Media massa, Islam dan kekufuran
MetroTV selama Bulan Ramadlan 1430 H ini menggelar acara bertema
“Rahmat Semesta Alam” dan salah satu rubrik acara yang bernaung di bawah tema
besar tersebut adalah Sukses Syariah Untuk Indonesia yang Lebih Baik
yang ditayangkan setiap hari mulai pukul 04:00 hingga 04:30 pagi. Pada ujung
acara tersebut selalu ditutup dengan uraian/penjelasan singkat (sekitar lima menit) seputar eko-nomi syariah oleh nara sumber Muhammad
Syakir Sula (pakar Marketing Syariah).
Akhir acara Sukses Syariah Untuk Indonesia yang
Lebih Baik yang ditayangkan hari Ahad 30 Agustus 2009, Muhammad Syakir
Sula menyatakan : ekonomi kapitalisme hanya memperhatikan kepe-milikan dan
kepentingan individu dan negara sama sekali tidak memiliki wewenang untuk membatasi-nya.
Ekonomi sosialisme adalah sebaliknya yakni kepemilikan dan kepentingan individu
sama sekali ti-dak diakui dan hanya mengakui kepemilikan serta kepentingan
negara. Islam berada di tengah-tengah antara kapitalisme dan sosialisme dan itu
sesuai dengan ayat Al-Quran :
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (البقرة : 143)
maksud أُمَّةً
وَسَطًا adalah umat yang berdiri di
tengah.
Kemudian pada acara yang sama hari Selasa 1 September 2009
dengan sub tema “Modernitas Syari-ah”, Syakir Sula menyatakan : modernitas
sangat didorong oleh Islam dan itulah yang ditunjukkan oleh kejadian di masa
Rasulullah saw ketika beliau menyaksikan para insinyur di kebun kurma Madi-nah
tengah mengawinkan bunga kurma, maka beliau pun berkomentar ‘sudahlah biarkan
saja nanti juga akan berbuah sendiri’. Namun kemudian beliau sadar bahwa itu
adalah persoalan keduniaan ma-ka beliau pun berkata : اَنْتُمْ اَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ (kalian para insinyur lebih tahu urusan dunia kalian).
Demikianlah, MetroTV
sebagai salah satu stasiun televisi swasta nasional yang sejak didirikan telah
mendeklarasikan diri mengambil jalur the news, selama dan setiap Bulan
Ramadlan selalu mem-produksi acara yang dianggap oleh mereka sebagai “Acara
Islami” atau paling tidak “Bernuansa Is-lam”, termasuk pada tahun 1430 H saat
ini. Tentu saja, mereka menganggap semua yang telah, tengah dan akan mereka
lakukan setiap Bulan Ramadlan itu adalah bentuk peran serta atau keberpihakan
me-reka kepada Indonesia (sebagai Negara dan Bangsa) supaya lebih baik lagi
keadaannya, seperti konsep yang mereka gagas saat ini : Rahmat Semesta
Alam : Sukses Syariah untuk Indonesia yang Lebih Baik. Lalu, bagaimana
hakikat peran media massa di Indonesia (antara lain MetroTV),
apakah berpi-hak kepada Islam ataukah justru kepada kekufuran?
Pada kasus pernyataan Pakar
Marketing Syariah : Muhammad Syakir Sula, wajib ditelusuri apa-kah itu
dibenarkan dalam pandangan Islam ataukah justru salah fatal dan penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1.
menempatkan Islam di
tengah antara Kapitalisme dan Sosialisme berdasarkan realitas sistem
pere-konomian ketiga Ideologi dunia tersebut berdasarkan ayat yang tercantum
dalam surah Al-Baqarah nomor 143. Lalu, benarkah gagasan atau anggapan dia
tersebut?
2.
menempatkan hadits اَنْتُمْ اَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ sebagai dalil bahwa Islam sangat
mendorong modernitas dalam kehidupan dunia, benarkah?
Kepastiannya adalah
perekonomian Kapitalisme hingga saat sang Pakar Marketing
mengemuka-kan gagasannya, tengah diberlakukan di Indonesia bahkan diakui berhasil
bertahan dari cengkeraman pengaruh buruk resesi ekonomi global yang berawal
dari Negara Amerika Serikat akibat Kapitalisme itu sendiri. Sementara itu,
perekonomian Sosialisme pernah diberlakukan dengan konsisten di Uni Sov-yet dan
negara-negara sekutunya yang tergabung dalam Pakta Warsawa lalu berakhir
bersamaan de-ngan runtuhnya hegemoni negara beruang merah tersebut. Sedangkan
perekonomian Islam telah sangat lama (lebih dari 200-an tahun) tidak
diberlakukan dalam kehidupan dunia, bahkan ketika akhir abad ke-19 Khilafah
Islamiyah masih ada namun ternyata sudah tidak lagi memberlakukan perekonomian
Islam secara konsisten melainkan telah bercampur dengan sistema perekonomian
lainnya secara mas-sif. Hal itu terjadi karena Khilafah Islamiyah sudah tidak
lagi memposisikan dirinya sebagai eksklusif dalam memberlakukan seluruh syariah
Islamiyah melainkan telah mulai bertindak inklusif, antara lain dengan
memutuskan untuk meminjam uang kepada negara-negara Eropa terutama Inggris,
Perancis dan Italia.
Oleh karena itu, dalil
aqliy memastikan bahwa ucapan Syakir Sula yang menempatkan Islam di tengah
antara Kapitalisme dan Sosialisme, adalah bentuk pasti dari sikapnya yang
menjadikan fakta sebagai sumber pemikiran (اَلْوَاقِعُ
مَصْدَرُ التَّفْكِيْرِ). Sehingga ketika dia mendapati fakta kapitalisme sebagai
ideologi yang berkhidmat kepada kepentingan individual (اَلْمَبْدَأُ الْفَرْدِيُّ), lalu sosialisme adalah ideologi
yang sepenuhnya menjadikan negara menempati posisi sakral (اَلدَّوْلَةُ مُقَدَّسَةٌ), maka dengan penuh perca-ya diri dia
katakan bahwa Islam adalah ideologi yang berada di tengah-tengah dua kutub
tersebut.
Lalu,
apakah klaim Syakir Sula tersebut dapat dibenarkan berdasarkan realitas Islam
sebenarnya yang informasinya bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah? Syakir Sula
sendiri berdalih bahwa ke-simpulan dia itu sesuai dengan pernyataan Allah SWT
berikut :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ
شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ
مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ
لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ
إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (البقرة : 143)
Dan demikianlah,
Kami (Allah) jadikan kalian (umat Islam) sebagai أُمَّةً وَسَطًا
supaya kalian menjadi saksi atas seluruh manusia dan supaya Rasul menjadi saksi
atas kalian sendiri. Dan Kami tidak jadi-kan qiblah yang tengah engkau
(Muhammad) gunakan (Ka’bah) kecuali agar Kami mengetahui siapa saja yang
mengikuti Rasul dari yang justru berpaling ke masa lalunya (kekufuran) dan
memang itu adalah sangat berat kecuali bagi orang-orang yang telah Allah beri
hidayah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian, sungguh Allah adalah
Ar-Rauf Ar-Rahiim kepada manusia
Syakir Sula berkata bahwa maksud dari أُمَّةً وَسَطًا
adalah umat yang pertengahan yakni berada di tengah antara kapitalisme dan
sosialisme. Benarkah anggapan dia itu?
Lafadz وَسَطًا
secara bahasa bermakna :
1.
menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin
As-Suyuthiy dalam tafsirnya menyata-kan bahwa وَسَطًا adalah خِيَارًا
عُدُوْلاً (terbaik lagi adil).
2.
menurut Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya :
اَلْمَعْنَى: وَكَمَا أَنَّ
الْكَعْبَةَ وَسَطُ اْلأَرْضِ كَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا; أَيْ
جَعَلْنَاكُمْ دُوْنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَفَوْقَ اْلأُمَمِ. وَالْوَسَطُ:
اَلْعَدْلُ; وَأَصْلُ هَذَا أَنَّ أَحْمَدَ اْلأَشْيَاءِ أَوْسَطُهَا. وَرَوَى
التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: "وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا" قَالَ: (عَدْلاً). قَالَ: هَذَا
حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Makna : dan seperti halnya bahwa Ka’bah adalah وَسَطُ اْلأَرْضِ, begitu jugalah Kami jadikan kalian
sebagai أُمَّةً وَسَطًا; yakni Kami
jadikan kalian berada di bawah para Nabi dan di atas umat-umat lain. الْوَسَطُ adalah اَلْعَدْلُ dan asalnya adalah أَنَّ أَحْمَدَ اْلأَشْيَاءِ أَوْسَطُهَا. At-Tirmidziy meriwayatkan dari Abi
Sa’id Al-Khudriyi dari Nabi saw tentang pernyataan Allah SWT : "وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا" be-liau berkata : عَدْلاً. Dia (At-Tirmidziy) berkata : ini adalah hadits hasan shahih.
3.
menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya :
قَوْلُهُ تَعَالَى
"وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى
النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا" يَقُوْلُ تَعَالَى
ِإنَّمَا حَوَّلْنَاكُمْ إِلَى قِبْلَةِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
وَاخْتَرْنَاهَا لَكُمْ لِنَجْعَلَكُمْ خِيَارَ اْلأُمَمِ لِتَكُوْنُوْا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ شُهَدَاءَ عَلَى اْلأُمَمِ ِلأَنَّ الْجَمِيْعَ مُعْتَرِفُوْنَ لَكُمْ
بِالْفَضْلِ وَالْوَسَطُ هَهُنَا اَلْخِيَارُ وَاْلأَجْوَدُ كَمَا يُقَالُ
قُرَيْشٌ أَوْسَطُ الْعَرَبِ نَسَبًا وَدَارًا أَيْ خَيْرُهَا وَكَانَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَطًا فِيْ قَوْمِهِ أَيْ أَشْرَفُهُمْ
نَسَبًا وَمِنْهُ اَلصَّلاَةُ الْوُسْطَى الَّتِيْ هِيَ أَفْضَلُ الصَّلَوَاتِ
وَهِيَ الْعَصْرُ كَمَا ثُبِتَ فِيْ الصَّحَاحِ وَغَيْرِهَا وَلِمَا جَعَلَ اللهُ
هَذَهِ اْلأُمَّةَ وَسَطًا خَصَّهَا بِأَكْمَلِ الشَّرَائِعِ وَأَقْوَمِ
الْمَنَاهِجِ وَأَوْضَحِ الْمَذَاهِبِ كَمَا قَالَ تَعَالَى "هُوَ
اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ
أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ
هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى
النَّاسِ"
Pernyataan Allah SWT "وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ
الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا"
bermakna Allah SWT menyatakan hanya sesungguhnya Kami alihkan kalian ke qiblah
Ibrahim as dan Kami pilihkan qiblah itu bagi kalian adalah supaya Kami
menjadikan kalian sebaik-baiknya umat (خِيَارَ
اْلأُمَمِ) agar kalian menjadi
saksi bagi umat-umat lain di hari qiyamah. Hal itu karena se-luruh manusia
mengakui keunggulan yang kalian miliki. الْوَسَطُ di sini adalah اَلْخِيَارُ وَاْلأَجْوَدُ
(yang terbaik dan paling serius) seperti dikatakan bahwa kedudukan nasab dan
negeri Quraisy adalah أَوْسَطُ الْعَرَبِ yakni yang paling baik dan Rasulullah saw
adalah وَسَطًا فِيْ قَوْمِهِ yakni nasab beliau ada-lah yang paling mulia
di antara kaumnya. Ada
juga اَلصَّلاَةُ الْوُسْطَى yang merupakan shalat paling utama yakni
shalat Ashar seperti yang ditetapkan dalam kitab-kitab shahih dan lainnya. Dan
kare-na Allah telah menjadikan umat ini وَسَطًا maka Dia khususkan mereka dengan syariah yang
paling sempurna, manhaj yang paling lurus dan madzhab yang paling jelas,
seperti pernyataan Allah SWT :
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ
شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ (الحج : 78)
Dia
(Allah) telah memilih kalian (umat Islam) dan Dia sama sekali tidak menjadikan
adanya per-kara yang melebihi kemampuan kalian dalam din itu yang merupakan
millah bapak kalian Ibra-him. Dia telah menamakan kalian muslimin sejak dulu
dan dalam Islam, supaya Rasul menjadi saksi atas kalian dan kalian menjadi
saksi atas seluruh manusia
Kemudian makna lafadz وَسَطًا dari lafadz أُمَّةً وَسَطًا
secara realitasnya telah ditunjukkan oleh bagian ayat لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا dari surah Al-Baqarah
143 itu sendiri, yakni :
a.
supaya umat Islam dapat merealisir posisinya sebagai
saksi/standard (شُهَدَاءَ) bagi umat lain yang telah lebih dahulu ada
sebelumnya, maka adalah keniscayaan bagi mereka untuk memperoleh
sak-si/standard yang pasti dan dalam hal ini adalah Rasulullah saw : وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا.
Tuntutan ini telah dipenuhi jauh-jauh hari oleh Allah SWT melalui pernyataan :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (الأحزاب : 21)
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِيْ الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ
شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ (الحج : 78)
وَمَا
ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (الحشر : 7)
b.
karena Rasulullah saw
adalah juga manusia yang terkena oleh sunnatullah berupa kematian, maka Allah
SWT telah menetapkan Islam yang dibawa dan telah diberlakukan oleh Nabi
Muhammad saw (Islam), sebagai warisan abadi beliau bagi umat Islam (bahkan
seluruh manusia) hingga saat kehancuran dunia itu sendiri. Inilah mengapa Allah
SWT menetapkan sejumlah realitas yang pasti melekat pada Islam yakni :
إِنَّ
الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ (آل عمران : 19)
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة: 3)
وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي
الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (آل عمران : 85)
Dengan demikian realitas (وَصْفُ
الْوَاقِعِ الْحَقِيْقِيِّ) dari أُمَّةً
وَسَطًا
yang melekat pada umat Islam adalah :
كَوْنُ
الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرَ اُمَّةٍ وَاَفْضَلَهَا بِمَا اَعْطَاهُمُ اللهُ مِنْ
اَكْمَلِ الدِّيْنِ وَهُوَ اْلإِسْلاَمُ ذَلِكَ ِلأَنَّهُمْ اُخْرِجُوْا لِلنَّاسِ
لِيَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَيْهِمْ
Posisi kaum muslim sebagai sebaik-baiknya umat dan yang
paling unggul akibat dari ketetapan Allah yang memberikan kepada mereka din
paling sempurna yakni Islam, hal itu karena mereka memang di-lahirkan bagi
seluruh manusia supaya menjadi saksi atas manusia tersebut
Artinya,
realitas umat Islam sebagai أُمَّةً
وَسَطًا
adalah akibat dari adanya Islam yang telah Allah SWT tu-runkan melalui Nabi
Muhammad saw : الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا.
Jika mereka tetap konsisten dengan Islam (يَعْتَصِمُوْنَ
بِهِ)
dan selalu menjaga serta mempertahankan pemberla-kuannya dalam realitas
kehidupan manusia di dunia, maka statusnya selaku أُمَّةً
وَسَطًا
akan selalu melekat pada diri mereka. Inilah yang telah berhasil dilakukan
dengan sempurna oleh umat Islam sepanjang di-pimpin oleh Nabi Muhammad saw dan
berlanjut hingga Khalifah terakhir dari jajaran Khulafa Rasyi-dun yakni Imam
Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya jika kaum muslim mulai inkonsisten dengan Islam
dan mulai tidak peduli dengan kewajiban mereka untuk selalu menjaga dan
mempertahankan pemberlakuan Islam dalam arena kehidupan dunia seperti yang saat
ini tengah terjadi dan itu telah lebih dari 85 tahun berlangsung, maka
statusnya selaku أُمَّةً وَسَطًا otomatis pasti
akan terlucuti. Pada kondisi tersebut tentu saja kewajiban mereka untuk menjadi
شُهَدَاءَ bagi seluruh manusia adalah tidak mungkin alias mustahil dapat
mereka realisir. Bahkan yang terjadi justru sangat mengerikan yakni mereka
mencurahkan selu-ruh loyalitas dan ketaatan kepada kaum kufar berikut kekufuran
yang diusungnya : sekularisme, kapita-lisme, demokrasi, nasionalisme dan
sebagainya.
Realitas orisinal umat Islam itulah yang
meniscayakan Islam secara aqliy harus sebagai sistema atau ideologi yang
memenuhi kriteria جَامِعًا مَانِعًا. Kriteria جَامِعًا mengharuskan Islam hanya menghimpun (يَجْمَعُ) segala sesuatu yang
memang dipastikan berasal dari internal Islam itu sendiri
berdasarkan oten-tisitas sumbernya (Al-Quran dan As-Sunnah serta yang
dibenarkan oleh keduanya : Ijma Sahabat dan Qiyas). Sedangkan kriteria مَانِعًا mengharuskan Islam
menolak apa pun dalam kadar berapa pun yang berasal bukan dari Islam sendiri
alias berasal dari kekufuran bermerek apa pun. Kriteria جَامِعًا مَانِعًا
telah ditetapkan oleh Allah SWT melalui pernyataan yang ditujukan kepada Nabi
Muhammad saw :
وَلَنْ
تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ
إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ
الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (البقرة : 120)
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ
شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى
اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ
تَخْتَلِفُونَ (المائدة : 48)
وَأَنِ
احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ
ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (المائدة : 49)
فَلِذَلِكَ
فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ
ءَامَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ
اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا
حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
(الشورى : 15)
ثُمَّ
جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (الجاثية : 18)
Oleh karena itu
berdasarkan dalil aqliy yang bersesuaian 100 persen dengan dalil naqliy dapat
dipasti-kan bahwa Islam adalah طِرَازٌ
خَاصٌّ فِيْ الْعَيْشِ (pola kehidupan yang
khas) yang sama sekali tidak terkena, tidak tersusupi dan tidak tercampur
dengan apa pun (sistema, peraturan, perundangan, tatanan) yang berasal dari
luar Islam. Inilah yang dijamin dengan pasti oleh Allah SWT :
وَإِنَّهُ
لَكِتَابٌ عَزِيزٌ لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ
تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (فصلت : 41-42)
Dan sungguh dia (Al-Quran) adalah كِتَابٌ عَزِيزٌ yang al-bathil (kekufuran) tidak
pernah mengenainya baik dari arah depan maupun belakang, yang diturunkan dari حَكِيمٍ حَمِيدٍ (Allah)
Wal hasil, anggapan atau klaim Muhammad Syakir Sula bahwa Islam
berada tengah-tengah an-tara kapitalisme dan sosialisme adalah sangat salah,
ngawur, prasangka buruk dan penyesatan. Selain itu anggapan tersebut bermakna :
1.
pengakuan tulus dari dia bahwa kapitalisme dan sosialisme sama
kedudukannya dengan Islam yak-ni sama-sama benar dan diridlai oleh Allah SWT.
Ketiganya dapat saling melengkapi kekurangan yang ada pada ketiganya dan saling
mengoreksi kekeliruan yang ada pada ketiganya.
2.
tudingan keji yang diarahkan kepada Allah SWT bahwa Dia menurunkan
Islam setelah terlebih da-hulu “mempelajari” realitas kapitalisme dan
sosialisme. Tentu saja tudingan ini sama kejinya dan sadisnya dengan tudingan
ahlul kitab bahwa Allah SWT itu beristri dan beranak.
3.
membenarkan tudingan kaum kufar saat itu bahwa Nabi Muhammad saw
telah diajari oleh seseo-rang (konon kabarnya anak pria dari Al-Faakih bin
Al-Mughirah yang bernama Jabar) tentang Al-Quran sebelum beliau sampaikan
kepada para sahabat, seperti yang disampaikan oleh Allah SWT dalam ayat :
وَلَقَدْ
نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي
يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (النحل :
103)
Dan
sungguh Kami (Allah) tahu bahwa mereka (kaum kufar) berkata hanya sesungguhnya
selalu mengajari dia (Muhammad) seorang laki-laki yang padahal lisan orang yang
mereka arahkan tu-duhan itu kepadanya adalah a’jamiy (non Arab) dan ini
(Al-Quran) adalah lisan orang Arab yang sebenarnya
4.
penolakan terhadap ketetapan Allah SWT yang memastikan bahwa Islam
telah disempurnakan se-hingga tidak memerlukan penambahan apa pun dari mana pun
bahkan dari Allah SWT sendiri yang dibuktikan dengan posisi Nabi Muhammad saw
sebagai penutup para Nabi dan Rasul :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا (المائدة: 3)
5.
sebuah gagasan bahwa walau berasal dari kapitalisme, sosialisme
maupun kekufuran lainnya na-mun bila dikemas atau dipoles atau diwarnai dengan
nuansa Islam atau dilengkapi oleh Islam atau dikurangi bagian yang diharamkan
oleh Islam, maka dipastikan itu adalah Islam yang sebenarnya. Gagasan ini telah
dia tegaskan dengan komentarnya pada ujung acara Sukses Syariah untuk Indo-nesia yang Lebih Baik edisi penayangan Kamis 3 September 2009 dengan tema
Asuransi Syariah : Asuransi Sosial itu bila
dihilangkan aspek gharar, maisir dan ribanya maka itulah Asuransi Sya-riah.
Asuransi Syariah itu dasar filosofinya adalah hadits Rasulullah saw :
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
Perumpamaan
kaum mukmin itu dalam hal mereka saling mencintai, saling menyayangi berasas
iman dan saling menolong, seperti tubuh jika sakit satu bagian darinya pastilah
seluruh tubuh akan berteriak kesakitan akibat tidak bisa tidur dan demam tinggi
Ucapan
Nabi Muhammad saw وَتَعَاطُفِهِمْ adalah asas
filosofis bagi Asuransi Syariah. Benarkah
de-mikian?
Tanpa harus
membahas panjang lebar realitas asuransi yang dipastikan muncul dalam sistem
pere-konomian kapitalisme (tidak ada yang dinamakan Asuransi Syariah) dan haram
dalam pandangan Islam karena tidak memenuhi salah satu rukun aqad
dalam Islam yakni rukun مَعْقُوْدٌ بِهِ (perkara yang
jadi objek aqad alias yang diaqadkan), maka anggapan bahwa hadits tersebut
adalah asas filosofis bagi Asuransi Syariah tentu saja merupakan sebuah
kedustaan yang disandarkan kepada Rasulullah saw dan aksi
penyesatan terhadap pemikiran umat Islam dengan “memaksa” Islam un-tuk
mengakui dan membenarkan Asuransi (apa pun nama dan jenisnya saat ini). Hal itu
karena im-plementasi dari pernyataan Rasulullah saw tersebut telah dilakukan
secara riil sepanjang beliau se-bagai Kepala Negara Islam pertama di Madinah
Al-Munawwarah. Beliau menjaga, memelihara dan mempertahankan realitas تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ di antara umat
Islam selalu menjaga, memelihara dan mempertahankan keutuhan realitas جَمَاعَةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامُهُمْ :
مَنْ
أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ
أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ (رواه مسلم)
Siapa saja yang medatangi kalian
dan urusan kalian tersatukan di tangan seorang, lalu dia (yang datang)
berkeinginan untuk menghancurkan keutuhan kalian atau memecah belah jamaah
kalian, maka bunuhlah dia oleh kalian
إِنَّهُ
سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ
الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ (رواه
مسلم)
Sungguh akan terjadi kekufuran dan kekufuran, lalu siapa
saja yang berkeinginan untuk memecah belah urusan umat ini yang tengah
tersatukan maka penggallah orang itu dengan pedang siapa pun dia
Oleh karena itu, jelas sudah adanya konspirasi alias
persekongkolan antara sebagian umat Islam yang dijuluki sebagai pakar (misal
Muhammad Syakir Sula sang Pakar
Marketing Syariah) dengan media massa (termasuk MetroTV)
dalam :
a. mengkisruhkan hampir seluruh pemikiran Islam dengan cara
menganggapnya, memposisikannya dan mengklaimnya sebagai tidak bertentangan
dengan berbagai bentuk sistema kufur seperti kapi-talisme, demokrasi,
sosialisme, nasionalisme, patriotisme dan sebagainya. Bahkan dengan penuh
percaya diri dan tanpa tedeng aling-aling mereka propagandakan bahwa Islam
mengakui dan mem-benarkan kekufuran tersebut.
b.
memposisikan kekufuran sebagai
dominan dan arus utama dalam kehidupan dunia lalu menempat-kan Islam (layaknya
agama spiritualisme ritualisme yang lain) sebagai sub sistem atau arus bagian
yang sangat lemah dan tidak berarti apa pun.
Jadi, media massa telah dengan sangat
tegas menampakkan keberpihakan dan pembelaannya kepada kekufuran
sekaligus menentang habis habisan kembalinya kedudukan Islam
sebagai Ideologi Dunia yang telah pernah berhasil mengantarkan seluruh manusia
kepada kesejahteraan hidupnya. Inilah agen-da tersembunyi dari berbagai tema
yang digunakan oleh mereka antara lain oleh MetroTV : Rahmat Semesta Alam : Sukses Syariah untuk Indonesia
yang Lebih Baik.
Syariah Islamiyah : realitas sukses dan
peruntukkannya
Istilah sukses diserap oleh Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris
success yang bermakna berhasil atau اَلنَّجَاحُ dalam Bahasa Arab. Sehingga ketika MetroTV
menyatakan Sukses Syariah untuk
Indone-sia yang Lebih Baik, maka itu
artinya MetroTV berusaha keras sekuat tenaga untuk menjadikan peng-gunaan
syariah yakni Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah, Asuransi Syariah dan lainnya sukses
alias berhasil dengan tujuan supaya keadaan perekonomian Indonesia jadi
lebih baik dari saat ini. Lalu, ba-gaimana sebenarnya realitas sukses syariah
Islamiyah berikut peruntukkannya?
Para ulama, fuqaha, mujtahidin sepakat bahwa
Nabi Muhammad saw dan Khulafa Rasyidun telah sukses alias berhasil sempurna
dalam memberlakukan syariah Islamiyah dalam kehidupan dunia dan itu dipastikan
dengan terbebasnya manusia dari belenggu kekufuran dan syar (مِن جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ)
lalu me-nempatkan mereka dengan mantap dalam اَلْخَيْرِ
وَهُوَ الإِسْلاَمُ. Inilah yang
ditunjukkan dengan gamblang oleh sejumlah dalil antara lain :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ جَابِرٍ قَالَ حَدَّثَنِي بُسْرُ
بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو إِدْرِيسَ
الْخَوْلَانِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ
النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ
بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ
وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ
وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ
وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ
دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي
ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ
كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ
وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ (رواه البخاري)
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ
ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا
أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ
أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة : 257)
Kedua dalil menunjukkan bahwa :
1.
ketika manusia termasuk para sahabat hidup di bawah asuhan Nabi
Muhammad saw, tidak diragu-kan lagi itulah realitas sukses pemberlakuan syariah
Islamiyah (نَجَاحُ انْطِبَاقِ الشَّرِيْعَةِ
الإِسْلاَمِيَّةِ) di dunia. Hal itu
dipastikan oleh ucapan Hudzaifah : يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ
بِهَذَا الْخَيْرِ. Lalu walau tidak
diungkap dalam hadits Hudzaifah namun banyak dalil lain yang memastikan bahwa
realitas sukses pemberlakuan syariah Islamiyah berlanjut hingga Khulafa
Rasyidun, antara lain :
عَنْ
عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفَجْرَ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً
بَلِيغَةً ذَرَفَتْ لَهَا الْأَعْيُنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ قُلْنَا أَوْ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا
قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا
حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى بَعْدِي اخْتِلَافًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (رواه احمد)
Ucapan Nabi Muhammad saw فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَعَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ memastikan bahwa realitas sukses pemberlakuan
Islam sepanjang dipimpin oleh Khulafa Rasyidun adalah sama persis dengan ketika
masih di bawah kendali beliau saw sendiri.
2.
sedangkan kehidupan manusia yang diberlangsungkan tidak seperti
saat Rasulullah saw dan Khula-fa Rasyidun, maka itu adalah realitas ketidak
suksesan pemberlakuan syariah Islamiyah yang ditan-dai dengan adanya :
a.
وَمَا دَخَنُهُ قَالَ
قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ (apa itu
kabutnya, beliau menjawab : satu kaum yang tidak memberlakukan hidayahku, kamu
kenal mereka dan kamu ingkari)
b.
دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
(para penyeru kepada pintu jahannam, siapa saja yang memenuhi mereka
pastilah mereka berhasil menjebloskannya ke dalam jahannam). Ciri para
penyeru ini adalah هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا
(mereka berpenampilan luar yang sama dengan kita dan mereka membicarakan
lisan kita yakni Islam)
Jika realitas (a)
dan/atau (b) telah ada dalam kehidupan umat Islam maka Rasulullah saw
mewajib-kan mereka untuk تَلْزَمُ جَمَاعَةَ
الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ (kamu harus berpegang teguh menyatukan
diri dengan jamaah kaum muslim dan imam mereka) yakni tentu saja saat
Khilafah Islamiyah ada. Lalu saat Khilafah Islamiyah tidak ada (فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ) maka umat Islam haram
membiarkan diri mereka berada dalam naungan atau kungkungan firqah (apa pun
bentuk dan manifestasinya) walau hal itu akan sangat menyulitkan mereka :
فَاعْتَزِلْ
تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى
يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
3.
ayat البقرة : 257 memastikan realitas sukses pemberlakuan
syariah Islamiyah yakni berhasil mem-bebaskan manusia dari belenggu jeratan
kehidupan berbasis kekufuran (الظُّلُمَاتِ) ke dalam kehidup-an yang khas berbasis
Islam (النُّورِ).
Dengan demikian dapat dipastikan tanpa
sedikit pun keraguan bahwa tidak akan pernah ada dan terjadi realitas sukses
pemberlakuan syariah Islamiyah saat ini di mana pun termasuk di Negara Kesatuan
Re-publik Indonesia (NKRI), sebab seluruh negara kebangsaan yang jumlahnya
hampir 200 buah tersebut adalah bentuk negara yang diharamkan oleh Islam dan
bertentangan dengan Khilafah Islamiyah. Lagi pula, saat ini yang berlaku secara
pasti adalah kekufuran yang dikendalikan secara ketat oleh kaum ku-far : وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ
مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ,
sehingga adalah mustahil dapat terjadi rea-litas sukses pemberlakuan syariah
Islamiyah dan yang terjadi adalah pelecehan dan penistaan
terhadap Islam yang dilakukan oleh kaum kufar berikut para pengekornya dari
kalangan umat Islam.
Realitas sukses pemberlakuan syariah Islamiyah ditunjukkan secara
pasti oleh terpelihara, terjaga dan terurusnya seluruh kepentingan warga negara
Khilafah Islamiyah (umat Islam dan ahlu dzimmah) di dalam negeri dan tersebar
luasnya risalah Islam kepada seluruh manusia di luar negeri. Inilah reali-tas
sukses pemberlakuan syariah Islamiyah berikut peruntukkannya
yang telah ditetapkan dalam Islam dan itu telah pernah terjadi secara
praktis sejak masih dipimpin oleh Nabi Muhammad saw hingga Khalifah
terakhir dari barisan Khulafa Rasyidun : Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Ramadlan
: bulan pengkisruhan pemikiran
Setiap
tahun di Bulan Ramadlan Jibril as selalu mendatangi Nabi Muhammad saw satu kali
untuk memeriksa dan memverifikasi seluruh ayat-ayat Al-Quran yang telah
diturunkan kepada beliau. Bah-kan pada Ramadlan di tahun beliau saw diwafatkan
oleh Allah SWT, maka Jibril datang dua kali :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ أَقْبَلَتْ فَاطِمَةُ تَمْشِي كَأَنَّ مِشْيَتَهَا مَشْيُ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرْحَبًا بِابْنَتِي ثُمَّ أَجْلَسَهَا عَنْ يَمِينِهِ أَوْ
عَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيْهَا حَدِيثًا فَبَكَتْ فَقُلْتُ لَهَا لِمَ
تَبْكِينَ ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيْهَا حَدِيثًا فَضَحِكَتْ فَقُلْتُ مَا رَأَيْتُ
كَالْيَوْمِ فَرَحًا أَقْرَبَ مِنْ حُزْنٍ فَسَأَلْتُهَا عَمَّا قَالَ فَقَالَتْ
مَا كُنْتُ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَتَّى قُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْتُهَا
فَقَالَتْ أَسَرَّ إِلَيَّ إِنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يُعَارِضُنِي الْقُرْآنَ كُلَّ
سَنَةٍ مَرَّةً وَإِنَّهُ عَارَضَنِي الْعَامَ مَرَّتَيْنِ وَلَا أُرَاهُ إِلَّا
حَضَرَ أَجَلِي وَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِ بَيْتِي لَحَاقًا بِي فَبَكَيْتُ فَقَالَ
أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِي سَيِّدَةَ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَوْ نِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ فَضَحِكْتُ لِذَلِكَ (رواه البخاري)
Dari Aisyah ra
berkata : Fatimah suatu saat datang berjalan dengan cara jalan yang serupa cara
ja-lannya Nabi saw, lalu Nabi saw berkata : selamat datang putriku kemudian
beliau mendudukannya di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau. Lalu beliau
membisikkan sesuatu kepadanya, maka seketika itu dia menangis. Lalu saya
bertanya kepadanya mengapa engkau menangis. Kemudian beliau membi-sikkan
sesuatu lagi kepadanya maka dia tersenyum lalu saya pun berkata kepadanya :
saya tidak per-nah melihat kegembiraan yang begitu dekat dengan kesedihan
seperti hari ini dan saya pun bertanya kepadanya tentang apa yang beliau
katakan. Lalu dia berkata : saya tidak pantas mengungkapkan ra-hasia Rasulullah
saw hingga Nabi saw sendiri diambil oleh Allah. Lalu saya (Aisyah) bertanya
lagi ke-padanya, maka dia berkata : beliau membisikkan kepada saya bahwa Jibril
biasa mencek ulang Al-Quran kepadaku satu kali setiap tahun dan sungguh dia
pada tahun ini mencek ulang dua kali dan aku tidak melihat apa pun dari itu
kecuali akan segera tiba ajalku dan sungguh engkau (Fatimah) adalah yang paling
awal dari keluargaku yang akan bertemu denganku, maka saya pun (Fatimah)
menangis. Lalu beliau berkata lagi : apakah engkau tidak suka menjadi ratunya
para wanita penghuni الْجَنَّةِ atau ratunya wanita kaum mukmin? Maka saya
pun tersenyum karena itu.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَعْتَكِفُ كُلَّ عَامٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي
قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا وَكَانَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ
فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ عُرِضَ
عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ (رواه ابن ماجه)
Dari Abi Hurairah
berkata : Nabi saw biasa i’tikaf setiap tahun selama sepuluh hari, lalu pada
tahun beliau diwafatkan beliau i’tikaf selama dua puluh hari. Dan setiap tahun
biasanya Al-Quran dicek u-lang kepada beliau satu kali, lalu ketika tiba tahun
diwafatkannya beliau maka Al-Quran dicek ulang sebanyak dua kali
Kedua dalil tersebut memastikan bahwa
walaupun Nabi Muhammad saw adalah tidak mungkin lupa walau satu
huruf pun dari Al-Quran dan juga mustahil beliau menyalahi,
menyimpang apalagi me-ninggalkan walau satu saja
dari ketentuan Allah SWT dalam Al-Quran, namun demikian untuk me-mastikan
Al-Quran yang ada dalam aqal dan benak beliau tetap utuh, murni, orisinal dan
otentik maka pemeriksaan dan verifikasi selalu
dilakukan oleh Jibril as satu kali setiap tahun dan dua kali di tahun wafatnya
Rasulullah saw.
Realitas itulah yang
mendorong para sahabat terutama setelah ditinggalkan selamanya oleh Nabi
Muhammad saw, untuk melakukan pengulangan hapalan Al-Quran mereka setiap saat
dan ketika Bulan Ramadlan hal itu mereka lakukan semakin intensif yakni dengan
menambah frekuensinya. Contohnya adalah Abdullah bin ‘Amr biasa mengkhatamkan
Al-Quran satu kali dalam satu pekan sesuai dengan pesan Nabi Muhammad saw
kepadanya. Demikian juga sekelompok sahabat melakukan hal yang sama seperti
Utsman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab. Utsman biasanya memulai
pembacaan Al-Quran pada malam Jumat yakni dari Al-Baqarah hingga Al-Maidah,
lalu pada malam Sabtu dari Al-An’am hingga Hud, lalu pada malam Ahad dari Yusuf
hingga Maryam, lalu pada malam Senin dari Thaha hingga Al-Qashash, lalu pada
malam Selasa dari Al-‘Ankabut hingga Shad, lalu pada malam Rabu dari Az-Zumar
hingga Ar-Rahman dan pada malam Kamis dia mengkhatamkannya. Bahkan khu-sus pada
Bulan Ramadlan, sayyidina Utsman mengkhatamkan Al-Quran sebanyak dua kali dalam
satu hari alias 58 atau 60 kali sepanjang Bulan Ramadlan.
Hasil
dari itu semua adalah menjelmanya para sahabat menjadi pengemban Ideologi Islam
yang sangat handal dan kuat serta konsisten alias istiqamah dan itu berlangsung
selama kepemimpinan Khu-lafa Rasyidun : Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman
bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka berempat dengan dukungan loyalitas
para sahabat lainnya benar-benar berhasil menjaga, memelihara dan
mempertahankan realitas Khilafah Islamiyah sebagai خِلَافَةٌ
عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (Khilafah yang berlang-sung di
atas manhaj nubuwwah) dan pada saat yang sama mereka juga berhasil mencegah
terjadinya penyimpangan apa pun dari perjalanan Khilafah tersebut (مُلْكًا عَاضًّا atau مُلْكًا
جَبْرِيَّةً). Artinya mereka ak-tualisasikan dengan sempurna pernyataan
Rasulullah saw :
تَكُونُ
النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا
شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ
أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا
جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ
تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (رواه احمد)
Hal itu dapat
mereka lakukan karena mereka hanya menjadikan Islam (yang bersumber dari
Al-Quran dan As-Sunnah) sebagai satu-satunya asas pemikiran dan perasaan mereka
yakni menjadi asas yang mendasari seluruh pemikiran, sikap maupun tindakan
mereka. Inilah yang memastikan bahwa bagi me-reka Bulan Ramadlan itu adalah
bulan pembenahan pemikiran supaya tetap berbasis Islam. Mereka sangat menyadari
bahwa kemuliaan, keunggulan dan kejayaan hidup mereka di dunia adalah
sepenuh-nya bertumpu kepada konsistensi dan loyalitas mereka terhadap seluruh
ketentuan Allah SWT maupun Rasulullah saw yang ada dalam Islam. Pemeliharaan
sikap konsisten dan loyal tersebut mereka lakukan dengan langkah awal berupa
mengulang-ulang pembacaan Al-Quran. Rasulullah saw menyatakan :
تَعَاهَدُوا
هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ
تَفَلُّتًا مِنْ الْإِبِلِ فِي عُقُلِهَا (رواه مسلم)
Senantiasakanlah kalian membaca Al-Quran ini, maka demi
Dzat yang diri Muhammad ada dalam genggaman tangan-Nya, sungguh Al-Quran itu
sangat mudah sekali lepas daripada unta yang mudah lepas dari tali yang
mengekangnya
Lalu, bagaimana halnya
dengan umat Islam saat ini? Memang benar ketika Bulan Ramadlan
tiba kepada umat Islam saat ini, mereka pun biasa mengulang-ulang pembacaan
terhadap Al-Quran persis seperti yang dilakukan oleh para sahabat di masa
kejayaan Islam dan umat Islam. Namun ada satu as-pek yang membedakan mereka secara
asasi dengan umat Islam di masa Khulafa Rasyidun yakni ber-kenaan
dengan hasil akhir dari aktivitas pembacaan secara berulang-ulang
terhadap Al-Quran.
Hasil akhir dari aktivitas
pembacaan Al-Quran secara berulang-ulang yang dilakukan oleh kaum muslim di
masa Khulafa Rasyidun adalah terpelihara dan terjaganya
pemberlakuan syariah Islamiyah secara konsisten dalam kehidupan dunia dengan
wadah pelaksanaan Khilafah Islamiyah. Sedangkan hasil akhir dari aktivitas
pembacaan Al-Quran secara berulang-ulang yang dilakukan oleh kaum mus-lim saat
ini adalah terpelihara dan terjaganya pemberlakuan sistema kufur
berbasis sekularisme yakni kapitalisme dan demokrasi dalam arena kehidupan
mereka di dunia. Jadi jika umat Islam pada 1.430 ta-hun yang lalu menunjukkan
hasil akhirnya berupa Islam tetap sebagai رَأْسُ الأَمْرِ لِحَيَاتِهِمْ, maka hasil akhir yang ditunjukkan
oleh umat Islam 1.430 tahun kemudian adalah berupa kekufuran yang
semakin man-tap kokoh sebagai رَأْسُ
الأَمْرِ لِحَيَاتِهِمْ.
Wal hasil, umat Islam di masa lalu menjadikan Bulan Ramadlan sebagai
bulan pembenahan bagi pemikiran Islami mereka (تَصْحِيْحٌ
لِفِكْرِهِمُ الإِسْلاَمِيَّةِ ), sedangkan umat Islam di masa kini
menjadikan bulan Ramadlan sebagai bulan pengokohan pemikiran kufur mereka : تَمْكِيْنٌ لِفِكْرِهِمُ الْكُفْرِيَّةِ. Rasulullah saw me-nyatakan :
يَؤُمُّ
الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ
سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً
فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ
سِلْمًا وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدْ فِي
بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ (رواه مسلم)
يَؤُمُّ
الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ وَأَقْدَمُهُمْ قِرَاءَةً فَإِنْ
كَانَتْ قِرَاءَتُهُمْ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ
كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا وَلَا
تَؤُمَّنَّ الرَّجُلَ فِي أَهْلِهِ وَلَا فِي سُلْطَانِهِ وَلَا تَجْلِسْ عَلَى
تَكْرِمَتِهِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَكَ أَوْ بِإِذْنِهِ (رواه مسلم)
No comments:
Post a Comment