Saturday, November 9, 2013

RIVALITAS ANTAR LEMBAGA : ADAKAH DALAM KHILAFAH?


Rivalitas antar lembaga negara : keniscayaan dalam demokrasi!
Trias Politica menggariskan terjadinya separation of power dalam negara kebangsaan yang me-nganut sistem pemerintahan demokrasi, yakni eksekutif (pelaksana alias pemerintah), legislatif (pem-buat perundang-undangan) dan yudikatif (lembaga peradilan alias justice). Konsep ini dirumuskan se-bagai antithesis terhadap kekuasaan absolut yang tengah berlangsung di Benua Eropa terutama di Kera-jaan Perancis yang saat itu ditunjukkan oleh dua simbol yakni guillotine dan Bastille.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah salah satu negara kebangsaan di dunia yang juga menganut serta mempraktikkan Tria Politica, yakni :
1.       eksekutif yaitu pemerintah : presiden plus para pembantunya (kabinet menteri, Kejaksaan Agung, Polri, TNI dan sebagainya) beserta pemerintah daerah (pemprov, pemkab, pemkot)
2.       legislatif yaitu parlemen : Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beserta DPRD (DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota)
3.       yudikatif yaitu MA (Nasional), Pengadilan Tinggi (Provinsi) dan Pengadilan Negeri (Kabupaten)
Walaupun demikian dalam pratiknya sangat nampak terjadinya daerah persinggungan bahkan daerah pertumpang tindihan (over lapping) di antara ketiga lembaga kenegaraan versi Trias Politica tersebut. Sebagai contoh :
a.       eksistensi Kejaksaan Agung, Polri serta menteri yang menangani persoalan hukum dan perundang-an di eksekutif sangat jelas telah melanggar batas atau telah bersinggungan dengan atau telah bertumpang tindih dengan wilayah kekuasaan yudikatif.
b.       adanya kewenangan pihak eksekutif untuk mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada pihak legislatif bahkan untuk kasus di NKRI hampir sebagian besar undang-undang yang disahkan oleh DPR selalu RUU-nya berasal dari pemerintah.
c.       kewenangan menyusun anggaran dan pendapatan negara (APBN) adalah di tangan eksekutif, na-mun demikian pihak DPR memiliki hak untuk menyusun APBN tersebut yang disebut hak budget.
d.      otoritas penyelidikan dan penyidikan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh pejabat negara ada-lah di tangan Polri dan Kejaksaan Agung, namun demikian DPR pun memiliki hak yang serupa de-ngan itu yakni hak angket.
Daerah persinggungan atau pertumpang tindihan ternyata tidak hanya terjadi antar lembaga lintas wila-yah Trias Politica tapi juga berlangsung antar lembaga intra suatu bagian dari kekuasaan (power) itu sendiri. Contohnya adalah di eksekutif yakni antara Polisi, Kejaksaan dan KPK (Komisi Pemberanta-san Korupsi). Polisi, Kejaksaan bersama dengan yudikatif adalah tiga lembaga negara yang memiliki otoritas penuh dalam penegakkan hukum di NKRI. Seluruh jenis pelanggaran atau tindak kejahatan ter-masuk korupsi, suap dan penyalahgunaan wewenang, berada dalam genggaman wewenang ketiga lem-baga tersebut. Artinya Polisi dan Kejaksaan (bersama yudikatif) memiliki wilayah otoritas yang sama yakni penegakkan hukum di NKRI.
Namun demikian, pada praktik dan perjalanannya sering terjadi ketidakberdayaan dua lembaga negara tersebut dalam melaksanakan tugasnya sehingga memunculkan keinginan banyak pihak teruta-ma para pemangku kepentingan (stake holder) yang terkait, untuk membentuk atau membangun lemba-ga setingkat komisi yang direkayasakan dapat mendampingi sekaligus menyempurnakan kinerja Polisi dan Kejaksaan. Inilah latar belakang yang memicu dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK, dulunya adalah Komisi Nasional Pemberantasan Korupsi/KNKP) termasuk lembaga peradilan tersen-diri di luar yudikatif (ad hoc) yang dikhususkan untuk menyelesaikan tindak pidana korupsi (dikenal dengan Pengadilan Tipikor).









Realitas Khalifah dan Khilafah Islamiyah



Struktur Khilafah Islamiyah (اَجْهِزَةُ الْخِلاَفَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ) : menutup celah terjadinya rivalitas




Khatimah





No comments:

Post a Comment