Negara kapitalistik : negara ataukah perusahaan?
Pengamat sosial ekonomi : Ichsanudin Noorsy
menyatakan : liberalisasi sektor migas itu peran-nya Bank Pembangunan Asia
(ADB), USAID (lembaga donor dari Amerika Serikat) dan Bank Dunia. Bagaimana
pemerintah diminta berhati-hati supaya bahan bakar (BBM) publik dicabut
subsidinya. Ini adalah skenario besar. Dampak liberalisasi tersebut bagi
Indonesia adalah nantinya akan ada kartel hulu migas oleh pemain asing. Pada
akhirnya ini membuat hulu dan hilir sektor energi tak sesuai de-ngan UUD 1945.
Artinya kita bersedia dikendalikan kekuatan pasar. Padahal APBN punya peran
menstabilkan harga, menyejahterakan rakyat. Kenaikan harga BBM kemarin melanggar
konstitusi. Definisi istilah subsidi sekarang tidak jelas karena subsidi hanya
diartikan sebagai selisih antara har-ga pasar dan harga jual pemerintah.
Sementara dari kacamata konstitusi, subsidi merupakan kewajib-an pemerintah
untuk menyejahterakan rakyatnya.
Selain menyatakan demikian Noorsy juga membeberkan
sejumlah fakta tentang peran asing (AS dan lembaga-lembaga non negara) dalam
skenario liberalisasi energi :
1.
dokumen berupa surat yang mencantumkan nama Duta Besar
AS untuk Indonesia : Stapleton Roy (1996-1999) terkait dengan penyusunan
Undang-Undang (UU) No 22/2001 tentang Migas dan libe-ralisasi sektor listrik.
2.
dokumen Bank Dunia terkait Energy Sector Governance
Strenghened 497-013 pada 2000. Doku-men tersebut menunjukkan bahwa Bank
Dunia menilai kebijakan energi pemerintah tidak tepat, se-bab pemerintah
menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk menyubsidi BBM, sedangkan sektor
kesehatan, pendidikan dan sosial lainnya terbengkalai. Bank Dunia menyarankan
pemerintah me-minimalisasi perannya sebagai regulator, memotong subsidi dan
meningkatkan peran swasta. Apa-bila saran ini diterapkan, Bank Dunia yakin
pemerintah akan memperoleh keuntungan miliaran do-lar AS dari sektor energi
terutama pajak. Selain harga yang makin rasional, dampak lingkungan yang minim
dan mempertahankan sumber daya alam nasional.
3. dokumen
yang sama (nomor 2) menunjukkan bahwa lembaga USAID berperan dalam memberi
masukan-masukan pengembangan kebijakan termasuk bagaimana menerapkan kebijakan
kunci ser-ta reformasi kebijakan dan aturan hukumnya. USAID juga membantu
analisis harga energi dan pe-motongan subsidi nasional serta dibukanya sektor
listrik untuk swasta. USAID bergandengan ta-ngan erat bersama ADB dan Bank
Dunia terkait reformasi dengan menggelontorkan dana 20 miliar dolar AS dalam
bentuk utang. ADB dan USAID juga bekerja sama membuat UU Migas yang baru saat
itu.
Fakta tersebut sebenarnya sama sekali tidak istimewa
atau mengejutkan sebab secara ideologis (kapitalisme) pasti akan
terjadi dalam suatu negara yang berkriteria miskin, berkembang tapi
melim-pah sumberdaya alamnya, misalnya Indonesia. Hal itu karena sudah
menjadi sifat dasar ideologi kapi-talisme bahwa standard dilakukan
atau tidak dilakukannya suatu aksi, tindakan, kebijakan dan
seba-gainya adalah manfaat (اَلْمَنْفَعَةُ).
Standard perbuatan ini menuntut dan menuntun siapa
pun (individu) atau pihak manapun (negara) untuk menjadikan timbangan untung
dan rugi sebagai asas satu-satunya dalam memutuskan suatu tindakan/aksi
(individu) maupun kebijakan/policy (negara). Lalu asas ini pun
memastikan harus adanya pihak yang berposisi sebagai yang mengambil
manfaat (kedudukan domi-nan) dan yang dimanfaatkan
(kedudukan marginal alias terpinggirkan). Kunci satu-satunya untuk da-pat
menempati posisi dominan adalah menguasai secara mutlak sumber
bahan baku (raw materials resource) berikut sarana dan prasarana
komplementernya serta menguasai dan mengendalikan pasar (market).
Jika seseorang (individu) atau satu pihak (perusahaan) atau kekuatan (negara)
telah sepenuh-nya menguasai dan mengendalikan raw materials resource dan
market, maka otomatis orang itu atau perusahaan itu
atau negara itu menempati posisi dominan yang akan mampu memanfaatkan
orang lain atau perusahaan lain atau negara lain. Contoh riil adalah realitas
hubungan Amerika Serikat (AS) dan negara lain di luar AS, baik itu Uni Eropa,
negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin maupun Australia. Hubungan AS dengan
negara-negara lain hingga saat ini masih dan bahkan makin menem-patkan negara
adidaya itu pada kedudukan super dominan dan itu ditandai oleh sejumlah
realitas :
1.
posisi mata uang AS yakni dollar makin mantap sebagai :
(a) standard kurs bagi seluruh mata uang lain yang ada di dunia, (b) mata uang
utama dalam transaksi perdagangan internasional komoditas strategis seperti CO,
CPO, Gold, Silver, Diamonds, aneka tambang, beras, gandum, terigu, jagung,
kedelai, lada, kopi, cacao dan lain-lain, (c) cadangan devisa di setiap bank
central seluruh negara yang ada saat ini dan (d) mata uang paling stabil
volatilitasnya.
2.
fluktuasi indeks bursa saham (stock market) AS :
Dow Jones maupun Nasdaq, selalu menjadi faktor pemicu utama yang menggerakkan
(naik atau turun) indeks bursa saham lainnya di seluruh dunia : FTSE 100
London, Dax Jerman, Hangseng, Nikkei, Australian All, BEI dan sebagainya.
3.
tingkat suku bunga bank central AS : The Fed Funds
Rate selalu menjadi acuan bagi negara-negara lain, yakni menentukan
keputusan bank central negara-negara tersebut apakah akan menaikkan atau
menurunkan tingkat suku bunganya.
4.
cadangan strategis BBM (CO) AS hampir selalu menjadi
faktor utama yang memicu fluktuasi har-ga BBM di pasar global, yakni ketika ada
klaim bahwa cadangan tersebut naik maka harga BBM global selalu turun dan
sebaliknya saat diklaim cadangan tersebut turun maka harga BBM global pun
selalu naik dengan cepat.
5. data-data
kinerja perekonomian AS (tingkat inflasi, pertumbuhan, tingkat pengangguran,
daya beli masyarakat, laju ekspor, cadangan devisa dan sebagainya) selalu
memicu gejolak perekonomian se-cara global bahkan pengaruh buruk atau baik
hampir sangat sulit untuk ditolah oleh negara mana pun. Contohnya adalah
pengaruh buruk kredit macet perumahan kelas bawah AS (subprime mort-gage) yang
sampai sekarang masih kuat bahkan semakin melebar ke sektor perbankan, bursa
sa-ham, bursa uang, bursa komoditas dan seterusnya, terutama di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Keseluruhannya selalu
akan dipertahankan oleh AS supaya minimal tetap dalam status quo
atau akan diusahakan untuk semakin kuat dan dominan atas dunia. Hal itu karena
konsep dasar kapitalisme me-wajibkan demikian jika memang AS ingin tetap
dalam posisinya sebagai super power and super rich. Upaya
tersebut direalisir oleh AS dengan membentuk institusi-institusi yang sejak
awal dikuasai serta dikendalikan olehnya seperti World Bank (Bank Dunia),
International Monetery Fund (IMF), USAID, ADB (regional) dan lainnya.
Itulah mengapa Bank Dunia, IMF, USAID,
ADB “mewajibkan” diri untuk selalu memainkan pe-ran menentukan (the main
role) terhadap kebijakan suatu negara dalam pengelolaan perekonomiannya.
Inilah yang begitu gamblang terungkap dalam dokumen yang ditunjukkan oleh
Noorsy sehubungan de-ngan skenario liberalisasi energi di Indonesia. Nampak
jelas bahwa peran yang tengah dimainkan bu-kan peran “murahan, picisan, asal
peran” melainkan the main role sehingga langsung menyodok
perso-alan legislasi perundang-udangan Indonesia (fungsi badan legislatif dan
eksekutif). Artinya, pemerintah Negara Kesatuan RI (NKRI) paling tidak dalam
kasus ini benar-benar nyata dikuasai dan dikendalikan oleh AS
melalui institusi kepanjangan kepentingan AS sendiri : Bank Dunia, IMF, USAID,
ADB. Bah-kan sebenarnya berdasarkan konsep konstelasi konspiratif antar negara
saat ini, NKRI secara 100 per-sen (tidak hanya dalam kasus tersebut) dikuasai
dan dikendalikan oleh AS.
Kendali dominasi perekonomian AS atas dunia akan
pasti berlaku baik itu saat AS mengalami booming maupun ketika AS
(baik secara makro maupun bagian per bagian) dilanda “sedikit” persoalan
seperti saat ini (pertengahan September 2008). Dua buah bank investasi papan
atas AS secara berturut-turut mengalami kebangkrutan (akibat subprime
mortgage), yakni Merryl Lynch pada awal tahun ini dan disusul oleh Lehman
Brothers yang dinyatakan bangkrut pada 15 September 2008, setelah calon pembeli
utamanya yaitu Bank of America tidak jadi membeli dan justru beralih
membeli Merryl Lynch. Akibat buruk dari kebangkrutan Lehman Brothers
adalah sangat nyata terhadap bursa saham maupun bursa komoditas di AS, yakni
indeks Dow Jones mengalami penurunan yang drastis lebih dari 500 poin dan
berada pada level di bawah 11 ribu (10 ribuan). Demikian juga harga CO di bursa
komoditas New York (NYMEX) mengalami penurunan hingga di bawah harga 100
dolar AS per barel (92-94 dolar per barel). Namun, gejolak perekonomian
tersebut tidak hanya berlaku di AS tapi secara otomatis memba-wa serta
negara-negara lain terutama di Asia dan itu ditunjukkan dengan terjadinya
pernurunan indeks di tiga bursa utama Asia : (a) Nikkei Tokyo turun lebih dari
500 poin, (b) Hanseng Hongkong turun le-bih dari 1200 poin dan (c) Straits
Times Singapura turun 50 poin lebih. Jadi nyata sekali dalam keadaan AS
bagaimana pun, kendali dominasi perekonomiannya terhadap seluruh dunia pasti
berlaku dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mencegahnya
atau dapat menghindarinya.
Realitas yang sangat harus dipahami dari dokumen
rencana liberalisasi sektor energi tersebut ada-lah keberadaan suatu negara
dalam pandangan ideologi kapitalisme, yakni apakah memang riil
sebagai negara (as the state at all cost) ataukah sebagai
perusahaan (as the corporation at all cost).
Secara sederhana perusahaan kapitalistik pasti akan
: (a) berusaha sekuat mungkin untuk mem-peroleh keuntungan sebesar-besarnya dan
(b) berusaha sekuat mungkin untuk menghindari kerugian se-kecil apa pun. Inilah
yang digariskan oleh prinsip ekonomi dalam kapitalisme : korbanan sekecil
mung-kin untuk meraih keuntungan sebesar mungkin. Prinsip ini telah nyata
diimplementasikan oleh setiap perusahaan di negara mana pun : maju maupun
berkembang.
Sikap Bank Dunia yang terungkap dalam dokumen Energy
Sector Governance Strenghened 497-013 yang menilai tidak tepat
alias menyalahkan kebijakan pemerintah NKRI yang selalu
mengalokasi-kan dana triliunan rupiah untuk subsidi BBM disertai analisis
untung rugi bila subsidi dicabut atau dite-ruskan : Bank Dunia yakin
pemerintah akan memperoleh keuntungan miliaran dolar AS dari sektor energi
terutama pajak. Selain harga yang makin rasional, dampak lingkungan yang minim
dan mem-pertahankan sumber daya alam nasional, memastikan
adanya penerapan prinsip-prinsip perusahaan (the corporation) terhadap
negara (the state). Artinya, dalam pandangan ideologi kapitalisme
(diwakili oleh World Bank, IMF, ADB, USAID) realitas perusahaan dan negara
adalah sama saja atau harus disamakan. Bahkan
realisasi cara pandang tersebut tidak hanya dalam bentuk masukan (advice)
mela-inkan disertai dengan dukungan dana (funds) dalam jumlah besar
walau itu adalah hutang bagi NKRI. Inilah yang terungkap dalam dokumen yang
sama : USAID juga membantu analisis harga energi dan pemotongan subsidi
nasional serta dibukanya sektor listrik untuk swasta. USAID bergandengan tangan
erat bersama ADB dan Bank Dunia terkait reformasi dengan menggelontorkan dana
20 miliar dolar AS dalam bentuk utang.
Memang benar (sesuai
dengan faktanya), negara (the state atau اَلدَّوْلَةُ)
diposisikan secara sama de-ngan the corporation dalam sistem
perekonomian kapitalistik. Realitas penyamaan tersebut dibuktikan oleh sejumlah
hal atau parameter yakni :
1.
surat berharga yang dikeluarkan baik itu oleh
otoritas moneter (Bank Central, BI untuk kasus NKRI) maupun otoritas fiskal
(pemerintah melalui Menteri Keuangan) yang posisi dan eksistensi-nya sama
persis (typical) dengan saham (the stock) suatu perusahaan. Jadi,
untuk kasus NKRI posi-si dan eksistensi obligasi pemerintah (misal ORI :
Obligasi Ritel Indonesia), SUN (Surat Utang Ne-gara), SUKUK (Surat Utang Khusus
alias SUN berbasis syari’ah) adalah “saham negara” yang di-keluarkan oleh
otoritas fiskal, sedangkan mata uang rupiah adalah “saham negara” yang
dikeluar-kan oleh otoritas moneter.
2.
posisi modal dalam perusahaan adalah sama dengan
posisi APBN NKRI, yakni gambaran riil renca-na dan kemampuan untuk
membiayai “proses produksi” serta sejauh mana atau sekuat apa dalam menghadapi
gejolak harga di sisi sumber bahan baku maupun di sisi pasar.
3. gambaran
singkat posisi aliran keuangan (prospektus) suatu perusahaan adalah sama
dengan se-jumlah data yang menunjukkan kinerja perekonomian NKRI : GNP (PDB),
tingkat pertumbuhan, laju inflasi, tingkat penyerapan anggaran, tingkat
pengangguran, laju ekspor impor dan posisi cada-ngan devisa di BI.
Dengan demikian, tanpa
adanya peran “asing” sekalipun (World Bank, IMF, ADB, USAID) sebenar-nya NKRI
(juga seluruh negara lainnya : terbelakang, berkembang, maju) telah
memposisikan dirinya sejak awal really as the corporation. Campurtangan
asing tersebut tidak lebih sekedar sebagai penegas-an kepada
pemerintah NKRI bahwa jangan sekali kali menyalahi atau
menyimpang dari semua keten-tuan sistem perekonomian kapitalistik yang dianut
dan diterapkan oleh NKRI.
Akibatnya adalah ketika suatu negara (termasuk NKRI)
harus menghadapi pilihan antara berpi-hak kepada rakyatnya (mempertahankan
pemberian subsidi atau bentuk assistence lainnya) atau tetap konsisten
dengan semua ketentuan kapitalisme, maka dapat dipastikan
pemerintah NKRI akan memi-lih yang kedua walau mungkin (khusus kasus NKRI)
dilakukan secara bertahap dan tidak drastis. Jadi, sama persis dengan Pertamina
yang akan terus menaikkan harga jual gas LPG hingga harga keekono-miannya (Rp
11.400,00 per kg) secara bertahap, maka pemerintah NKRI pun pasti akan mencabut
berbagai bentuk subsidi bagi rakyatnya (misal untuk BBM) secara bertahap hingga
benar-benar APBN NKRI terbebas 100 persen dari subsidi.
Wal hasil, semua negara
yang menerapkan ideologi kapitalisme dalam perekonomiannya alias negara
kapitalistik (the capitalistical state) dipastikan akan
menjadikan seluruh rakyatnya sebagai the captive market (pasar utama)
untuk semua barang (sembako, listrik, BBM dan lainnya) maupun jasa (rumah
sakit, transportasi, infrastruktur dan lainnya) yang dihasilkan atau disediakan
oleh negara yang bersangkutan. Lebih dari itu, negara kapitalistik pun dalam
melakukan transaksi perdagangannya de-ngan rakyat dipastikan selalu akan
mencari keuntungan dan selalu akan menghindari kerugian dengan cara apa pun.
Akibatnya adalah posisi rakyat amat sangat rapuh bahkan sama sekali tidak
memiliki po-sisi tawar (bargaining position) apa pun terhadap negara.
Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ
ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (طه : 124)
Ayat tersebut menunjukkan :
1.
makna dari bagian ayat أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي
adalah أَعْرَضَ
عَنْ دِيْنِيْ yakni berpaling dari Islam (دِيْنِيْ)
atauخَالَفَ
أَمْرِيْ وَمَا أَنْزَلْتُهُ عَلَى رَسُوْلِيْ أَعْرَضَ عَنْهُ وَتَنَاسَاهُ
وَأَخَذَ مِنْ غَيْرِهِ هُدَاهُ yakni menyalahi perintah Ku (Allah)
berikut semua perkara yang telah Aku turunkan kepada Rasul Ku (Islam), dia
berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil dari selainnya sebagai
hidayah. Akibat dari sikap manusia tersebut adalah kehidupan mereka di
dunia sama sekali bukan kehidupan yang layak bagi jatidiri mereka sebagai
manusia : فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah
SWT sendiri pada bagian awal surat Thaha : مَا أَنْزَلْنَا
عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لِتَشْقَى (طه : 2), yang memastikan
bahwa Al-Quran sebagai sumber Islam diturunkan bagi manusia supaya manusia
terhindar dari kesengsaraan hidup di dunia yakni sebentuk pola kehidupan yang
sepenuhnya hanya dikendalikan oleh kepentingan na-luriah manusia (أَهْوَاءُ
النَّاسِ), sehingga sama sekali tidak berbeda dengan pola kehidupan
binatang.
2.
bagian ayat وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَعْمَى merupakan celaan (اَلذَّمُّ)
bagi siapa saja yang berpaling dari Islam serta mengambil selain Islam sebagai
sumber aturan kehidupan, sehingga perbuatan tersebut adalah haram
dilakukan.
3.
oleh karena itu, kehidupan dunia dalam wadah negara
kapitalistik adalah diharamkan oleh Islam bagi kaum muslim.
Selain itu, dari sisi apa adanya realitas yang melekat pada negara kapitalistik
menunjukkan dengan pasti bahwa negara tersebut benar-benar tidak layak
dijadikan wadah bagi kehidupan manusia maupun kemanusiaan.
Khilafah Islamiyah : diharamkan
menjadi perusahaan!
Negara dalam Islam (اَلْخِلاَفَةُ
الإِسْلاَمِيَّةُ) disyari’ahkan (مَشْرُوْعَةٌ)
sejak awal sebagai wadah politis pe-laksanaan (كِيَانٌ سِيَاسِيٌّ
تَنْفِيْذِيٌّ) Islam itu sendiri. Syari’ah Islamiyah
diberlakukan (تَنْفِيْذٌ وَتَطْبِيْقٌ) dalam ne-gara
tersebut (Khilafah) dimaksudkan untuk menjadi sistema kehidupan manusia selama
di dunia supa-ya mereka dapat hidup layak dan pantas sesuai
dengan jatidiri mereka sebagai manusia (لَهُ عَقْلٌ)
dan bukan binatang (لَيْسَ لَهُ عَقْلٌ). Inilah yang
dimaksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (يوسف : 2)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ
تَسْمَعُونَ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا
يَعْقِلُونَ (الأنفال : 22-20)
yang menunjukkan bahwa :
1.
seburuk-buruknya makhluk (شَرُّ الدَّوَابِّ)
adalah manusia yang tidak mampu menggunakan aqal me-reka (لَا
يَعْقِلُونَ) untuk memikirkan lalu memahami semua ketentuan Allah SWT dan
Rasul-Nya. Aki-batnya adalah mereka benar-benar berpaling dari Islam (يَتَوَلَّوْنَ
عَنِ الإِسْلاَمِ) dan tidak bersedia taat ke-pada Allah
maupun Rasulullah. Ungkapan إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ
menunjukkan celaan (اَلذَّمُّ) sehingga larangan
bersikap seperti kaum kufar (وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا
وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ) adalah bersifat pasti yakni haram.
Artinya Islam mengharamkan kaum muslim untuk meniru sikap kaum
kufar yakni selalu membangkang kepada Allah SWT maupun Rasul-Nya (هُمْ
يَعْصُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ عَلَى شَكْلٍ دَائِمٍ).
2.
Allah SWT menurunkan Al-Quran adalah supaya manusia
dapat mempertahankan jatidirinya seba-gai makhluk yang beraqal (لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ) yakni agar aqal mereka digunakan untuk memahami semua
ketentuan Allah yang ada dalam Al-Quran. Ketika aqal mereka telah memahami
seruan Allah yang ada dalam Al-Quran tersebut, maka aqal akan menuntun mereka
untuk menunjukkan satu sikap saja yakni benar-benar mendengar dan mentaati
Allah SWT : هُمْ يَسْمَعُوْنَ اللهَ وَيُطِيْعُوْنَهُ عَلَى
الإِطْلاَقِ.
3. kewajiban
taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah perkara yang sesuai dengan pemahaman
aqal manusia sendiri yang menyadari bahwa sikap taat tersebut akan berakibat
pasti kehidupan ma-nusia di dunia akan berada dalam kehidupan yang sejati (حَيَاةً
حَقِيْقِيَّةً). Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا
لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ (الأنفال : 24)
Oleh karena itu, Islam
memastikan bahwa eksistensi Khilafah adalah untuk menghimpun, menja-ga dan
memelihara seluruh manusia supaya mereka tetap dalam realitas kehidupan sejati
tersebut. Ini-lah fungsi politik yang wajib dipikul oleh Khilafah sampai kapan
pun yakni sejak dunia ditinggalkan untuk selamanya oleh Nabi Muhammad saw
hingga tibanya اَلسَّاعَةُ. Rasulullah saw menyatakan :
كَانَتْ بَنُو
إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ
قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ
أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه
البخاري)
Nampak sekali dengan adanya
:
1. pemberitaan
dari Rasulullah saw tersebut (إِخْبَارٌ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ)
yang bersifat rinci tentang eksistensi Khilafah pasca beliau pergi (وَإِنَّهُ
لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ) yakni untuk mengatur
kehidupan kaum muslim sepanjang di dunia : فُوا بِبَيْعَةِ
الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ.
2. perbandingan
realitas kehidupan antara Bani Israil (Yahudi dan Nasrani) dengan kaum muslim
yak-ni mereka selalu dipimpin dan diatur para nabi (كَانَتْ بَنُو
إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ), sedangkan kaum muslim hanya satu kali dipimpin dan diatur
oleh nabi (Nabi Muhammad saw) dan selanjutnya setelah Nabi Muhammad wafat maka
para Khalifah yang akan memimpin dan menga-tur kehidupan mereka selama di dunia
: وَسَيَكُونُ
خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ.
memastikan urgensitas
eksistensi Khilafah dalam kehidupan dunia (أَهَمِّيَةُ كَوْنِ
الْخِلاَفَةِ فِيْ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا) yakni untuk
mengantarkan manusia ke arah kehidupan yang sejati yaitu sebentuk pola
kehidupan yang tidak hanya sejahtera (رِفَاهِيَةً)
melainkan juga sepenuhnya terbebas dari distorsi kepentingan dan tuntutan
na-luriah hewani manusia itu sendiri (أَهْوَاءُ النَّاسِ).
Artinya, secara dalil aqliy memastikan hanya Khilafah yang
benar-benar mampu mewujudkan kedua aspek penting kehidupan sejati manusia di
dunia dan se-cara dalil naqliy tentu saja eksistensi Khilafah
yang bertugas untuk memikul kewajiban merealisir ke-dua aspek tersebut adalah
jaminan pasti dari Allah SWT رَبُّ الْعَالَمِيْنَ.
Dengan demikian eksistensi Khilafah adalah tidak
mungkin, tidak boleh dan haram berposisi
sebagai perusahaan. Hal itu karena secara aqliy adalah mustahil
Khalifah dapat merealisir رِفَاهِيَةً (kese-jahteraan)
rakyat orang per orang dan menghindarkan distorsi kepentingan naluriah manusia
dari pe-nyelenggaraan pemerintahan, sedangkan dia membiarkan Khilafah yang
dipimpinnya secara tunggal berubah menjadi atau berposisi
sebagai perusahaan. Hal itu karena, sebuah perusahaan pasti akan
ber-jalan berdasarkan pertimbangan untung dan rugi, jika menguntungkan maka
akan dilakukan atau dija-lankan sedangkan jika merugikan maka pasti akan
ditinggalkan. Jadi, para pengelola perusahaan tidak akan pernah peduli dengan
realitas kesejahteraan manusia lain di luar dirinya, apalagi merasa perlu
menghindarkan diri dari kepentingan naluriah. Bahkan yang sangat mungkin
terjadi adalah justru ke-pentingan naluriah itu yang benar-benar diupayakan
untuk dipenuhi sesempurna mungkin. Jika realitas perusahaan diberlakukan atas
Khilafah maka pastilah seluruh rakyatnya akan binasa akibat dominasi ta-rik
menarik kepentingan antara penguasa dan pengusaha. Selain itu, jika Khilafah
berposisi sebagai pe-rusahaan maka dipastikan kewajiban pokok yang selalu harus
dipikulnya setiap saat yakni menyebar-luaskan risalah Islam ke seluruh dunia
dengan dakwah dan jihad alias mengaktualisasikan risalah Islam رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ, mustahil dapat direalisir.
Bila hal ini terjadi maka seluruh kaum muslim memiliki kewaji-ban untuk
menurunkan (مَعْزُوْلَةً) Khalifah dengan
paksa menggunakan senjata, karena dia telah berada dalam realitas كُفْرًا
بَوَاحًا.
Inilah mengapa
Islam menempatkan upaya pemenuhan kebutuhan pokok (اَلْحَاجَةُ
الأَسَاسِيَّةُ) orang per orang warga negara Khilafah
adalah kewajiban Khalifah yang abadi hingga setiap orang rakyat Khilafah
benar-benar telah sejahtera yakni terpenuhi sempurna (إِشْبَاعًا
كُلِّيًا شَامِلاً) semua kebutuhan po-koknya : makanan,
minuman, pakaian dan rumah (مَأْكَلُ النَّاسِ وَمَشْرَبُهُمْ
وَمَلْبَسُهُمْ وَمَسْكَنُهُمْ فَرْدًا فَرْدًا). Islam pun tidak
membiarkan begitu saja Khalifah menentukan sendiri sumber-sumber pembiayaan
maupun jenis-jenis kekayaan yang akan digunakan untuk upaya pemenuhan tersebut,
melainkan Islam menetap-kan semuanya. Islam menjadikan kepemilikan (اَلْمِلْكِيَّةُ),
penggunaan kepemilikan (اَلتَّصَرُّفُ فِيْ الْمِلْكِيَّةِ)
dan aspek distribusi kekayaan (تَوْزِيْعُ الثَّرْوَةِ بَيْنَ النَّاسِ)
sebagai realitas kehidupan manusia yang selalu akan menjadi persoalan dalam
arena perekonomian. Oleh karenanya, Islam mewajibkan Khalifah untuk se-lalu
menjaga dan memelihara ketiga pilar persoalan perekonomian tersebut agar selalu
terkelola dengan benar dan sempurna. Sebagai contoh, Islam menempatkan sumber
daya alam (kekayaan) yang bersifat dibutuhkan oleh semua manusia (يَحْتَاجُ
اِلَيْهِ كُلُ الإِنْسَانِ دُوْنَ إِسْتِثْنَاءٍ) dan manusia pasti
akan binasa bila me-ngalami hambatan atau keterbatasan untuk mengakses kekayaan
tersebut, sebagai jenis kepemilikan umum (اَلْمِلْكِيَّةُ
الْعَامَّةُ). Kekayaan yang : (a) secara alaminya tidak mungkin dikuasai
oleh orang per orang se-perti laut, sungai, pantai, danau, (b) jumlahnya tidak
terbatas seperti barang tambang, garam serta (c) yang dibutuhkan dan digunakan
secara bersama-sama seperti air, api, padang rumput; seluruhnya ada-lah masuk
dalam kepemilikan umum. Rasulullah saw menyatakan :
الْمُسْلِمُونَ
شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ (رواه ابو داود)
الْمُسْلِمُونَ
شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ
(رواه ابن ماجه)
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ الْمَاءِ
وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ (رواه احمد)
yang menunjukkan :
1.
makna شُرَكَاءُ adalah يَمْلِكُ
الْمُسْلِمُوْنَ الْمَاءَ وَالْكَلَأَ وَالنَّارَ وَيَنْتَفِعُوْنَهُ مُشْتَرِكَةً
بَيْنَهُمْ : kaum muslim memiliki dan memanfaatkan air, padang rumput
dan api secara bersama-sama di antara mereka. Sehingga : (a) haram seseorang
memiliki dan memanfaatkannya sedemkian rupa sehingga menghalangi atau membatasi
orang lain untuk memiliki dan memanfaatkannya dan (b) wajib bagi
Khalifah untuk me-ngelola pemanfaatan air, padang rumput dan api.
2.
bagian وَثَمَنُهُ حَرَامٌ
pada riwayat Ibnu Majah menunjukkan dengan pasti bahwa diharamkan bagi
sia-pa pun baik itu rakyat maupun Khalifah (beserta para penguasa bawahannya)
untuk memperjualbe-likan air, padang rumput dan api, apa pun alasannya dan
dalam kuantita berapa pun.
3.
air (اَلْمَاءُ) tidak hanya jatidiri
airnya saja melainkan segala perkara, hal atau keadaan yang langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan ketersediaan air bagi manusia, seperti keutuhan dan
keterpeli-haraan sumber air mulai dari hutan, daerah aliran sungai hingga
keutuhan kualitas batang sungai bagian per bagian mulai dari hulu sampai muara
di lautan. Seluruhnya wajib dijaga dan dipelihara oleh Khalifah supaya tidak
menjadikan air tersebut (di sungai, danau maupun lautan) tercemar atau tidak
lagi dapat dimanfaatkan oleh seluruh manusia (kaum muslim).
4.
api (اَلنَّارُ) juga tidak hanya
jatidiri api saja melainkan termasuk yang sejenis dengan api misalnya listrik
atau yang dapat menghasilkan/menimbulkan api seperti listrik atau minyak bumi
atau gas alam atau panas bumi. Seluruhnya adalah milik bersama kaum muslim,
sehingga Khalifah wajib menjaga dan memeliharanya supaya tetap dapat
dimanfaatkan oleh mereka secara terus menerus tanpa hambatan apa pun.
5.
padang rumput (اَلْكَلَأُ)
yang dimaksudkan tentu saja yang terjadi secara alami dan bukan yang dibuat
serta dimiliki oleh individu.
6.
kepemilikan ini bersifat abadi baik saat kaum muslim
hidup dalam Khilafah maupun seperti saat ini yakni hidup mereka dalam kekufuran
dan negara kufur. Sehingga saat ini penguasa negara mana pun yang ada di dunia
seluruhnya adalah para pencuri (اَلسَّارِقُوْنَ),
penggasab (اَلْغَاصِبُوْنَ) dan perampas (اَلنَّاهِبُوْنَ)
kekayaan milik umat Islam. Umat Islam wajib mengambil kembali kekayaan milik
mereka dengan cara apa pun : secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Hal yang sama juga diberlakukan oleh Islam untuk
persoalan distribusi kekayaan, yakni Khalifah wajib menjaga supaya kekayaan
tersebut terdistribusikan dengan normal dan sempurna sekaligus dia wajib
mencegah setiap peluang sekecil apa pun bagi munculnya gangguan (distorsi) terhadap
mekanis-me distribusi kekayaan tersebut. Distorsi terhadap distribusi kekayaan
dalam padangan Islam ada em-pat keadaan :
1.
konglomerasi yakni keadaan terkumpulnya kekayaan hanya
pada segelintir orang-orang kaya saja dan sangat jarang bahkan tidak pernah beredar
(distributed) kepada orang lain di luar diri mereka. Mereka adalah
konglomerat yang sangat menguasai sumber bahan baku maupun pasar, sehingga
kedudukan mereka sangat kokoh dan sangat sulit digoyahkan oleh negara sekali
pun. Realitas ini selalu terjadi dalam negara kapitalistik bahkan memang
disengaja untuk terjadi dengan alasan bah-wa konglomerasi itu sangat
berkontribusi besar kepada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Keada-an ini
(konglomerasi) tidak diragukan lagi sebagai nyata mengganggu terdistribusikannya
kekayaan secara normal dan sempurna. Oleh karena itu Islam mengharamkan
konglomerasi melalui pernya-taan Allah SWT :
كَيْ لَا يَكُونَ
دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ (الحشر : 7)
Islam
menyerahkan wewenang pencegahan terwujudnya konglomerasi kepada Khilafah
sehingga Khalifah wajib selalu mengarahkan padangannya kepada setiap peluang
(sekecil apa pun) yang da-pat mejadi celah masuk bagi konglomerasi.
2. penimbunan
(dumping) emas dan perak (كَنْزُ الْمالِ)
yakni sikap sekelompok orang yang “mengolek-si” emas dan perak (mata uang :
dinar dan dirham, maupun lantakan) sedemikian rupa sehingga ke-tersediaan
keduanya dalam mekanisme perekonomian negara menjadi sangat terbatas. Akibatnya
adalah masyarakat menjadi kesulitan untuk memperolehnya terutama untuk
keperluan transaksi jual beli. Realitas inilah yang diharamkan
oleh Islam bahkan walau para pelakunya membayar zakat emas dan perak yang
mereka miliki tersebut. Allah SWT menyatakan :
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا
جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (التوبة : 35-34)
Oleh
karena itu, Khalifah wajib mencegah terjadinya aksi tersebut serta memberikan
sanksi yang sangat keras (bila perlu hingga sanksi mati) bagi para pelaku yang
terbukti melakukannya.
3. penimbunan
komoditas perdagangan selain emas dan perak (اَلإِحْتِكَارُ)
yakni sikap sekelompok orang yang melakukan “stocking” satu komoditas tertentu
(atau lebih) sedemikian rupa sehingga keterse-diaan komoditas tersebut di pasar
menjadi sangat langka atau bahkan tidak ada sama sekali dan aki-batnya adalah
semua orang (di luar si penimbun) tidak bisa memperolehnya atau sangat sulit
serta jika pun ada maka harganya menjadi sangat mahal. Tentu saja realitas ini
adalah faktor yang meng-ganggu distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat
berikut ketersediaannya di pasar dan ini sudah pasti dapat mengantarkan seluruh
manusia ke dalam kebinasaan bila berlangsung lama bah-kan negara pun sangat
mungkin ambruk karenanya. Keadaan inilah yang diantisipasi oleh Islam de-ngan
cara mengharamkan اَلإِحْتِكَارُ. Rasulullah saw
menyatakan :
لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ (رواه الترمذي)
مَنْ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ
طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ (رواه احمد)
مَنْ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ (رواه مسلم)
مَنْ احْتَكَرَ
طَعَامًا أَرْبَعِينَ لَيْلَةً فَقَدْ بَرِئَ مِنْ
اللَّهِ تَعَالَى وَبَرِئَ اللَّهُ تَعَالَى مِنْهُ وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ
أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللَّهِ
تَعَالَى (رواه احمد)
Pencegahan dan penghentian (bila telah terjadi) aktivitas
اَلإِحْتِكَارُ adalah kewajiban Khalifah dan kewajiban
ini telah benar-benar dilaksanakan oleh para Khalifah diantaranya adalah
Khalifah Umar yang terungkap dalam riwayat berikut :
حَدَّثَنِي أَبُو يَحْيَى رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ
عَنْ فَرُّوخَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ
يَوْمَئِذٍ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَأَى طَعَامًا
مَنْثُورًا فَقَالَ مَا هَذَا الطَّعَامُ فَقَالُوا طَعَامٌ جُلِبَ إِلَيْنَا
قَالَ بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ قِيلَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ
فَإِنَّهُ قَدْ احْتُكِرَ قَالَ وَمَنْ احْتَكَرَهُ قَالُوا فَرُّوخُ مَوْلَى
عُثْمَانَ وَفُلَانٌ مَوْلَى عُمَرَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَدَعَاهُمَا فَقَالَ
مَا حَمَلَكُمَا عَلَى احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ قَالَا يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ فَقَالَ عُمَرُ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ احْتَكَرَ عَلَى
الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ فَقَالَ
فَرُّوخُ عِنْدَ ذَلِكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أُعَاهِدُ اللَّهَ
وَأُعَاهِدُكَ أَنْ لَا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ
فَقَالَ إِنَّمَا نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ قَالَ أَبُو يَحْيَى
فَلَقَدْ رَأَيْتُ مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُومًا (رواه أحمد)
4. adanya
penetapan harga baik harga dasar maupun harga atap alias HET (harga eceran
tertinggi), ke-duanya akan mengganggu distribusi kekayaan (komoditas
perdagangan) dalam masyarakat, sebab akan terjadi penumpukkan komoditas di satu
tempat (pasar) yang harganya sangat mahal dan seba-liknya di pasar dengan harga
sangat murah akan terjadi kelangkaan atau sama sekali tidak ada. Islam
menempatkan kebijakan penetapan harga oleh negara sebagai tindakan مَظْلَمَةٌ
atau مَظْلِمَةٌ
dari negara terhadap masyarakat, sehingga hukumnya adalah haram.
Inilah yang ditunjukkan oleh se-jumlah
hadits berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ فَقَالَ بَلْ أَدْعُو ثُمَّ جَاءَهُ رَجُلٌ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ فَقَالَ بَلْ اللَّهُ يَخْفِضُ وَيَرْفَعُ
وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ لِأَحَدٍ عِنْدِي مَظْلَمَةٌ
(رواه ابو داود)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ
سَعِّرْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّمَا يَرْفَعُ اللَّهُ وَيَخْفِضُ إِنِّي
لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَلَيْسَ لِأَحَدٍ عِنْدِي
مَظْلَمَةٌ قَالَ آخَرُ سَعِّرْ فَقَالَ ادْعُوا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ (رواه
احمد)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ سَعِّرْ فَقَالَ
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَرْفَعُ وَيَخْفِضُ وَلَكِنِّي لَأَرْجُو أَنْ
أَلْقَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَلَيْسَ لِأَحَدٍ عِنْدِي مَظْلِمَةٌ (رواه احمد)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ غَلَا
السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ سَعَّرْتَ
فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْخَالِقُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ
الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَا يَطْلُبُنِي أَحَدٌ
بِمَظْلَمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ (رواه احمد)
عَنْ أَنَسٍ قَالَ
غَلَا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْخَالِقُ
الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي أَرْجُو أَنْ أَلْقَى
رَبِّي وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلَمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ
بِدَمٍ وَلَا مَالٍ (رواه
الدارمي)
Wal hasil, seluruh ketentuan Islam tersebut (masih
banyak lagi yang belum diungkap dalam ma-kalah ini) menunjukkan dengan pasti
bahwa Khilafah Islamiyah haram menjadi perusahaan, baik itu
secara alami (akibat mekanisme perekonomian) maupun secara terencana
(sebagai kebijakan).
Khatimah
Realitas negara kapitalistik baik secara konsep
maupun berdasarkan perjalanan seluruh negara yang ada di dunia saat ini
memastikan bahwa hakikat negara tersebut sama sekali bukan sebuah negara yang
dibentuk atau ada demi kesejahteraan rakyatnya, melainkan negara itu riil
sebagai perusahaan yang melakukan transaksi jual beli dengan rakyatnya
demi mencari keuntungan serta menghindari ke-rugian. Apa pun (barang maupun
jasa) yang disediakan oleh negara adalah untuk dibeli oleh rakyatnya dan bukan
untuk rakyatnya secara gratis demi memenuhi kebutuhan mereka minimal kebutuhan
pokok. Kasus PLN yang selalu menaikkan harga TDL atau Pertamina yang dari waktu
ke waktu menaikkan harga jugal BBM maupun LPG atau PDAM yang tidak pernah
berhenti menaikkan harga air atau yang lainnya (Telkom, PT KAI dan seterusnya),
seluruhnya adalah bukti faktual tak terbantahkan dari reali-tas negara
kapitalistik yang senantiasa mencari mencari keuntungan dari rakyatnya.
Tegasnya, kekaya-an melimpah ruah yang dimiliki oleh negara-negara maju (AS, Uni
Eropa, Jepang, China dan sebagai-nya) maupun kekayaan ala kadarnya yang
dimiliki negara-negara berkembang (misal NKRI), seluruh-nya adalah berasal dari
rakyatnya masing-masing melalui mekanisme perdagangan atau bentuk yang
la-innya.
Oleh karena itu, negara kapitalistik benar-benar
tidak layak bagi manusia dan kemanusiaan apa-lagi untuk dijadikan wadah
maupun wahana yang dapat mengantarkan mereka kepada kesejahteraan hi-dup yang
hakiki di dunia. Inilah realitas yang sama sekali tidak pernah dipikirkan apalagi
dipahamkan oleh seluruh manusia saat ini terutama kaum muslim. Akibatnya mereka
tidak pernah menyadari apa sebenarnya penyebab terjadinya berbagai kekisruhan,
keamburadulan, krisis, resesi dalam perekonomi-an negara masing-masing maupun
global. Ketidak sadaran seperti itu adalah layak, pantas, wajar dimi-liki oleh
kaum kufar karena mereka memang membawa jatidiri binatang sehingga tidak akan
pernah mampu memfungsikan aqal mereka. Namun merupakan kehinaan, ke”bego”an,
kebodohan serta sama sekali tidak wajar, tidak pantas, tidak lazim bila yang
memiliki ketidak sadaran tersebut adalah umat Islam.
يَاأَيُّهَا
النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ
عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ
يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
(الأنفال : 65)
No comments:
Post a Comment