Realitas negara agama alias theokrasi alias اَلدَّوْلَةُ الدِّيْنِيَّةُ
Benyamin F. Intan (tulisan : Dialog “Agama
Publik”, Kompas, Jumat 5 Februari 2010, OPINI, halaman 6) menyatakan : Di
Islam, kiprah agama dalam ruang publik adalah suatu keniscayaan. Ma-lah bagi
sebagian Muslim, agama harus berkancah dalam politik praktis. Negara Islam
menampakkan perpaduan Islam dan politik kekuasaan. Dalam negara agama yang
“sektarian-praktis” terjadi hal se-baliknya. Negara agama pada dasarnya tidak
menjamin kebebasan beragama. Hanya agama tertentu mendapat perlakuan istimewa.
Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan ne-gara.
Akibatnya, agama kehilangan daya transendentalnya, negara menjadi otoriter dan
diskriminatif. Tindakan bunuh diri bagi agama dan negara.
Ada sejumlah tudingan Benyamin terhadap
posisi Islam, peran Islam dalam politik praktis, nega-ra Islam, negara agama
dan kebebasan beragama. Pembahasannya adalah sebagai berikut :
1.
pernyataan Benyamin : Di Islam, kiprah
agama dalam ruang publik adalah suatu keniscayaan, me-nunjukkan bahwa menurut dia dalam Islam itu ada aspek agama
dan non agama. Bahkan dengan meminjam klaim sebagian umat Islam, dia menyatakan
: Malah
bagi sebagian Muslim, agama ha-rus berkancah dalam politik praktis. Lalu, benarkah
tudingan tersebut?
Kepastiannya
sejak awal Islam diturunkan, realitas yang menjadi objek diberlakukannya hukum
yakni مَنَاطُ الْحُكْمِ (هُوَ الْوَاقِعُ الَّذِيْ يَنْطَبِقُ عَلَيْهِ الْحُكْمُ) adalah kehidupan
manusia baik kehidupan yang ber-sifat khusus (حَيَاتُهُمُ الْخَاصَّةُ) maupun yang bersifat umum (حَيَاتُهُمُ الْعَامَّةُ). حَيَاتُهُمُ الْخَاصَّةُ adalah seluruh
perbuatan manusia yang berupa interaksi dalam keluarga yakni ruang lingkup
muhrim (أُولُو الْأَرْحَامِ) dan orang-orang yang
selalu berada dalam interaksi muhrim walaupun bukan muhrim (اَلْمُطَوَّافُوْنَ). Inilah yang
ditunjukkan oleh banyak dalil antara lain :
وَالَّذِينَ
ءَامَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الأنفال : 75)
النَّبِيُّ
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ
مَعْرُوفًا كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا (الأحزاب : 6)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ
صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ
صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ
جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (النور : 58)
Adapun حَيَاتُهُمُ الْعَامَّةُ adalah seluruh
perbuatan manusia yang berupa interaksi di luar ruang lingkup muhrim yakni di
luar rumah (فِيْ
الْمُجْتَمَعِ)
dan bentuk riilnya adalah muamalah dan uqubat. Pember-lakuan seluruh ketentuan
Islam (syariah Islamiyah) dalam kehidupan khusus bertumpu kepada si-kap taqwa
orang per orang, dan negara (Khilafah Islamiyah) diharamkan ikut campur baik
dalam hal ketaatan maupun kemaksiatan
selama tidak ada pengaduan dari orang-orang yang terlibat da-lam
atau anggota dari arena kehidupan khusus tersebut. Sedangkan
pemberlakuan syariah Islami-yah dalam kehidupan umum bertumpu kepada dua aspek
yakni sikap taqwa orang per orang serta kekuatan memaksa dari negara. Inilah
arena tempat diberlakukannya hukum syara’ yang sepenuh-nya dikendalikan oleh
Khalifah terhadap setiap warga negara tanpa membedakan agama yang dia-nutnya.
Artinya baik warga negara dari kalangan umat Islam maupun non muslim ahlu
dzimmah, sama-sama menjadi objek pemberlakuan syariah Islamiyah yang
dikendalikan secara utuh oleh ne-gara melalui Khalifah tersebut. Inilah hakikat
politik dalam Islam (حَقِيْقَةُ
السِّيَاسَةِ فِيْ الإِسْلاَمِ) yang dite-rapkan dalam wadah Khilafah
Islamiyah :
رِعَايَةُ شُؤُوْنِ
الرَّعِيَّةِ اَيِ الأُمَّةِ دَاخِلِيَّةً وَخَارِجِيَّةً بِالأَحْكَامِ
الشَّرْعِيَّةِ
mengurus kepentingan rakyat
atau umat baik dalam negeri maupun luar negeri dengan mengguna-kan hukum syara
(Islam)
Sifat faktual
tersebut dirumuskan berdasarkan informasi wahyu (دَلِيْلٌ نَقْلِيٌّ) berikut perjalanan empi-ris (دَلِيْلٌ عَقْلِيٌّ) sepanjang umat Islam
dipimpin dan diurus oleh Khulafa Rasyidun. Rasulullah saw menyatakan :
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ
الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ
بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ
فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ
سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه البخاري)
مَا مِنْ وَالٍ يَلِي رَعِيَّةً مِنْ
الْمُسْلِمِينَ فَيَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ (رواه البخاري)
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ
رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
(رواه البخاري)
Hadits yang
pertama memastikan bahwa berbeda dengan Bani Israil (Yahudi dan Nashrani), umat
Islam hanya satu kali diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk dipimpin dan
diurus oleh Nabi yak-ni Nabi Muhammad saw. Setelah itu, para Khalifah
dipastikan akan menggantikan posisi tersebut dengan realitas yang persis sama
dengan Nabi Muhammad saw kecuali satu hal yakni mereka tidak memperoleh wahyu
dari Allah SWT secara langsung melainkan wahyu yang telah diturunkan kepa-da
Rasulullah saw lalu disampaikan kepada mereka. Hubungan ketaatan rakyat (رَعِيَّةً
مِنْ الْمُسْلِمِينَ)
ke-pada Khalifah dipastikan melalui bai’at (فُوا بِبَيْعَةِ
الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ).
Hadits yang kedua
dan ketiga memastikan bahwa penguasa Islam (Khalifah dan para Wali)
sepe-ninggal Rasulullah saw wajib menjalankan kekuasaannya dalam rangka
memberlakukan Islam se-cara sempurna, menyeluruh dan utuh. Mereka haram sedikit
pun melakukan kecurangan (غَاشٌّ) yak-ni menjalankan kekuasaannya demi ambisi
pribadi maupun orang lain, alias dalam rangka mereali-sir kepentingan naluriah dirinya
maupun orang lain yang ada di sekelilingnya, atau memberlakukan peraturan yang
bukan berasal dari Allah SWT (فَلَمْ يَحُطْهَا
بِنَصِيحَةٍ).
Adapun realitas
perjalanan empiris hakikat politik dalam Islam ditunjukkan oleh pemikiran
mau-pun sikap Khulafa Rasyidun antara lain :
قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ
يَوْمَ مَاتَ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ
مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ
bagian pernyataan Abu
Bakar وَلاَ
بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ memastikan bahwa Islam sebagai دِيْنًا tidak akan mungkin dapat diberlakukan
secara sempurna oleh umat Islam terhadap seluruh manusia di dunia bila mereka
tidak memiliki Khalifah yang dibai’at untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Sikap yang sama juga
ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab saat beliau menyaksikan be-tapa
kemajuan fisik (اَلتَّقَدُّمُ الْمَادِّيُ) sangat luar biasa dilakukan oleh bangsa Arab (umat Islam saat
itu), namun beliau sangat khawatir hal itu akan memalingkan mereka dari perkara
wajib yang pa-ling penting untuk selalu dipertahankan yakni Islam dan
kepemimpinan. Tamiim Ad-Daariy me-nyatakan :
تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِي زَمَنِ
عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا
إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ
إِلَّا بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ
وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلَاكًا لَهُ
وَلَهُمْ (رواه الدارمي)
pada masa Khalifah
Umar telah terjadi keadaan manusia berlomba-lomba dalam pembangunan fisik
(rumah), lalu Umar berkata kepada mereka : ‘wahai masyarakat Arab tanah itu
akan tetap menjadi tanah (walau telah banyak ditempati bangunan), namun bahwa
Islam itu tidak ada kecuali dengan adanya jamaah (Khilafah) dan jamaah itu
tidak ada kecuali dengan adanya kepemimpinan dan kepemimpinan itu juga tidak
ada kecuali dengan adanya ketaatan. Oleh karena itu siapa saja yang memimpin
kaumnya berdasarkan pemahaman yang benar (terhadap Islam) maka dia adalah
kehidupan bagi dirinya serta kaumnya, dan siapa saja yang memimpin kaumnya
tidak berdasarkan pemahaman yang benar (terhadap Islam) maka dia adalah
kebinasaan bagi dirinya maupun kaum-nya’
Wal hasil,
tudingan Benyamin baik yang langsung : Di Islam, kiprah agama dalam ruang publik
adalah suatu keniscayaan, maupun pinjaman : Malah bagi
sebagian Muslim, agama harus berkan-cah dalam politik praktis, seluruhnya
adalah salah fatal karena tidak sesuai dengan hakikat seluruh pemikiran Islami
terutama yang berhubungan dengan pemerintahan dan kekuasaan. Oleh karena itu
keberanian dia dalam mengungkap realitas atau hakikat dalam Islam yang
terkategori sebagai pa-ling penting tanpa disertai dengan pengetahuan yang luas
berikut pemahaman yang mendalam, ti-dak diragukan lagi sebagai bentuk
penghinaan yang sadis dan brutal terhadap Islam.
Lebih dari itu,
dia telah memalsukan Islam dengan paparan manipulatif yakni menyamakan
Khila-fah Islamiyah sebagai negara agama alias theokrasi, persis seperti
negara-negara kerajaan berbasis agama Katholik yang dia dapati di Eropa sejak
abad pertengahan hingga kini : Kerajaan Inggris, Belanda, Denmark, Spanyol,
Belgia dan lainnya.
2.
Benyamin menyatakan : Di Islam agama
harus berkancah dalam politik praktis. Negara Islam me-nampakkan perpaduan
Islam dan politik kekuasaan. Benarkah kesimpulan seperti itu?
Sekali lagi, pernyataan Di Islam agama
harus berkancah dalam politik praktis, memastikan buram-nya penginderaan
Benyamin terhadap realitas politik dalam Islam dan hal itu terjadi karena dia
menggunakan secara paksa mind set sekularisme berikut realitas politik
yang terbangun di atasnya untuk menjadi peta baku bagi realitas politik di luar
sekularisme itu sendiri termasuk dalam Islam. Hasilnya dapat dipastikan yakni
hakikat Islam dipaksa jadi terbelah dua : satu bagian adalah entitas Islam itu
sendiri dan bagian lainnya adalah aspek “agama”. Kemudian ketika dia
mendapatkan ada-nya realitas kekuasaan dalam Islam : Khilafah,
maka dia pun dengan sangat gegabah membuat ke-simpulan absurd : Negara Islam
menampakkan perpaduan Islam dan politik kekuasaan.
Artinya, apa pun ungkapan Benyamin tentang
Islam maka hasilnya adalah tetap yakni Islam adalah sekedar agama layaknya
agama lain dan Negara Islam adalah negara agama yang merupakan
hasil perpaduan antara Islam (agama) dengan politik kekuasaan. Bahkan secara
terselubung dia menggi-ring opini semua orang untuk menolak eksistensi Negara
Islam, karena itu hanyalah negara agama yang pada dasarnya tidak menjamin
kebebasan beragama. Hanya agama tertentu mendapat perla-kuan istimewa.
Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan negara.
Benyamin sangat serius dalam mendiskreditkan
Khilafah (dia sebut sebagai Negara Islam atau Ne-gara Agama) dengan kualifikasi
pada dasarnya tidak menjamin kebebasan beragama, karena ha-nya agama
tertentu mendapat perlakuan istimewa. Benyamin menuduh Khilafah sebagai
negara yang anti agama lain di luar Islam dan hanya Islam yang diperlakukan
dengan istimewa bahkan ki-prah Islam dibiarkan sebebas dan seluas mungkin hingga
di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan negara. Bahkan upaya
penggiringan opini tersebut sangat intensif dan tegas dengan mem-buat sebuah
stigma bahwa Negara Islam adalah kolaborasi agama Islam dengan negara yang
bera-kibat Islam pasti kehilangan daya transendentalnya lalu negara
menjadi otoriter dan diskriminatif. Tentu saja, ketika dia menyatakan negara
menjadi otoriter dan diskriminatif yang dimaksudkan adalah Khilafah
Islamiyah itu adalah negara yang otoriter dan diskriminatif. Sifat otoriter
Khilafah adalah akibat mengatas namakan Tuhan dalam memberlakukan peraturan
dalam kehidupan manu-sia, sehingga siapa pun yang tidak mentaatinya akan sangat
mudah dicap sebagai menentang Tu-han. Sifat diskriminatif Khilafah tentu saja
adalah akibat memposisikan Islam sebagai agama yang istimewa sehingga otomatis
menjadikan agama lainnya terpinggirkan bahkan sangat mungkin tere-liminasikan
dari kehidupan. Benarkah semua tuduhan tersebut?
Ungkapan : Negara Islam menampakkan
perpaduan Islam dan politik kekuasaan, tentu saja adalah sangat salah
sebab tidak sesuai dengan realitas Negara Islam (اَلدَّوْلَةُ
الإِسْلاَمِيَّةُ) yakni اَلْخِلاَفَةُ
:
هِيَ
رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ الدُّنْيَا ِلإِقَامَةِ
اَحْكَامِ الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ اِلَى
الْعَالَمِ وَهِيَ عَيْنُهَا الإِمَامَةُ
adalah kepemimpinan
bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara Islami
serta mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dan jatidiri Khilafah itu
tiada lain adalah Imamah
Negara Islam
terwujud riil dalam kehidupan dunia sejak tibanya Nabi Muhammad saw di Negeri
Madinah yang menjadi tempat tujuan hijrah beliau bersama dengan Muhajirin dari
Negara Kufur Makkah. Sejak itulah, di dunia ada Nubuwwah yang terlembagakan
dalam aturan main interaksi manusia dalam kehidupan mereka : syariah Islamiyah,
yang diberlakukan secara resmi dan formal dalam wadah pelaksanaan politis :
Negara Islam (اَلدَّوْلَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ). Lalu, ketika taqdir berlaku atas Nabi
Muhammad saw yakni kematian, maka eksistensi Negara Islam sebagai lembaga
Islami da-lam pemberlakuan Nubuwwah berganti dengan Khilafah sesuai dengan
wahyu langit :
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا
شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ
تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ
مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ
تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (رواه احمد)
Ucapan Rasulullah saw ثُمَّ
تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ memastikan bahwa Khilafah Islamiyah
yang pertama kali terwujud setelah beliau wafat yakni setelah masa Nubuwwah
berakhir. Eksistensi Khilafah Islamiyah pasca Nubuwwah juga dipastikan oleh
pernyataan Rasulullah saw lainnya :
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ
الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ
بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ
فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ
سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه البخاري)
Ungkapan : Negara agama pada dasarnya tidak menjamin kebebasan beragama.
Hanya agama tertentu mendapat perlakuan istimewa. Kiprahnya hingga di wilayah
politik praktis, berkolaborasi dengan negara, mengandung aspek benar dan aspek keliru. Aspek
benar dari ungkapan tersebut ada jika dilekatkan kepada negara
agama yakni negara yang mendasarkan praktik kenegaraannya
kepada agama tertentu, atau menjadikan agama tertentu sebagai agama resmi
negara. Hampir se-mua negara kerajaan di Eropa Barat hingga kini,
Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Mataram Hindu, Mataram Islam, Kerajaan
Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia dan sebagainya adalah contoh faktual dari
negara yang mendasarkan praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau
menjadikan agama tertentu sebagai agama resmi negara.
Adapun aspek keliru dari
ungkapan tersebut dipastikan terjadi jika dilekatkan kepada Khilafah Is-lamiyah,
karena Khilafah sama sekali bukan negara agama yakni bukan negara yang
mendasarkan praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau menjadikan agama
tertentu sebagai agama res-mi negara. Khilafah adalah bagian dari syariah
Islamiyah yang wajib diberlakukan dalam kehidup-an dunia bahkan termasuk dalam
kategori مِنْ اَهَمِّيَةِ الْفُرُوْضِ وَالْوَاجِبَاتِ (fardlu dan wajib yang paling penting).
Hal itu karena pemberlakuan seluruh syariah Islamiyah lainnya di luar Khilafah
sepenuh-nya bergantung kepada eksistensi Khilafah, yakni Khilafah ada maka
pemberlakuan seluruh syariah Islamiyah otomatis terjamin 100 persen, namun
sebaliknya ketika khilafah tidak ada seperti saat ini yang telah berlangsung 86
tahun maka dijamin 100 persen pemberlakuan seluruh syariah Islamiyah tidak
mungkin dilaksanakan. Inilah yang sangat dipahami oleh Abu Bakar dan Umar :
قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ
يَوْمَ مَاتَ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ
مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ
فَقَالَ عُمَرُ يَا
مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ
وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ
Lalu, bagaimana eksistensi agama lain
(Yahudi, Nashrani, Buddha, Hindu, Kong Huchu dan seba-gainya) dalam arena
kehidupan Khilafah Islamiyah? Ketentuannya adalah Islam wajib didakwah-kan
kepada seluruh manusia tanpa mempertimbangkan agama mereka yang tengah dianut :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ (النحل : 125)
عَنْ
سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ
أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ
كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ
مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ
فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ
ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ
عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ
وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ
وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ
الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا
أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ الْجِزْيَةَ
فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ (رواه مسلم)
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya berkata :
Rasulullah saw itu ketika beliau menugaskan seorang Amir untuk jaisy maupun
sariyah, pastilah beliau berwasiat kepadanya secara khusus berkenaan dengan
taqwa kepada Allah dan kaum muslim yang menyertainya. Kemudian beliau berkata :
berperanglah بِاسْمِ
اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ, perangilah siapa pun yang bersikap
kufur kepada Allah, berperanglah dan janganlah bersikap اَلْغُلُوْلُ (diam-diam mengambil ghanimah sebelum
dilakukan pembagian oleh Rasulullah saw), janganlah bertindak اَلْغَدْرُ (membatalkan perjanjian), janganlah
melakukan اَلْمَثْلَةُ (membakar
jasad musuh sebelum atau sesudah membunuhnya) dan janganlah membunuh anak-anak.
Jika engkau bertemu dengan musuh dari kalangan kaum musyrik maka se-rulah
mereka kepada tiga pilihan atau seruan, lalu manapun dari seruan itu yang
mereka penuhi maka terimalah dan tahanlah tangan dari mereka. Kemudian serulah
mereka kepada Islam, lalu jika mereka memenuhinya maka terimalah dan tahanlah
tangan dari mereka. Kemudian serulah mereka untuk berpindah dari negara mereka
ke negara Muhajirin dan bertahukanlah kepada me-reka bahwa jika mereka
melakukan hal itu, maka hak mereka sama dengan hak kaum Muhajirin dan kewajiban
mereka sama dengan kewajiban kaum Muhajirin. Lalu jika mereka menolak untuk
berpindah dari negara mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka
berstatus sa-ma dengan kaum muslim Arab lainnya yakni berlaku hukum Allah atas
mereka yang juga diber-lakukan atas kaum mukmin dan mereka tidak akan
memperoleh ghanimah maupun fai-iy kecuali ji-ka mereka jihad bersama dengan
kaum muslim. Lalu jika mereka menolaknya maka mintalah dari mereka jizyah dan
jika mereka memenuhinya maka terimalah dan tahanlah tangan dari mereka. Lalu
jika mereka menolak (membayar jizyah) maka mintalah tolong kepada Allah dan
perangilah mereka
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى
هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ
فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ وَأَسْلِمْ
يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَعَلَيْكَ إِثْمُ
الْأَرِيسِيِّينَ وَ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ
شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (رواه البخاري)
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
dari Muhammad hamba Allah dan Rasul Nya kepada Heraklius Penguasa
Ro-mawi. Salam bagi siapa saja yang mengikuti hidayah. Selanjutnya, saya
menyeru anda dengan se-ruan Islam. Masuklah anda ke dalam Islam, pastilah anda
akan selamat dan sekali lagi masuklah anda ke dalam Islam pasti Allah akan
memberikan kepada anda pahala anda dua kali lipat lalu ji-ka anda menolak maka
dosa seluruh rakyat anda menjadi tanggung jawab anda. Dan wahai ahlul kitab,
marilah menuju ucapan yang sama antara kami dan kalian yakni kita tidak akan
mentaati kecuali Allah dan kita pun tidak akan bersikap syirik kepada Nya
dengan sesuatu apa pun dan se-bagian kita tidak akan menjadikan sebagian
lainnya sebagai Tuhan selain Allah. Lalu jika kalian berpaling menolak maka
ucapkanlah oleh kalian (umat Islam) : saksikanlah oleh kalian wahai ah-lul
kitab bahwa kami adalah kaum muslim
Oleh karena itu, sangat jelas posisi agama
lain dalam kehidupan Islami (Khilafah Islamiyah) yakni tetap diberi jaminan
untuk eksis dianut oleh warga negara khilafah, namun hanya sebatas sebagai
spiritualisme ritualisme dan bukan sebagai ideologi. Para penganut agama lain
tersebut wajib mem-bayar jizyah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan mereka
kepada Khilafah dan ini harus difor-malkan demikian serta wajar diberlakukan
seperti itu, sebab faktanya mereka tidak berada dalam Islam. Allah SWT
menyatakan :
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ
انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الأنفال : 39)
Lagipula, fakta seluruh agama lain tersebut
termasuk Yahudi dan Nashrani memastikan bahwa di dalamnya sama sekali tidak
ditemukan sistema bagi kehidupan manusia di dunia yakni ideologi, melainkan
sebaliknya seluruhnya adalah kumpulan aturan main spiritualistik ritualistik.
Sehingga aqal pun memutuskan hukumnya bahwa sebuah kewajaran, kelaziman bahkan
keniscayaan jika Is-lam yang mengendalikan seluruh agama tersebut dan bukan
sebaliknya. Jadi, Khilafah Islamiyah sama sekali bukan kolaborasi Islam
dengan negara melainkan wadah politik pelaksanaan bagi seluruh ketentuan
Allah SWT yang ada dalam Islam dan Khilafah sendiri adalah bagian dari
keten-tuan tersebut. Ungkapan : Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis,
berkolaborasi dengan nega-ra. Akibatnya, agama kehilangan daya
transendentalnya, negara menjadi otoriter dan diskrimina-tif. Tindakan bunuh
diri bagi agama dan negara, tentu saja sangat cocok dan layak untuk
meng-gambarkan realitas Negara Agama seperti : semua negara kerajaan di Eropa
Barat hingga kini, Ke-rajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Mataram Hindu,
Mataram Islam, Kerajaan Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia dan sebagainya.
Hal itu karena negara agama adalah negara yang mendasar-kan
praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau menjadikan agama tertentu
sebagai agama resmi negara.
Ungkapan : Akibatnya, agama kehilangan
daya transendentalnya, negara menjadi otoriter dan dis-kriminatif. Tindakan
bunuh diri bagi agama dan negara, adalah dipastikan akan terjadi dalam
na-ungan konsep politik sekularistik yang realitasnya adalah seperti yang
dinyatakan oleh C.
Calhoun (2002) : the ways in which people gain, use, and lose power
: suatu jalan yang dengannya orang-orang memperoleh, menggunakan dan
kehilangan kekuasaan. Realitas politik inilah yang mendo-rong Hannah Arendt
dalam bukunya Wahrheit und Lüge in der Politik untuk menyatakan : Barang-siapa tidak menghendaki
apa-apa selain mengatakan kebenaran, berdiri di luar pertarungan poli-tis
(“Dusta dalam Politik”, tulisan F. Budi Hardiman : Pengajar Filsafat Politik di
STF Driyarkara Jakarta, Kompas Jumat 12 Februari 2010, OPINI, halaman 6).
Kondisi faktual inilah yang selalu terjadi di seluruh negara kebangsaan mana
pun saat ini yang semuanya mempraktikkan dan mem-berlakukan konsepsi politik
sekularistik tersebut.
Wal hasil,
Benyamin F. Intan dengan penuh percaya diri menuding realitas negara dalam
Islam yakni Khilafah sebagai negara agama atau theokrasi, seperti yang dia
dapati dalam kehidupan Dunia Kristiani di Eropa Barat (Inggris, Belanda,
Spanyol, Denmark, Monaco, Belgia dan lainnya), atau Ro-mawi, Persia, Hindustan,
Kekaisaran Jepang sebelum Restorasi Meiji, Majapahit, Sriwijaya, Mataram Hindu,
Mataram Islam dan sebagainya. Setelah itu, dia dengan sengaja menempelkan
stigma kepada Khilafah Islamiyah sebagai negara yang merusak citra
transendental atau kesakralan agama (Islam) se-kaligus mengantarkan negara
menjadi otoriter dan diskriminatif. Seluruhnya dilakukan dengan sangat halus
namun jelas sangat sadis dan brutal sekaligus gegabah, sebab dia sama sekali
tidak membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup tentang realitas Khilafah
Islamiyah yang secara empiris per-nah mendominasi kehidupan dunia selama lebih
dari 13 abad, yakni sejak abad ke-6 hingga abad ke-20 masehi. Sehingga
sebenarnya sangat mudah bagi siapa pun untuk mengindera lalu memahami realitas
Khilafah Islamiyah dengan sempurna, menyeluruh dan utuh.
قُلْ
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (الزمر : 9)
Realitas negara
dalam Islam
Seluruh dalil
dalam sumber Islam menunjukkan bahwa realitas negara dalam Islam adalah
seba-gai كِيَانٌ سِيَاسِيٌّ
تَنْفِيْذِيٌّ
(wadah politik pelaksanaan) dan bentuk pemerintahannya (شَكْلُ حُكْمِهَا) dipastikan yakni
Khilafah :
رِئَاسَةٌ
عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ الدُّنْيَا ِلإِقَامَةِ اَحْكَامِ
الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ اِلَى الْعَالَمِ
وَهِيَ عَيْنُهَا الإِمَامَةُ
Khilafah bukan
negara agama (theokrasi alias اَلدَّوْلَةُ
الدِّيْنِيَّةُ)
dan bukan negara ketuhanan (دَوْلَةً اِلَهِيَّةً) mela-inkan negara yang ditetapkan oleh
Allah SWT dalam syariah Islamiyah dan dengan keberadaannya maka otomatis
seluruh bagian dari syariah Islamiyah tersebut dapat diberlakukan dalam
kehidupan ma-nusia secara sempurna (شَامِلاً),
menyeluruh (كَامِلاً) dan utuh (دُفْعَةً وَاحِدَةً).
Islam mewajibkan Khalifah mengendalikan perjalanan
Khilafah selalu sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Nubuwwah Nabi Muhammad
saw, yakni Islam itu sendiri. Sifat faktual Khilafah inilah yang akan menjamin
100 persen bagi pemberlakuan syariah Islamiyah dalam kehidupan manusia
seka-ligus dipastikan dapat mengantarkan mereka kepada kesejahteraannya serta
terhindar dari kebinasaan kemanusiaannya. Artinya, selain mereka akan sejahtera
(terpenuhi seluruh kebutuhan pokok maupun tuntutan naluriahnya) juga hakikat
mereka sebagai manusia dan bukan binatang, akan selalu terjaga, terpelihara,
lestari melekat erat pada diri mereka sepanjang hidup di dunia. Begitu juga
eksistensi dunia yakni bumi dan langit berikut keberlangsungannya akan terjaga
sebaik mungkin, karena manusia diatur dengan peraturan dan rule of game
yang pasti hitam putih ketika mereka memanfaatkan dan mengeks-ploitasi
keduanya. Tegasnya, hanya Khilafah yang mampu :
1.
mencegah manusia dari
tindakan yang diharamkan oleh Islam yakni memposisikan kepentingan naluriah (هَوَاهُ) sebagai tuhan :
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ
عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ
هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (الفرقان : 43-44)
2.
secara otomatis mencegah
manusia dari tindakan yang diharamkan oleh Islam : اَلتَّحَاكُمُ اِلَى الطَّاغُوْتِ, karena Khalifah wajib memberlakukan seluruh
ketentuan Islam atas semua warga negara :
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ
ضَلَالًا بَعِيدًا (النساء : 60)
3.
mencegah hancurnya dunia
dan kehidupan di dalamnya sebelum saatnya dihancurkan oleh Allah SWT :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ
وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ
ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
4.
mencegah keinginan
manusia untuk meracik peraturan kufur yang akan membinasakan jatidiri
ke-manusiaan mereka sendiri :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم :
41)
5.
mewujudkan good
governance dan clean government dalam perjalanan negara :
مَنْ
كَانَ لَنَا عَامِلًا فَلْيَكْتَسِبْ زَوْجَةً فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ خَادِمٌ
فَلْيَكْتَسِبْ خَادِمًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَسْكَنٌ فَلْيَكْتَسِبْ
مَسْكَنًا قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أُخْبِرْتُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اتَّخَذَ غَيْرَ ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ أَوْ سَارِقٌ (رواه ابو داود)
مَنْ
وَلِيَ لَنَا عَمَلًا فَلَمْ يَكُنْ لَهُ زَوْجَةً فَلْيَتَزَوَّجْ أَوْ خَادِمًا
فَلْيَتَّخِذْ خَادِمًا أَوْ مَسْكَنًا فَلْيَتَّخِذْ مَسْكَنًا أَوْ دَابَّةً
فَلْيَتَّخِذْ دَابَّةً فَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ أَوْ
سَارِقٌ (رواه احمد)
6.
mempersiapkan manusia
untuk dapat menjawab empat pertanyaan awal di hari qiyamah :
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا اَفْنَهُ وَعَنْ
عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ
اَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ اَبْلاَهُ (رواه الترمذي)
Tidak akan pernah
bisa bergerak dua telapak kaki seseorang di hari qiyamah hingga dia ditanya
tentang umurnya dalam hal apa dia pergunakan, tentang ilmunya dalam hal apa
mendasari perbu-atannya, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan dalam hal
apa dia belanjakan dan tentang tubuhnya dalam hal apa dia rusakkan
7.
mencegah terjadinya distorsi
dalam distribusi kekayaan di antara individu rakyat dengan mencegah terjadinya
tindakan yang diharamkan oleh Islam yaitu كَنْزُ
الْمَالِ (penimbunan emas dan perak) mau-pun
penimbunan harta selain keduanya (اَلإِحْتِكَارُ) :
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ
الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ (التوبة : 34)
dan orang-orang
yang menimbun emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya dalam ji-had
maka gembirakanlah mereka dengan adzab yang sangat pedih
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
(رواه مسلم)
Siapa saja yang
melakukan ihtikar maka dia telah bersalah
8.
memenuhi seluruh kebutuhan
pokok setiap orang rakyat semaksimal mungkin termasuk penyeleng-garan
pendidikan dan penyediaan fasilitas kesehatan secara gratis :
مَنْ
أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ
يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا (رواه الترمذي وابن ماجه)
إِنَّ
مَثَلَ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ الْأَرْضَ فَكَانَتْ مِنْهُ طَائِفَةٌ قَبِلَتْ
فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ
أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا نَاسًا فَشَرِبُوا
فَرَعَوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَسْقَوْا وَأَصَابَتْ طَائِفَةً مِنْهَا
أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً
فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَنَفَعَهُ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ بِمَا بَعَثَنِي بِهِ وَنَفَعَ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ
مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (رواه احمد)
Demikianlah
sebagian aspek-aspek kehidupan manusia di dunia yang lazim dan wajib ada atau
terpe-nuhi, atau justru diharamkan terjadi dan tidak lumrah ada. Seluruh aspek
tersebut dan lainnya masih banyak, baik yang terkategori lazim dan wajib ada
atau terpenuhi maupun yang terkategori diharamkan terjadi dan tidak lumrah ada,
hanya Khilafah yang mampu mengelolanya dengan bertumpu sepenuhnya kepada
ketentuan Islam semata dan bukan yang lain.
Negara Islam
adalah negara agama : upaya pengkisruhan pemikiran!
Sekali lagi, Khilafah Islamiyah bukan negara
agama atau theokrasi atau negara ketuhanan me-lainkan negara yang
diwajibkan tegak oleh Allah SWT untuk menjadi institusi politis pelaksanaan
bagi seluruh ketentuan Islam yang telah ditetapkan sempurna seiring wafatnya
Rasulullah saw. Realitas ini sangat jelas dan gamblang, baik dari sisi dalil
naqliy yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah maupun oleh dalil aqliy
yang berupa perjalanan empiris Khilafah Islamiyah terutama sepanjang periode
Khulafa Rasyidun.
Bahkan realitas
Khilafah tersebut terindera dengan sangat jelas oleh para penguasa dan
pengen-dali kekufuran dari masa ke masa, baik di Jazirah Arab (Quraisy), Afrika
(Raja Najasyi), Eropa (Kaisar Heraklius dari Romawi maupun penerusnya seperti
para penguasa di Inggris, Perancis, Portugal, Spa-nyol dan lainnya), Asia
Tengah (Kisra dari Persia), Asia Timur (Raja Mongolia Jengis Khan) dan
seba-gainya. Mereka semuanya merumuskan kesimpulan yang sama bahwa Khilafah
Islamiyah adalah unik dan berbeda dengan bentuk negara apa pun yang pernah ada
sebelumnya termasuk apalagi negara aga-ma maupun negara ketuhanan. Inilah yang
diwakili oleh ungkapan Wall Dewrant (dalam bukunya yang berjudul : قِصَةُ الْحَضَارَةِ تَرْجَمَةٌ
مَجْمُوْعَةٌ مِنَ الْكُتَّابِ – دار الجيل, بيروت ج 13 – ص 151) :
اَنَّ الْخُلَفَاءَ قَدْ اَمَّنُوْا النَّاسَ اِلَى حَدٍّ كَبِيْرٍ
عَلَى حَيَاتِهِمْ وَثِمَارِ جُهُوْدِهِمْ وَهَيَّأُوْا الْفُرَصَ لِذِويْ
الْمُوَاهِبِ وَنَشَّرُوْا الرُّخَاءَ عَلَى مُدَّى سِتَّةِ قُرُوْنٍ فِيْ
اَصْقَاعٍ لَمْ تُرْقِطْ مِثْلَ هَذَا الرُّخَاءِ بَعْدَ عَهْدِهِمْ وَبِفَضْلِ
تَشْجِيْعِهِمْ وَمَعُوْنَتِهِمْ اِنْتَشَرَ التَّعْلِيْمُ وَازْدَهَرَتِ
الْعُلُوْمُ وَالأَدَابُ وَالْفَلْسَفَةُ وَالْفُنُوْنُ اِزْدِهَارًا جَعَلَ
آسِيَةَ الْغَرْبِيَّةِ مُدَّى خَمْسَةِ قُرُوْنٍ اَرْقَى اَقَالِيْمِ الْعَالَمِ
كُلِّهِ حَضَارَةً
Sungguh para Khulafa itu telah mewujudkan keamanan yang luar biasa
besarnya kepada manusia da-lam kehidupan mereka juga terhadap buah karya
kesungguhan usaha mereka. Para Khulafa juga telah berhasil menyediakan berbagai
fasilitas pemenuhan bagi orang-orang yang membutuhkan dan berha-sil
menyebarluaskan kesejahteraan sepanjang enam abad dengan tingkat kesejahteraan
yang tidak akan pernah ada yang dapat mengunggulinya pasca masa mereka. Berkat
kesungguhan mereka dan kekuatan mereka, maka pendidikan menyebarluas disertai
berkembang pesatnya berbagai ilmu, sastra, filsafat maupun teknologi,
sedemikian rupa sehingga menjadikan Asia Barat sepanjang lima abad se-bagai
kawasan peradaban paling maju di seluruh dunia
Sosok Wall Dewrant dan Benyamin F. Intan
adalah sama yakni sama-sama penganut Katholik. Namun perbedaan penginderaan di
antara keduanya ternyata sangat lebar, yaitu Dewrant bersikap jujur dan apa
adanya ketika dia mengindera lalu menganalisis realitas Khilafah Islamiyah,
sedangkan Benya-min adalah sebaliknya yakni mengindera realitas Khilafah secara
salah lalu menganalisisnya dan me-nyodorkan hasilnya yang pasti salah bahkan
menipulatif itu kepada penginderaan masyarakat terutama tentu saja umat Islam.
Tujuan dari sikap Benyamin itu dapat dipastikan yakni dalam rangka
pengkisru-han pemikiran umat Islam sehingga mereka semakin benci dan
menolak realitas Khilafah Islamiyah, sekaligus semakin cinta
kepada negara kebangsaan sekularistik dan sepakat untuk selalu
memberlaku-kannya dalam kehidupan mereka.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (آل عمران : 118)
No comments:
Post a Comment