Saturday, November 9, 2013

SEKULARISME DALAM TIMBANGAN AQAL DAN AL-QURAN


Realitas sekularisme : dita’wilkan untuk dibela!
Dr. Ahmad Sahidah (Postdoctoral Research Fellow di Universitas Sains Malaysia) dalam tulisan-nya berjudul “Alquran dan Sekulerisme” (Republika, 20 November 2009, OPINI, halaman 4) menyata-kan :
Aqal berpindah nya citra fakta ke dalam otak melalui indra disertai adanya informasi te-ntang fakta itu di dalam otak yang akan menafsirkan fakta tsb.
Pemikiran adalah hasil dari proses  berfikir yang terjadi di dalam otak dengan kata lain pemikiran adalah hukum akal atau keputusan aqal terhadap fakta yang masuk ke dalm otak melalui indra
Pesan menjaga keseimbangan seperti termaktub dalam sabda Nabi SAW, khoirul umur ausatuha, acap kali diperdengarkan. Ia secara tersurat mencegah kecenderungan manusia yang ingin bebas (‘kiri’) dan sebaliknya terikat (‘kanan’). Sebenarnya, Alquran telah memberikan jawaban terhadap kecenderu-ngan manusia untuk bertindak ekstrem dengan menyodorkan pandangan dunia baru. Ketika orang-orang Arab sebelum risalah Nabi SAW menghabiskan waktu untuk pemenuhan kebutuhan duniawi se-mata, Alquran menyuguhkan visi revolusioner tentang akhirat, tanpa harus meninggalkan yang perta-ma.
Namun, persoalannya, apakah label sekulerisme boleh disematkan begitu saja pada kelompok yang ingin memisahkan negara (dunya) dan agama (akhirat) atau pada sebuah kelompok yang acap kali menyoal kembali pemahaman keagamaan yang mapan, Islam Liberal, misalnya? Tentu, untuk memas-tikan ‘tuduhan liar’ ini, kita harus mengungkap arti sekulerisme itu sendiri sebagaimana diterakan oleh pemiliknya, Barat, yaitu sebagai pembebasan manusia pertama dari agama dan kemudian kontrol meta-fisik terhadap akal budi dan bahasanya (Cornelis van Peursen,  teolog dari Belanda).
Kalau melihat definisi di atas, pribadi atau kelompok yang selama ini dianggap sebagai pengu-sung pemahaman sekulerisme tidak lebih dari tipu muslihat seterunya. Demikian pula, kepercayaannya terhadap pemisahan agama dan negara sebenarnya tidak bisa dianggap sebagai pengusung sekulerisme. Malah, meskipun menegaskan sebagai sekuler, Partai Wafd Mesir bisa dijadikan rujukan karena mene-riakkan al-din li-Lah wal al-watan lil al-jami yang bermakna ideologinya didasarkan pada identitas sosial, politik, dan kebangsaan yang tidak merujuk pada agama. Partai bersangkutan tidak menentang agama, tetapi mencegah institusi agama disalahgunakan untuk meraih kepentingan kekuasaan oleh pe-ngawalnya, ulama. Dengan demikian, jika agama tidak disalahgunakan, ia dengan sendirinya boleh di-jadikan rujukan politik praktis.
Bagaimanapun penolakan sekulerisme Alquran lebih ditekankan pada pengagungan kehidupan dunia yang sebenarnya tak akan memberi kebahagiaan apa pun dan acapkali berujung pada ketidakpas-tian. Mengejar kepuasan duniawi hanya akan memurukkan sang pencari pada kebingungan karena du-nia hanya alat untuk mencapai kebahagiaan yang lebih tinggi, spiritualitas dan tepatnya akhirat, bukan tujuan pada dirinya.
Kata dunya itu juga berhubungan secara erat dengan kata kunci lain kekayaan (mal). Dengan je-las, diterakan dalam surah Alhumazah bahwa celakalah orang yang mengumpulkan harta dan menghi-tungnya seakan-akan bisa mengekalkannya. Pada ayat lain, dengan nada yang berbeda, kita menemu-kan sebuah frasa yang tuntas  bahwa kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (Alhadid : 20). Jadi, penyangkalan Alquran terhadap sekulerisme berpusat pada persoalan bagaimana manusia tidak teperdaya permainan dan senda gurau dunia. Itu saja. Wallahualam.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ(20)Demikianlah sejumlah gagasan Dr. Ahmad Sahidah yang diklaim sebagai pemahaman yang be-nar berkenaan dengan sekularisme dan Al-Quran berikut pandangan Al-Quran terhadap sekularisme. Keseluruhan gagasan yang dicurahkan dalam tulisannya tersebut nampak sebagai bentuk riil pembela-an dia terhadap sekularisme dengan berbagai cara antara lain dengan memaksakan realitas sekularisme dicampuradukkan ke dalam konsepsi dalam Al-Quran (Islam). Rincian kekeliruan yang ada pada setiap gagasan adalah sebagai berikut :
1.       menjadikan pernyataan Rasulullah saw خَيْرُ الأُمُوْرِ اَوْسَطُهَا sebagai asas dalam menyimpulkan bahwa Islam mencegah kecenderungan manusia yang ingin bebas (‘kiri’) dan sebaliknya terikat (‘ka-nan’). Benarkah yang dimaksudkan oleh pernyataan Rasulullah saw adalah demikian?
Lafadz اَوْسَطُ (bentuk jamak dari lafadz وَسَطٌ) maknanya adalah seperti yang dijelaskan oleh para mufassir ketika mereka menjelaskan ayat :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (البقرة : 143)
Dan demikianlah, Kami (Allah) jadikan kalian (umat Islam) sebagai أُمَّةً وَسَطًا supaya kalian menjadi saksi atas seluruh manusia dan supaya Rasul menjadi saksi atas kalian sendiri
Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthiy dalam tafsirnya menyata-kan bahwa وَسَطًا adalah خِيَارًا عُدُوْلاً (terbaik lagi adil). Lalu Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya me-nyatakan :
اَلْمَعْنَى: وَكَمَا أَنَّ الْكَعْبَةَ وَسَطُ اْلأَرْضِ كَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا; أَيْ جَعَلْنَاكُمْ دُوْنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَفَوْقَ اْلأُمَمِ. وَالْوَسَطُ: اَلْعَدْلُ; وَأَصْلُ هَذَا أَنَّ أَحْمَدَ اْلأَشْيَاءِ أَوْسَطُهَا. وَرَوَى التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا" قَالَ: (عَدْلاً). قَالَ: هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Makna : dan seperti halnya bahwa Ka’bah adalah وَسَطُ اْلأَرْضِ, begitu jugalah Kami jadikan kalian sebagai أُمَّةً وَسَطًا; yakni Kami jadikan kalian berada di bawah para Nabi dan di atas umat-umat lain. الْوَسَطُ adalah اَلْعَدْلُ dan asalnya adalah أَنَّ أَحْمَدَ اْلأَشْيَاءِ أَوْسَطُهَا. At-Tirmidziy meriwayatkan dari Abi Sa’id Al-Khudriyi dari Nabi saw tentang pernyataan Allah SWT : "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا" be-liau berkata : عَدْلاً. Dia (At-Tirmidziy) berkata : ini adalah hadits hasan shahih.
Sementara itu Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan :
قَوْلُهُ تَعَالَى "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا" يَقُوْلُ تَعَالَى ِإنَّمَا حَوَّلْنَاكُمْ إِلَى قِبْلَةِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَاخْتَرْنَاهَا لَكُمْ لِنَجْعَلَكُمْ خِيَارَ اْلأُمَمِ لِتَكُوْنُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُهَدَاءَ عَلَى اْلأُمَمِ ِلأَنَّ الْجَمِيْعَ مُعْتَرِفُوْنَ لَكُمْ بِالْفَضْلِ وَالْوَسَطُ هَهُنَا اَلْخِيَارُ وَاْلأَجْوَدُ كَمَا يُقَالُ قُرَيْشٌ أَوْسَطُ الْعَرَبِ نَسَبًا وَدَارًا أَيْ خَيْرُهَا وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَطًا فِيْ قَوْمِهِ أَيْ أَشْرَفُهُمْ نَسَبًا وَمِنْهُ اَلصَّلاَةُ الْوُسْطَى الَّتِيْ هِيَ أَفْضَلُ الصَّلَوَاتِ وَهِيَ الْعَصْرُ كَمَا ثُبِتَ فِيْ الصَّحَاحِ وَغَيْرِهَا وَلِمَا جَعَلَ اللهُ هَذَهِ اْلأُمَّةَ وَسَطًا خَصَّهَا بِأَكْمَلِ الشَّرَائِعِ وَأَقْوَمِ الْمَنَاهِجِ وَأَوْضَحِ الْمَذَاهِبِ كَمَا قَالَ تَعَالَى "هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ"
Pernyataan Allah SWT "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا" bermakna Allah SWT menyatakan hanya sesungguhnya Kami alihkan kalian ke qiblah Ibrahim as dan Kami pilihkan qiblah itu bagi kalian adalah supaya Kami menjadikan kalian sebaik-baiknya umat (خِيَارَ اْلأُمَمِ) agar kalian menjadi saksi bagi umat-umat lain di hari qiyamah. Hal itu karena se-luruh manusia mengakui keunggulan yang kalian miliki. الْوَسَطُ di sini adalah اَلْخِيَارُ وَاْلأَجْوَدُ (yang terbaik dan paling serius) seperti dikatakan bahwa kedudukan nasab dan negeri Quraisy adalah أَوْسَطُ الْعَرَبِ yakni yang paling baik dan Rasulullah saw adalah وَسَطًا فِيْ قَوْمِهِ yakni nasab beliau ada-lah yang paling mulia di antara kaumnya. Ada juga اَلصَّلاَةُ الْوُسْطَى yang merupakan shalat paling utama yakni shalat Ashar seperti yang ditetapkan dalam kitab-kitab shahih dan lainnya. Dan kare-na Allah telah menjadikan umat ini وَسَطًا maka Dia khususkan mereka dengan syariah yang paling sempurna, manhaj yang paling lurus dan madzhab yang paling jelas, seperti pernyataan Allah SWT :
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ (الحج : 78)
Dia (Allah) telah memilih kalian (umat Islam) dan Dia sama sekali tidak menjadikan adanya per-kara yang melebihi kemampuan kalian dalam din itu yang merupakan millah bapak kalian Ibra-him. Dia telah menamakan kalian muslimin sejak dulu dan dalam Islam, supaya Rasul menjadi saksi atas kalian dan kalian menjadi saksi atas seluruh manusia
Oleh karena itu, makna خَيْرُ الأُمُوْرِ اَوْسَطُهَا adalah خَيْرُ الأُمُوْرِ عَدْلُهَا وَاَحْمَدُهَا وَخِيَارُهَا وَاَجْوَدُهَا وَاَشْرَفُهَا  (sebaik-baiknya perkara/urusan adalah yang paling adilnya dan paling terpujinya dan paling baiknya dan paling bagusnya dan paling mulianya). Artinya, pernyataan Rasulullah saw tersebut sama sekali tidak menunjukkan (tersurat maupun tersirat alias مَنْطُوْقًا وَمَفْهُوْمًا) konsep Islami yang berkenaan de-ngan pencegahan terhadap kecenderungan manusia yang di satu sisi ingin bebas dari segala aturan (diklaim oleh Ahmad Sahidah sebagai “kiri”) dan secara bersamaan di sisi lainnya ingin terikat kuat dengan peraturan (diklaim oleh Ahmad Sahidah sebagai “kanan”). Justru pernyataan Nabi Muham-mad saw merupakan seruan wajib kepada umat Islam untuk menjadikan diri mereka, masyarakat mereka (اَلْمُجْتَمَعُ الإِسْلاَمِيُّ) dan wadah hidup mereka (اَلْخِلاَفَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) selalu berada dalam realitas pa-ling adilnya dan paling terpujinya dan paling baiknya dan paling bagusnya dan paling mulianya. Hal tersebut akan semakin jelas dengan memperhatikan pernyataan Rasulullah saw :
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (رواه مسلم)
Bagian ucapan شَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ adalah keadaan sebaliknya dari keadaan yang dimak-sudkan oleh ucapan فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ. Harus dipahami bahwa maksud da-ri ucapan فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ adalah Islam sebab beliau menyebut dua sum-bernya yakni Al-Quran (كِتَابُ اللَّهِ) dan As-Sunnah (هُدَى مُحَمَّدٍ). Oleh karena itu, dapat dipastikan maksud dari ucapan شَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ adalah segala sesuatu dari luar Islam walaupun mungkin saja mirip bahkan sesuai dengan Islam. Apa pun realitas dan hakikat yang berasal dari lu-ar Islam itu adalah pasti شَرُّ الْأُمُورِ sehingga haram diambil, digunakan, diberlakukan dan didakwah-kan oleh umat Islam.
2.       definisi sekularisme yang dikutip oleh Ahmad Sahidah dari pendapat Teolog Belanda Cornelis van Peursen yakni sebagai pembebasan manusia pertama dari agama dan kemudian kontrol metafisik terhadap akal budi dan bahasanya, adalah benar dan sesuai dengan realitas yang memunculkan konsep kompromistik sekularisme itu sendiri yakni Give The God His Right and Give The Em-peror His Right too yang dalam ungkapan Partai Wafd Mesir adalah : اَلدِّيْنُ ِللهِ وَالْوَطَنُ لِلْجَمِيْعِ (agama itu wewenang Tuhan dan tanah air itu wewenang manusia) dan secara umum berbunyi pemisahan agama dari kehidupan, negara dan politik alias memisahkan agama dari ruang publik (seperti yang ditegaskan dalam salah satu pasal dari Konstitusi Negara Amerika Serikat : bahwa Amerika adalah negara sekuler yang memisahkan agama dari ruang publik). Sehingga pada saat kemun-culannya sekularisme diusung oleh para filosof dan pemikir yang memotori rakyat jelata untuk ber-ucap lantang di hadapan konspirasi Kaisar dan Pemuka Gereja : vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara tuhan). Seluruhnya mengerucut pada satu titik pemikiran yakni agama harus dipisah-kan dan dijauhkan dari kekuasaan politik dalam negara dan itu merupakan sintesis yang muncul da-ri pengalaman kehidupan yang pahit masyarakat Perancis akibat mereka didominasi oleh kekuasa-an atas nama Tuhan yang dikendalikan secara absolut oleh gabungan kekuatan saat itu yakni Kaisar dan Gerejawan.
Oleh karena itu, ucapan Ahmad Sahidah bahwa kepercayaannya terhadap pemisahan agama dan negara sebenarnya tidak bisa dianggap sebagai pengusung sekulerisme. Malah, meskipun mene-gaskan sebagai sekuler, Partai Wafd Mesir bisa dijadikan rujukan karena meneriakkan al-din li-Lah wal al-watan lil al-jami yang bermakna ideologinya didasarkan pada identitas sosial, politik, dan kebangsaan yang tidak merujuk pada agama, adalah dapat dipastikan sebagai bentuk pembe-laan dia kepada sekularisme. Kepastian sikap tersebut semakin jelas saat dia menyatakan : Partai bersangkutan tidak menentang agama, tetapi mencegah institusi agama disalahgunakan untuk me-raih kepentingan kekuasaan oleh pengawalnya, ulama. Artinya bagi Ahmad Sahidah walau seseo-rang atau satu kelompok atau satu negara mengadopsi realitas sekularisme yakni pemisahan agama dan negara, namun selama tidak bersikap menentang agama maka orang atau kelompok atau nega-ra tersebut tidak bisa dianggap sebagai pengusung sekulerisme. Inilah bentuk pena’wilan realitas sekularisme yang dilakukan oleh orang tersebut dalam rangka membela mati-matian konsep aqidah imajinatif sekularisme. Tujuannya sudah pasti adalah supaya umat Islam tidak membenci lalu me-nolak konsep tersebut, sebab (menurut dia) ternyata tidak menentang eksistensi Islam maupun aga-ma lainnya yang ada di dunia. Tentu saja ini adalah sikap tipudaya manipulatif dari orang tersebut persis seperti yang telah dilakukan oleh ahlul kitab di masa lalu yang membuat kitab oleh tengan mereka sendiri lalu dinyatakan kepada publik bahwa itu berasal dari Allah SWT. Allah SWT me-nyatakan sehubungan dengan itu :
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ (البقرة : 79)
Maka kecelakaan besar bagi orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri kemu-dian mereka berkata : ini adalah dari Allah. Hal itu mereka lakukan untuk supaya mereka dapat menjual kitab tersebut dengan harga yang sangat sedikit. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat segala apa yang telah tangan-tangan mereka perbuat dan kecelakaan besar bagi mereka akibat segala apa yang telah mereka lakukan.
3.       Ahmad Sahidah mengklaim bahwa sekularisme yang ditolak oleh Al-Quran adalah sikap pengagu-ngan kehidupan dunia yang sebenarnya tak akan memberi kebahagiaan apa pun dan acapkali ber-ujung pada ketidakpastian. Mengejar kepuasan duniawi hanya akan memurukkan sang pencari pa-da kebingungan karena dunia hanya alat untuk mencapai kebahagiaan yang lebih tinggi, spiritua-litas dan tepatnya akhirat, bukan tujuan pada dirinya. Jadi, penyangkalan Alquran terhadap seku-lerisme berpusat pada persoalan bagaimana manusia tidak teperdaya permainan dan senda gurau dunia. Itu saja.
Lalu, benarkah Al-Quran yakni Islam bersikap seperti itu? Tentu saja sama sekali tidak benar, se-bab Islam yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah adalah :
اَلدِّيْنُ الَّذِيْ اَنْزَلَهُ اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ لِتَنْظِيْمِ عَلاَقَاتِ الإِنْسَانِ بِخَالِقِهِ وَبِنَفْسِهِ وَبِغَيْرِهِ مِنْ بَنِيْ الإِنْسَانِ
Din yang telah Allah turunkan kepada Sayyidina Muhammad untuk mengatur interaksi manusia dengan Khaliqnya dan dengan dirinya dan dengan lainnya dari kalangan sesama anak manusia
Inilah realitas Islam yang ditunjukkan oleh banyak dalil dalam Al-Quran maupun As-Sunnah antara lain pernyataan Allah SWT :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (آل عمران : 85)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (المائدة : 50)
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (يوسف : 108)
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (الأنعام : 153)
Demikian juga pernyataan Rasulullah saw :
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ (رواه البخاري)
Diberikan kepadaku lima perkara yang belum pernah diberikan kelimanya itu kepada seorang pun dari kalangan para nabi sebelumku : aku diberi pertolongan dengan munculnya ketakutan (pada musuh) dalam perjalanan sebulan dan dijadikan bagiku bumi itu sebagai masjid serta suci sehing-ga ketika seseorang dari umat ku telah datang kepadanya waktu shalat maka shalatlah dan diha-lalkan bagiku ghanimah dan seorang nabi itu diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia dan diberikan kepadaku syafaah
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ (رواه احمد)
Sungguh ketentuan (syariah dan hukum) Islam itu akan ditinggalkan satu per satu, lalu setiap satu ketentuan telah tidak berlaku lagi, pastilah manusia segera beralih kepada ketentuan berikutnya dan yang paling awal ditinggalkan adalah pemerintahan sedangkan yang paling akhir ditinggal-kan adalah shalat
Keseluruhan dalil tersebut juga lainnya masih sangat banyak memastikan bahwa Islam adalah ke-tentuan Allah SWT (syariah Islamiyah) yang wajib diberlakukan oleh seluruh manusia selama me-reka hidup di dunia. Jika mereka selama hidup di dunia berhasil memberlakukan ketentuan Islam dengan sempurna, menyeluruh dan utuh dalam wadah Khilafah Islamiyah, maka dijamin oleh Allah SWT kehidupan mereka di akhirat akan berada dalam اَلْجَنَّةُ dan juga akan mendapatkan yang lebih besar lagi dari itu yakni ridla Allah SWT. Inilah yang telah Allah SWT janjikan kepada generasi pertama umat Islam (السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ) juga bagi siapa saja yang berhasil mengikuti jejak langkah mereka dengan sempurna :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة : 100)
Sebaliknya, jika mereka selama menjalankan kehidupan dunia berpaling dari ketentuan Islam terse-but maka pasti berakibat kehidupan mereka di akhirah berada dalam kesengsaraan dan kerugian yang sebenarnya, yakni dilupakan oleh Allah SWT. Allah SWT menyatakan :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (طه : 124-126)
Wal hasil, tidak diragukan lagi dan dapat dipastikan bahwa telah muncul satu lagi orang yang mengaku beragama Islam yakni Dr. Ahmad Sahidah namun dia memasang badan untuk membela ke-kufuran (sekularisme), lalu memberikan loyalitasnya dan menyerahkan kesetiaannya kepada kekufuran tersebut.

Sekularisme dalam timbangan aqal
Ketika aqal telah dapat membuktikan وُجُوْدُ اللهِ تَعَالَى (eksistensi Allah SWT) melalui proses berpikir menyeluruh (فِكْرَةٌ كُلِّيَةٌ) terhadap alam semesta, manusia dan kehidupan, maka aqal memutuskan untuk iman kepada Allah SWT berikut seluruh ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yakni Islam yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ternyata aqal mendapati bahwa keputusan terse-but sesuai 100 persen dengan seruan Allah SWT sendiri dalam Al-Quran ketika aqal telah dapat mem-buktikan bahwa Al-Quran memang كَلاَمُ اللهِ وَلَيْسَ كَلاَمَ مُحَمَّدٍ اَوْ كَلاَمَ اَيِّ بَشَرٍ آخَرَ (kata-kata Allah dan bukan kata-kata Muhammad atau kata-kata manusia lainnya mana pun). Inilah yang dipahami aqal ketika mendapati pernyataan Allah SWT dalam Al-Quran :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (البقرة : 164)
Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam dan kapal yang berja-lan di lautan dengan membawa segala apa yang akan bermanfaat bagi manusia dan air yang telah Allah turunkan dari langit lalu Dia hidupkan bumi dengan air itu setelah kematiannya dan Dia tum-buhkan di dalamnya segala sesuatu yang merayap dan berhembusnya angin serta awan yang berarak di antara langit dan bumi, sungguh seluruhnya adalah bukti keberadaan Allah bagi kaum yang mem-fungsikan aqal mereka
Oleh karena itu, ketika aqal kaum mukmin sejati mengindera realitas sekularisme yang mewajib-kan kehidupan dunia diatur oleh peraturan buatan tangan manusia sendiri sekaligus melepaskan diri da-ri peraturan Allah SWT, maka aqal memastikan bahwa konsep aqidah tersebut adalah salah, manipula-tif dan nyata-nyata sekedar imajinasi manusia belaka berbasis kepentingan naluriah mereka yang me-mang selalu mendorong mereka untuk melepaskan diri dari segala kententuan Allah SWT.
Aqal mukmin sejati sepakat dengan pernyataan Allah SWT bahwa jika kehidupan manusia di dunia dijalankan berdasarkan peraturan buatan tangan manusia sendiri maka pastilah terjadi kebinasaan kemanusiaan secara massal :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
Dan jika al-haq (Islam) mengikuti kepentingan naluriah mereka (manusia) pastilah rusak binasa la-ngit, bumi dan siapa pun yang ada di dalamnya. Padahal telah Kami datangkan kepada mereka pera-turan bagi mereka lalu mereka terhadap peraturan mereka tersebut sama-sama berpaling
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم : 41)
Telah nampak pasti kerusak-binasaan di daratan maupun lautan akibat peraturan yang dibuat oleh tangan-tangan manusia hal itu supaya mereka merasakan sebagian yang telah mereka perbuat supaya mereka sadar untuk kembali (kepada peraturan Allah SWT)
Dengan demikian, aqal memastikan bahwa memang benar manusia diciptakan oleh Allah SWT lalu ditempatkan di dunia (bumi) adalah untuk mentaati Allah SWT dengan memberlakukan seluruh ketentuan yang ada dalam Islam. Inilah yang aqal pahamkan dari pernyataan Allah SWT :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات : 56)
Sehingga aqal sangat sepakat dengan perintah Rasulullah saw kepada Mu’adz bin Jabal ketika menu-gaskan dia menjadi Wali di Yaman :
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ (رواه مسلم)
Sungguh kamu akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab, lalu jadikanlah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah ‘Azza wajalla. Lalu jika mereka telah mengetahui Allah (harus ditaati) maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan me-reka lima kali shalat dalam satu hari dan satu malam mereka. Lalu jika mereka telah melakukan shalat maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka zakat yang diambil dari kala-ngan mereka yang kaya lalu dikembalikan kepada orang-orang faqir mereka. Lalu jika mereka telah mentaati ketentuan zakat itu maka ambilah dari mereka dan jagalah kemuliaan harta mereka.
Wal hasil, aqal mukmin sejati pastilah akan menolak sekularisme dan menempatkannya sebagai sama sekali tidak bernilai apa pun, sekaligus memastikan konsep tersebut adalah tidak layak tidak pan-tas untuk dijadikan asas bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia.

Sekularisme dalam timbangan Al-Quran
Sejak awal Al-Quran diturunkan maka seluruh seruannya adalah ditujukan kepada aqal manusia, sehingga Al-Quran adalah sumber informasi bagi aqal dalam memahami seluruh ketentuan Allah SWT yang ada dalam Islam. Al-Quran menyatakan :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (يوسف : 2)
Sungguh Kami telah menurunkannya sebagai Quran berbahasa Arab supaya kalian tetap dapat mem-fungsikan aqal kalian
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (185)
Bulan Ramadlan adalah bulan diturunkan di dalamnya Al-Quran sebagai hidayah bagi manusia dan berbagai penjelasan tentang hidayah itu serta sebagai pembeda benar dan salah
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة : 48)
Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Quran) kepada kamu dengan membawa al-haq yang membe-narkan kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjadi penentu benar salahnya kitab-kitab tersebut. Maka berlakukanlah hukum di antara mereka dengan segala apa yang telah Allah turunkan dan ja-nganlah kamu mengikuti kepentingan naluriah mereka saat kamu menjalankan al-haq yang telah da-tang kepadamu. Bagi setiap kalian telah Kami jadikan syariah dan jalan masing-masing dan andai Allah mengehendaki pastilah Dia menjadikan kalian semua sebagai umat yang satu (beriman semua) dan akan tetapi Dia akan menguji kalian dalam segala hal yang telah Dia datangkan kepada kalian. Maka berlombalah kalian dalam mentaati Allah, kepada Allah kalian akan dikembalikan seluruhnya lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian segala hal yang selama ini kalian perselisihkan
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (النحل : 89)
Dan Kami telah menurunkan kepadamu Kitab (Al-Quran) yang menjadi penjelasan untuk segala sesuatu dan sebagai hidayah dan rahmah serta kegembiraan bagi kaum muslim
Mengapa Al-Quran menjadi بُشْرَى bagi kaum muslim? Hal itu karena setelah kaum muslim beriman ke-pada Allah SWT maka aqal mereka menuntut supaya kehidupan mereka di dunia seluruhnya dijalankan dengan peraturan yang berasal dari Allah SWT. Tuntutan itu diputuskan oleh aqal mereka karena ada-lah mustahil bagi aqal mereka sendiri menetapkan peraturan yang akan diberlakukan dalam kehidupan di dunia. Kemustahilan itu muncul dari realitas keterbatasan aqal manusia sendiri yang hanya dapat memikirkan lalu menetapkan hukum sebatas terhadap segala hal yang dapat dijangkau oleh indera me-reka, baik itu faktanya maupun informasi tentang serta seputar fakta tersebut. Inilah yang disepakati oleh aqal ketika mendapati pernyataan Allah SWT :
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (النحل : 78)
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (الإسراء : 36)
Bagian ayat لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا dan وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ memastikan bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia itu adalah dibatasi oleh daya jangkau indera (السَّمْعُ وَالْبَصَرُ) dan aqal mereka (الْفُؤَادُ). Seluruh perkara yang berada dalam jangkauan indera dan aqal mereka maka memang hukum terhadap seluruh perkara tersebut dapat ditetapkan oleh aqal. Namun berkenaan dengan penetapan halal (اَلْحَلاَلُ), haram (اَلْحَرَامُ), benar (اَلْحَقُّ), salah (اَلْبَاطِلُ), tercela (اَلْقَبِيْحُ), terpuji (اَلْحَسَنُ), baik (اَلْخَيْرُ) dan buruk (اَلشَّرُّ), maka dipastikan aqal mereka mustahil dapat memutuskannya sebab indera mereka tidak dapat menjangkau realitas dan hakikatnya. Inilah yang dipastikan bagi aqal oleh pernyataan Allah SWT :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (البقرة : 216)
Sebagai contoh berkenaan dengan realitas ruh (اَلرُّوْحُ) dan realitas manusia saat tidur, maka jika diserah-kan kepada aqal dalam menetapkan hakikat dari kedua realitas tersebut pastilah mereka akan berada dalam perdebatan yang tidak berujung, sebab indera mereka sama sekali tidak dapat menjangkau fakta dari ruh dan tidur lagipula otak mereka tidak memiliki informasi apa pun sesedikit apa pun tentang ke-dua realitas tersebut. Inilah mengapa Allah SWT memastikan ketidakmampuan aqal manusia dengan mengharamkan mereka membahas kedua realitas tersebut :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا (الإسراء : 85)
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الزمر : 42)
Oleh karena itu, apakah lagi untuk menetapkan peraturan yang akan mengatur seluruh tingkah laku dan perbuatan manusia selama di dunia, tentu saja aqal manusia mustahil mampu menetapkannya karena realitas tentang halal (اَلْحَلاَلُ), haram (اَلْحَرَامُ), benar (اَلْحَقُّ), salah (اَلْبَاطِلُ), tercela (اَلْقَبِيْحُ), terpuji (اَلْحَسَنُ), baik (اَلْخَيْرُ) dan buruk (اَلشَّرُّ), seluruhnya berada di luar jangkauannya. Wal hasil, Al-Quran benar-benar bertentangan secara diametral dengan konsep sekularisme dan Al-Quran sama sekali tidak mengenal maupun mengakui konsep imajinatif tersebut yang sebenarnya ditetapkan bukan oleh aqal melainkan oleh kompromi dua kutub kepentingan manusia yang saling bertentangan dan saling meniadakan.

Khatimah
Dalil aqliy maupun dalil naqliy sepakat bahwa sekularisme adalah konsep yang tidak bernilai apa pun serta tidak pantas dan tidak layak diberlakukan dalam kehidupan manusia atau dijadikan asas bagi perjalanan kehidupan mereka di dunia. Jadi selain diharamkan oleh Islam, ternyata setelah pemberlaku-annya di Benua Eropa sejak Revolusi Perancis (14 Juli 1789) lalu di Dunia Islam sejak 3 Maret 1924 (saat dibubarkannya Khilafah Islamiyah oleh Inggris), sekularisme sama sekali tidak berhasil mengan-tarkan manusia kepada kesejahteraan hakiki mereka di dunia. Bahkan justru sebaliknya sekularisme bersama dengan kedua anak kembarnya yakni demokrasi dan kapitalisme, telah terbukti secara empiris menyebabkan kebinasaan kemanusiaan secara global dan itu tersaksikan serta terasakan oleh seluruh manusia termasuk apalagi umat Islam.
Oleh karena itu, mengapa masih ada manusia apalagi seorang muslim yang tetap bersikukuh membela mati-matian sekularisme berikut pemberlakuannya dalam kehidupan dunia?

No comments:

Post a Comment