Saturday, November 9, 2013

NEGARA AGAMA : ADAKAH DALAM ISLAM?


Realitas negara agama alias theokrasi alias اَلدَّوْلَةُ الدِّيْنِيَّةُ
Benyamin F. Intan (tulisan : Dialog “Agama Publik”, Kompas, Jumat 5 Februari 2010, OPINI, halaman 6) menyatakan : Di Islam, kiprah agama dalam ruang publik adalah suatu keniscayaan. Ma-lah bagi sebagian Muslim, agama harus berkancah dalam politik praktis. Negara Islam menampakkan perpaduan Islam dan politik kekuasaan. Dalam negara agama yang “sektarian-praktis” terjadi hal se-baliknya. Negara agama pada dasarnya tidak menjamin kebebasan beragama. Hanya agama tertentu mendapat perlakuan istimewa. Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan ne-gara. Akibatnya, agama kehilangan daya transendentalnya, negara menjadi otoriter dan diskriminatif. Tindakan bunuh diri bagi agama dan negara.
Ada sejumlah tudingan Benyamin terhadap posisi Islam, peran Islam dalam politik praktis, nega-ra Islam, negara agama dan kebebasan beragama. Pembahasannya adalah sebagai berikut :
1.       pernyataan Benyamin : Di Islam, kiprah agama dalam ruang publik adalah suatu keniscayaan, me-nunjukkan bahwa menurut dia dalam Islam itu ada aspek agama dan non agama. Bahkan dengan meminjam klaim sebagian umat Islam, dia menyatakan : Malah bagi sebagian Muslim, agama ha-rus berkancah dalam politik praktis. Lalu, benarkah tudingan tersebut?
Kepastiannya sejak awal Islam diturunkan, realitas yang menjadi objek diberlakukannya hukum yakni مَنَاطُ الْحُكْمِ  (هُوَ الْوَاقِعُ الَّذِيْ يَنْطَبِقُ عَلَيْهِ الْحُكْمُ) adalah kehidupan manusia baik kehidupan yang ber-sifat khusus (حَيَاتُهُمُ الْخَاصَّةُ) maupun yang bersifat umum (حَيَاتُهُمُ الْعَامَّةُ). حَيَاتُهُمُ الْخَاصَّةُ adalah seluruh perbuatan manusia yang berupa interaksi dalam keluarga yakni ruang lingkup muhrim (أُولُو الْأَرْحَامِ) dan orang-orang yang selalu berada dalam interaksi muhrim walaupun bukan muhrim (اَلْمُطَوَّافُوْنَ). Inilah yang ditunjukkan oleh banyak dalil antara lain :
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الأنفال : 75)
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا (الأحزاب : 6)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (النور : 58)
Adapun حَيَاتُهُمُ الْعَامَّةُ adalah seluruh perbuatan manusia yang berupa interaksi di luar ruang lingkup muhrim yakni di luar rumah (فِيْ الْمُجْتَمَعِ) dan bentuk riilnya adalah muamalah dan uqubat. Pember-lakuan seluruh ketentuan Islam (syariah Islamiyah) dalam kehidupan khusus bertumpu kepada si-kap taqwa orang per orang, dan negara (Khilafah Islamiyah) diharamkan ikut campur baik dalam hal ketaatan  maupun kemaksiatan selama tidak ada pengaduan dari orang-orang yang terlibat da-lam atau anggota dari arena kehidupan khusus tersebut. Sedangkan pemberlakuan syariah Islami-yah dalam kehidupan umum bertumpu kepada dua aspek yakni sikap taqwa orang per orang serta kekuatan memaksa dari negara. Inilah arena tempat diberlakukannya hukum syara’ yang sepenuh-nya dikendalikan oleh Khalifah terhadap setiap warga negara tanpa membedakan agama yang dia-nutnya. Artinya baik warga negara dari kalangan umat Islam maupun non muslim ahlu dzimmah, sama-sama menjadi objek pemberlakuan syariah Islamiyah yang dikendalikan secara utuh oleh ne-gara melalui Khalifah tersebut. Inilah hakikat politik dalam Islam (حَقِيْقَةُ السِّيَاسَةِ فِيْ الإِسْلاَمِ) yang dite-rapkan dalam wadah Khilafah Islamiyah :
رِعَايَةُ شُؤُوْنِ الرَّعِيَّةِ اَيِ الأُمَّةِ دَاخِلِيَّةً وَخَارِجِيَّةً بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ
mengurus kepentingan rakyat atau umat baik dalam negeri maupun luar negeri dengan mengguna-kan hukum syara (Islam)
Sifat faktual tersebut dirumuskan berdasarkan informasi wahyu (دَلِيْلٌ نَقْلِيٌّ) berikut perjalanan empi-ris (دَلِيْلٌ عَقْلِيٌّ) sepanjang umat Islam dipimpin dan diurus oleh Khulafa Rasyidun. Rasulullah saw menyatakan :
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه البخاري)
مَا مِنْ وَالٍ يَلِي رَعِيَّةً مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَيَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ (رواه البخاري)
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ (رواه البخاري)
Hadits yang pertama memastikan bahwa berbeda dengan Bani Israil (Yahudi dan Nashrani), umat Islam hanya satu kali diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk dipimpin dan diurus oleh Nabi yak-ni Nabi Muhammad saw. Setelah itu, para Khalifah dipastikan akan menggantikan posisi tersebut dengan realitas yang persis sama dengan Nabi Muhammad saw kecuali satu hal yakni mereka tidak memperoleh wahyu dari Allah SWT secara langsung melainkan wahyu yang telah diturunkan kepa-da Rasulullah saw lalu disampaikan kepada mereka. Hubungan ketaatan rakyat (رَعِيَّةً مِنْ الْمُسْلِمِينَ) ke-pada Khalifah dipastikan melalui bai’at (فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ).
Hadits yang kedua dan ketiga memastikan bahwa penguasa Islam (Khalifah dan para Wali) sepe-ninggal Rasulullah saw wajib menjalankan kekuasaannya dalam rangka memberlakukan Islam se-cara sempurna, menyeluruh dan utuh. Mereka haram sedikit pun melakukan kecurangan (غَاشٌّ) yak-ni menjalankan kekuasaannya demi ambisi pribadi maupun orang lain, alias dalam rangka mereali-sir kepentingan naluriah dirinya maupun orang lain yang ada di sekelilingnya, atau memberlakukan peraturan yang bukan berasal dari Allah SWT (فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ).
Adapun realitas perjalanan empiris hakikat politik dalam Islam ditunjukkan oleh pemikiran mau-pun sikap Khulafa Rasyidun antara lain :
قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ يَوْمَ مَاتَ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ
bagian pernyataan Abu Bakar وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ memastikan bahwa Islam sebagai دِيْنًا tidak akan mungkin dapat diberlakukan secara sempurna oleh umat Islam terhadap seluruh manusia di dunia bila mereka tidak memiliki Khalifah yang dibai’at untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab saat beliau menyaksikan be-tapa kemajuan fisik (اَلتَّقَدُّمُ الْمَادِّيُ) sangat luar biasa dilakukan oleh bangsa Arab (umat Islam saat itu), namun beliau sangat khawatir hal itu akan memalingkan mereka dari perkara wajib yang pa-ling penting untuk selalu dipertahankan yakni Islam dan kepemimpinan.  Tamiim Ad-Daariy me-nyatakan :
تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِي زَمَنِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلَاكًا لَهُ وَلَهُمْ (رواه الدارمي)
pada masa Khalifah Umar telah terjadi keadaan manusia berlomba-lomba dalam pembangunan fisik (rumah), lalu Umar berkata kepada mereka : ‘wahai masyarakat Arab tanah itu akan tetap menjadi tanah (walau telah banyak ditempati bangunan), namun bahwa Islam itu tidak ada kecuali dengan adanya jamaah (Khilafah) dan jamaah itu tidak ada kecuali dengan adanya kepemimpinan dan kepemimpinan itu juga tidak ada kecuali dengan adanya ketaatan. Oleh karena itu siapa saja yang memimpin kaumnya berdasarkan pemahaman yang benar (terhadap Islam) maka dia adalah kehidupan bagi dirinya serta kaumnya, dan siapa saja yang memimpin kaumnya tidak berdasarkan pemahaman yang benar (terhadap Islam) maka dia adalah kebinasaan bagi dirinya maupun kaum-nya’
Wal hasil, tudingan Benyamin baik yang langsung : Di Islam, kiprah agama dalam ruang publik adalah suatu keniscayaan, maupun pinjaman : Malah bagi sebagian Muslim, agama harus berkan-cah dalam politik praktis, seluruhnya adalah salah fatal karena tidak sesuai dengan hakikat seluruh pemikiran Islami terutama yang berhubungan dengan pemerintahan dan kekuasaan. Oleh karena itu keberanian dia dalam mengungkap realitas atau hakikat dalam Islam yang terkategori sebagai pa-ling penting tanpa disertai dengan pengetahuan yang luas berikut pemahaman yang mendalam, ti-dak diragukan lagi sebagai bentuk penghinaan yang sadis dan brutal terhadap Islam.
Lebih dari itu, dia telah memalsukan Islam dengan paparan manipulatif yakni menyamakan Khila-fah Islamiyah sebagai negara agama alias theokrasi, persis seperti negara-negara kerajaan berbasis agama Katholik yang dia dapati di Eropa sejak abad pertengahan hingga kini : Kerajaan Inggris, Belanda, Denmark, Spanyol, Belgia dan lainnya.
2.       Benyamin menyatakan : Di Islam agama harus berkancah dalam politik praktis. Negara Islam me-nampakkan perpaduan Islam dan politik kekuasaan. Benarkah kesimpulan seperti itu?
Sekali lagi, pernyataan Di Islam agama harus berkancah dalam politik praktis, memastikan buram-nya penginderaan Benyamin terhadap realitas politik dalam Islam dan hal itu terjadi karena dia menggunakan secara paksa mind set sekularisme berikut realitas politik yang terbangun di atasnya untuk menjadi peta baku bagi realitas politik di luar sekularisme itu sendiri termasuk dalam Islam. Hasilnya dapat dipastikan yakni hakikat Islam dipaksa jadi terbelah dua : satu bagian adalah entitas Islam itu sendiri dan bagian lainnya adalah aspek “agama”. Kemudian ketika dia mendapatkan ada-nya realitas kekuasaan dalam Islam : Khilafah, maka dia pun dengan sangat gegabah membuat ke-simpulan absurd : Negara Islam menampakkan perpaduan Islam dan politik kekuasaan.
Artinya, apa pun ungkapan Benyamin tentang Islam maka hasilnya adalah tetap yakni Islam adalah sekedar agama layaknya agama lain dan Negara Islam adalah negara agama yang merupakan hasil perpaduan antara Islam (agama) dengan politik kekuasaan. Bahkan secara terselubung dia menggi-ring opini semua orang untuk menolak eksistensi Negara Islam, karena itu hanyalah negara agama yang pada dasarnya tidak menjamin kebebasan beragama. Hanya agama tertentu mendapat perla-kuan istimewa. Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan negara.
Benyamin sangat serius dalam mendiskreditkan Khilafah (dia sebut sebagai Negara Islam atau Ne-gara Agama) dengan kualifikasi pada dasarnya tidak menjamin kebebasan beragama, karena ha-nya agama tertentu mendapat perlakuan istimewa. Benyamin menuduh Khilafah sebagai negara yang anti agama lain di luar Islam dan hanya Islam yang diperlakukan dengan istimewa bahkan ki-prah Islam dibiarkan sebebas dan seluas mungkin hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan negara. Bahkan upaya penggiringan opini tersebut sangat intensif dan tegas dengan mem-buat sebuah stigma bahwa Negara Islam adalah kolaborasi agama Islam dengan negara yang bera-kibat Islam pasti kehilangan daya transendentalnya lalu negara menjadi otoriter dan diskriminatif. Tentu saja, ketika dia menyatakan negara menjadi otoriter dan diskriminatif yang dimaksudkan adalah Khilafah Islamiyah itu adalah negara yang otoriter dan diskriminatif. Sifat otoriter Khilafah adalah akibat mengatas namakan Tuhan dalam memberlakukan peraturan dalam kehidupan manu-sia, sehingga siapa pun yang tidak mentaatinya akan sangat mudah dicap sebagai menentang Tu-han. Sifat diskriminatif Khilafah tentu saja adalah akibat memposisikan Islam sebagai agama yang istimewa sehingga otomatis menjadikan agama lainnya terpinggirkan bahkan sangat mungkin tere-liminasikan dari kehidupan. Benarkah semua tuduhan tersebut?
Ungkapan : Negara Islam menampakkan perpaduan Islam dan politik kekuasaan, tentu saja adalah sangat salah sebab tidak sesuai dengan realitas Negara Islam (اَلدَّوْلَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) yakni اَلْخِلاَفَةُ :
هِيَ رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ الدُّنْيَا ِلإِقَامَةِ اَحْكَامِ الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ اِلَى الْعَالَمِ وَهِيَ عَيْنُهَا الإِمَامَةُ
adalah kepemimpinan bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara Islami serta mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dan jatidiri Khilafah itu tiada lain adalah Imamah
Negara Islam terwujud riil dalam kehidupan dunia sejak tibanya Nabi Muhammad saw di Negeri Madinah yang menjadi tempat tujuan hijrah beliau bersama dengan Muhajirin dari Negara Kufur Makkah. Sejak itulah, di dunia ada Nubuwwah yang terlembagakan dalam aturan main interaksi manusia dalam kehidupan mereka : syariah Islamiyah, yang diberlakukan secara resmi dan formal dalam wadah pelaksanaan politis : Negara Islam (اَلدَّوْلَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ). Lalu, ketika taqdir berlaku atas Nabi Muhammad saw yakni kematian, maka eksistensi Negara Islam sebagai lembaga Islami da-lam pemberlakuan Nubuwwah berganti dengan Khilafah sesuai dengan wahyu langit :
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (رواه احمد)
Ucapan Rasulullah saw ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ memastikan bahwa Khilafah Islamiyah yang pertama kali terwujud setelah beliau wafat yakni setelah masa Nubuwwah berakhir. Eksistensi Khilafah Islamiyah pasca Nubuwwah juga dipastikan oleh pernyataan Rasulullah saw lainnya :
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه البخاري)
Ungkapan : Negara agama pada dasarnya tidak menjamin kebebasan beragama. Hanya agama tertentu mendapat perlakuan istimewa. Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan negara, mengandung aspek benar dan aspek keliru. Aspek benar dari ungkapan tersebut ada jika dilekatkan kepada negara agama yakni negara yang mendasarkan praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau menjadikan agama tertentu sebagai agama resmi negara. Hampir se-mua negara kerajaan di Eropa Barat hingga kini, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Mataram Hindu, Mataram Islam, Kerajaan Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia dan sebagainya adalah contoh faktual dari negara yang mendasarkan praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau menjadikan agama tertentu sebagai agama resmi negara.
Adapun aspek keliru dari ungkapan tersebut dipastikan terjadi jika dilekatkan kepada Khilafah Is-lamiyah, karena Khilafah sama sekali bukan negara agama yakni bukan negara yang mendasarkan praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau menjadikan agama tertentu sebagai agama res-mi negara. Khilafah adalah bagian dari syariah Islamiyah yang wajib diberlakukan dalam kehidup-an dunia bahkan termasuk dalam kategori مِنْ اَهَمِّيَةِ الْفُرُوْضِ وَالْوَاجِبَاتِ (fardlu dan wajib yang paling penting). Hal itu karena pemberlakuan seluruh syariah Islamiyah lainnya di luar Khilafah sepenuh-nya bergantung kepada eksistensi Khilafah, yakni Khilafah ada maka pemberlakuan seluruh syariah Islamiyah otomatis terjamin 100 persen, namun sebaliknya ketika khilafah tidak ada seperti saat ini yang telah berlangsung 86 tahun maka dijamin 100 persen pemberlakuan seluruh syariah Islamiyah tidak mungkin dilaksanakan. Inilah yang sangat dipahami oleh Abu Bakar dan Umar :
قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ يَوْمَ مَاتَ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَلاَ بُدَّ لِهَذَا الدِّيْنِ مَنْ يَقُوْمُ بِهِ
فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ
Lalu, bagaimana eksistensi agama lain (Yahudi, Nashrani, Buddha, Hindu, Kong Huchu dan seba-gainya) dalam arena kehidupan Khilafah Islamiyah? Ketentuannya adalah Islam wajib didakwah-kan kepada seluruh manusia tanpa mempertimbangkan agama mereka yang tengah dianut :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل : 125)
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ (رواه مسلم)
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya berkata : Rasulullah saw itu ketika beliau menugaskan seorang Amir untuk jaisy maupun sariyah, pastilah beliau berwasiat kepadanya secara khusus berkenaan dengan taqwa kepada Allah dan kaum muslim yang menyertainya. Kemudian beliau berkata : berperanglah بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ, perangilah siapa pun yang bersikap kufur kepada Allah, berperanglah dan janganlah bersikap اَلْغُلُوْلُ (diam-diam mengambil ghanimah sebelum dilakukan pembagian oleh Rasulullah saw), janganlah bertindak اَلْغَدْرُ (membatalkan perjanjian), janganlah melakukan اَلْمَثْلَةُ (membakar jasad musuh sebelum atau sesudah membunuhnya) dan janganlah membunuh anak-anak. Jika engkau bertemu dengan musuh dari kalangan kaum musyrik maka se-rulah mereka kepada tiga pilihan atau seruan, lalu manapun dari seruan itu yang mereka penuhi maka terimalah dan tahanlah tangan dari mereka. Kemudian serulah mereka kepada Islam, lalu jika mereka memenuhinya maka terimalah dan tahanlah tangan dari mereka. Kemudian serulah mereka untuk berpindah dari negara mereka ke negara Muhajirin dan bertahukanlah kepada me-reka bahwa jika mereka melakukan hal itu, maka hak mereka sama dengan hak kaum Muhajirin dan kewajiban mereka sama dengan kewajiban kaum Muhajirin. Lalu jika mereka menolak untuk berpindah dari negara mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka berstatus sa-ma dengan kaum muslim Arab lainnya yakni berlaku hukum Allah atas mereka yang juga diber-lakukan atas kaum mukmin dan mereka tidak akan memperoleh ghanimah maupun fai-iy kecuali ji-ka mereka jihad bersama dengan kaum muslim. Lalu jika mereka menolaknya maka mintalah dari mereka jizyah dan jika mereka memenuhinya maka terimalah dan tahanlah tangan dari mereka. Lalu jika mereka menolak (membayar jizyah) maka mintalah tolong kepada Allah dan perangilah mereka
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ وَأَسْلِمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَعَلَيْكَ إِثْمُ الْأَرِيسِيِّينَ وَ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (رواه البخاري)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ  dari Muhammad hamba Allah dan Rasul Nya kepada Heraklius Penguasa Ro-mawi. Salam bagi siapa saja yang mengikuti hidayah. Selanjutnya, saya menyeru anda dengan se-ruan Islam. Masuklah anda ke dalam Islam, pastilah anda akan selamat dan sekali lagi masuklah anda ke dalam Islam pasti Allah akan memberikan kepada anda pahala anda dua kali lipat lalu ji-ka anda menolak maka dosa seluruh rakyat anda menjadi tanggung jawab anda. Dan wahai ahlul kitab, marilah menuju ucapan yang sama antara kami dan kalian yakni kita tidak akan mentaati kecuali Allah dan kita pun tidak akan bersikap syirik kepada Nya dengan sesuatu apa pun dan se-bagian kita tidak akan menjadikan sebagian lainnya sebagai Tuhan selain Allah. Lalu jika kalian berpaling menolak maka ucapkanlah oleh kalian (umat Islam) : saksikanlah oleh kalian wahai ah-lul kitab bahwa kami adalah kaum muslim
Oleh karena itu, sangat jelas posisi agama lain dalam kehidupan Islami (Khilafah Islamiyah) yakni tetap diberi jaminan untuk eksis dianut oleh warga negara khilafah, namun hanya sebatas sebagai spiritualisme ritualisme dan bukan sebagai ideologi. Para penganut agama lain tersebut wajib mem-bayar jizyah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan mereka kepada Khilafah dan ini harus difor-malkan demikian serta wajar diberlakukan seperti itu, sebab faktanya mereka tidak berada dalam Islam. Allah SWT menyatakan :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الأنفال : 39)
Lagipula, fakta seluruh agama lain tersebut termasuk Yahudi dan Nashrani memastikan bahwa di dalamnya sama sekali tidak ditemukan sistema bagi kehidupan manusia di dunia yakni ideologi, melainkan sebaliknya seluruhnya adalah kumpulan aturan main spiritualistik ritualistik. Sehingga aqal pun memutuskan hukumnya bahwa sebuah kewajaran, kelaziman bahkan keniscayaan jika Is-lam yang mengendalikan seluruh agama tersebut dan bukan sebaliknya. Jadi, Khilafah Islamiyah sama sekali bukan kolaborasi Islam dengan negara melainkan wadah politik pelaksanaan bagi seluruh ketentuan Allah SWT yang ada dalam Islam dan Khilafah sendiri adalah bagian dari keten-tuan tersebut. Ungkapan : Kiprahnya hingga di wilayah politik praktis, berkolaborasi dengan nega-ra. Akibatnya, agama kehilangan daya transendentalnya, negara menjadi otoriter dan diskrimina-tif. Tindakan bunuh diri bagi agama dan negara, tentu saja sangat cocok dan layak untuk meng-gambarkan realitas Negara Agama seperti : semua negara kerajaan di Eropa Barat hingga kini, Ke-rajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Mataram Hindu, Mataram Islam, Kerajaan Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia dan sebagainya. Hal itu karena negara agama adalah negara yang mendasar-kan praktik kenegaraannya kepada agama tertentu, atau menjadikan agama tertentu sebagai agama resmi negara.
Ungkapan : Akibatnya, agama kehilangan daya transendentalnya, negara menjadi otoriter dan dis-kriminatif. Tindakan bunuh diri bagi agama dan negara, adalah dipastikan akan terjadi dalam na-ungan konsep politik sekularistik yang realitasnya adalah seperti yang dinyatakan oleh C. Calhoun (2002) : the ways in which people gain, use, and lose power : suatu jalan yang dengannya orang-orang memperoleh, menggunakan dan kehilangan kekuasaan. Realitas politik inilah yang mendo-rong Hannah Arendt dalam bukunya Wahrheit und Lüge in der Politik untuk menyatakan : Barang-siapa tidak menghendaki apa-apa selain mengatakan kebenaran, berdiri di luar pertarungan poli-tis (“Dusta dalam Politik”, tulisan F. Budi Hardiman : Pengajar Filsafat Politik di STF Driyarkara Jakarta, Kompas Jumat 12 Februari 2010, OPINI, halaman 6). Kondisi faktual inilah yang selalu terjadi di seluruh negara kebangsaan mana pun saat ini yang semuanya mempraktikkan dan mem-berlakukan konsepsi politik sekularistik tersebut.
Wal hasil, Benyamin F. Intan dengan penuh percaya diri menuding realitas negara dalam Islam yakni Khilafah sebagai negara agama atau theokrasi, seperti yang dia dapati dalam kehidupan Dunia Kristiani di Eropa Barat (Inggris, Belanda, Spanyol, Denmark, Monaco, Belgia dan lainnya), atau Ro-mawi, Persia, Hindustan, Kekaisaran Jepang sebelum Restorasi Meiji, Majapahit, Sriwijaya, Mataram Hindu, Mataram Islam dan sebagainya. Setelah itu, dia dengan sengaja menempelkan stigma kepada Khilafah Islamiyah sebagai negara yang merusak citra transendental atau kesakralan agama (Islam) se-kaligus mengantarkan negara menjadi otoriter dan diskriminatif. Seluruhnya dilakukan dengan sangat halus namun jelas sangat sadis dan brutal sekaligus gegabah, sebab dia sama sekali tidak membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup tentang realitas Khilafah Islamiyah yang secara empiris per-nah mendominasi kehidupan dunia selama lebih dari 13 abad, yakni sejak abad ke-6 hingga abad ke-20 masehi. Sehingga sebenarnya sangat mudah bagi siapa pun untuk mengindera lalu memahami realitas Khilafah Islamiyah dengan sempurna, menyeluruh dan utuh.
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (الزمر : 9)

Realitas negara dalam Islam
Seluruh dalil dalam sumber Islam menunjukkan bahwa realitas negara dalam Islam adalah seba-gai كِيَانٌ سِيَاسِيٌّ تَنْفِيْذِيٌّ (wadah politik pelaksanaan) dan bentuk pemerintahannya (شَكْلُ حُكْمِهَا) dipastikan yakni Khilafah :
رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ الدُّنْيَا ِلإِقَامَةِ اَحْكَامِ الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ اِلَى الْعَالَمِ وَهِيَ عَيْنُهَا الإِمَامَةُ
Khilafah bukan negara agama (theokrasi alias اَلدَّوْلَةُ الدِّيْنِيَّةُ) dan bukan negara ketuhanan (دَوْلَةً اِلَهِيَّةً) mela-inkan negara yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam syariah Islamiyah dan dengan keberadaannya maka otomatis seluruh bagian dari syariah Islamiyah tersebut dapat diberlakukan dalam kehidupan ma-nusia secara sempurna (شَامِلاً), menyeluruh (كَامِلاً) dan utuh (دُفْعَةً وَاحِدَةً).
Islam mewajibkan Khalifah mengendalikan perjalanan Khilafah selalu sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Nubuwwah Nabi Muhammad saw, yakni Islam itu sendiri. Sifat faktual Khilafah inilah yang akan menjamin 100 persen bagi pemberlakuan syariah Islamiyah dalam kehidupan manusia seka-ligus dipastikan dapat mengantarkan mereka kepada kesejahteraannya serta terhindar dari kebinasaan kemanusiaannya. Artinya, selain mereka akan sejahtera (terpenuhi seluruh kebutuhan pokok maupun tuntutan naluriahnya) juga hakikat mereka sebagai manusia dan bukan binatang, akan selalu terjaga, terpelihara, lestari melekat erat pada diri mereka sepanjang hidup di dunia. Begitu juga eksistensi dunia yakni bumi dan langit berikut keberlangsungannya akan terjaga sebaik mungkin, karena manusia diatur dengan peraturan dan rule of game yang pasti hitam putih ketika mereka memanfaatkan dan mengeks-ploitasi keduanya. Tegasnya, hanya Khilafah yang mampu :
1.       mencegah manusia dari tindakan yang diharamkan oleh Islam yakni memposisikan kepentingan naluriah (هَوَاهُ) sebagai tuhan :
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (الفرقان : 43-44)
2.       secara otomatis mencegah manusia dari tindakan yang diharamkan oleh Islam : اَلتَّحَاكُمُ اِلَى الطَّاغُوْتِ, karena Khalifah wajib memberlakukan seluruh ketentuan Islam atas semua warga negara :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (النساء : 60)
3.       mencegah hancurnya dunia dan kehidupan di dalamnya sebelum saatnya dihancurkan oleh Allah SWT :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
4.       mencegah keinginan manusia untuk meracik peraturan kufur yang akan membinasakan jatidiri ke-manusiaan mereka sendiri :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم : 41)
5.       mewujudkan good governance dan clean government dalam perjalanan negara :
مَنْ كَانَ لَنَا عَامِلًا فَلْيَكْتَسِبْ زَوْجَةً فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ خَادِمٌ فَلْيَكْتَسِبْ خَادِمًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَسْكَنٌ فَلْيَكْتَسِبْ مَسْكَنًا قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أُخْبِرْتُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اتَّخَذَ غَيْرَ ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ أَوْ سَارِقٌ  (رواه ابو داود)
مَنْ وَلِيَ لَنَا عَمَلًا فَلَمْ يَكُنْ لَهُ زَوْجَةً فَلْيَتَزَوَّجْ أَوْ خَادِمًا فَلْيَتَّخِذْ خَادِمًا أَوْ مَسْكَنًا فَلْيَتَّخِذْ مَسْكَنًا أَوْ دَابَّةً فَلْيَتَّخِذْ دَابَّةً فَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ أَوْ سَارِقٌ (رواه احمد)
6.       mempersiapkan manusia untuk dapat menjawab empat pertanyaan awal di hari qiyamah :
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا اَفْنَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ اَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ اَبْلاَهُ (رواه الترمذي)
Tidak akan pernah bisa bergerak dua telapak kaki seseorang di hari qiyamah hingga dia ditanya tentang umurnya dalam hal apa dia pergunakan, tentang ilmunya dalam hal apa mendasari perbu-atannya, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan dalam hal apa dia belanjakan dan tentang tubuhnya dalam hal apa dia rusakkan
7.       mencegah terjadinya distorsi dalam distribusi kekayaan di antara individu rakyat dengan mencegah terjadinya tindakan yang diharamkan oleh Islam yaitu كَنْزُ الْمَالِ (penimbunan emas dan perak) mau-pun penimbunan harta selain keduanya (اَلإِحْتِكَارُ) :
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ (التوبة : 34)
dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya dalam ji-had maka gembirakanlah mereka dengan adzab yang sangat pedih
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ (رواه مسلم)
Siapa saja yang melakukan ihtikar maka dia telah bersalah
8.       memenuhi seluruh kebutuhan pokok setiap orang rakyat semaksimal mungkin termasuk penyeleng-garan pendidikan dan penyediaan fasilitas kesehatan secara gratis :
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا (رواه الترمذي وابن ماجه)
إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ الْأَرْضَ فَكَانَتْ مِنْهُ طَائِفَةٌ قَبِلَتْ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا نَاسًا فَشَرِبُوا فَرَعَوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَسْقَوْا وَأَصَابَتْ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَنَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِمَا بَعَثَنِي بِهِ وَنَفَعَ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (رواه احمد)
Demikianlah sebagian aspek-aspek kehidupan manusia di dunia yang lazim dan wajib ada atau terpe-nuhi, atau justru diharamkan terjadi dan tidak lumrah ada. Seluruh aspek tersebut dan lainnya masih banyak, baik yang terkategori lazim dan wajib ada atau terpenuhi maupun yang terkategori diharamkan terjadi dan tidak lumrah ada, hanya Khilafah yang mampu mengelolanya dengan bertumpu sepenuhnya kepada ketentuan Islam semata dan bukan yang lain.
Negara Islam adalah negara agama : upaya pengkisruhan pemikiran!
Sekali lagi, Khilafah Islamiyah bukan negara agama atau theokrasi atau negara ketuhanan me-lainkan negara yang diwajibkan tegak oleh Allah SWT untuk menjadi institusi politis pelaksanaan bagi seluruh ketentuan Islam yang telah ditetapkan sempurna seiring wafatnya Rasulullah saw. Realitas ini sangat jelas dan gamblang, baik dari sisi dalil naqliy yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah maupun oleh dalil aqliy yang berupa perjalanan empiris Khilafah Islamiyah terutama sepanjang periode Khulafa Rasyidun.
Bahkan realitas Khilafah tersebut terindera dengan sangat jelas oleh para penguasa dan pengen-dali kekufuran dari masa ke masa, baik di Jazirah Arab (Quraisy), Afrika (Raja Najasyi), Eropa (Kaisar Heraklius dari Romawi maupun penerusnya seperti para penguasa di Inggris, Perancis, Portugal, Spa-nyol dan lainnya), Asia Tengah (Kisra dari Persia), Asia Timur (Raja Mongolia Jengis Khan) dan seba-gainya. Mereka semuanya merumuskan kesimpulan yang sama bahwa Khilafah Islamiyah adalah unik dan berbeda dengan bentuk negara apa pun yang pernah ada sebelumnya termasuk apalagi negara aga-ma maupun negara ketuhanan. Inilah yang diwakili oleh ungkapan Wall Dewrant (dalam bukunya yang berjudul : قِصَةُ الْحَضَارَةِ تَرْجَمَةٌ مَجْمُوْعَةٌ مِنَ الْكُتَّابِ – دار الجيل, بيروت ج 13 – ص 151) :
اَنَّ الْخُلَفَاءَ قَدْ اَمَّنُوْا النَّاسَ اِلَى حَدٍّ كَبِيْرٍ عَلَى حَيَاتِهِمْ وَثِمَارِ جُهُوْدِهِمْ وَهَيَّأُوْا الْفُرَصَ لِذِويْ الْمُوَاهِبِ وَنَشَّرُوْا الرُّخَاءَ عَلَى مُدَّى سِتَّةِ قُرُوْنٍ فِيْ اَصْقَاعٍ لَمْ تُرْقِطْ مِثْلَ هَذَا الرُّخَاءِ بَعْدَ عَهْدِهِمْ وَبِفَضْلِ تَشْجِيْعِهِمْ وَمَعُوْنَتِهِمْ اِنْتَشَرَ التَّعْلِيْمُ وَازْدَهَرَتِ الْعُلُوْمُ وَالأَدَابُ وَالْفَلْسَفَةُ وَالْفُنُوْنُ اِزْدِهَارًا جَعَلَ آسِيَةَ الْغَرْبِيَّةِ مُدَّى خَمْسَةِ قُرُوْنٍ اَرْقَى اَقَالِيْمِ الْعَالَمِ كُلِّهِ حَضَارَةً
Sungguh para Khulafa itu telah mewujudkan keamanan yang luar biasa besarnya kepada manusia da-lam kehidupan mereka juga terhadap buah karya kesungguhan usaha mereka. Para Khulafa juga telah berhasil menyediakan berbagai fasilitas pemenuhan bagi orang-orang yang membutuhkan dan berha-sil menyebarluaskan kesejahteraan sepanjang enam abad dengan tingkat kesejahteraan yang tidak akan pernah ada yang dapat mengunggulinya pasca masa mereka. Berkat kesungguhan mereka dan kekuatan mereka, maka pendidikan menyebarluas disertai berkembang pesatnya berbagai ilmu, sastra, filsafat maupun teknologi, sedemikian rupa sehingga menjadikan Asia Barat sepanjang lima abad se-bagai kawasan peradaban paling maju di seluruh dunia
Sosok Wall Dewrant dan Benyamin F. Intan adalah sama yakni sama-sama penganut Katholik. Namun perbedaan penginderaan di antara keduanya ternyata sangat lebar, yaitu Dewrant bersikap jujur dan apa adanya ketika dia mengindera lalu menganalisis realitas Khilafah Islamiyah, sedangkan Benya-min adalah sebaliknya yakni mengindera realitas Khilafah secara salah lalu menganalisisnya dan me-nyodorkan hasilnya yang pasti salah bahkan menipulatif itu kepada penginderaan masyarakat terutama tentu saja umat Islam. Tujuan dari sikap Benyamin itu dapat dipastikan yakni dalam rangka pengkisru-han pemikiran umat Islam sehingga mereka semakin benci dan menolak realitas Khilafah Islamiyah, sekaligus semakin cinta kepada negara kebangsaan sekularistik dan sepakat untuk selalu memberlaku-kannya dalam kehidupan mereka.


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (آل عمران : 118)

No comments:

Post a Comment