Saturday, November 9, 2013

MEREKA ITU SAMA SAJA!


Adnan Buyung Nasution vs MUI : adakah perbedaannya?
Pengacara senior : Adnan Buyung Nasution dalam tulisannya berjudul “Konstitusionalisme Vs Fundamentalisme” menyatakan : belakangan ini timbul berbagai ancaman terkait fundamentalisme agama. Pertama, kemunculan berbagai peraturan daerah syariat yang diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia. Kedua, desakan untuk menggolkan RUU tentang Pornografi yang amat antiperem-puan (misogynist) dan tidak mampu melindungi anak. Ketiga, tindak kekerasan yang dilakukan kelom-pok fundamental terhadap pemeluk agama dan kepercayaan minoritas, rakyat kecil marjinal, juga akti-vis pejuang kebebasan beragama. Ancaman itu menjadi kian serius saat berbagai kelompok fundamen-tal mulai menghembuskan isu mayoritas vis a vis minoritas ke ruang publik. Simak tuntutan pembuba-ran Ahmadiyah yang selalu dikaitkan pandangan mainstream kelompok Islam. Demikian pula dengan rencana pengesahan RUU Pornografi yang kabarnya sebagai hadiah Ramadhan bagi mayoritas. Cela-kanya, aspirasi fundamentalistik yang dikesankan mendapat dukungan mayoritas itu membuat cabang-cabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) seolah kehilangan pegangan dan tidak berdaya. Insiden Monas 1 Juni 2008 seharusnya dapat menyadarkan banyak kalangan tentang kondisi demokrasi kita yang masih mengidap penyakit kronis. Virus perusak demokrasi itu dibawa oleh berba-gai kelompok fundamental yang mengotori keadaban publik dengan menggunakan cara-cara kekeras-an pada sesama warga. Tindakan premanisme seharusnya dapat diatasi sebelumnya jika saja negara tidak ragu-ragu dalam menegakkan hukum dan konstitusi, terutama untuk menindak pelaku dan melin-dungi kelompok-kelompok minoritas, yang marjinal, lemah dan terancam. Akhirnya, saya ingin sung-guh-sungguh meyakinkan segenap bangsa ini, ancaman fundamentalisme agama ini nyata dan berba-haya karena bertujuan menciptakan negara berdasarkan agama. Sejauh ini berbagai kelompok funda-mental itu telah menyorong penyelenggara negara hingga tersudut di tepian jurang inkonstitusionali-tas.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Amidhan yang didampingi oleh Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI M. Said Budairy saat mengadakan jumpa pers tentang RUU Pornografi di Kantor MUI Kamis 9 Oktober 2008 mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU Porno-grafi untuk membangun moral bangsa sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Lebih lanjut MUI ber-sama dengan FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah : Muslimat Nahdlatul Ulama, Nasyatul Aisyiyah, Wani-ta Islam, Fatayat NU, Alumni Timur Tengah, Kohati, Forum Umat Islam dan Hizbut Tahrir Indonesia) menyatakan : menuntut sikap kenegarawanan anggota DPR yang terus menunda-nunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi akibat tekanan kalangan industri pornografi. Pertemu-an MUI-FUI tersebut juga menghasilkan pernyataan sikap MUI-FUI yaitu :
1.       menyesalkan sikap DPR yang kembali mengulur waktu pengesahan dengan mengadakan uji sahih di tiga daerah (Bali, Sulawesi Utara, Yogyakarta).
2.       mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Pornografi.
3.       merebaknya kejahatan pornografi, baik cetak maupun elektronik dan beredarnya VCD porno, sa-ngat memprihatinkan kita semua. Oleh karena itu, melalui UU ini, diimbau kepada segenap kompo-nen bangsa untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kehancuran dan keterpurukan moral.
4.       Forum Ukhuwah Islamiyah MUI mendukung adanya muatan positif dalam RUU Pornografi demi terbangunnya nilai-nilai etika dan moral bangsa.
5.       sudah saatnya menempatkan masyarakat sebagai pelapor dan penggugat dalam pelaksanaan UU Pornografi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
6.       mengimbau pada media massa untuk mengedepankan idealisme dan tanggungjawab jurnalisme ser-ta memberikan kepada masyarakat informasi yang seimbang dalam rangka mendukung RUU Por-nografi.
Nampak jelas dalam perkembangan mutakhir maupun dalam tulisan tersebut serta pernyataan si-kap MUI-FUI, baik Adnan Buyung maupun MUI-FUI menjadikan isyu pengesahan RUU Pornografi, eksistensi Ahmadiyah plus AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakin-an) dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia (yang ditandai pasti oleh Pancasila dan UUD 1945), sebagai objek yang menjadi fokus perhatian mereka. Rincian sikap mereka sebagai berikut :
1.       pada persoalan RUU Pornografi, Adnan Buyung menolak tegas rencana pengesahannya menjadi UU Pornografi dengan berbagai alasan. Sedangkan MUI-FUI selain sangat pro RUU Pornografi ju-ga mendesak DPR untuk segera mengesahkannya menjadi UU Pornografi dengan berbagai alasan.
2.       pada persoalan Ahmadiyah plus AKKBB, Adnan Buyung adalah salah satu dari sekian banyak to-koh yang selain menolak tegas upaya pembubaran Ahmadiyah juga berposisi sebagai aktivis sejati dari AKKBB. Sedangkan MUI-FUI selama ini adalah “motor” paling kuat dan lugas dalam men-desak pemerintah NKRI untuk membubarkan Ahmadiyah berikut AKKBB (pasca insiden Monas 1 Juni 2008, AKKBB diduga kuat adalah bentuk jelmaan baru alias “jejadian” dari Ahmadiyah sen-diri).
3.       pada persoalan keberlangsungan demokrasi di NKRI, ternyata baik itu Adnan Buyung maupun MUI-FUI sama-sama sepakat untuk selalu mempertahankan eksistensi demokrasi tersebut sekali-gus menjaganya supaya selalu diberlakukan dengan sesempurna mungkin dalam kehidupan bernegara di NKRI.
Realitas persoalan RUU Pornografi dan Ahmadiyah plus AKKBB-nya adalah dimunculkan oleh reali-tas diberlakukannya demokrasi dengan seluruh pemikiran cabang dan turunannya di NKRI. Hubungan-nya adalah pemberlakuan demokrasi di NKRI merupakan sebab, sedangkan persoalan RUU Porno-grafi, Ahmadiyah, AKKBB dan sebagainya adalah akibat dari diberlakukannya demokrasi tersebut. Dari sinilah pertanyaan ekspresi kebingungan muncul : apakah antara Adnan Buyung dan MUI-FUI itu saling bertentangan ataukah justru tidak sama sekali?
Apabila perhatian dibatasi hanya kepada RUU Pornografi dan Ahmadiyah plus AKKBB-nya, ma-ka nampak sangat jelas terjadi pertentangan diametral antara Adnan Buyung dan MUI-FUI, yakni yang satu menolak disahkannya RUU Pornografi maupun dibubarkannya Ahmadiyah sekaligus sebagai akti-vis sejati dari AKKBB. Sedangkan MUI-FUI sangat mendesak DPR untuk segera mensahkan RUU Pornografi, sangat mendesak Presiden NKRI untuk membubarkan Ahmadiyah dan bersikap bersebera-ngan dengan AKKBB. Namun bila perhatian diarahkan kepada realitas pemberlakuan demokrasi dan keberlangsungannya dalam NKRI, maka keduanya sangat sepakat untuk tetap memberlakukan demo-krasi sekaligus mempertahankan keberlangsungannya di NKRI. Tegasnya, bila diterapkan kepada reali-tas tersebut istilah halal dan haram, maka rinciannya adalah :
1.       Adnan Buyung Nasution memvonis haram untuk : (a) mensahkan RUU Pornografi jadi UU, (b) membubarkan Ahmadiyah dan (c) melakukan tindak kekerasan kepada atau memusuhi AKKBB. Sedangkan untuk pemberlakuan demokrasi serta menjaga keberlangsungannya di NKRI, maka Ad-nan Buyung menetapkan vonis wajib (halal).
2.       MUI-FUI memvonis wajib (halal) untuk : (a) segera mensahkan RUU Pornografi jadi UU, (b) sege-ra membubarkan Ahmadiyah dan (c) menempatkan AKKBB sebagai musuh umat Islam. Demikian juga untuk pemberlakuan demokrasi serta menjaga keberlangsungannya di NKRI, maka MUI-FUI menetapkan vonis wajib (halal).
Lalu, sikap siapakah yang benar menurut standard : (a) demokrasi berbasis sekularisme dan (b) Islam?
Demokrasi menetapkan bahwa pornografi maupun pornoaksi adalah dua perkara yang halal bah-kan wajib dibiarkan terjadi di tengah-tengah kehidupan publik, karena hal itu merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berkepribadian yang sangat dijamin eksistensinya oleh demokrasi. Demiki-an juga keberadaan Ahmadiyah wajib dibiarkan atau dipertahankan karena dijamin oleh kebebasan ber-agama dalam demokrasi. Eksistensi AKKBB adalah sangat sesuai dengan kebebasan beragama dan berekspresi yang dijamin dalam demokrasi. Oleh karena itu, menurut demokrasi sikap Adnan Buyung Nasution adalah yang benar karena sesuai 100 persen dengan standard yang ditetapkan dalam demo-krasi sendiri. Artinya, secara otomatis demokrasi memvonis bersalah terhadap sikap MUI-FUI karena telah menentang konsep kebebasan beragama, berekspresi dan berkepribadian yang dijamin penuh oleh demokrasi. Namun begitu, demokrasi sangat membenarkan bahkan menghargai sikap MUI-FUI yang sepakat dengan Adnan Buyung untuk tetap memberlakukan demokrasi sekaligus menjaga keberlang-sungannya di NKRI. Dengan kata lain, demokrasi menganggap telah terjadi perbedaan pendapat yang dapat diabaikan dan tidak mendasar antara Adnan Buyung dan MUI-FUI dalam persoalan RUU Porno-grafi, Ahmadiyah dan AKKBB, karena terjadi hanya dalam perkara cabang atau turunan dari demokra-si itu sendiri. Hal itu dibuktikan oleh sikap keduanya yang sangat sepakat untuk tetap memberlakukan demokrasi sekaligus menjaga keberlangsungannya di NKRI. Lalu, bagaimana menurut Islam, siapakah yang benar?
Sikap Adnan Buyung baik itu yang terungkap eksplisit dalam tulisannya (“Konstitusionalisme Vs Fundamentalisme”) maupun yang berupa sepak terjang kesehariannya selama ini, seluruhnya dalam pandangan Islam adalah salah karena bertentangan dengan (مُتَنَاقِضًا) dan atau menyalahi (مُتَخَالِفًا) Islam mulai dari aqidah hingga pemikiran cabang maupun turunannya. Hal itu dapat terjadi atas diri Adnan Buyung karena sejak awal dia telah menjadikan sekularisme beserta demokrasi dan kapitalisme sebagai satu-satunya asas berpikirnya bahkan sekaligus sebagai kepemimpinan ideologis dirinya. Jadi adalah ti-dak mengherankan bila dia begitu kasar, sadis, brutal sikap penghujatannya terhadap Islam dan pada saat yang sama dia begitu loyal kepada serta membela mati-matian demokrasi. Artinya, seluruh sikap Adnan Buyung adalah wajar, pantas dan lumrah karena dia berusaha kuat untuk jujur dan konsisten kepada asas berpikir maupun kepemimpinan idelogis yang dia miliki : sekularisme. Inilah yang dimak-sudkan dan dibidik oleh pernyataan Allah SWT :
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْءَانِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا أَوْيَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا (الإسراء : 93-89)
Rangkaian ayat tersebut menunjukkan bahwa kaum kufar yang menempati posisi sebagian sangat besar dari populasi manusia pasti akan menolak seluruh informasi yang mereka dapati dalam atau sampai ke-pada mereka dari Al-Quran, walaupun seluruhnya sangat dapat dengan mudah dipahami oleh aqal ma-nusia mana pun termasuk mereka : وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْءَانِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا. Bahkan untuk membuat semua penolakan mereka terhadap Islam itu seolah legitimate alias sah, maka mereka pun menetapkan berbagai syarat kepada Nabi Muhammad saw yang harus dipenuhi oleh beliau dan bila beliau tidak dapat memenuhinya maka mereka memastikan tidak akan pernah iman kepada beliau hing-ga kapan pun :
وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا أَوْيَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ
Demikianlah realitas Adnan Buyung Nasution dan manusia lainnya yang simetris serta tipikal dengan-nya dalam pandangan Islam yang juga diklaim sebagai agama mereka. Lalu, bagaimana halnya dengan sikap umat Islam yang berhimpun dalam MUI-FUI?
Sikap MUI-FUI yang anti pornografi pornoaksi karena diharamkan oleh Islam adalah benar me-nurut Islam. Sikap mereka yang bertekad untuk membubarkan Ahmadiyah berikut pendukung fanatik-nya yakni AKKBB, juga benar dalam pandangan Islam. Namun sangat disayangkan sikap mereka yang sudah benar tersebut ternyata berubah menjadi nyata-nyata salah (menurut Islam) saat mereka me-nyandarkan seluruh sikapnya kepada kekuasaan dan pemerintahan kufur NKRI, yaitu dengan cara men-desak dan menuntut pemerintah NKRI (Presiden) untuk membubarkan Ahmadiyah dan DPR untuk se-gera mengesahkan RUU Pornografi menjadi UU. Sikap mereka yang sangat salah tersebut menjadi lebih fatal lagi tatkala mereka sama sekali tidak mempersoalkan apalagi menolak pemberlakuan demo-krasi dalam penyelenggaraan pemerintahan NKRI, bahkan nyata sekali mereka sepenuhnya setuju dan mendukung pemberlakuan demokrasi maupun upaya untuk menjamin keberlangsungannya di NKRI. Jadi, benar-benar sangat sempurna ketidakjujuran sikap mereka yakni : (a) tidak jujur terhadap status mereka sebagai umat Islam dan (b) tidak jujur terhadap keberpihakan mereka kepada demokrasi. Lalu, apa status yang paling pantas bagi realitas sikap mereka, apakah : (a) sebagai pengemban dan pembela Islam ataukah (b) sebagai pengusung dan pembela kekufuran (demokrasi)?
Islam mewajibkan setiap muslim yang عَاقِلاً بَالِغًا يَفْهَمُ الْخِطَابَ untuk menjadikan Islam sebagai satu-satunya asas berpikir mereka (قَاعِدَتُهُمُ الْفِكْرِيَّةُ) sehingga akan secara otomatis menjadi satu-satunya stan-dard tingkah laku mereka (مِقْيَاسٌ مُعَيَّنٌ ِلأَعْمَالِهِمْ) selama hidup di dunia. Artinya Islam bersifat hanya menghimpun (جَامِعًا) yang berasal dari Islam saja dan pada saat yang bersamaan menolak (مَانِعًا) semua hal yang bukan dari Islam (kekufuran : اَلْكُفْرُ). Inilah yang dimaksudkan oleh pernyataan Allah SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
Juga pernyataan Rasulullah saw :
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ (رواه الترمذي)
Sehingga walaupun MUI-FUI seolah tengah mengemban Islam dengan menolak beberapa hal yang di-haramkan oleh Islam sendiri : pornografi, pornoaksi, Ahmadiyah, AKKBB, miras dan bentuk maksiat lainnya, namun karena رَأْسُ الْأَمْرِ عِنْدَهُمْ لَيْسَ اْلإِسْلاَمُ بَلِ الْكُفْرُ (pokok segala urusan bagi mereka adalah bu-kan Islam melainkan kekufuran), maka sikap penolakan mereka itu sama sekali bukan berawal dari ke-sadaran terhadap hubungan dirinya dengan Allah SWT (اِدْرَاكُهُمْ صِلَتَهُمْ بِاللهِ) yakni karena seluruhnya di-haramkan oleh Allah, tapi karena pertimbangan lainnya : manfaat bagi terpeliharanya moral bangsa (kasus pornografi pornoaksi), manfaat bagi pemeliharaan aqidah umat Islam (kasus Ahmadiyah) dan seterusnya. Dengan demikian sikap mereka tersebut sama sekali bukan bukti bahwa mereka selama ini tengah mengemban dan membela Islam, namun sebaliknya mereka tengah mengusung, membela serta mengokohkan kekufuran (demokrasi) paling tidak di negeri Indonesia. Bahkan sikap MUI-FUI yang menyerahkan penyelesaian persoalan hidup di dunia (pornografi, pornoaksi, Ahmadiyah, AKKBB, mi-ras dan bentuk maksiat lainnya) kepada negara kufur NKRI adalah bentuk penolakan mereka yang pa-ling nyata terhadap ketentuan Islam yang mengharamkan tindakan tersebut (اَلتَّحَاكُمُ بِالْكُفْرِ وَالْكُفَّارِ). Allah SWT menyatakan :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (النساء : 60)
Akibat dari sikap dan tindakan seperti itu adalah luar biasa mengerikannya, yakni status iman mereka hanyalah pengakuan alias klaim bukan hakiki : أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ. Wal hasil, adakah perbedaan antara sikap Adnan Buyung Nasution dengan MUI-FUI dalam pandangan Islam? Jawabannya adalah mereka itu sama saja dalam pandangan Islam, yakni sama-sama telah ke luar dari Islam secara sadar dan terencana : يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ. Juga, mere-ka itu sama-sama secara sadar dan terencana tengah menjauhkan Islam dari realitas kehidupan dunia dengan membangun citra baru bagi wajah kekufuran melalui metode Islamisasi kekufuran.

Sikap yang benar menurut Islam
Islam mewajibkan kaum muslim untuk memastikan (عَلَى قَاطِعٍ وَجَازِمٍ) terhadap segala perkara, rea-litas, fakta, persoalan, yakni mana sebab (اَلسَّبَبُ) dan mana akibat (اَلْمُسَبَّبُ اَيِ الْعَاقِبَةُ) dari perkara, reali-tas, fakta, persoalan tersebut. Hal itu (secara aqliy) supaya mereka dapat menyelesaikan perkara, rea-litas, fakta, persoalan tersebut dengan benar, tepat dan akurat sesuai dengan hakikat keberadaannya apa adanya. Sehingga tidak akan pernah terjadi upaya menyelesaikan suatu persoalan ternyata menimbul-kan persoalan lain yang pada gilirannya upaya tersebut sama sekali bukan sebuah solusi bagi persoalan itu melainkan menambah rumit atau memperbanyak cabang persoalannya. Inilah yang telah dengan sempurna dilakukan oleh para shahabat saat Nabi Muhammad saw wafat. Mereka sangat memahami dengan benar bahwa wafatnya beliau saw akan secara pasti menjadi اَلسَّبَبُ kehancuran bangunan Islam dan kaum muslim yang telah dengan susah payah dibangun oleh Rasulullah saw bersama-sama mereka. Oleh karena itulah, mereka memutuskan untuk lebih mendahulukan upaya mencari pengganti posisi Nabi Muhammad saw selaku رَئِيْسُ الدَّوْلَةِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ الْحَقِيْقِيَّةِ, daripada melaksanakan kewajiban kifayah atas mereka yakni mengurus jenazah mulia Rasulullah saw hingga sempurna dikuburkan. Sekali lagi, inilah keputusan monumental yang selain sangat berharga bagi Islam dan umat Islam juga sangat tepat dan akurat, sehingga keutuhan dan keberlangsungan wadah politis pelaksanaan Islam di dunia dapat terjaga sempurna sesuai dengan pernyataan Rasulullah saw :
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ (رواه مسلم)
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ancaman dan bahaya dari kaum kufar yang selalu berupaya untuk menghancurkan Islam dan Khilafah (يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ) selalu ada bahkan saat ke-hidupan kaum muslim di dunia riil di bawah kepemimpinan Khalifah (وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ). Oleh karena itu ancaman tersebut akan semakin kuat dan berbahaya luar biasa ketika kaum muslim tengah ti-dak dipimpin oleh  اَلإِمَامُ اَيِ الْخَلِيْفَةُ alias dalam keadaan : وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ لَيْسَ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ, seperti saat wafat-nya Rasulullah saw. Pemahaman yang benar dan tepat dari para shahabat saat Rasulullah saw wafat tersebut tergambar dengan gamblang dalam riwayat Ibnu Jarir Ath-Thabariy dalam اَلتَّارِيْخُ :
قَالَ عَمْرُوْ بْنُ حَرِيْثٍ لِسَعِيْدِ بْنِ زَيْدٍ أَشَهِدْتَ وَفَاةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَتَى بُوْيِعَ اَبُوْ بَكْرٍ؟ قَالَ يَوْمَ مَاتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, كَرِهُوْا اَنْ يَبْقُوْا بَعْضَ يَوْمٍ وَلَيْسُوْا فِيْ جَمَاعَةٍ
“Amru bin Harits bertanya kepada Sa’iid bin Zaid : ‘apakah engkau menyaksikan wafatnya Rasulullah saw?’ Dia (Sa’iid) menjawab : ya, tentu saja. Dia (Amru) bertanya lagi : ‘lalu kapan Abu Bakar di-bai’at?’ Dia (Sa’iid) menjawab : pada hari kematian Rasulullah saw, sebab mereka sangat membenci tetap hidup walau hanya setengah hari namun tidak dalam kehidupan jamaah”.
Kemudian secara naqliy banyak dalil yang menuntut umat Islam untuk mensikapi segala perkara, realitas, fakta, persoalan dengan terlebih dahulu mencari informasi selengkap mungkin (عِلْمٌ) tentang perkara, realitas, fakta, persoalan tersebut termasuk segala informasi yang berhubungan dengannya ba-ik itu langsung maupun tidak. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT dalam pernyataan :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (الإسراء : 36)
Jadi, pendengaran (اَلسَّمْعُ), penglihatan (اَلْبَصَرُ) dan pemikiran (اَلْفُؤَادُ) pasti akan dimintai pertanggungja-wabannya apakah benar ataukah salah dan benar atau salahnya sepenuhnya ditentukan oleh informasi tentang suatu perkara, realitas, fakta, persoalan termasuk segala informasi yang berhubungan dengan-nya baik itu langsung maupun tidak, yang sampai ke dalam otak melalui indera terutama pendengaran dan penglihatan. Lalu, sikap yang ditetapkan terhadap perkara, realitas, fakta, persoalan tersebut tentu saja ditentukan oleh hasil berpikir dengan memilah informasi yang ada dalam otak yakni mana اَلسَّبَبُ dan mana اَلْمُسَبَّبُ, sehingga terwujudlah sikap yang benar sesuai dengan hakikat perkara, realitas, fakta, persoalan yang tengah dihadapi. Tegasnya ayat tersebut bukan mengharamkan bersikap melainkan me-wajibkan bersikap yang benar sesuai dengan hakikat dari suatu perkara, realitas, fakta, persoalan.
Dalil lain yang menunjukkan tuntutan yang sama adalah pernyataan Allah SWT berkenaan de-ngan realitas sikap kaum kufar terhadap dakwah Islam yang dilakukan oleh Rasulullah saw :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (البقرة : 6)
Ayat tersebut memberikan informasi yang pasti kepada Rasulullah saw bahwa realitas sikap kaum ku-far adalah : إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا يُؤْمِنُونَ. Artinya mereka tidak akan pernah menerima Islam walau telah sam-pai kepada mereka seluruh informasinya melalui dakwah yang dilakukan langsung oleh Rasulullah saw sendiri. Lalu, apakah yang jadi sebab mereka bersikap begitu? Apakah taqdir Allah SWT yang berlaku secara paksa atas mereka?
Informasi dari Allah SWT tentang penyebab kaum kufar bersikap menolak Islam adalah terung-kap مَفْهُوْمًا dalam bagian ayat سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ, yakni dakwah Islamiyah yang dilakukan Ra-sulullah saw sama sekali tidak ada hubungannya dengan penolakan mereka itu sebab Nabi mendakwahi mereka atau pun tidak sama sekali maka sikap mereka tetap saja : menolak Islam. Oleh karena itu, pe-nyebab sikap mereka itu adalah keputusan mereka sendiri (اِصْرَارُهُمْ) untuk menolak Islam, baik itu aqal mereka dapat memahami Islam dengan benar apalagi tidak : لَا يُؤْمِنُونَ. Informasi مَفْهُوْمًا ini ternyata sesuai dengan informasi مَنْطُوْقًا yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْءَانِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا أَوْيَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا (الإسراء : 93-89)
Mereka (kaum kufar) tidak akan pernah menerima Islam (لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ) kecuali Nabi Muhammad saw da-pat memenuhi sejumlah syarat yang mereka ajukan kepada beliau :
حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا أَوْيَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ
Namun Allah SWT Maha Mengetahui bahwa pengajuan syarat itu hanyalah sebagai alasan basa-basi mereka, sebab jika pun Nabi Muhammad saw memenuhi seluruhnya (amat sangat mudah bagi Allah SWT) namun sikap mereka akan tetap saja yakni menolak Islam : لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ. Oleh karena itu Allah SWT menyuruh beliau saw untuk menjawab semua syarat itu dengan pernyataan yang membidik kesa-daran aqal mereka sendiri : قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا. Keadaan yang serupa diungkap oleh per-nyataan Allah SWT :
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا أَلَّا نُؤْمِنَ لِرَسُولٍ حَتَّى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ قُلْ قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالَّذِي قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (آل عمران : 183)
Bahkan Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad saw untuk menjawab anggapan kaum kufar tersebut : إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا أَلَّا نُؤْمِنَ لِرَسُولٍ حَتَّى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ dengan mengajak mereka melakukan kilas balik kepa-da masa lalu mereka yang juga bersikap sama terhadap para Rasul sebelum beliau saw :
قُلْ قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالَّذِي قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Oleh karena itu, berdasarkan seluruh kabar wahyu tersebut jelas sudah yang menjadi sebab kaum kufar menolak Islam yaitu keputusan mereka sendiri untuk menolak Islam terlepas apakah aqal mereka da-pat memahami informasi tentang Islam maupun tidak. Artinya realitas sikap kaum kufar yang selalu akan menolak Islam إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا يُؤْمِنُونَ adalah bukan taqdir Allah SWT (seperti yang dipahamkan se-cara salah dari ayat : خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (البقرة: 7)) melain-kan pilihan keputusan mereka sendiri yang dilakukan dengan sadar dan terencana, sehingga Allah SWT memastikan bahwa hingga kapa pun mereka tidak akan pernah menerima Islam dan inilah maksud dari pernyataan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 7 tersebut.
Wal hasil, sikap yang benar menurut Islam yang wajib menjadi sikap seluruh kaum muslim ada-lah ketika umat Islam menghadapi suatu perkara, realitas, fakta, persoalan maka mereka wajib menen-tukan mana اَلسَّبَبُ dan mana اَلْمُسَبَّبُ dari perkara, realitas, fakta, persoalan tersebut. Sebagai contoh pada persoalan pornografi, pornoaksi, Ahmadiyah, AKKBB, perjudian, pelacuran, eksploitasi kewanitaan, eksploitasi kejantanan pria dan sebagainya seluruhnya adalah realitas yang dimunculkan atau disebab-kan (اَلْمُسَبَّبُ) oleh suatu sebab (اَلسَّبَبُ) yakni pemberlakuan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerin-tahan NKRI serta sistem kapitalisme dalam perekonomiannya. Berdasarkan pemahaman ini maka akan sangat mudah dan sederhana untuk menyelesaikan persoalan pornografi, pornoaksi, Ahmadiyah, AKK-BB, perjudian, pelacuran, eksploitasi kewanitaan, eksploitasi kejantanan pria dan sebagainya tersebut yakni dengan menghentikan secara total dan sekaligus pemberlakuan demokrasi maupun perekono-mian kapitalistik tersebut, lalu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negeri awal tempat didirikan-nya kembali Khilafah yang ditandai pasti dengan dibai’atnya seorang Khalifah oleh kaum muslim mi-nimal yang bermukim di negeri Jawa. Jadi, seharusnya umat Islam yang berkumpul dalam forum gabu-ngan MUI-FUI tersebut hanya melakukan satu hal yakni menyerukan kesadaran kepada umat Islam Indonesia untuk bersepakat menghentikan pemberlakuan demokrasi dan kapitalisme di negeri Indone-sia dan selanjutnya bersepakat untuk membai’at seseorang menjadi Khalifah yang akan didengar dan ditaati dalam rangka pemberlakuan syariah Islamiyah di seluruh dunia dan berawal dari negeri ini. Se-kali lagi, inilah yang wajib dilakukan oleh umat Islam di mana pun termasuk di Indonesia dan bila yang dilakukan adalah aksi-aksi aneh yang justru diharamkan oleh Islam (seperti kasus MUI-FUI) maka itu sama sekali bukan menyelesaikan persoalan melainkan semakin memperumit persoalan yang telah ada dan menambah persoalan baru. Aksi-aksi aneh nan haram itu pun akan semakin menjadikan Islam ter-lucuti dari realitas kehidupan seiring dengan perjalanan waktu. Rasulullah saw menyatakan :


لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ (رواه احمد)

No comments:

Post a Comment