Realitas sekularisme : dita’wilkan untuk dibela!
Dr. Ahmad Sahidah (Postdoctoral
Research Fellow di Universitas Sains Malaysia) dalam tulisan-nya berjudul
“Alquran dan Sekulerisme” (Republika, 20 November 2009, OPINI, halaman 4)
menyata-kan :
Aqal berpindah nya
citra fakta ke dalam otak melalui indra disertai adanya informasi te-ntang
fakta itu di dalam otak yang akan menafsirkan fakta tsb.
Pemikiran adalah hasil
dari proses berfikir yang terjadi di
dalam otak dengan kata lain pemikiran adalah hukum akal atau keputusan aqal
terhadap fakta yang masuk ke dalm otak melalui indra
Pesan menjaga keseimbangan
seperti termaktub dalam sabda Nabi SAW, khoirul umur ausatuha, acap kali
diperdengarkan. Ia secara tersurat mencegah kecenderungan manusia yang ingin
bebas (‘kiri’) dan sebaliknya terikat (‘kanan’). Sebenarnya, Alquran telah
memberikan jawaban terhadap kecenderu-ngan manusia untuk bertindak ekstrem
dengan menyodorkan pandangan dunia baru. Ketika orang-orang Arab sebelum
risalah Nabi SAW menghabiskan waktu untuk pemenuhan kebutuhan duniawi se-mata,
Alquran menyuguhkan visi revolusioner tentang akhirat, tanpa harus meninggalkan
yang perta-ma.
Namun, persoalannya,
apakah label sekulerisme boleh disematkan begitu saja pada kelompok yang ingin
memisahkan negara (dunya) dan agama (akhirat) atau pada sebuah kelompok
yang acap kali menyoal kembali pemahaman keagamaan yang mapan, Islam Liberal,
misalnya? Tentu, untuk memas-tikan ‘tuduhan liar’ ini, kita harus mengungkap
arti sekulerisme itu sendiri sebagaimana diterakan oleh pemiliknya, Barat,
yaitu sebagai pembebasan manusia pertama dari agama dan kemudian kontrol
meta-fisik terhadap akal budi dan bahasanya (Cornelis van Peursen, teolog dari Belanda).
Kalau melihat definisi di
atas, pribadi atau kelompok yang selama ini dianggap sebagai pengu-sung
pemahaman sekulerisme tidak lebih dari tipu muslihat seterunya. Demikian pula,
kepercayaannya terhadap pemisahan agama dan negara sebenarnya tidak bisa dianggap
sebagai pengusung sekulerisme. Malah, meskipun menegaskan sebagai sekuler,
Partai Wafd Mesir bisa dijadikan rujukan karena mene-riakkan al-din li-Lah
wal al-watan lil al-jami yang bermakna ideologinya didasarkan pada
identitas sosial, politik, dan kebangsaan yang tidak merujuk pada agama. Partai
bersangkutan tidak menentang agama, tetapi mencegah institusi agama
disalahgunakan untuk meraih kepentingan kekuasaan oleh pe-ngawalnya, ulama.
Dengan demikian, jika agama tidak disalahgunakan, ia dengan sendirinya boleh
di-jadikan rujukan politik praktis.
Bagaimanapun penolakan
sekulerisme Alquran lebih ditekankan pada pengagungan kehidupan dunia yang
sebenarnya tak akan memberi kebahagiaan apa pun dan acapkali berujung pada
ketidakpas-tian. Mengejar kepuasan duniawi hanya akan memurukkan sang pencari
pada kebingungan karena du-nia hanya alat untuk mencapai kebahagiaan yang lebih
tinggi, spiritualitas dan tepatnya akhirat, bukan tujuan pada dirinya.
Kata
dunya itu juga berhubungan secara erat dengan kata kunci lain kekayaan
(mal). Dengan je-las, diterakan dalam surah Alhumazah bahwa celakalah orang
yang mengumpulkan harta dan menghi-tungnya seakan-akan bisa mengekalkannya.
Pada ayat lain, dengan nada yang berbeda, kita menemu-kan sebuah frasa yang
tuntas bahwa kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu (Alhadid : 20). Jadi, penyangkalan Alquran
terhadap sekulerisme berpusat pada persoalan bagaimana manusia tidak teperdaya
permainan dan senda gurau dunia. Itu saja. Wallahualam.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي
الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ
ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ
شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ(20)Demikianlah
sejumlah gagasan Dr. Ahmad Sahidah yang diklaim sebagai pemahaman yang be-nar
berkenaan dengan sekularisme dan Al-Quran berikut pandangan Al-Quran terhadap
sekularisme. Keseluruhan gagasan yang dicurahkan dalam tulisannya tersebut
nampak sebagai bentuk riil pembela-an dia terhadap sekularisme dengan berbagai
cara antara lain dengan memaksakan realitas sekularisme dicampuradukkan ke dalam
konsepsi dalam Al-Quran (Islam). Rincian kekeliruan yang ada pada setiap
gagasan adalah sebagai berikut :
1.
menjadikan pernyataan
Rasulullah saw خَيْرُ الأُمُوْرِ اَوْسَطُهَا sebagai asas
dalam menyimpulkan bahwa Islam mencegah kecenderungan manusia yang ingin
bebas (‘kiri’) dan sebaliknya terikat (‘ka-nan’). Benarkah yang dimaksudkan
oleh pernyataan Rasulullah saw adalah demikian?
Lafadz اَوْسَطُ (bentuk jamak dari lafadz وَسَطٌ) maknanya adalah
seperti yang dijelaskan oleh para mufassir ketika mereka menjelaskan ayat :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ
شَهِيدًا (البقرة : 143)
Dan demikianlah,
Kami (Allah) jadikan kalian (umat Islam) sebagai أُمَّةً وَسَطًا
supaya kalian menjadi saksi atas seluruh manusia dan supaya Rasul menjadi saksi
atas kalian sendiri
Menurut Imam
Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthiy dalam tafsirnya
menyata-kan bahwa وَسَطًا
adalah خِيَارًا عُدُوْلاً
(terbaik lagi adil). Lalu Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya me-nyatakan
:
اَلْمَعْنَى: وَكَمَا أَنَّ
الْكَعْبَةَ وَسَطُ اْلأَرْضِ كَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا; أَيْ
جَعَلْنَاكُمْ دُوْنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَفَوْقَ اْلأُمَمِ. وَالْوَسَطُ:
اَلْعَدْلُ; وَأَصْلُ هَذَا أَنَّ أَحْمَدَ اْلأَشْيَاءِ أَوْسَطُهَا. وَرَوَى
التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطًا" قَالَ: (عَدْلاً). قَالَ: هَذَا
حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Makna : dan seperti halnya bahwa Ka’bah adalah وَسَطُ اْلأَرْضِ, begitu jugalah Kami jadikan kalian
sebagai أُمَّةً وَسَطًا; yakni Kami
jadikan kalian berada di bawah para Nabi dan di atas umat-umat lain. الْوَسَطُ adalah اَلْعَدْلُ dan asalnya adalah أَنَّ أَحْمَدَ اْلأَشْيَاءِ أَوْسَطُهَا. At-Tirmidziy meriwayatkan dari Abi
Sa’id Al-Khudriyi dari Nabi saw tentang pernyataan Allah SWT : "وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا" be-liau berkata : عَدْلاً. Dia (At-Tirmidziy) berkata : ini adalah hadits hasan shahih.
Sementara itu
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan :
قَوْلُهُ تَعَالَى
"وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا" يَقُوْلُ تَعَالَى ِإنَّمَا
حَوَّلْنَاكُمْ إِلَى قِبْلَةِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَاخْتَرْنَاهَا
لَكُمْ لِنَجْعَلَكُمْ خِيَارَ اْلأُمَمِ لِتَكُوْنُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
شُهَدَاءَ عَلَى اْلأُمَمِ ِلأَنَّ الْجَمِيْعَ مُعْتَرِفُوْنَ لَكُمْ بِالْفَضْلِ
وَالْوَسَطُ هَهُنَا اَلْخِيَارُ وَاْلأَجْوَدُ كَمَا يُقَالُ قُرَيْشٌ أَوْسَطُ
الْعَرَبِ نَسَبًا وَدَارًا أَيْ خَيْرُهَا وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَطًا فِيْ قَوْمِهِ أَيْ أَشْرَفُهُمْ نَسَبًا وَمِنْهُ
اَلصَّلاَةُ الْوُسْطَى الَّتِيْ هِيَ أَفْضَلُ الصَّلَوَاتِ وَهِيَ الْعَصْرُ
كَمَا ثُبِتَ فِيْ الصَّحَاحِ وَغَيْرِهَا وَلِمَا جَعَلَ اللهُ هَذَهِ اْلأُمَّةَ
وَسَطًا خَصَّهَا بِأَكْمَلِ الشَّرَائِعِ وَأَقْوَمِ الْمَنَاهِجِ وَأَوْضَحِ
الْمَذَاهِبِ كَمَا قَالَ تَعَالَى "هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ
شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ"
Pernyataan Allah
SWT "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكوْنُوْا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا" bermakna Allah SWT menyatakan hanya
sesungguhnya Kami alihkan kalian ke qiblah Ibrahim as dan Kami pilihkan qiblah
itu bagi kalian adalah supaya Kami menjadikan kalian sebaik-baiknya umat (خِيَارَ اْلأُمَمِ)
agar kalian menjadi saksi bagi umat-umat lain di hari qiyamah. Hal itu karena
se-luruh manusia mengakui keunggulan yang kalian miliki. الْوَسَطُ
di sini adalah اَلْخِيَارُ وَاْلأَجْوَدُ (yang terbaik dan paling serius) seperti
dikatakan bahwa kedudukan nasab dan negeri Quraisy adalah أَوْسَطُ الْعَرَبِ
yakni yang paling baik dan Rasulullah saw adalah وَسَطًا فِيْ قَوْمِهِ
yakni nasab beliau ada-lah yang paling mulia di antara kaumnya. Ada juga اَلصَّلاَةُ الْوُسْطَى
yang merupakan shalat paling utama yakni shalat Ashar seperti yang ditetapkan
dalam kitab-kitab shahih dan lainnya. Dan kare-na Allah telah menjadikan umat
ini وَسَطًا
maka Dia khususkan mereka dengan syariah yang paling sempurna, manhaj
yang paling lurus dan madzhab yang paling jelas, seperti pernyataan
Allah SWT :
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ
شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ (الحج : 78)
Dia (Allah) telah memilih kalian (umat Islam) dan Dia sama
sekali tidak menjadikan adanya per-kara yang melebihi kemampuan kalian dalam
din itu yang merupakan millah bapak kalian Ibra-him. Dia telah menamakan kalian
muslimin sejak dulu dan dalam Islam, supaya Rasul menjadi saksi atas kalian dan
kalian menjadi saksi atas seluruh manusia
Oleh karena itu, makna خَيْرُ
الأُمُوْرِ اَوْسَطُهَا adalah خَيْرُ الأُمُوْرِ
عَدْلُهَا وَاَحْمَدُهَا وَخِيَارُهَا وَاَجْوَدُهَا وَاَشْرَفُهَا (sebaik-baiknya
perkara/urusan adalah yang paling adilnya dan paling terpujinya dan paling
baiknya dan paling bagusnya dan paling mulianya). Artinya, pernyataan
Rasulullah saw tersebut sama sekali tidak menunjukkan (tersurat maupun tersirat
alias مَنْطُوْقًا وَمَفْهُوْمًا) konsep Islami
yang berkenaan de-ngan pencegahan terhadap kecenderungan manusia yang di satu
sisi ingin bebas dari segala aturan (diklaim oleh Ahmad Sahidah sebagai “kiri”)
dan secara bersamaan di sisi lainnya ingin terikat kuat dengan peraturan
(diklaim oleh Ahmad Sahidah sebagai “kanan”). Justru pernyataan Nabi Muham-mad
saw merupakan seruan wajib kepada umat Islam untuk menjadikan diri mereka,
masyarakat mereka (اَلْمُجْتَمَعُ الإِسْلاَمِيُّ) dan wadah hidup
mereka (اَلْخِلاَفَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ) selalu berada
dalam realitas pa-ling adilnya dan paling terpujinya dan paling baiknya dan
paling bagusnya dan paling mulianya. Hal tersebut akan semakin jelas dengan
memperhatikan pernyataan Rasulullah saw :
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (رواه مسلم)
Bagian ucapan شَرُّ الْأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ adalah keadaan sebaliknya dari keadaan yang
dimak-sudkan oleh ucapan فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ
كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ. Harus dipahami bahwa maksud da-ri ucapan فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى
مُحَمَّدٍ
adalah Islam sebab beliau menyebut dua sum-bernya yakni Al-Quran (كِتَابُ اللَّهِ) dan As-Sunnah (هُدَى
مُحَمَّدٍ).
Oleh karena itu, dapat dipastikan maksud dari ucapan شَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ adalah segala sesuatu
dari luar Islam walaupun mungkin saja mirip bahkan sesuai dengan Islam. Apa pun
realitas dan hakikat yang berasal dari lu-ar Islam itu adalah pasti شَرُّ الْأُمُورِ sehingga haram diambil, digunakan,
diberlakukan dan didakwah-kan oleh umat Islam.
2.
definisi sekularisme
yang dikutip oleh Ahmad Sahidah dari pendapat Teolog Belanda Cornelis van
Peursen yakni sebagai pembebasan manusia pertama dari agama dan kemudian
kontrol metafisik terhadap akal budi dan bahasanya, adalah benar dan sesuai
dengan realitas yang memunculkan konsep kompromistik sekularisme itu
sendiri yakni Give The God His Right and Give The Em-peror His Right too
yang dalam ungkapan Partai Wafd Mesir adalah : اَلدِّيْنُ
ِللهِ وَالْوَطَنُ لِلْجَمِيْعِ (agama itu wewenang Tuhan dan
tanah air itu wewenang manusia) dan secara umum berbunyi pemisahan agama
dari kehidupan, negara dan politik alias memisahkan agama dari ruang
publik (seperti yang ditegaskan dalam salah satu pasal dari Konstitusi
Negara Amerika Serikat : bahwa Amerika adalah negara sekuler yang memisahkan
agama dari ruang publik). Sehingga pada saat kemun-culannya sekularisme
diusung oleh para filosof dan pemikir yang memotori rakyat jelata untuk ber-ucap
lantang di hadapan konspirasi Kaisar dan Pemuka Gereja : vox populi vox dei
(suara rakyat adalah suara tuhan). Seluruhnya mengerucut pada satu titik
pemikiran yakni agama harus dipisah-kan dan dijauhkan dari kekuasaan politik
dalam negara dan itu merupakan sintesis yang muncul da-ri pengalaman kehidupan
yang pahit masyarakat Perancis akibat mereka didominasi oleh kekuasa-an atas
nama Tuhan yang dikendalikan secara absolut oleh gabungan kekuatan saat itu
yakni Kaisar dan Gerejawan.
Oleh karena itu, ucapan Ahmad Sahidah bahwa kepercayaannya
terhadap pemisahan agama dan negara sebenarnya tidak bisa dianggap sebagai
pengusung sekulerisme. Malah, meskipun mene-gaskan sebagai sekuler, Partai Wafd
Mesir bisa dijadikan rujukan karena meneriakkan al-din li-Lah wal al-watan lil
al-jami yang bermakna ideologinya didasarkan pada identitas sosial, politik,
dan kebangsaan yang tidak merujuk pada agama, adalah dapat dipastikan
sebagai bentuk pembe-laan dia kepada sekularisme. Kepastian sikap
tersebut semakin jelas saat dia menyatakan : Partai bersangkutan tidak
menentang agama, tetapi mencegah institusi agama disalahgunakan untuk me-raih
kepentingan kekuasaan oleh pengawalnya, ulama. Artinya bagi Ahmad Sahidah
walau seseo-rang atau satu kelompok atau satu negara mengadopsi realitas
sekularisme yakni pemisahan agama dan negara, namun selama tidak
bersikap menentang agama maka orang atau kelompok atau nega-ra tersebut tidak
bisa dianggap sebagai pengusung sekulerisme. Inilah bentuk pena’wilan
realitas sekularisme yang dilakukan oleh orang tersebut dalam rangka membela
mati-matian konsep aqidah imajinatif sekularisme. Tujuannya sudah pasti adalah
supaya umat Islam tidak membenci lalu me-nolak konsep tersebut, sebab (menurut
dia) ternyata tidak menentang eksistensi Islam maupun aga-ma lainnya yang ada
di dunia. Tentu saja ini adalah sikap tipudaya manipulatif dari orang tersebut
persis seperti yang telah dilakukan oleh ahlul kitab di masa lalu yang membuat
kitab oleh tengan mereka sendiri lalu dinyatakan kepada publik bahwa itu berasal
dari Allah SWT. Allah SWT me-nyatakan sehubungan dengan itu :
فَوَيْلٌ
لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ
عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا
كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ (البقرة : 79)
Maka kecelakaan besar bagi orang-orang yang menulis kitab dengan
tangan mereka sendiri kemu-dian mereka berkata : ini adalah dari Allah. Hal itu
mereka lakukan untuk supaya mereka dapat menjual kitab tersebut dengan harga
yang sangat sedikit. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat segala apa
yang telah tangan-tangan mereka perbuat dan kecelakaan besar bagi mereka akibat
segala apa yang telah mereka lakukan.
3.
Ahmad Sahidah
mengklaim bahwa sekularisme yang ditolak oleh Al-Quran adalah sikap
pengagu-ngan kehidupan dunia yang sebenarnya tak akan memberi kebahagiaan apa
pun dan acapkali ber-ujung pada ketidakpastian. Mengejar kepuasan duniawi hanya
akan memurukkan sang pencari pa-da kebingungan karena dunia hanya alat untuk
mencapai kebahagiaan yang lebih tinggi, spiritua-litas dan tepatnya akhirat,
bukan tujuan pada dirinya. Jadi, penyangkalan Alquran terhadap
seku-lerisme berpusat pada persoalan bagaimana manusia tidak teperdaya
permainan dan senda gurau dunia. Itu saja.
Lalu, benarkah Al-Quran yakni Islam bersikap seperti itu? Tentu saja
sama sekali tidak benar, se-bab Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
As-Sunnah adalah :
اَلدِّيْنُ
الَّذِيْ اَنْزَلَهُ اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ لِتَنْظِيْمِ عَلاَقَاتِ
الإِنْسَانِ بِخَالِقِهِ وَبِنَفْسِهِ وَبِغَيْرِهِ مِنْ بَنِيْ الإِنْسَانِ
Din yang telah Allah turunkan kepada Sayyidina Muhammad
untuk mengatur interaksi manusia dengan Khaliqnya dan dengan dirinya dan dengan
lainnya dari kalangan sesama anak manusia
Inilah realitas Islam yang ditunjukkan oleh banyak dalil dalam Al-Quran
maupun As-Sunnah antara lain pernyataan Allah SWT :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ (آل عمران : 85)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (المائدة :
50)
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ
أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ
أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (المؤمنون : 71)
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو
إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (يوسف : 108)
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (الأنعام : 153)
Demikian juga pernyataan Rasulullah saw :
أُعْطِيتُ
خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي نُصِرْتُ
بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ
لِي الْغَنَائِمُ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ
إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ (رواه البخاري)
Diberikan
kepadaku lima perkara yang belum pernah diberikan kelimanya itu kepada seorang
pun dari kalangan para nabi sebelumku : aku diberi pertolongan dengan munculnya
ketakutan (pada musuh) dalam perjalanan sebulan dan dijadikan bagiku bumi itu
sebagai masjid serta suci sehing-ga ketika seseorang dari umat ku telah datang
kepadanya waktu shalat maka shalatlah dan diha-lalkan bagiku ghanimah dan
seorang nabi itu diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada seluruh
manusia dan diberikan kepadaku syafaah
لَيُنْقَضَنَّ
عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ
النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ
الصَّلَاةُ (رواه احمد)
Sungguh ketentuan (syariah dan hukum) Islam itu akan
ditinggalkan satu per satu, lalu setiap satu ketentuan telah tidak berlaku
lagi, pastilah manusia segera beralih kepada ketentuan berikutnya dan yang
paling awal ditinggalkan adalah pemerintahan sedangkan yang paling akhir
ditinggal-kan adalah shalat
Keseluruhan dalil tersebut juga lainnya masih sangat banyak memastikan
bahwa Islam adalah ke-tentuan Allah SWT (syariah Islamiyah) yang wajib
diberlakukan oleh seluruh manusia selama me-reka hidup di dunia. Jika mereka
selama hidup di dunia berhasil memberlakukan ketentuan Islam dengan sempurna,
menyeluruh dan utuh dalam wadah Khilafah Islamiyah, maka dijamin oleh Allah SWT
kehidupan mereka di akhirat akan berada dalam اَلْجَنَّةُ dan juga akan
mendapatkan yang lebih besar lagi dari itu yakni ridla Allah SWT. Inilah yang
telah Allah SWT janjikan kepada generasi pertama umat Islam (السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ) juga bagi siapa
saja yang berhasil mengikuti jejak langkah mereka dengan sempurna :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ
مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(التوبة : 100)
Sebaliknya, jika mereka selama menjalankan kehidupan dunia berpaling
dari ketentuan Islam terse-but maka pasti berakibat kehidupan mereka di akhirah
berada dalam kesengsaraan dan kerugian yang sebenarnya, yakni dilupakan oleh
Allah SWT. Allah SWT menyatakan :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ
لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ
ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (طه : 124-126)
Wal hasil, tidak diragukan
lagi dan dapat dipastikan bahwa telah muncul satu lagi orang yang mengaku
beragama Islam yakni Dr. Ahmad Sahidah namun dia memasang badan untuk membela
ke-kufuran (sekularisme), lalu memberikan loyalitasnya dan menyerahkan
kesetiaannya kepada kekufuran tersebut.
Sekularisme
dalam timbangan aqal
Ketika
aqal telah dapat membuktikan وُجُوْدُ
اللهِ تَعَالَى (eksistensi Allah SWT) melalui proses berpikir menyeluruh (فِكْرَةٌ كُلِّيَةٌ) terhadap alam semesta, manusia dan
kehidupan, maka aqal memutuskan untuk iman kepada Allah SWT berikut seluruh
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yakni Islam yang telah
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ternyata aqal mendapati bahwa keputusan
terse-but sesuai 100 persen dengan seruan Allah SWT sendiri dalam Al-Quran
ketika aqal telah dapat mem-buktikan bahwa Al-Quran memang كَلاَمُ اللهِ وَلَيْسَ كَلاَمَ مُحَمَّدٍ اَوْ كَلاَمَ اَيِّ بَشَرٍ
آخَرَ
(kata-kata Allah dan bukan kata-kata Muhammad atau kata-kata manusia lainnya
mana pun). Inilah yang dipahami aqal ketika mendapati pernyataan Allah SWT
dalam Al-Quran :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ
بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ
فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (البقرة : 164)
Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian
siang dan malam dan kapal yang berja-lan di lautan dengan membawa segala apa
yang akan bermanfaat bagi manusia dan air yang telah Allah turunkan dari langit
lalu Dia hidupkan bumi dengan air itu setelah kematiannya dan Dia tum-buhkan di
dalamnya segala sesuatu yang merayap dan berhembusnya angin serta awan yang
berarak di antara langit dan bumi, sungguh seluruhnya adalah bukti keberadaan
Allah bagi kaum yang mem-fungsikan aqal mereka
Oleh karena itu, ketika
aqal kaum mukmin sejati mengindera realitas sekularisme yang mewajib-kan
kehidupan dunia diatur oleh peraturan buatan tangan manusia sendiri sekaligus
melepaskan diri da-ri peraturan Allah SWT, maka aqal memastikan bahwa konsep
aqidah tersebut adalah salah, manipula-tif dan nyata-nyata sekedar imajinasi
manusia belaka berbasis kepentingan naluriah mereka yang me-mang selalu
mendorong mereka untuk melepaskan diri dari segala kententuan Allah SWT.
Aqal
mukmin sejati sepakat dengan pernyataan Allah SWT bahwa jika kehidupan manusia
di dunia dijalankan berdasarkan peraturan buatan tangan manusia sendiri maka
pastilah terjadi kebinasaan kemanusiaan secara massal :
وَلَوِ
اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ
فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
(المؤمنون : 71)
Dan jika al-haq (Islam) mengikuti kepentingan naluriah
mereka (manusia) pastilah rusak binasa la-ngit, bumi dan siapa pun yang ada di
dalamnya. Padahal telah Kami datangkan kepada mereka pera-turan bagi mereka
lalu mereka terhadap peraturan mereka tersebut sama-sama berpaling
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي
عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم : 41)
Telah nampak
pasti kerusak-binasaan di daratan maupun lautan akibat peraturan yang dibuat
oleh tangan-tangan manusia hal itu supaya mereka merasakan sebagian yang telah
mereka perbuat supaya mereka sadar untuk kembali (kepada peraturan Allah SWT)
Dengan
demikian, aqal memastikan bahwa memang benar manusia diciptakan oleh Allah SWT
lalu ditempatkan di dunia (bumi) adalah untuk mentaati Allah SWT dengan memberlakukan
seluruh ketentuan yang ada dalam Islam. Inilah yang aqal pahamkan dari
pernyataan Allah SWT :
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات : 56)
Sehingga aqal sangat sepakat dengan perintah Rasulullah saw
kepada Mu’adz bin Jabal ketika menu-gaskan dia menjadi Wali di Yaman :
إِنَّكَ
تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ
فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ
وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ
عَلَيْهِمْ زَكَاةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ (رواه
مسلم)
Sungguh kamu akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli
kitab, lalu jadikanlah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah
ketaatan kepada Allah ‘Azza wajalla. Lalu jika mereka telah mengetahui Allah
(harus ditaati) maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan
me-reka lima kali shalat dalam satu hari dan satu malam mereka. Lalu jika
mereka telah melakukan shalat maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan mereka zakat yang diambil dari kala-ngan mereka yang kaya lalu
dikembalikan kepada orang-orang faqir mereka. Lalu jika mereka telah mentaati
ketentuan zakat itu maka ambilah dari mereka dan jagalah kemuliaan harta
mereka.
Wal hasil, aqal mukmin
sejati pastilah akan menolak sekularisme dan menempatkannya sebagai sama sekali
tidak bernilai apa pun, sekaligus memastikan konsep tersebut adalah tidak layak
tidak pan-tas untuk dijadikan asas bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia.
Sekularisme
dalam timbangan Al-Quran
Sejak awal Al-Quran
diturunkan maka seluruh seruannya adalah ditujukan kepada aqal manusia,
sehingga Al-Quran adalah sumber informasi bagi aqal dalam memahami seluruh
ketentuan Allah SWT yang ada dalam Islam. Al-Quran menyatakan :
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (يوسف : 2)
Sungguh Kami telah menurunkannya sebagai Quran berbahasa
Arab supaya kalian tetap dapat mem-fungsikan aqal kalian
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (185)
Bulan Ramadlan adalah bulan diturunkan di dalamnya Al-Quran
sebagai hidayah bagi manusia dan berbagai penjelasan tentang hidayah itu serta
sebagai pembeda benar dan salah
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ
شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى
اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
(المائدة : 48)
Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Quran) kepada kamu
dengan membawa al-haq yang membe-narkan kitab yang diturunkan sebelumnya dan
menjadi penentu benar salahnya kitab-kitab tersebut. Maka berlakukanlah hukum
di antara mereka dengan segala apa yang telah Allah turunkan dan ja-nganlah
kamu mengikuti kepentingan naluriah mereka saat kamu menjalankan al-haq yang
telah da-tang kepadamu. Bagi setiap kalian telah Kami jadikan syariah dan jalan
masing-masing dan andai Allah mengehendaki pastilah Dia menjadikan kalian semua
sebagai umat yang satu (beriman semua) dan akan tetapi Dia akan menguji kalian
dalam segala hal yang telah Dia datangkan kepada kalian. Maka berlombalah
kalian dalam mentaati Allah, kepada Allah kalian akan dikembalikan seluruhnya
lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian segala hal yang selama ini kalian
perselisihkan
وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ (النحل : 89)
Dan
Kami telah menurunkan kepadamu Kitab (Al-Quran) yang menjadi penjelasan untuk
segala sesuatu dan sebagai hidayah dan rahmah serta kegembiraan bagi kaum
muslim
Mengapa Al-Quran menjadi بُشْرَى bagi kaum
muslim? Hal itu karena setelah kaum muslim beriman ke-pada Allah SWT maka aqal
mereka menuntut supaya kehidupan mereka di dunia seluruhnya dijalankan dengan
peraturan yang berasal dari Allah SWT. Tuntutan itu diputuskan oleh aqal mereka
karena ada-lah mustahil bagi aqal mereka sendiri menetapkan peraturan yang akan
diberlakukan dalam kehidupan di dunia. Kemustahilan itu muncul dari realitas
keterbatasan aqal manusia sendiri yang hanya dapat memikirkan lalu menetapkan
hukum sebatas terhadap segala hal yang dapat dijangkau oleh indera me-reka,
baik itu faktanya maupun informasi tentang serta seputar fakta tersebut. Inilah
yang disepakati oleh aqal ketika mendapati pernyataan Allah SWT :
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (النحل
: 78)
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (الإسراء : 36)
Bagian ayat لَا
تَعْلَمُونَ شَيْئًا dan وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ
memastikan bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia itu adalah dibatasi oleh daya
jangkau indera (السَّمْعُ وَالْبَصَرُ) dan aqal mereka
(الْفُؤَادُ). Seluruh perkara yang berada dalam jangkauan indera dan aqal
mereka maka memang hukum terhadap seluruh perkara tersebut dapat ditetapkan
oleh aqal. Namun berkenaan dengan penetapan halal (اَلْحَلاَلُ), haram (اَلْحَرَامُ), benar (اَلْحَقُّ), salah (اَلْبَاطِلُ), tercela (اَلْقَبِيْحُ), terpuji (اَلْحَسَنُ), baik (اَلْخَيْرُ) dan buruk (اَلشَّرُّ), maka dipastikan aqal mereka mustahil dapat memutuskannya
sebab indera mereka tidak dapat menjangkau realitas dan hakikatnya. Inilah yang
dipastikan bagi aqal oleh pernyataan Allah SWT :
كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (البقرة : 216)
Sebagai contoh
berkenaan dengan realitas ruh (اَلرُّوْحُ) dan realitas manusia saat tidur, maka jika
diserah-kan kepada aqal dalam menetapkan hakikat dari kedua realitas tersebut
pastilah mereka akan berada dalam perdebatan yang tidak berujung, sebab indera
mereka sama sekali tidak dapat menjangkau fakta dari ruh dan tidur lagipula
otak mereka tidak memiliki informasi apa pun sesedikit apa pun tentang ke-dua realitas
tersebut. Inilah mengapa Allah SWT memastikan ketidakmampuan aqal manusia
dengan mengharamkan mereka membahas kedua realitas tersebut :
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ
إِلَّا قَلِيلًا (الإسراء : 85)
اللَّهُ
يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الزمر : 42)
Oleh
karena itu, apakah lagi untuk menetapkan peraturan yang akan mengatur seluruh
tingkah laku dan perbuatan manusia selama di dunia, tentu saja aqal manusia
mustahil mampu menetapkannya karena realitas tentang halal (اَلْحَلاَلُ), haram (اَلْحَرَامُ), benar (اَلْحَقُّ), salah (اَلْبَاطِلُ), tercela (اَلْقَبِيْحُ), terpuji (اَلْحَسَنُ), baik (اَلْخَيْرُ) dan buruk (اَلشَّرُّ), seluruhnya berada di luar jangkauannya. Wal hasil, Al-Quran
benar-benar bertentangan secara diametral dengan konsep sekularisme dan
Al-Quran sama sekali tidak mengenal maupun mengakui konsep imajinatif tersebut
yang sebenarnya ditetapkan bukan oleh aqal melainkan oleh kompromi dua kutub
kepentingan manusia yang saling bertentangan dan saling meniadakan.
Khatimah
Dalil aqliy maupun dalil
naqliy sepakat bahwa sekularisme adalah konsep yang tidak bernilai apa pun
serta tidak pantas dan tidak layak diberlakukan dalam kehidupan manusia atau
dijadikan asas bagi perjalanan kehidupan mereka di dunia. Jadi selain
diharamkan oleh Islam, ternyata setelah pemberlaku-annya di Benua Eropa sejak Revolusi
Perancis (14 Juli 1789) lalu di Dunia Islam sejak 3 Maret 1924 (saat
dibubarkannya Khilafah Islamiyah oleh Inggris), sekularisme
sama sekali tidak berhasil mengan-tarkan manusia kepada kesejahteraan hakiki
mereka di dunia. Bahkan justru sebaliknya sekularisme bersama dengan kedua anak
kembarnya yakni demokrasi dan kapitalisme, telah terbukti secara empiris
menyebabkan kebinasaan kemanusiaan secara global dan itu tersaksikan serta
terasakan oleh seluruh manusia termasuk apalagi umat Islam.
Oleh karena itu, mengapa
masih ada manusia apalagi seorang muslim yang tetap bersikukuh membela
mati-matian sekularisme berikut pemberlakuannya dalam kehidupan dunia?
No comments:
Post a Comment