Konservatisme : adakah dalam kehidupan Islami?
Aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla, dalam
diskusi “Masa Depan Pembaha-ruan Islam di Indonesia” yang diselenggarakan di
Universitas Paramadina Jakarta pada hari Kamis 7 Januari 2010 menyatakan :
Pembaruan
terhadap pemikiran Islam adalah panggilan zaman atas setiap perubahan
masyara-kat yang terjadi. Hambatan terbesar untuk melakukan pembaruan itu
adalah sikap konservatif atas pandangan keagamaan yang kuat. Jika hasil
pembaruan pemikiran itu justru dianggap kontroversi-al, itu hanya efek samping.
Pembaruan
pemikiran Islam itu juga telah dilakukan para ulama dan cendekiawan Islam
ter-dahulu. Walaupun pembaruan itu adalah hukum alam, ada pula hukum alam yang
melawan pemba-ruan, yaitu konservatisme terhadap pandangan keagamaan.
Namun, pembaruan pemikiran itu sekarang dihadapkan pada lingkungan
sosial masyarakat yang ingin sukses secara sosial dan religius serta sukses
secara materi. Kondisi itu membuat ma-syarakat lebih mementingkan integritas
umat, tetapi abai dengan pembaruan dan penyegaran pemi-kiran.
Staf Program Senior The Asia Foundation, Lies Marcoes
Natsir dalam acara yang sama menyata-kan :
Proses
konservatisme itu telah merasuk ke sekolah dan perguruan tinggi umum. Upaya itu
bi-sa dilakukan oleh guru maupun para senior di sekolah.
Kondisi itu membuat para siswa sekolah dihadapkan pada dua
tantangan yang berbeda, yaitu obat-obatan dan fundamentalisme agama. Siswa
tidak mendapat pilihan sebagai jalan tengah yang menjembatani di antara kedua
hal itu.
Sementara itu, Direktur Kelompok Mizan, Haidar Bagir menyatakan : Ijtihad
atau upaya berpikir mencari hukum atas sesuatu berdasarkan Al Quran dan hadis
merupakan sumber dari gerakan pemba-ruan Islam.
Pada hari yang sama di tempat yang berlainan
yakni Gedung DPR RI Jakarta, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Keluarga
Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKAPMII) Effen-dy Choirie
(bersama dengan Ketua PB IKAPMII : Muchtar Effendi dan Wakil Sekretaris
Jenderal A. Malik Haramain) menyatakan : PB IKAPMII menjajagi pendirian
Universitas Internasional Abdurrah-man Wahid. Universitas itu diharapkan jadi
wadah pengembangan pemikiran mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid tentang
pluralisme dan Islam inklusif. Ada ide, pemikiran Gus Dur menjadi mata kuliah
dua semester di setiap jurusan. Universitas itu akan menggunakan konsep asrama.
Dalam satu kamar, mahasiswa Muslim bercampur dengan non-Muslim.
Itulah realitas mutakhir pasca kematian Gus Dur yang sangat
diopinikan oleh hampir semua pi-hak terutama para pengusung pluralisme maupun
Islam inklusif, sebagai “kehilangan yang luar biasa dan seakan belum saatnya
Gus Dur untuk meninggal”. Sejumlah gagasan yang mengemuka sangat kuat adalah :
1.
pembaruan terhadap pemikiran Islam adalah panggilan zaman atas
setiap perubahan masyarakat yang terjadi.
2.
konservatisme adalah lawan alami dari gerakan pembaruan dan telah
memaksa para siswa harus berhadapan dengan dua tantangan yang berbeda, yaitu
obat-obatan dan fundamentalisme agama.
3.
munculnya pemikiran kontroversial adalah efek samping dari hasil
pembaruan pemikiran.
4.
lingkungan sosial masyarakat yang ingin sukses secara sosial dan
religius serta sukses secara mate-ri adalah kondisi penghambat bagi pembaruan
dan penyegaran pemikiran.
5.
ijtihad adalah sumber dari gerakan pembaruan Islam.
6.
pelembagaan ide pluralisme dan Islam inklusif secara formal dalam
bentuk pengajaran di universi-tas.
Lalu, bagaimana menelusuri keabsahan
gagasan-gagasan tersebut? Penelusurannya adalah sebagai beri-kut :
1.
pemikiran Islam atau tepatnya pemikiran Islami (Islamic Thought
atau اَلأَفْكَارُ الإِسْلاَمِيَّةُ) adalah :
كُلُّ الْفِكْرِ مِنَ الأَفْكَارِ
تَدُلُّ عَلَيْهِ الأَدِلَّةُ الشَّرْعِيَّةَ الإِسْلاَمِيَّةُ وَهِيَ الْقُرْآنُ
وَالسُّنَّةُ صَرَاحَةً كَانَتْ اَوْ دَلاَلَةً اَوِ اسْتِنْبَاطًا
Semua pemikiran yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syara’
Islami yakni Al-Quran dan As-Sunnah, baik itu secara sharahah atau dalalah atau
istimbath
Seluruh pemikiran Islami tersebut tiada lain adalah hukum Allah SWT (حُكْمُ اللهِ تَعَالَى)
yang berwu-jud دِيْنُ الإِسْلاَمِ, seperti yang ditunjukkan صَرَاحَةً oleh pernyataan Allah SWT sendiri :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ
الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ
مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ
فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (آل عمران : 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ (آل عمران : 85)
Hukum Allah SWT dalam Islam tersebut diperuntukkan bagi kehidupan
manusia di dunia sejak sa-at Islam diturunkan hingga tibanya waktu kehancuran
kehidupan itu sendiri (اَلسَّاعَةُ). Realitas kehi-dupan manusia tidak akan pernah lepas
dari atau berkurang dari atau bertambah dari
tiga bentuk interaksi yakni :
عَلاَقَةُ
الإِنْسَانِ بِخَالِقِهِ تَشْمُلُ الْعَقَائِدَ وَالْعِبَادَاتِ وَعَلاَقَتُهُ
بِنَفْسِهِ تَشْمُلُ الأَخْلاَقَ وَالْمَطْعُوْمَاتِ وَالْمَلْبُوْسَاتِ
وَعَلاَقَتُهُ بِغَيْرِهِ مِنْ بَنِيْ الإِنْسَانِ تَشْمُلُ الْمُعَامَلاَتِ
وَالْعُقُوْبَاتِ
Interaksi manusia dengan Khaliqnya yang mencakup aqidah dan
ibadah, dan interaksinya dengan dirinya sendiri yang mencakup akhlaq, makanan
dan pakaian, serta interaksinya dengan sesama anak manusia yang mencakup
muamalah dan uqubat
Oleh karena itu, selama Islam diberlakukan dan diterapkan
secara sempurna, menyeluruh dan utuh dalam kehidupan mereka (Khilafah
Islamiyah) maka dapat dipastikan walaupun terjadi perubahan maupun perkembangan
dalam masyarakat mereka, maka perubahan dan perkembangan tersebut ti-dak akan
pernah lepas dari pokoknya yakni tiga bentuk interaksi manusia. Perubahan dan
perkem-bangan apa pun yang terjadi dalam kehidupan manusia dipastikan telah
disediakan aturan mainnya oleh Allah SWT dalam Islam. Contohnya : ketika
Khilafah Islamiyah masih mewadahi kehidupan umat Islam, maka pemikiran Islami
yang berlaku untuk interaksi mereka dengan kaum kufar, tidak akan pernah lepas
dari :
a.
interaksi perang (عَلاَقَةً حَرْبِيَّةً)
yakni dengan kaum kufar yang menolak dua tawaran pertama (ma-suk Islam dengan
sadar atau membayar jizyah) saat disampaikan dakwah Islamiyah kepada me-reka.
b.
interaksi damai (عَلاَقَةً صُلْحِيَّةً)
yakni dengan kaum kufar yang menolak masuk Islam namun me-reka bersedia
membayar jizyah (أَهْلُ الذِّمَّةِ), seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan Rasulullah saw :
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ
الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ (رواه
مسلم)
مَنْ قَتَلَ رَجُلًا
مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ
مِنْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ عَامًا (رواه احمد)
Jadi, interaksi dengan اَهْلُ
الْحَرْبِيَّةِ yang secara
otomatis mereka berada di دَارُ الْحَرْبِ اَيْ
دَاْرُ الْكُفْرِ adalah hanya
satu yakni perang.
Namun, ketika pemikiran Islami tersebut dibawa ke dalam arena kehidupan
saat ini yang bukan da-lam wadah Khilafah Islamiyah melainkan dalam institusi
negara kebangsaan, maka dipastikan tidak akan pernah dapat diberlakukan dan
dilaksanakan. Realitas inilah yang mendorong para pengusung ide pluralisme
maupun Islam inklusif (salah satunya adalah JIL) untuk menggagas : Pembaruan
terhadap pemikiran Islam adalah panggilan zaman atas setiap perubahan
masyarakat yang terja-di. Artinya, menurut mereka zaman ini mengharuskan pemikiran Islami
yang mengatur tentang in-teraksi umat Islam dengan kaum kufar adalah harus
dirubah yakni diperbarui supaya dapat seiring dan sejalan dengan realitas
kehidupan saat ini yang telah hampir 86 tahun tidak lagi dalam naungan Khilafah
Islamiyah. Konsepsi filosofis inilah yang mereka gagas dan selalu diperjuangkan
untuk diberlakukan dan sama sekali tidak pernah mau berpikir tentang penyebab
yang menjadikan pemi-kiran Islami tersebut tidak lagi cocok untuk diterapkan
saat ini, yakni tidak adanya Khilafah Islami-yah. Padahal mereka sangat
mengerti hubungan “sebab” dengan “musabab atau akibat” dan dalam persoalan
tersebut ketiadaan Khilafah Islamiyah adalah “sebab”, sedangkan tidak cocoknya
pem-berlakuan pemikiran Islami tentang interaksi umat Islam dengan kaum kufar
saat ini adalah “aki-bat” dari munculnya “sebab” tersebut. Namun walau mereka
sangat mengerti realitas “sebab” dan “akibat” dalam permasalahan tersebut,
dapat dipastikan mereka tidak akan pernah berupaya meng-hilangkan “sebab”
karena memang hal itu bertentangan dengan pola berpikir yang mereka usung
selama ini. Tentu saja, anak panah beracun pola berpikir tersebut akan terus
mereka arahkan kepa-da pemikiran Islami lainnya terutama yang berkaitan erat
dengan bentuk interaksi antara Islam ver-sus agama lainnya dan umat Islam
versus penganut agama lain yakni kaum kufar.
Wal hasil, anggapan bahwa pembaruan
terhadap pemikiran Islam adalah panggilan zaman atas setiap perubahan
masyarakat yang terjadi, adalah benar untuk realitas
kehidupan dunia seperti saat ini (berbasis sekularisme dalam wadah negara
kebangsaan) yang telah berlangsung lebih dari satu abad. Hal itu karena seluruh
pemikiran Islami dipastikan tidak akan pernah sesuai, atau cocok, atau dapat
diberlakukan apa adanya, dalam realitas kehidupan tersebut. Seluruh pemikiran
Islami tentu saja bertentangan dengan semua tuntutan (ideologis maupun empiris)
yang telah digariskan oleh mind set sekularisme juga the rule of game
negara kebangsaan. Sebaliknya, anggapan para pe-ngusung pluralisme, Islam
inklusif maupun Islam liberal tersebut akan menjadi salah fatal
baik se-cara naqliy (ideologis) maupun aqliy (empiris), jika dirancang untuk
realitas kehidupan dalam wa-dah Khilafah Islamiyah yang telah diakhiri secara
paksa oleh Kerajaan Inggris pada 3 Maret 1924. Inilah yang ditunjukkan صَرَاحَةً وَدَلاَلَةً oleh pernyataan
Rasulullah saw :
كَانَتْ
بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ
قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ
أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ (رواه
البخاري)
2.
konservatisme adalah konsep atau pemikiran yang menolak atau
minimal tidak menyetujui peruba-han apa pun yang ditujukan terhadap pandangan
doktrinal mendasar. Misalnya : Partai Republik di Amerika Serikat (AS) dianggap
sebagai berhaluan konservatif alias pengusung konservatisme, ka-rena mereka
banyak menyandarkan pemikiran dasarnya kepada doktrinal Gereja seperti : anti
abor-si, anti perkawinan kaum gay maupun lesbian, anti teknologi transgenik
untuk manusia dan lain-nya. Sebaliknya, Partai Demokrat sangat dianggap sebagai
pengusung liberalisme yakni lawan kon-servatisme karena sangat setuju dengan
praktik aborsi, perkawinan kaum gay maupun lesbian dan sebagainya.
Hal serupa berlaku di Inggris yakni Partai
Konservatif yang pernah dipimpin antara lain oleh Per-dana Menteri (PM) “wanita
besi” Margareth Tatcher, dianggap sebagai pengusung konservatisme, sedangkan
Partai Buruh yang antara lain pernah dipimpin oleh PM Tonny Blair adalah
pengusung liberalisme. Negara Benua Australia memperlihatkan realitas politik
yang identik dengan induknya (Inggris), yakni ada Partai berhaluan konservatif
(pernah dipimpin oleh PM John Howard) yang menegaskan untuk tetap
mempertahankan status Australia sebagai bawahan Ratu Inggris (perse-makmuran
alias commonwealth), lalu ada Partai Buruh yang saat ini berkuasa di
bawah pimpinan PM Kevin Rudd yang dulu ketika dipimpin oleh PM Paul Kitting
pernah mengusulkan untuk men-jadikan Australia sebagai negara republik
presidentil.
Jadi, konservatisme memang muncul di Dunia
Barat terutama di arena politik yang sangat banyak dipengaruhi oleh doktrinal
gereja katholik, lalu paling tidak sejak Khilafah Islamiyah runtuh, kon-sep itu
diintrodusir ke Dunia Islam dan diterapkan secara paksa kepada seluruh
pemikiran Islami seperti yang tengah digarap serius oleh JIL maupun IKAPMII,
saat ini. Mereka menuding umat Is-lam yang berusaha konsisten (اَلإِسْتِقَامَةُ) dalam Islam dan berusaha keras untuk selalu mengikatkan
dirinya dengan seluruh pemikiran Islami, sebagai kaum konservatif. Artinya,
ketika umat Islam be-rusaha menegaskan bahwa Islam adalah paling benar, atau
menyatakan bahwa pokok segala urusan di dunia adalah Islam, atau Islam wajib
diberlakukan dalam wadah formal berupa negara, atau sia-pa pun manusia yang
menolak Islam dan tidak bersedia membayar jizyah adalah harus diperangi, atau
jihad itu adalah metode penyebarluasan Islam dan sebagainya, maka dengan serta
merta saja mereka menempelkan cap “pengusung konservatisme” kepada umat Islam
tersebut. Sebaliknya, mereka akan dengan sangat bangga memberikan gelar “kaum
pembaharu” kepada umat Islam (pri-badi maupun kelompok) yang bersikap pluralis,
humanis, moderat, menegaskan inklusivitas Islam dan sebagainya. Lalu, apakah
benar konservatisme itu telah memaksa para siswa harus berhadapan dengan dua
tantangan yang berbeda, yaitu obat-obatan dan fundamentalisme agama?
Anggapan tersebut adalah induktif yakni
disimpulkan dari atau dibangun berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di arena
sekolah maupun perguruan tinggi. Namun demikian, anggapan itu adalah me-mang
benar pada realitas kehidupan umat Islam saat ini yang berbasis sekularisme
dalam wadah negara kebangsaan. Fakta memastikan bahwa saat ini seluruh manusia
dihadapkan kepada dua pilihan besar yakni : (a) obat-obatan (drugs)
sebagai wakil dari aneka rupa perbuatan maksiat dan (b) sikap fundamentalisme
Islam sebagai wakil dari sikap konsisten dalam Islam. Mereka (para pe-ngusung
pluralisme, Islam inklusif dan humanisme) menempatkan kedua pilihan tersebut
sebagai sama-sama berbahaya dan mematikan bagi kehidupan manusia terutama umat
Islam. Oleh karena itulah, mereka berusaha keras menyebarluaskan opini bahwa
konservatisme adalah “haram” dan harus dimusnahkan, sedangkan
yang “wajib” dilakukan dan dilestarikan adalah liberalisme yang
mereka samarkan dengan istilah pembaruan terhadap pemikiran
Islami. Bahkan mereka menyama-kan konservatisme dalam Islam dengan
fundamentalisme dan itu dilakukan karena begitu kerasnya penolakan maupun
penentangan mereka terhadap realitas Islam adalah paling benar, atau
Islam adalah pokok segala urusan di dunia, atau Islam wajib diberlakukan dalam
wadah formal berupa negara, atau siapa pun manusia yang menolak Islam dan tidak
bersedia membayar jizyah adalah ha-rus diperangi, atau jihad itu adalah metode
penyebarluasan Islam dan sebagainya.
Namun, anggapan
tersebut (konservatisme itu telah memaksa para siswa harus berhadapan dengan
dua tantangan yang berbeda, yaitu obat-obatan dan fundamentalisme agama)
adalah salah fatal dari asasnya, apabila ditujukan kepada realitas kehidupan
Islami dalam wadah Khilafah Islamiyah yang pernah menaungi manusia di dunia
sejak abad ke-6 M hingga akhir abad ke-19 M.
3.
anggapan : munculnya pemikiran kontroversial adalah efek
samping dari hasil pembaruan pemiki-ran, tentu saja keliru sebab realitas kontroversial
tersebut justru sifat faktual (وَصْفُ
الْوَاقِعِ) dari pemi-kiran baru hasil pembaruan. Namun demikian, hasil
pembaruan terhadap pemikiran Islami yang di-lakukan saat ini adalah tidak akan
pernah dianggap kontroversial karena memang sesuai dengan se-mua tuntutan
(ideologis maupun empiris) yang telah digariskan oleh mind set sekularisme
juga the rule of game negara kebangsaan. Contohnya : diberlakukannya
perekonomian berlabel syariah da-lam yakni perbankan syariah, asuransi syariah,
reksadana syariah, surat utang negara syariah dan sebagainya, tentu saja tidak
akan pernah dianggap kontroversial walaupun realitas tersebut adalah hasil dari
pembaruan terhadap sejumlah pemikiran Islami tentang perekonomian.
Pemikiran baru
hasil pembaruan terhadap pemikiran Islami dipastikan kontroversial bahkan
terma-suk upaya pembaruannya itu sendiri, bila semuanya berlangsung dalam
kehidupan dengan mind set aqidah Islamiyah dan the rule of game
Khilafah Islamiyah. Hal itu karena, Islam justru mewajibkan Khalifah untuk
selalu menjaga kemurnian dan keutuhan seluruh pemikiran Islami yang ditunjukkan
oleh dalil naqliy صَرَاحَةً كَانَتْ اَوْ دَلاَلَةً
اَوِ اسْتِنْبَاطًا, lalu memberlakukannya dalam kehidupan manusia di dunia secara
sempurna, menyeluruh dan utuh.
4.
ciri khas masyarakat kapitalistik adalah setiap individu ingin
memiliki status tinggi secara sosial, mampu menampakkan naluri beragamanya
alias religius dan tentu saja mampu menguasai harta da-lam jumlah sebanyak
mungkin. Tegasnya, setiap orang dalam masyarakat tersebut (termasuk di
In-donesia) telah memastikan batas-batas individualistik maupun egonya.
Realitas ini adalah fakta yang dapat diindera dan dipikirkan oleh semua orang
yang memiliki informasi lengkap berkenaan dengan itu di dalam otaknya.
Memang benar, masyarakat yang manusianya
individualistik dan ego sentrik akan sangat tidak ter-tarik kepada konsepsi maupun
gerakan pemikiran apa pun bentuknya, termasuk gagasan pembaru-an dan penyegaran
terhadap pemikiran Islami. Sikap yang sama mereka tunjukkan kepada pemiki-ran
maupun upaya untuk mengembalikan eksistensi Khilafah Islamiyah, setelah hampir
86 tahun sirna. Oleh karena itu, Allah SWT memastikan bahwa perubahan (اَلتَّغْيِيْرُ) tidak akan pernah terjadi begitu saja melainkan harus
dilakukan oleh manusia sendiri :
إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (الرعد
: 11)
Lalu karena
pemahaman seseorang terhadap kehidupan akan menentukan sikapnya selama hidup di
dunia, maka perubahan tersebut wajib dilakukan pada pemikirannya. Perubahan
pemikiran dari yang bersifat rendah (اَلْفِكْرُ
الْمُنْحِطُ) yakni pemikiran yang terbangun oleh kepentingan naluriah
se-mata (اَلْهَوَى يَعْنِيْ كَالأَنْعَامِ) menjadi pemikiran
bersifat tinggi (اَلْفِكْرُ الرَّاقِيُّ) yakni yang terbangun
oleh kebenaran wahyu (اَلدَّلِيْلُ النَّقْلِيُّ) maupun kebenaran
faktual (اَلدَّلِيْلُ الْعَقْلِيُّ). Selama seluruh umat
Islam pemikirannya bersifat rendah seperti saat ini berbasis sekularisme, maka
mereka akan berada dalam kondisi individualistik dan ego sentrik. Namun ketika
pemikiran mereka telah berhasil dirubah menjadi pemikiran bersifat tinggi yakni
Islam sebagai satu-satunya asas maka dapat dipastikan me-reka akan hanya
dan hanya bersedia tunduk patuh dan taat kepada Allah SWT.
5.
ijtihad adalah metode aqliyah untuk memahami hukum Allah SWT dari
sumber dalil dalam Islam yakni Al-Quran dan As-Sunnah. Realitas ijtihad adalah
:
اِسْتِفْرَاغُ
الْوُسْعِ فِيْ طَلَبِ الظَّنِّ بِشَيْءٍ مِنَ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ عَلَى
وَجْهٍ يُحِسُّ مِنَ النَّفْسِ الْعَجْزَ عَنِ الْمَزِيْدِ فِيْهِ
Lalu apakah benar ijtihad adalah sumber
dari gerakan pembaruan Islam seperti yang diklaim oleh Direktut Kelompok
Mizan : Haidar Bagir?
Hadits berikut masyhur di kalangan fuqaha dan
mujtahidin dan mereka menjadikannya sebagai da-lil tentang ijtihad :
عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ
رِجَالٍ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ تَقْضِي قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ
اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي
قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ (رواه احمد)
hal itu karena pujian Rasulullah saw yakni الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada Muadz ketika dia memberikan jawaban dengan tegas yaitu أَجْتَهِدُ رَأْيِي atas pertanyaan beliau saw ke-padanya فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, adalah qarinah bahwa ijtihad itu wajib dilaku-kan oleh seorang
muslim (bukan hanya Muadz) ketika tidak ada dalil dalam Al-Quran maupun
As-Sunnah yang menunjukkan hukum Allah SWT صَرَاحَةً. Oleh karena itu mereka
menuangkan aturan main ijtihad dalam kaidah : لاَ
اِجْتِهَادَ مَعَ وُرُوْدِ نَصٍّ (tidak ada ijtihad dengan adanya nash) dan kaidah
tersebut dirumuskan berdasarkan bagian dari hadits itu sendiri :
كَيْفَ
تَقْضِي قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ
اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya selama ada نَصٌّ صَرِيْحٌ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ يَدُلُّ
عَلَى حُكْمِ اللهِ تَعَلَى صَرَاحَةً (nash sharih dalam
Kitabullah dan Sunnah Rasul Nya yang menunjukkan hukum Allah SWT secara
sharahah) maka ijtihad haram dilakukan. Sebaliknya jika nash sharih tidak
ditemukan dalam kedua sumber dalil ter-sebut, maka ijtihad wajib dilakukan
berdasarkan اَلأَمَارَةُ yang ditunjukkan oleh
satu dalil atau sejum-lah dalil yang ada dalam keduanya secara دَلاَلَةً اَوِ اسْتِنْبَاطًا.
Dengan demikian,
ijtihad sama sekali bukan sumber dari pembaruan pemikiran
Islami maupun ge-rakan pembaruan Islam, sebab justru ijthad itu digunakan
sebagai metode untuk memahami hukum Allah SWT atas suatu realitas, fakta,
persoalan, permasalahan yang tidak ditunjukkan oleh nash se-cara صَرَاحَةً. Jadi, ijtihad bukan metode untuk melakukan pembaruan
terhadap pemikiran Islami me-lainkan metode untuk memahami
pemikiran Islami itu sendiri yang tidak ditunjukkan oleh dalil se-cara صَرَاحَةً. Wal hasil, Haidar Bagir tidak memiliki pemahaman apa pun
tentang realitas ijtihad, pa-dahal metodenya telah dirumuskan secara sistematis
paling tidak oleh Imam Asy-Syafii pada abad ke-2 hijriyah.
6.
kematian Gus Dur memang nyata telah menjadi pendorong semangat dan
keberanian para penga-gum maupun pengikut setianya untuk semakin menegaskan
keberpihakan serta pembelaan mereka kepada pluralisme, humanisme, sikap
moderat, Islam inklusif maupun toleransi. Mereka tidak rela bila kematian sang
idola membawa serta seluruh konsepsi, ide maupun strategi yang selama ini
di-perjuangkannya dengan serius. Mereka ingin segera memastikan bahwa setiap
saat akan sangat ba-nyak generasi penerus perjuangan sang pluralis sejati itu.
Inilah mengapa IKAPMII bahu membahu dengan koleganya di JIL untuk menjajagi
pendirian Universitas Internasional Abdurrahman Wa-hid. Universitas itu
diharapkan jadi wadah pengembangan pemikiran mantan Presiden KH Abdur-rahman
Wahid tentang pluralisme dan Islam inklusif.
Artinya, mereka
tidak begitu percaya diri bahwa setelah Gus Dur akan ada sosok lain yang paling
tidak sama tangguhnya dengan dia dalam memperjuangkan pluralisme, humanisme,
sikap moderat, Islam inklusif maupun toleransi. Oleh karena itu, mereka tidak
lagi bertumpu pada kekuatan indi-vidual melainkan beralih kepada kelembagaan
pendidikan formal yang diyakni akan sangat efektif dalam mengembangkan
sekaligus menyebarluaskan pemikiran mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid tersebut.
Jadi, tidak diragukan lagi bahwa seluruh
gagasan yang tengah diopinikan kepada umat Islam oleh para pegiat IKAPMII, JIL
maupun lainnya yang sejenis (individual maupun komunal), adalah upaya serius,
terencana dan strategis dalam semakin melembagakan sekaligus melestarikan
pluralisme, huma-nisme, sikap moderat, Islam inklusif maupun toleransi. Mereka
sepakat bahwa tidak boleh ada satu saat pun berlalu kecuali disertai adanya
propaganda opini tersebut, hingga semuanya dapat menjadi perkara yang akan
diperjuangkan dan dibela oleh seluruh umat Islam walau harus dengan
mengorbankan nya-wa sekali pun. Realitas mereka tersebut adalah yang
dimaksudkan oleh pernyataan Rasulullah saw saat menjawab pertanyaan Hudzaifah
bin Yaman فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ
مِنْ شَرٍّ :
قَالَ
نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ
فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي
ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ
كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ
عَلَى ذَلِكَ (رواه البخاري)
Realitas kehidupan umat Islam dalam naungan
kekufuran
Sejak berakhirnya era Khilafah Islamiyah secara resmi tanggal 3
Maret 1924, maka sejak itu pula seluruh umat Islam di dunia dipaksa untuk
“betah” hidup dalam naungan kekufuran yakni demokrasi dan kapitalisme
sekularistik dengan wadah negara kebangsaan. Bagian apa pun dari syariah
Islamiyah yang “tidak diizinkan” oleh kekufuran maupun kaum kufar, dipastikan
akan diberangus dan dilucuti baik secara ideologis maupun empiris. Seluruhnya
ditujukan supaya umat Islam tidak lagi mendasarkan pemikiran dan sikap mereka
kepada Islam, melainkan secara sistemik beralih kepada kekufuran terse-but.
Ternyata, proses de-Islamisasi pemikiran dan sikap yang dilakukan oleh kaum
kufar tersebut me-mang tidak mendapatkan tentangan dan tantangan berarti dari
umat Islam sendiri. Hal itu dapat dime-ngerti karena memang kaum muslim sendiri
telah lama (sejak tahun 1830-an M) meninggalkan konsis-tensi mereka kepada
Islam maupun wadah pemberlakuannya : Khilafah Islamiyah.
Oleh karena itu, realitas kehidupan umat Islam saat ini yang
sangat loyal dan sangat taat kepada kaum kufar berikut sistema kufurnya, tentu
saja bukan perkara yang mengejutkan karena merupakan hasil gemilang dari
keuletan dan keseriusan mereka dalam melakukan dekonstruksi ideologis atas umat
Islam dan Dunia Islam. Bahkan hingga detik ini pun, mereka tidak akan pernah
beristirahat dengan te-nang dalam kehidupan, karena masih mendapati adanya
sekelompok kaum muslim yang mengemban Islam secara ideologis dengan cara
berusaha keras untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah sebagai wadah
satu-satunya bagi pemberlakuan Islam. Sebaliknya, pada saat yang bersamaan,
umat Islam se-makin dalam terperosok dan terjebak dalam kubangan lumpur
“mematikan namun menyenangkan” sis-tema kufur yang memang sangat bersesuaian
dengan kepentingan naluriah manusia.
Kekufuran telah memaksa umat Islam untuk meninggalkan standard
perbuatan mereka di dunia yakni اَلْحَلاَلُ
وَالْحَرَامُ dan lalu beralih secara total kepada اَلْمَنْفَعَةُ yang memang menjadi salah satu prinsip dalam sistema kufur
tersebut. Selama bermanfaat yakni memberikan pemenuhan terhadap
kepentingan naluriah alias اَلْهَوَى, maka pasti akan dilakukan
walaupun Islam menetapkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.
Sebaliknya, segala perbuatan yang dianggap atau dipastikan tidak akan
memberikan manfaat kepada kepentingan naluriah bahkan diduga kuat
atau dipastikan akan merugikan atau me-rusak kepentingan naluriah
tersebut, maka pasti akan ditinggalkan walaupun perbuatan
tersebut adalah wajib dilakukan menurut Islam.
Tentu saja, sikap umat Islam saat ini tidak
akan pernah terjadi baik secara individual apalagi se-cara جَمَاعَةً, jika mereka tidak membiarkan pemikirannya berganti asas yakni
dari sepenuhnya hanya Is-lam menjadi bercampur sedikit demi sedikit dengan
sekularisme hingga akhirnya aqidah khayaliyah tersebut 100 persen menggantikan
posisi aqidah Islamiyah beserta syariah Islamiyah. Padahal Allah SWT telah
memastikan informasi berkenaan dengan hal itu dalam Al-Quran :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (آل عمران : 149)
Namun sangat disayangkan peringatan sangat
tinggi nilainya tersebut dianggap sebagai barang rongso-kan tak berguna oleh
mereka, bahkan mereka memastikan bahwa informasi tersebut adalah keliru kare-na
saat ini kaum kufar jauh lebih “kasih dan sayang” kepada umat Islam,
dibandingkan antar sesama kaum muslim sendiri. Mereka pastikan bahwa dalam
realitas kehidupan saat ini kemuliaan itu memang berada dalam genggaman kaum
kufar, sehingga harus dicari pada mereka jika memang ingin memiliki-nya.
Artinya, walau mulut mereka berucap tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan lainnya
namun hakikat mereka (pikiran dan sikap) adalah telah berada dalam kekufuran
yang pasti.
Pembaruan pemikiran Islami : haruskah
dilakukan?
Dalil aqliy memastikan bahwa ketika Islam
ditetapkan sebagai sempurna dan berposisi menjadi aturan Allah SWT terakhir,
maka aqal menuntut tidak boleh terjadi perubahan maupun pembaruan apa pun
terhadap seluruh pemikiran Islami yang ditunjukkan oleh sumber dalil (Al-Quran
dan As-Sunnah) baik secara صَرَاحَةً كَانَتْ اَوْ
دَلاَلَةً اَوِ اسْتِنْبَاطًا. Hal itu karena, aqal akan menolak secara pasti dua keadaan
yang saling bertentangan diametral melekat pada Islam, yakni di satu sisi Islam
diklaim sebagai sem-purna dan paling benar, namun saat yang sama di sisi lain
Islam pun dituntut untuk merubah diri mau-pun memperbarui diri. Aqal menutut
dua keadaan atau sifat tersebut tidak boleh terjadi bahkan memus-tahilkannya,
sehingga yang benar adalah Islam hanya dan hanya memiliki satu sifat yakni
sempurna dan dapat diberlakukan apa adanya hingga sesaat menjelang kehidupan
dunia berakhir, tanpa perlu ter-lebih dahulu dirubah atau diperbarui. Oleh
karena itu, siapa pun orangnya atau kelompok manapun yang menganggap perlu
melakukan perubahan dan pembaruan terhadap pemikiran Islami, atau mengklaim
bahwa pembaruan terhadap pemikiran Islami itu adalah tuntutan zaman, maka
dipastikan orang itu dan kelompok itu adalah antek loyalis kaum kufar dan
kekufuran. Mereka pun telah sangat rela memilih status mulia yang ditetapkan
oleh kaum kufar, padahal pada faktanya bagaimana mungkin kaum kufar itu akan
mampu memberikan kemuliaan kepada umat Islam sedangkan mereka sendiri ada-lah
makhluk yang lebih hina daripada binatang sekali pun. Allah SWT menyatakan :
إِنَّ
شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
(الأنفال : 55)
الَّذِينَ
يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ
عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (النساء : 139)
Dalil naqliy memastikan bahwa kaum kufar
adalah komunitas manusia yang tidak pernah meng-gunakan aqalnya dalam
memutuskan melakukan atau tidak meninggalkan suatu perbuatan, melainkan
seluruhnya ditetapkan berdasarkan kepentingan naluriah semata persis seperti
hewan. Allah SWT me-nyatakan :
وَمَثَلُ
الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً
وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (البقرة : 171)
Oleh karena itu, berdasarkan satu dalil naqliy itu pun sudah dapat
dipastikan bahwa bagaimana bisa dan mungkin umat Islam yang berstatus خَيْرُ اُمَّةٍ وَالأَعْلَوْنَ menyerahkan mulia atau
hinanya hidup me-reka di dunia kepada kaum kufar, padahal kaum kufar itu adalah
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ.
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا
نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ
فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد : 16)
No comments:
Post a Comment