Saturday, November 9, 2013

SERUAN KUFUR : MAKIN MENGGEMPUR ISLAM


Umat Islam : makin intensif menjadi penyeru kekufuran
Pada hari Rabu 14 Mei 2008, perwakilan Indonesia di New York telah menyelenggarakan dialog antar pemeluk enam agama yakni Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Tujuan dialog tersebut adalah penekanan ulang tentang toleransi dan perdamaian di lingkungan masyarakat dunia termasuk New York pasca diguncang peristiwa 11 September 2001. Tokoh muslim Indonesia : Syamsi Ali (yang oleh New York Magazine dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh pemimpin agama paling berpengaruh di kota New York tahun 2006) bertindak sebagai pemandu sedangkan pembicara-nya adalah para pemimpin agama dari berbagai komunitas di wilayah New York, yaitu Daisy Khan (American Society for Muslim Advancement), Pendeta Yahudi/Rabbi Delphine Horvilleur (Central Synagogue New York), Pendeta Kristen NJ. L’Heureux Jr. (Queens Federation of Churches), Dr. Uma Mysorekar (Hindu Temple Society of North America), Venerable Kondanna (Buddhist Council of New York) dan Pendeta John Kung (Kong Hu Chu Society of New York).
Sementara itu, ribuan kilometer jaraknya dari kota New York yakni di Jakarta pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2008, Wapres NKRI Jusuf Kalla saat menerima tokoh peserta Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia (MUI, PGI, KWI, Walubi, PHDI, Matakin) menyatakan : agama dinilai bisa menjadi faktor perekat tapi dapat pula menjadi alat untuk memecah belah bangsa. Untuk itu, para pemimpin umat beragama di Indonesia harus terus menjaga toleransi agar tercipta kehidupan beraga-ma yang benar-benar damai. Mari, kita bertanggung jawab menjaga keyakinan dengan sungguh-sungguh agar dapat saling memahami, menghargai dan memercayai. Kita harus betul-betul memba-wa umat sesuai dengan harapan agama.
Slamet Effendi Yusuf (Ketua Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia) menyatakan : Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia bertujuan untuk mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menghasilkan sejumlah rekomendasi antara lain tekad umat beragama di Indonesia untuk menciptakan kehidupan beragama yang penuh toleransi dan tolong menolong. Para pemimpin agama mencemaskan adanya skenario ke depan tentang hubungan agama yang mengarah ke perbenturan peradaban. Pertemuan ini menolak skenario perbenturan itu, menolak skenario bahwa agama adalah sumber konflik.
Pada acara hari ulang tahun Baitul Muslimin Indonesia (BMI) hari Rabu tanggal 7 Mei 2008, Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (mengaku sebagai salah satu penggagas terbentuknya BMI) menyatakan : dikotomi nasionalis dan agamis harus bisa segera dicairkan. Apalagi banyak kenyataan membuktikan ketaatan kaum nasionalis sering lebih baik dari golongan agamis. Jadi memang ada titik temu antara nasionalis dan agamis. Bung Karno menyebut golongan marginal sebagai marhaenis, dalam Islam disebut kaum dhuafa. Untuk itu memperjuangkan kaum marhaenis berarti juga memperjuangkan kaum dhuafa. Dengan hapusnya dikotomi nasionalis dan agamis maka keutuhan bangsa ke depan akan bisa terus terjaga. Adanya dikotomi ini jelas hanya mengganggu keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk. Untuk itu kehadiran BMI sebagai sayap sebuah organisasi nasionalis amat strategis sifatnya ke depan. Kehadiran BMI adalah sebagai usaha untuk memperkaya khazanah pembinaan umat Islam di Indonesia yang selama ini hanya diklaim oleh NU yang memiliki umat binaan sekitar 45 juta orang dan Muhammadiyah sekitar 35 juta orang. Di sinilah pentingnya organisasi seperti BMI sebagai sayap partai, tidak hanya membawa misi politik, tetapi juga berdak-wah yaitu “politik dalam dakwah, dakwah dalam politik”.
Nampak sekali, pada tri wulan kedua tahun 2008 ini adanya upaya yang sangat massif untuk menjadikan umat Islam semakin intensif sebagai penyeru kekufuran : nasionalisme alias kebangsaan, toleransi antar umat beragama, peleburan kaum nasionalis dan agamis, penempatan semua agama seba-gai sama saja alias pluralisme dan sebagainya. Upaya tersebut bahkan telah diberlakukan secara global (عَوْلَمَةً) sebagai contoh adalah yang berlangsung di New York Amerika Serikat (AS) dan di Jakarta (NKRI) pada bulan Mei 2008 ini dengan mengusung tema yang sama : “intensifikasi pembangunan toleransi antar umat beragama”. Negara AS adalah realitas negeri Kristiani (mayoritas pemeluk Pro-testan) sedangkan NKRI adalah fakta negeri Muslim (mayoritas pemeluk Islam), namun keduanya di-format untuk menjadi “mesin” pelontar ide-ide maupun berbagai pemikiran kufur dengan umat Islam sebagai operator utamanya. Sulit untuk dipungkiri bahwa perkembangan tersebut memastikan adanya perancangan sebuah “poros besar nan panjang” antara Jakarta dan New York, antara kaum Kristiani dan kaum Muslim, untuk sama-sama menyebarluaskan kekufuran sekaligus menggempur Islam.
Betapa tidak, di tengah-tengah dominasi mayoritas Protestan yang didukung penuh oleh komu-nitas minoritas Yahudi, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, ternyata penyelenggaraan dialog antar umat ber-agama di negara AS diserahkan sepenuhnya kepada seorang muslim. Lebih spektakuler lagi adalah si muslim yang diposisikan sebagai “pemangku hajatan” tersebut jauh-jauh hari sebelumnya telah terlebih dahulu “diberi” penghargaan dan hadiah sebagai “salah satu dari tujuh pemimpin agama paling berpe-ngaruh di kota New York tahun 2006”. Realitas ini menunjukkan dua hal yaitu : (a) kaum kufar pasti akan percaya sepenuhnya kepada kredibilitas dan integritas seorang muslim untuk diserahi sebuah tu-gas “mulia” bila yang bersangkutan telah memastikan kinerja brilian dalam mencurahkan pelayanannya kepada mereka selama ini dan (b) kaum kufar akan memastikan pilihan kepada seorang muslim untuk diserahi tugas “mulia membela posisi dan eksistensi mereka” daripada orang lain dari komunitas agama lainnya sebab hal itu didasarkan kepada kenyataan global (وَاقِعُ الْعَوْلَمَةِ) bahwa yang akan bersedia seu-tuhnya untuk melayani serta membela mati-matian mereka adalah umat Islam bukan yang lain.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa pembelaan kepada posisi dan eksistensi kaum kufar yang berlangsung di negeri-negeri Islam (terutama Indonesia) mustahil akan diserahkan kepada selain umat Islam melainkan akan ditetapkan secara permanen (تَثْبِيْتًا دَائِمِيًّا) hanya kepada kaum muslim. Inilah yang terjadi di Jakarta, Slamet Effendi Yusuf (politisi muslim kawakan) didaulat sebagai ketua dalam Perte-muan Besar Umat Beragama Indonesia. Hal yang sama juga diberlakukan kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah yang diberi tugas mulia untuk memberikan اَلتَّوْصِيَّةَ dalam ulang tahun BMI yang isinya adalah pernyataan penetapan (كَلاَمُ الإِثْبَاتِ) bahwa : (a) antara nasionalisme dengan Islam adalah sama saja dan (b) dikotomi antara kaum nasionalis dan agamis harus segera dihilangkan. Bahkan sang Ketum secara sadar mendasarkan gagasan brutalnya tersebut kepada fakta bahwa dia sendiri sering mendapati ketaatan kaum nasionalis lebih baik daripada golongan agamis. Inilah realitas sosok-sosok manusia yang dimaksudkan oleh pernyataan Rasulullah saw :

دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا (رواه البخاري)

lalu ketika Hudzaifah meminta beliau saw menjelaskan realitas دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ tersebut, maka Rasulullah menyatakan :
هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا (رواه البخاري)

bagian hadits هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا memastikan bahwa realitas sosok-sosok manusia tersebut adalah komunitas manusia yang mengklaim dirinya sebagai umat Islam alias berlindung di balik Islam. Demikian juga bagian hadits وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا mempertelakan bahwa orang-orang tersebut dalam aksinya mengusung dan mempropagandakan kekufuran selalu mencari legitimasi Islami dengan merujuk kepada sumber-sumber Islam baik itu Al-Quran maupun As-Sunnah. Tentu saja, manusia seperti mereka akan dapat dengan mudah memperdaya umat Islam yang sangat rendah tingkat pemikirannya, sehingga terjadilah tautan hubungan yang digambarkan juga oleh Rasulullah saw :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا (رواه البخاري)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْزِعُ الْعِلْمَ بَعْدَ أَنْ أَعْطَاكُمُوهُ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَنْتَزِعُهُ مِنْهُمْ مَعَ قَبْضِ الْعُلَمَاءِ بِعِلْمِهِمْ فَيَبْقَى نَاسٌ جُهَّالٌ يُسْتَفْتَوْنَ فَيُفْتُونَ بِرَأْيِهِمْ فَيُضِلُّونَ وَيَضِلُّونَ (رواه البخاري)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنْ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِي فِي النَّاسِ رُءُوسًا جُهَّالًا يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ (رواه مسلم)

sebuah hubungan antara orang yang sangat rendah pemikirannya : النَّاسُ dengan para penipu yang berke-dok ulama : رُءُوسًا جُهَّالًا yaitu hubungan yang sangat sadis dan brutal karena فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا atau يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ atau فَيُفْتُونَ بِرَأْيِهِمْ فَيُضِلُّونَ وَيَضِلُّونَ. Lebih mengerikan lagi adalah jumlah umat Islam yang menjadi korban tipu daya sosok-sosok دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ tersebut luar biasa besarnya yakni minimal 80 juta orang sesuai dengan data yang diungkapkan oleh Ketum PP Muhammadiyah. Fakta ini sekaligus menjadi bukti lain tentang semakin intensifnya umat Islam diposisikan sebagai pelaku propa-ganda kekufuran oleh kaum kufar berikut antek-antek mereka terutama di negeri-negeri Islam seperti Indonesia.


Islam : makin dikepung oleh gempuran pemikiran kufur
Konsul Jenderal RI di New York : Trie Edi Mulyani pada saat membuka dialog antar agama Rabu 14 Mei 2008 menyatakan : dialog antar agama adalah alat untuk membangun pengertian dan berbagai kepentingan yang terdapat dalam berbagai budaya dan kepercayaan di New York yang cantik ini.
Pendeta Yahudi/Rabbi Delphine Horvilleur (Central Synagogue New York) menyatakan : perda-maian seharusnya dapat diciptakan, kendati satu orang dengan yang lainnya berbeda pandangan dan menganggap dirinya yang paling benar.
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat menerima tokoh peserta Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia (MUI, PGI, KWI, Walubi, PHDI, Matakin) menyatakan : pengalaman pahit konflik horizon-tal di Poso (Sulawesi Tengah) dan Ambon (Maluku) menunjukkan bahwa mereka yang terlibat dengan mengatasnamakan agama saling membunuh, merusak harta benda dan membakar tempat ibadah. Pim-pinan umat beragama terkadang larut dengan perasaan umatnya yang tidak benar. Sering kali pula terjadi kesalahpahaman antar umat beragama. Sebagai contoh syariat Islam yang kerap diartikan sempit oleh kalangan non muslim sebagai hukum potong tangan dan rajam yang menakutkan.
Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (mengaku sebagai salah satu penggagas terbentuk-nya BMI) menyatakan : adanya dikotomi ini (antara kaum nasionalis dan agamis) jelas hanya meng-ganggu keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk. Untuk itu kehadiran BMI sebagai sayap sebuah or-ganisasi nasionalis amat strategis sifatnya ke depan.
Ungkapan yang mengkaitkan dialog antar agama dengan membangun pengertian dan berbagai kepentingan atau perdamaian dengan klaim paling benar atau agama dengan aksi saling bunuh, peru-sakan harta benda dan pembakaran tempat ibadah atau lainnya seluruhnya (diakui atau tidak) dituju-kan, diarahkan dan dibidikkan kepada Islam, umat Islam berikut Dunia Islam. Dengan kata lain, inilah gempuran hebat dahsyat pemikiran kufur yang datang dari berbagai penjuru angin menerjang Islam, umat Islam dan Dunia Islam. Mengapa dapat disimpulkan demikian? Hal itu karena tidak diragukan lagi hanya Islam yang memang memiliki karakteristik dan realitas yang mengharuskan kaum kufar un-tuk selalu dalam status perang dengan umat Islam dan Dunia Islam. Islam adalah :
1.      agama langit (دِيْنٌ سَمَوِيٌّ) yang diturunkan paling akhir bahkan telah ditetapkan sebagai risalah wah-yu Allah SWT yang penghabisan seiring dengan ditakdirkannya Nabi Muhammad saw sebagai pe-nutup dari para nabi. Akibatnya adalah secara aqliy seluruh manusia wajib melebur diri mereka dalam Islam dan meninggalkan agama mereka sebelumnya (apa pun jenisnya) tanpa sedikitpun ada bagiannya yang masih dipertahankan, sebab bila hal itu dilakukan maka tidak pelak lagi sikap terse-but adalah salah dan tidak akan ada nilainya sama sekali di sisi Allah SWT.
2.      satu-satunya agama yang secara terang-terangan menempatkan semua agama lainnya sebagai salah dan wajib tunduk kepada Islam. Selain itu, Islam bersifat menolak semua hal (agama, pemikiran, ide, sistema, peraturan, idelologi dan sebagainya) yang berasal dari atau berada di luar Islam dan bahkan jika semua hal yang di luar Islam tersebut menghalangi posisi maupun eksistensi Islam ma-ka Islam mengharuskan umat Islam untuk menghancurkannya.
3.      sama sekali tidak mengakui atau mentolerir adanya aktivitas dialog antar agama atau antar umat beragama, kecuali jika dilakukan dalam rangka untuk mempermudah (اُسْلُوْبٌ مِنْ اَسَالِيْبِ الدَّعْوَةِ) penye-barluasan risalah Islam ke seluruh dunia. Ini berarti, Islam mewajibkan kaum muslim untuk mem-pertahankan klaim bahwa Islam adalah paling benar hingga mati bahkan mereka wajib mempropa-gandakan klaim tersebut ke seluruh manusia di dunia, hingga mereka bersedia rela tunduk patuh ke-pada Islam beserta kekuasaan Islam (Khilafah) walaupun agama mereka bukan Islam.
4.      benar-benar menempatkan kaum kufar harbiyah (اَهْلُ الْحَرْبِيَةِ) sebagai wajib diperangi hingga mereka bersedia menerima tiga pilihan tawaran dari Islam : masuk Islam dengan rela atau menolak masuk Islam namun taat membayar jizyah atau diperangi hingga musnah bila menolak masuk Islam dan menolak pula membayar jizyah. Rasulullah saw menyatakan :
ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ (رواه ابو داود)

Bahkan, Islam mewajibkan kaum muslim memerangi kaum Yahudi di mana pun mereka berada hingga tak ada lagi satu tempat pun bagi mereka yang aman dari ancaman perang yang dilancarkan oleh umat Islam tersebut. Rasulullah saw menyatakan :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (رواه مسلم)

Oleh karena itulah, kaum kufar semakin meningkatkan daya kepung mereka terhadap Islam, baik itu aspek kuantitas maupun kualitasnya. Berbagai bentuk dan kemasan aktivitas dialog antar agama makin ditingkatkan baik frekuensi maupun intensitasnya dengan semakin melibatkan umat Islam bahkan se-ring sepenuhnya ditugaskan kepada umat Islam.
Lalu, mengapa harus umat Islam yang diperalat oleh Barat untuk melumpuhkan Islam? Kasus Inggris memperalat Jamaluddin Al-Afghani, Syarif Husain di Makkah, Kemal Pasha di Istambul, Mirza Ghulam Ahmad di anak benua India, Muhammad Abduh dan Rasydi Ridla di Mesir serta lainnya, juga kasus lahirnya رَابِطَةُ الْعَالَمِ الإِسْلاَمِيِّ alias Ikatan Dunia Islam, Islamic Conference Organization alias OKI maupun lainnya yang seluruhnya dibidani oleh Inggris pasca runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, memas-tikan bahwa kaum kufar “sangat suka” memperalat umat Islam dalam upaya mereka melumpuhkan Islam dan Dunia Islam. Hal itu karena selain murah dan mudah untuk mengelolanya, melainkan juga sangat minim peluang terjadinya gesekan maupun gejolak sosial sekaligus dapat meredam timbulnya penolakan dari Dunia Islam sendiri. Tentu saja karena bentuk pengelolaan terhadap krisis tersebut selama ini benar-benar berhasil guna bagi mereka, maka hingga saat ini pun (84 tahun sejak Khilafah runtuh) akan tetap dipertahankan untuk diberlakukan.
Perbedaan dalam implementasi managemen krisis tersebut antara dulu dengan saat ini adalah se-hubungan dengan kini Khilafah telah runtuh bahkan sebagian sangat besar umat Islam menolak untuk berupaya mengembalikannya, sehingga penerapan pola pengelolaan sekarang adalah ditujukan untuk : (a) semakin menjauhkan umat Islam berikut Dunia Islam dari Islam dan (b) melumpuhkan Islam seba-gai kepemimpinan ideologi dunia (اَلْقِيَادَةُ الْفِكْرِيَّةُ الدَّوْلِيَّةُ) dan menjadikannya hanya sebagai entitas spiri-tual-ritual layaknya agama lain di luar Islam. Apabila Islam telah sempurna dilumpuhkan dan menjel-ma sepenuhnya sebagai agama spiritualistik ritualistik, maka saat itulah kaum kufar sudah meraih ke-berhasilannya secara gemilang dalam upaya keras tak kenal lelah mereka selama ini untuk menying-kirkan ancaman mematikan bagi posisi maupun eksistensi mereka. Inilah hakikat kaum kufar yang di-maksudkan oleh Allah SWT saat menyatakan :
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة : 217)

Jadi, saat ini adalah sebuah keniscayaan bagi kaum kufar untuk selalu memperalat umat Islam dalam upaya melumpuhkan Islam dan Dunia Islam bahkan hal itu akan terus dilakukan untuk proses finalisasi keberhasilan mereka yang gilang gemilang. Sementara itu, keadaan umat Islam sendiri justru sebaliknya yakni : (a) tidak peduli terhadap ancaman mematikan dari kaum kufar tersebut dan (b) justru sangat antusias saat kaum kufar memberikan berbagai tawaran untuk melakukan dialog antar agama dan sebagainya. Akibatnya, kondisi tersebut sangat mempermudah bagi kaum kufar untuk semakin me-ningkatkan akselerasi proses pelumpuhan Islam dan Dunia Islam. Hakikat inilah yang dimaksudkan oleh pernyataan Rasulullah saw :
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ (رواه ابو داود)



Pertolongan Allah SWT : ditunggu ataukah dicari?
Kekisruhan dan kekalutan pemikiran umat Islam memang tiada duanya : halal diposisikan haram atau sebaliknya, wajib diabaikan, sunnah diutamakan, yang wajib untuk dipikirkan malah didiamkan, yang wajib dicari malah ditunggu, yang wajib dibiarkan apa adanya malah diutak atik dan seterusnya.
Persoalan yang berhubungan dengan pertolongan Allah (نَصْرُ اللهِ) adalah satu dari sekian pemikiran dalam Islam (اَلأَفْكَارُ الإِسْلاَمِيَّةُ) yang dipikirkan secara kisruh (غَلْطِيٌّ) oleh kaum muslim. Seperti bisanya, umat Islam menempatkan realitas pertolongan Allah SWT sebagai “perkara yang wajib ditunggu” atau “perkara yang tidak wajib diupayakan maupun dicari, melainkan biarkan saja nanti juga akan datang dengan sendirinya”. Bahkan (sekali lagi seperti biasa) mereka mencari legitimasi atas kemalasannya untuk berpikir tersebut dengan mengemukakan pernyataan Allah SWT :
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ (آل عمران : 140)

Lalu dengan penuh percaya diri mereka berujar lantang : nah, bukankah Allah sendiri telah menetap-kan pergiliran hari-hari itu di antara manusia. Jadi ibarat hidup di atas roda nanti juga semua pihak akan kebagian giliran, kapan di atas dan kapan di bawah. Jika saat ini umat Islam sedang ada di bagian bawah roda, maka tunggu sajalah nanti juga roda akan berputar, sehingga suatu saat umat Islam akan berada di bagian atas dan kaum kufar otomatis ada di bagian bawah.

Apakah pemikiran kisruh sebagian sangat besar umat Islam terhadap pernyataan Allah SWT ter-sebut dapat dibenarkan ataukah justru salah fatal? Imam Al-Qurthubiy dalam membahas ayat tersebut menyatakan sebagai berikut :
قِيْلَ هَذَا فِيْ الْحَرْبِ تَكُوْنُ مَرَّةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ لِيَنْصُرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ دِيْنَهُ وَمَرَّةً لِلْكَافِرِيْنَ اِذَا عَصَى الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَبْتَلِيَهُمْ وَيَمْحَصَ ذُنُوْبَهُمْ وَاَمَّا اِذَا لَمْ يَعْصُوْا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْغَالِبُوْنَ (تَفْسِيْرُ الْقُرْطُبِيِّ)

“dikatakan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan perang, yakni sekali waktu perang dimenangkan oleh kaum mukmin, supaya Allah ‘Azza Wa Jalla menolong agama-Nya, sekali waktu yang lain perang dimenangkan oleh kaum kufar ketika kaum mukmin maksiat dan itu terjadi supaya Allah dapat menguji mereka serta menghapus dosa-dosa mereka. Adapun bila mereka (kaum mukmin) tidak berbuat maksi-at maka sungguh tentara Allah adalah pasti menang”

sejarah telah mencatat dengan pasti bahwa contoh faktual untuk keadaan itu adalah pada kejadian dua perang yakni Perang Badar dan Perang Uhud. Pada Perang Badar, kaum mukmin sepenuhnya taat ke-pada semua ketentuan, strategi maupun langkah-langkah perang yang telah ditetapkan oleh Rasul saw, sehingga Perang Badar dimenangkan oleh mereka. Pada Perang Uhud, walaupun kaum mukmin telah memenangkan perang, namun karena ada sebagian dari mereka (pasukan panah yang ditempatkan di bukit) maksiat kepada ketetapan Rasul saw yakni dengan meninggalkan pos mereka untuk turun ke bagian bawah bukit, maka kemenangan yang telah di depan mata itu berbalik menjadi kekalahan yang telak, bahkan hampir saja kaum kufar dapat membunuh Rasulullah saw.
Dengan demikian, pemahaman yang benar dari ayat وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ adalah Allah SWT telah menetapkan sunnatullah yang pasti berupa hubungan “sebab” dan “akibat” (اَلْقَاعِدَةُ السَّبَبِيَّةُ) yakni baik dalam arena perang maupun dakwah, bila kaum mukmin sepenuhnya طَاعَةُ اللهِ dan tidak secuil pun melakukan  مَعْصِيَّةُ اللهِ, maka keunggulan, kemenangan, kejayaan, kedigjayaan, kemuliaan dan seterusnya akan senantiasa melekat erat pasti pada diri mereka maupun kehidupan seluruh manusia di dunia. Seba-liknya, bila sedikit saja (apalagi sepenuhnya) kaum mukmin maksiat kepada Allah SWT, maka itulah saatnya keunggulan, kemenangan, kejayaan, kedigjayaan, kemuliaan dan seterusnya akan beralih kepa-da kaum kufar. Penjelasan Imam Al-Qurthubiy itu pun menunjukkan bahwa antara pertolongan Allah SWT dengan kemenangan atau keberhasilan (baik dalam perang maupun lainnya) juga mengikuti hu-bungan “sebab” dan “akibat”. Artinya, pertolongan Allah SWT itu akan bergantung kepada kadar ke-taatan umat Islam kepada semua ketentuan Islam, atau kadar ketaatan kaum muslim kepada semua ke-tentuan Islam itu adalah “sebab” yang pasti akan mendatangkan “akibat” : pertolongan Allah.
Kajian komprehensif (اَلإِسْتِعْرَاضُ) terhadap semua dalil yang menunjukkan tentang atau berkenaan dengan pertolongan Allah SWT memastikan :
اِنَّ نَصْرَ اللهِ يَكُوْنُ مَعَ الْمُسْلِمِيْنَ حَسَبَ مَوْقِفِهِمْ اِنْ يَكُوْنُ مَوْقِفُهُمْ تَبَعًا تَامًّا بِمَا جَاءَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ َصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَيْ يَكُوْنُوْنَ هُمْ يَنْصُرُوْنَ اللهَ فَعَلَى اللهِ اَنْ يَنْصُرَهُمْ قَطْعًا وَبِالْعَكْسِ اِنْ يَكُوْنُوْنَ مَعْصِيَّةَ اللهِ وَلَوْ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَوْقِفِهِمْ فَنَصْرُ اللهِ لَنْ يَأْتِيَهُمْ

“bahwa pertolongan Allah itu akan ada menyertai kaum muslim sesuai dengan sikap mereka, bila si-kap mereka sepenuhnya mengikuti segala perkara yang datang bersama Rasulullah saw dengan kata lain mereka menolong Allah maka wajib bagi Allah untuk menolong mereka. Sebaliknya, bila mereka maksiat kepada Allah walau hanya sebagian kecil saja dari sikap mereka maka pertolongan Allah tidak akan pernah mendatangi mereka”.

Realitas inilah yang ditunjukkan oleh pernyataan Allah SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (محمد : 7)
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (الحج : 40)

Juga pernyataan Rasulullah saw :
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ (رواه احمد)
Oleh karena itu, pertolongan Allah SWT itu wajib dicari “sebab” kedatangannya yaitu dengan mentaati Allah SWT sesuai dengan seluruh ketentuan Islam yang telah diturunkan melalui wahyu kepada Nabi Muhammad saw yang telah Allah SWT jadikan sebagai دِيْنٌ مُكْمَلٌ لِحَيَاةِ النَّاسِ فِيْ الدُّنْيَا (agama yang telah disempurnakan bagi kehidupan manusia di dunia).



Khatimah
Perjalanan waktu 84 tahun sejak diruntuhkannya Khilafah Utsmaniyah sebagai institusi formal legal untuk pemberlakuan Islam dalam kehidupan dunia, telah menjadikan kaum kufar semakin gesit dan giat dalam upaya mereka melumpuhkan Islam dan Dunia Islam. Peningkatan akselerasi maupun intensitas penyeruan dan propaganda sistema, ide serta pemikiran kufur semakin spektakuler dilakukan untuk menggempur Islam dan Dunia Islam dari seluruh penjuru angin.
The Big and Long Tunnel between New York and Jakarta adalah salah satu yang tengah in-tensif dibangun oleh kaum kufar dalam upaya mereka melumpuhkan Islam berikut Dunia Islam dengan sepenuhnya menggunakan serta memperalat umat Islam sendiri. Tentu saja, fakta tersebut tidaklah terlalu mengejutkan, sebab selama ini Inggris (pemain lama sebelum AS) benar-benar telah menjadikan umat Islam maupun organisasi bermerek Islam sebagai alat untuk (akhirnya) meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah sebagai satu-satunya bentuk riil dari dominasi hegemoni Dunia Islam saat itu. Jamaluddin Al-Afghani, Syarif Husain di Makkah, Kemal Pasha di Istambul, Mirza Ghulam Ahmad di anak benua India, Muhammad Abduh dan Rasydi Ridla di Mesir serta lainnya, demikian juga kelahiran organisasi رَابِطَةُ الْعَالَمِ الإِسْلاَمِيِّ alias Ikatan Dunia Islam, Islamic Conference Organization alias OKI maupun lain-nya, adalah sebagian dari alat-alat yang sengaja dirancang bangun lalu digunakan oleh Inggris untuk semakin mempermudah implementasi kedengkian mereka yang diformat dalam rencana meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah.
Jadi, saat ini segala macam metode dan cara yang telah ditempuh oleh kaum kufar selama ini da-pat dipastikan akan selalu terus diberlakukan, walaupun pemain utama pengendalinya telah benar-benar berganti yakni tidak lagi Inggris melainkan AS. Harus diingat oleh umat Islam dan Dunia Islam bahwa pergantian pemain utama tersebut bukan perkara yang prinsip sebab baik Inggris maupun AS sama saja yakni sama-sama berkeinginan yang kuat untuk menjadikan Islam dan Dunia Islam lumpuh total. Hal itu akan mereka upayakan terus dengan berbagai metode dan cara, sebab selama Islam dan Dunia Islam belum lumpuh total, maka ancaman yang mematikan (walau sesedikit apa pun) bagi posisi maupun ek-sistensi mereka di dunia tetap akan menjadi night mare alias mimpi buruk dalam tidur mereka. Inilah yang semakin mendorong mereka untuk semakin intensif memperalat umat Islam dalam merealisir tu-juan tersebut.

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ (رواه ابو داود)
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ (البقرة : 187)

يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (السجدة : 5)

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ (المعارج : 4)


No comments:

Post a Comment