasas
Islam berubah menjadi ber-basis kekufuran (sekularisme). Di sinilah قَدَرُ
اللهِ berlaku atas
kehidupan manusia di bumi yakni selama kaum muslim hanya menjadikan Islam
sebagai قَاعِدَتُهُمُ
الْفِكْرِيَّةُ dan قِيَادَتُهُمُ
الْفِكْرِيَّةُ, maka حَيَاتُهُمُ
الإِسْلاَمِيَّةُ akan
tetap terpelihara utuh dan itu ditunjukkan dengan pasti oleh keberadaan
Khilafah berikut Khalifah yang memimpinnya secara tunggal. Sebaliknya, bila
umat Islam telah : (a) menyimpang dari Islam walau ha-nya sedikit atau (b)
menempatkan sekaligus memberlakukan Islam secara bersamaan dengan kekufuran
maka dapat dipastikan bangunan حَيَاتُهُمُ الإِسْلاَمِيَّةُ akan serta merta hancur dan itu
ditunjukkan secara pasti oleh lenyapnya Khilafah dan Khalifah. Inilah قَدَرُ
اللهِ yang pasti akan
berlaku atas kehidupan manusia di bumi dan telah diinformasikan sebelumnya oleh
Allah SWT :
إِنَّ اللَّهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (الرعد : 11)
Jadi, terwujud atau tidaknya
kehidupan Islami manusia di bumi adalah bukan bagian dari قَدَرُ
اللهِ yang bersifat mutlak dan memaksa, melainkan bagian dari syariah
Allah yang ditetapkan untuk diberlakukan oleh manusia selama menjalani
kehidupan di dunia. Bila manusia tetap konsisten (اِسْتِقَامَةً) dalam melak-sanakan perintah Allah SWT untuk selalu
mendasarkan pola perjalanan kehidupan mereka di dunia ha-nya kepada Islam, maka
berlakulah قَدَرُ اللهِ berupa menangnya
Islam (ظُهُوْرُ الإِسْلاَمِ) dan hancurnya
ke-kufuran (زَهُوْقُ الْكُفْرِ).
Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ
الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ
أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَائِزُونَ (النور : 52 - 51)
Sebaliknya, apabila manusia
justru meninggalkan Islam atau mencampurkannya menjadi satu dengan kekufuran
dalam arena penerapannya, maka berlakulah قَدَرُ اللهِ berupa hancurnya Islam (زَهُوْقُ
الإِسْلاَمِ) dan menangnya kekufuran
(ظُهُوْرُ
الْكُفْرِ). Ketika kekufuran yang menjadi
asas pola perjalanan kehidup-an manusia di bumi maka berlakulah قَدَرُ
اللهِ yang lain yakni rusaknya kehidupan manusia itu sendiri dan
hancurnya kehidupan di dunia sebelum tiba saatnya untuk hancur (اَلسَّاعَةُ). Allah SWT menyatakan :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم
: 41)
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ
لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ
بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
Oleh karena itu, keseluruhan realitas kehidupan umat
Islam sepanjang masa sejak dipimpin oleh Nabi Muhammad saw hingga saat ini
adalah قَدَرُ
اللهِ dan rinciannya
sebagai berikut :
1.
kesempurnaan pelaksanaan dan penerapan Islam di bawah
kepemimpinan Kepala Negara pertama untuk Negara Islam pertama kalinya yang
pernah ada di dunia : Muhammad saw, mengakibatkan berlakunya قَدَرُ
اللهِ yakni Islam
memperoleh اَلْكِيَانُ الأَوَّلُ الْمُكْمَلُ لِتَحْقِيْقِهِ فِيْ
وَاقِعِ الْحَيَاةِ الإِنْسَانِيَّةِ : wadah pertama kalinya yang sempurna untuk dapat direalisir
dalam realitas kehidupan manusia.
2.
keberhasilan barisan Kepala Negara pasca Nabi Muhammad
saw : Khulafa Rasyidun dalam melan-jutkan, mempertahankan serta memelihara
kesempurnaan pemberlakuan Islam yang telah berlang-sung pada masa Rasul saw,
mengakibatkan berlakunya قَدَرُ اللهِ yakni Islam semakin kokoh menjadi asas satu-satunya bagi dan
dalam kehidupan manusia di bumi sehingga wilayah kekuasaan Islam meluas
berkali-kali lipat bila dibanding dengan luas kekuasaan saat masih dipimpin
oleh Rasul saw.
3.
langkah awal Muawiyah yang diharamkan oleh Islam untuk
meraih kekuasaan yakni memberontak (اَلْمُتَسَلِّطُ) kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib telah
mengantarkan umat Islam mulai saat itu kepada pola kehidupan Islami yang penuh
dengan penyimpangan, sehingga berlakulah قَدَرُ اللهِ yakni keku-atan Islam dan umat Islam
semakin hari semakin merosot walaupun luas kekuasaan Islam masih te-rus
mengalami penambahan. Namun karena Islam masih menjadi asas satu-satunya pola
perjalanan kehidupan manusia saat itu secara makro (banyak penyimpangan dalam
rinciannya), maka قَدَرُ اللهِ lain belum berlaku yakni hancurnya kehidupan Islami di dunia
yang ditandai oleh runtuhnya Khila-fah.
4.
berlakunya قَدَرُ اللهِ atas kehidupan manusia selama masa Khilafah Amawiyah
terus berlanjut hingga saat mulai berkuasanya Khilafah Abasiyah bahkan
sepanjang masa kekuasaannya hampir saja ber-laku قَدَرُ اللهِ lain : hancurnya Khilafah andai saja tidak ada upaya serius dan
terus menerus dari para ulama, fuqaha maupun mujtahidin saat itu dalam
melakukan aktivitas muhasabah kepada para Kha-lifah yang silih berganti selama
325 tahun (sejak tahun 750 hingga 1075 M atau 133 hingga 468 H). Keadaan pola
kehidupan seperti itu berlanjut kepada Khilafah Salajiqah (1075 – 1258 M atau
468 – 656 H), lalu kepada Khilafah Mamalik di Kairo Mesir (1261 – 1517 M atau
660 – 918 H).
5.
kemorosotan
kekuatan Islam dan umat Islam bahkan terus terjadi semakin parah sepanjang
Khila-fah Utsmaniyah yang berkuasa sejak tahun 1300 hingga 1924 M (699 – 1342
H) atau selama 624 tahun. Walaupun terjadi peristiwa sangat monumental yakni
ditaklukkannya Imperium Romawi Ti-mur (Konstantinopel) oleh Sulthan Muhammad
Al-Fatih (Muhammad II) pada 29 Mei 1453 M, na-mun di tangan Keluarga Utsmaniyah
juga akhirnya Khilafah runtuh. Memang benar runtuhnya Khi-lafah pada 3 Maret
1924 M adalah akibat kegigihan Kerajaan Inggris (United Kingdom) yang
sela-ma ratusan tahun berusaha untuk meruntuhkannya dengan berbagai cara. Namun
tetap saja andai kekuatan Islam dan umat Islam sepanjang periode tersebut tetap
terpelihara seperti pada masa Khu-lafa Rasyidun maka sebesar dan sedahsyat apa
pun kekuatan pengusung kekufuran yang menyerang Khilafah adalah dapat
dipastikan قَدَرُ اللهِ berupa hancurnya tatanan kehidupan Islami
yang ditandai dengan runtuhnya Khilafah tidak akan berlaku. Jadi, Khilafah
Utsmaniyah memang berhasil tapi sekaligus gagal dalam melanjutkan,
mempertahankan serta memelihara kesempurnaan pemberlaku-an Islam, sehingga
memberikan jalan yang sangat mulus kepada UK untuk merealisir rencananya
meruntuhkan Khilafah secara resmi pada 3
Maret 1924 M.
6.
sejak 3
Maret 1924 M hingga saat ini (Desember 2008), tidak diragukan tengah berlaku قَدَرُ
اللهِ beru-pa pola kehidupan manusia di bumi yang sangat hina
dan tidak layak secara kemanusiaan karena sepenuhnya diasaskan
dan diberlangsungkan berdasarkan sistema yang muncul dari dan dirumus-kan
berdasarkan dorongan kepentingan naluriah manusia semata (اَهْوَاءُ
النَّاسِ). Allah SWT menyata-kan : أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ (المائدة : 50).
Sikap yang benar menurut Islam
Ketika Muhammad bin
Abdillah mendapati realitas dirinya ditaqdirkan sebagai Nabi dan Rasul maka
sikap beliau sepenuhnya dicurahkan untuk menjalankan perintah Allah SWT :
يَاأَيُّهَا
الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ
فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (المائدة : 67)
Hanya 23 tahun Rasul saw
diberi waktu oleh Allah SWT (قَدَرُ اللهِ) untuk merealisir tugas tersebut dan itu telah dapat beliau
lakukan dengan sempurna tanpa sedikit pun kekeliruan. Hal itu ditunjukkan مَنْطُوْقًا maupun مَفْهُوْمًا oleh
pernyataan Allah SWT sendiri :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ
مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى
أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا
وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (آل عمران :144)
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة
: 3)
Rasulullah
saw pun menggambarkan posisi akhir dari diri beliau dalam pernyataannya :
إِنَّ مَثَلِي
وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ
وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ
يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ
اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ (رواه
البخاري)
تَرَكْتُ فِيكُمْ
أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ
نَبِيِّهِ (رواه مالك)
Ketika Nabi Muhammad
wafat, maka berlakulah قَدَرُ اللهِ yang baru atas kaum muslim saat itu yak-ni sejak itu
kehidupan manusia di dunia tidak akan pernah lagi dipimpin oleh Nabi.
Realitas ini sa-ngat dipahami benar oleh para shahabat dari seluruh informasi
wahyu yang telah mereka terima dari Rasulullah saw antara lain :
وَمَا مُحَمَّدٌ
إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ
انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ
يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (آل عمران :144)
كَانَتْ بَنُو
إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ
قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ
أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه
البخاري)
Oleh karena itulah, mereka
lebih mendahulukan mencari pengganti kedudukan kepemimpinan (اَلإِمَارَةُ) umat Islam di dunia yang tengah kosong
seiring dengan kematian Rasulullah supaya قَدَرُ اللهِ yang selama ini berlaku atas mereka yakni
pola kehidupan Islami (يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي
جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ) selalu dapat mereka lanjutkan,
pertahankan serta pelihara melalui kesempurnaan pemberlakuan Islam.
Kesempurnaan pemberlakuan Islam hanya dapat mereka lakukan bila kehidupan
mereka selalu dalam naungan اَلإِمَامُ dan dalam wadah جَمَاعَةُ الْمُسْلِمِيْنَ. Inilah yang terungkap dari sejumlah
pernyataan maupun sikap para shahabat senior antara lain :
قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ
اِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ
قَالَ عَمْرُوْ بْنُ
حَرِيْثٍ لِسَعِيْدِ بْنِ زَيْدٍ أَشَهِدْتَ وَفَاةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَتَى بُوْيِعَ اَبُوْ بَكْرٍ؟ قَالَ
يَوْمَ مَاتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, كَرِهُوْا اَنْ
يَبْقُوْا بَعْضَ يَوْمٍ وَلَيْسُوْا فِيْ جَمَاعَةٍ
“Amru bin Harits bertanya kepada Sa’iid
bin Zaid : ‘apakah engkau menyaksikan wafatnya Rasulullah saw?’ Dia (Sa’iid) menjawab : ya, tentu
saja. Dia (Amru) bertanya lagi : ‘lalu kapan Abu Bakar di-bai’at?’ Dia (Sa’iid)
menjawab : pada hari kematian Rasulullah saw, sebab mereka sangat membenci
tetap hidup walau dalam setengah hari namun mereka tidak dalam kehidupan
jamaah”.
Ketika Abu Bakar menjadi
Khalifah terjadi gangguan internal berupa sekelompok umat Islam menolak
membayar zakat dengan alasan yang tidak benar, maka Khalifah mengkategorikan
sikap me-reka itu sebagai telah murtad dari Islam sehingga wajib diperangi
sampai sikap mereka kembali kepada ketaatan dalam Islam. Khalifah menyatakan :
وَاللَّهِ
لَأُقَاتِلَنَّ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ فَإِنَّ الزَّكَاةَ
حَقُّ الْمَالِ وَاللَّهِ لَوْ مَنَعُونِي عِقَالًا كَانُوا يُؤَدُّونَهُ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى
مَنْعِهِ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَوَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ
رَأَيْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ شَرَحَ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ لِلْقِتَالِ
فَعَرَفْتُ أَنَّهُ الْحَقُّ (رواه مسلم)
Sikap Khalifah Abu Bakar
tersebut diambil tiada lain dengan tujuan supaya beliau dapat menjaga
ke-berlangsungan قَدَرُ اللهِ yang tengah berlaku atas kehidupan manusia di dunia saat itu : kehidupan
Islami yang sedang dipimpinnya. Demikianlah seterusnya keseriusan dan
kesungguhan Khulafa Rasyidun da-lam melanjutkan, mempertahankan serta
memelihara kesempurnaan pemberlakuan Islam di bumi dan berakibat قَدَرُ
اللهِ yakni kehidupan Islami
dalam wadah Khilafah tetap berlaku sepanjang masa kekuasa-an mereka. Tentu saja
sikap mereka itu hanya didasarkan kepada satu hal yakni kesadaran terhadap
pe-rintah Allah SWT : اِدْرَاكُهُمْ صِلَتَهُمْ بِاللهِ dan bukan demi kepentingan naluriah mereka
(kekuasaan).
Lalu, bagaimana halnya dengan umat Islam yang hidup
atau terlahir setelah tanggal 3 Maret 1924 hingga saat ini? Hal yang pasti
dalam realitas kehidupan umat Islam pasca diruntuhkannya Khilafah tersebut
adalah pola kehidupan mereka telah berganti 100 persen dari hanya
berasas Islam menjadi se-penuhnya berbasis kekufuran : sekularisme berikut
pemikiran cabang maupun turunannya. Inilah قَدَرُ اللهِ yang berlaku pasti dalam kehidupan mereka akibat dari :
1.
kelalaian,
kelemahan dan kelengahan para Khalifah dari keluarga Utsmaniyah terutama mulai
saat Khalifah Mahmud II (1808 – 1839 M) dalam melanjutkan,
mempertahankan serta memelihara ke-sempurnaan pemberlakuan Islam. Bahkan mulai
saat itu Khalifah telah berani mengadopsi peratur-an perundangan dari Eropa
(Inggris dan Perancis) lalu dikompilasikan ke dalam sistema perunda-ngan
berasas syariah Islamiyah.
2. ketidak pedulian umat Islam
saat itu terutama yang bermukim di pusat Khilafah (wilayah Turki dan
sekitarnya) terhadap sikap maupun sepak terjang para Khalifah, sehingga umat
Islam sama sekali tidak lagi melaksanakan kewajiban utama mereka sebagai rakyat
Khilafah yakni مُحَاسَبَةُ الْحُكَّامِ.
Bagaimana seharusnya
sikap kaum muslim saat ini dalam menghadapi dan menjalani قَدَرُ اللهِ terse-but? Perkara yang wajib dilakukan
oleh umat Islam saat ini adalah mewujudkan kesepakatan ideologis
untuk melanjutkan kembali kehidupan Islami di dunia melalui penegakkan lagi
Khilafah dengan mem-bai’at seseorang menjadi Khalifah yang akan memimpin
Khilafah secara tunggal. Hal itu karena reali-tas Khilafah adalah مَعْلُوْمٌ
مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ
baik secara empirik kehidupan manusia (kehidupan dunia per-nah berjalan selama
lebih dari 1300 tahun dalam wadah Khilafah) maupun secara اِسْتِدْلاَلاً (semua keten-tuan Islam tentang Khilafah yang ada dalam
berbagai dalil). Lebih dari itu قَدَرُ اللهِ yang saat ini tengah berlaku atas dunia
yakni kehidupan berbasis kekufuran tidak akan pernah
berganti hingga tibanya اَلسَّاعَةُ sekalipun bila umat Islam tidak melakukan kewajiban mereka
tersebut. Harus dipahami benar bahwa قَدَرُ اللهِ yang saat ini tengah berlaku tersebut
adalah haram diambil apalagi dijalani sebab berten-tangan dengan
seluruh ketentuan Islam. Artinya, umat Islam wajib berpaling dan
meninggalkan قَدَرُ اللهِ tersebut untuk menuju lalu mengambil قَدَرُ اللهِ yang lain yakni kehidupan di dunia
berasas hanya Is-lam. Inilah yang diajarkan oleh Khalifah Umar kepada
umat Islam dalam mensikapi dua bentuk قَدَرُ اللهِ yakni yang wajib diambil dan
dijalani serta yang haram diambil dan dijalani.
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَبْدِ
الْحَمِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الحَارِثِ بْنِ نَوْفَلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ حَتَّى إِذَا كَانَ بِسَرْغَ لَقِيَهُ أُمَرَاءُ
الْأَجْنَادِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ وَأَصْحَابُهُ فَأَخْبَرُوهُ
أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِأَرْضِ الشَّأْمِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ
عُمَرُ ادْعُ لِي الْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ فَدَعَاهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ
وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ فَاخْتَلَفُوا فَقَالَ
بَعْضُهُمْ قَدْ خَرَجْتَ لِأَمْرٍ وَلَا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ وَقَالَ
بَعْضُهُمْ مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا نَرَى أَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَقَالَ
ارْتَفِعُوا عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُوا لِي الْأَنْصَارَ فَدَعَوْتُهُمْ
فَاسْتَشَارَهُمْ فَسَلَكُوا سَبِيلَ الْمُهَاجِرِينَ وَاخْتَلَفُوا
كَاخْتِلَافِهِمْ فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُ لِي مَنْ كَانَ
هَا هُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَاجِرَةِ الْفَتْحِ فَدَعَوْتُهُمْ
فَلَمْ يَخْتَلِفْ مِنْهُمْ عَلَيْهِ رَجُلَانِ فَقَالُوا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ
بِالنَّاسِ وَلَا تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَنَادَى عُمَرُ فِي
النَّاسِ إِنِّي مُصَبِّحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ قَالَ أَبُو
عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ فَقَالَ عُمَرُ لَوْ
غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى
قَدَرِ اللَّهِ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ
عُدْوَتَانِ إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ وَالْأُخْرَى جَدْبَةٌ أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ
الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ
رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ
وَكَانَ مُتَغَيِّبًا فِي بَعْضِ حَاجَتِهِ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِي فِي هَذَا
عِلْمًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ
بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ قَالَ فَحَمِدَ
اللَّهَ عُمَرُ ثُمَّ انْصَرَفَ (رواه البخاري)
Ingatlah
Rasulullah saw menyatakan :
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ
لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ وَمَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ
سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَعَلَيْكُمْ
بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ الْأَنِفِ حَيْثُمَا انْقِيدَ انْقَادَ (رواه
احمد)
No comments:
Post a Comment