Realitas empiris vs realitas ideologis
Simon Saragih (staf redaksi Harian Kompas) dalam laporan akhir
tahun (Kompas, Kamis 31 De-sember 2009, halaman 1) berjudul “Akhir dari Sebuah
Era” menyatakan :
Apa sebenarnya
yang didapatkan Indonesia dari 60 tahun ketenangan dunia, yang telah
me-nyejahterakan warga di Eropa, AS dan Asia? Kecuali kemakmuran yang dirasakan
sejumlah kecil kelas menengah ke atas, selama 60 tahun yang setara dengan masa
kemerdekaan kita, sebagian be-sar rakyat RI belum merdeka.
Jika kemerdekaan
itu dipahami sebagaimana tertuang dalam Deklarasi PBB, termasuk bebas buta
huruf, bebas dari kemiskinan, siapa dari kita yang berani menyatakan semua
warga RI telah merdeka?
Dalam konteks seperti
itu, bergunakah membicarakan tren global ke depan jika bagi kita itu hanya
sebagai pemuasan intelektual, atau jika itu hanya memuasi hasrat atau
memperlihatkan kege-nitan ilmuwan sosial, atau sekadar membuat para pemimpin
tidak terkesan ketinggalan zaman?
Masalahnya,
banyak rakyat tidak merdeka, juga karena kegagalan para reformis sejak 1998,
dan tentu juga akibat kegagalan Orde Lama dan “kehausan” Orde Baru pada
kekuasaan “abadi”, te-tapi hanya bisa memunculkan konglomerasi keluarga dan
teman. Kita bukan Taiwan, yang peme-rintahnya memanfaatkan ketenangan global
dengan kegiatan ekonomi dukungan usaha skala mene-ngah dan kecil, di samping
konglomerat seperti Evergreen.
Secara ekonomi,
Indonesia kini berada dekat episentrum pusaran bisnis. Sebagaimana dikata-kan
Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, adalah Asia dengan keberadaan China dan
India yang bisa menggerakkan kembali perekonomian global. Pemerintah, swasta,
dan warga AS sedang terbe-nam pada masalah utang, yang dalam beberapa tahun ke
depan membuat mereka tak berkonsumsi seperti sedia kala. Ini ditambah lagi
dengan status warga AS yang menua, yang membuat produkti-vitas melempem. Hal
yang lebih kurang serupa juga dialami Uni Eropa dan Jepang, yang juga ter-benam
masalah kesulitan ekonomi.
Kurs dollar AS
yang merosot, yang dijadikan sebagai sebuah sinyal dari perubahan sebuah era
keemasan ekonomi Barat oleh George Soros, merupakan eksternalitas positif yang
harus disyu-kuri RI. Sebagaimana juga telah dinyatakan Presiden Yudhoyono, Asia
adalah episentrum ekonomi itu.
Apiknya lagi, pranata sosial dan politik dunia kini makin
berbasiskan asas multilateral setelah George Bush lengser dengan segala dosa
dan warisannya soal Irak. Dengan keberadaan episentrum ekonomi dan kestabilan
sosial global, maka menjadi salah satu pemain global, sebagaimana
dipre-diksikan National Intelligence Committee AS, itulah hal yang seharusnya
dituju RI.
Anastasia Joice Tauris Santi (staf redaksi Harian Kompas) dalam
tulisannya berjudul “Asia, Pilar Ekonomi Global” (Kompas, Kamis 31 Desember
2009, halaman 6) menyatakan :
Gunjang-ganjing
finansial terburuk sejak Depresi Besar tahun 1930-an sudha mereda. Walau-pun
titik nadir sudah terlewati, dampaknya masih terasa, setidaknya dalam dua tahun
ke depan.
Tinjauan Ekonomi
2010 dari Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, pada 2010 pertumbuhan
ekonomi global sebesar 3,1 persen. Sebagian besar pertumbuhan itu akan didorong
Asia, terutama China dan India. Di dua negara itu, output industri tumbuh
dengan kecepatan tinggi dalam 18 bulan terakhir pada Oktober lalu. Sedangkan
untuk tahun 2009 ini, IMF memperkirakan pertumbuhan global minus 1,1 persen.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam paparan singkatnya mengenai prospek perekono-mian
global 2010 menyebutkan bahwa produksi industri sudah meningkat, juga pasar
saham global dan perdagangan internasional. Ketiga data tersebut merupakan
pertanda pembalikan arah setelah kejatuhan perdagangan internasional. Selain
itu, ketersediaan kredit juga menjadi mesin pendorong pemulihan ekonomi global.
Lembaga
multilateral lainnya, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan
(OECD), sangat optimistis akan keadaan perekonomian di 30 negara anggotanya
pada 2010. OECD menggandakan perkiraan pertumbuhan bagi negara-negara maju
seperti AS, Jepang, Jerman dan Inggris menjadi 1,9 persen dari perkiraan
sebelumnya yang hanya 0,7 persen pada Juni lalu.
Defisit anggaran di negara-negara maju juga semakin mencengangkan.
Defisit AS per Sep-tember sudah mencapai 1,42 triliun dollar AS. Di Eropa,
beberapa negara seperti Yunani dan Por-tugal mengalami defisit anggaran.
Defisit Yunani mencapi 300 miliar euro, setara dengan 12,7 per-sen dari produk
domestik bruto (PDB) pada 2009. angka itu jauh lebih tinggi dari limit defisit
yang diperkenankan di Uni Eropa sebesar 3 persen.
Beberapa perkiraan pertumbuhan ekonomi
kawasan 2010
|
·
Pertumbuhan di AS diperkirakan mencapai 2,5 persen pada
2010, naik dari perkiraan yang dibuat Juni lalu sebesar 0,9 persen. Tetapi
defisit anggaran AS masih akan merah, sebesar 1,42 triliun dollar AS per
September 2009.
·
Kawasan Asia, terutama Asia Timur, akan bertumbuh 4,2 persen tahun ini dan
6,8 persen pada tahun 2010.
·
Kawasan zona euro, 16 negara Eropa pengguna euro
diperkirakan akan bertumbuh 1,5 per-sen pada 2010. Jerman yang merupakan
pengekspor terbesar akan bertumbuh 1,6 persen pada 2010.
·
Pertumbuhan Amerika Latin dimotori oleh Brasil dan Meksiko. Brasil
diperkirakan ber-tumbuh 5 persen, Meksiko 3 persen setelah terkontraksi 7,2
persen pada 2009. Cile diperkira-kan bertumbuh 5 persen setelah kontraksi 1
persen pada 2009.
·
Di Timur Tengah, penurunan harga minyak dan kontraksi
investasi asing akan mengurangi laju pertumbuhan kawasan itu. Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto pada 2009 diperkirakan sebesar 2 persen dan pada 2010
sebesar 4,2 persen.
|
Sumber :
IMF/OECD/PBB/ADB
Menurut IMF,
sebagian dari pertumbuhan global pada 2010 akan tergantung pada keadaan di
Asia, setidaknya India dan China. China diproyeksikan masih dapat bertumbuh
hingga 9 persen dan India 6,4 persen. Pertumbuhan ekonomi yang besar ini
didukung paket stimulus ditambah ke-naikan permintaan domestik. Peningkatan
pasar domestik menjadi penting karena pasar ekspor me-reka, AS dan Eropa,
terlanda resesi.
Sedangkan Jepang
yang memiliki persoalan dengan deflasi, aktivitas perekonomian diperki-rakan
anjlok 5,4 persen tahun 2009 walaupun ada paket stimulus. Pada tahun 2010,
diperkirakan ekspor akan mendorong ekonominya hingga 1,7 persen.
Senada dengan
IMF, Bank Pembangunan Asia juga menekankan pentingnya peranan negara-negara di
Asia sebagai motor pertumbuhan tahun depan. Diperkirakan, 45 negara berkembang
di kawasan Asia Pasifik akan bertumbuh sebesar 4,5 persen tahun ini dan 6,6
persen pada 2010.
Negara berpenghasilan menengah di Asia
Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
diperkirakan akan bertumbuh 1,2 persen.
Demikianlah realitas empiris perjalanan putaran roda perekonomian
global sepanjang tahun 2009 yang hampir memastikan bahwa tahun 2010 akan
menjadi awal dari pegeseran pusat putarannya dari Amerika Serikat (AS), Uni
Eropa (UE) dan Jepang (ketiganya adalah anggota G-8) ke Asia dengan ti-tik
pusat putar adalah China bersama dengan India. Bahkan sejak pertengahan tahun
2009, China telah berhasil mengungguli AS dalam cadangan devisa yakni mencapai
2 triliun dollar AS. Inilah yang men-dorong Menteri Perdagangan AS Gary Locke
untuk memastikan bahwa sangat penting bagi AS dan China untuk menghasilkan
kesepakatan yang jelas, konkret dan dapat dijalankan. Dengan demikian, China
dan AS bisa membuktikan ke masyarakat dunia bahwa keduanya bisa bekerja sama
(Media In-donesia, Jumat 30 Oktober 2009, EKONOMI GLOBAL, halaman 15).
Mengapa Asia (diwakili China dan India) akan menjadi pusat putar
alias pilar perekonomian glo-bal? Hal itu sangat mungkin paling tidak dilihat
dari dua aspek yakni jumlah penduduk dan PDB. Ber-dasarkan data per 10 Februari
2009, total penduduk dunia adalah 6.755.124.372 orang dan negeri Chi-na
menampung 1.335.224.576 orang (19,766 persen) lalu India 1.159.212.547 orang
(17,16 persen). Artinya, dua negara Asia tersebut menampung 36,926 persen dari
total penduduk dunia. Sementara itu negara adidaya AS hanya berpenduduk
305.485.753 orang atau 4,52 persen dari total penduduk dunia atau jumlah
penduduk China dan India adalah 8,165 kali lipat jumlah penduduk negara AS.
Walaupun PDB (data tahun 2008) China yakni 4.222 miliar dollar AS dan India yakni 1.237
mi-liar dolar AS jika digabungkan sekali pun yakni 5.459 miliar dollar masih
sangat jauh di bawah PDB AS yang 14.334 miliar dollar yakni hanya 38,08
persennya, namun karena AS berada dalam resesi eko-nomi sepanjang tahun 2007
hingga triwulan II tahun 2009 maka PDB yang dimilikinya tersebut sama sekali
tidak banyak membantu perekonomiannya. Sementara AS berkutat dengan resesi
parah selama dua tahun lebih tersebut, China dan India (bersama dengan sejumlah
negara Asia lainnya termasuk Indonesia) dapat dikatakan hampir tidak terkena
imbas buruk dari resesi yang berawal dari AS tersebut. Inilah mengapa dalam dua
tahun terakhir yakni 2007-2009, China dapat melampaui AS paling tidak dalam
cadangan devisa di Bank Centralnya yakni mencapai 2 triliun dollar
AS (bandingkan dengan Indonesia yang hingga akhir Desember 2009 cadangan
devisanya di BI hanya 66,1 miliar dollar AS).
Realitas China tersebut telah mendorong negara tirai bambu itu
untuk menunjukkan sedikit per-lawanan kepada AS dengan memberlakukan perang
tarif, seperti yang diungkapkan oleh Windy Dyah Indriantari dalam analisisnya
berjudul “Resesi Ekonomi AS Berakhir” (Media Indonesia, Jumat 30 Ok-tober 2009,
EKONOMI GLOBAL, halaman 15) : Departemen Perdagangan AS pada Selasa (27/10)
merancang pajak impor pendahuluan terhadap jeruji baja dan kawat baja ulir,
sebagai respons atas subsidi China terhadap produksi kedua jenis produk.
Menurut rencana, penetapan akhir pajak itu akan terlaksana pada Januari
mendatang. China kemudian mengirimkan dokumen resmi ke pemerintah AS yang
mengungkapkan rencana investigasi perdagangan terhadap mobil-mobil angkutan dan
sport pro-duksi Chrysler, Ford dan General Motors. Investigasi itu sangat
mungkin akan berujung pada tarif im-por baru atas produk ketiga raksasa
otomotif AS. Sebelumnya, pemerintah Obama mengenakan pajak impor ban mobil
produksi China. Pengenaan pajak itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan AS
terhadap produk tersebut. China langsung merespons dengan mengatakan akan
meluncurkan investi-gasi antidumping produk ternak dan otomotif AS. Nilai
perdagangan kedua jenis produk kurang lebih sama dengan ekspor ban China ke AS.
Sekali lagi, itulah realitas empiris perjalanan perekonomian
global yang hampir memastikan bah-wa poros putarnya akan beralih dari Dunia
Barat ke Asia yakni terutama China. Namun, apakah de-ngan fakta tersebut serta
merta kendali perekonomian dunia pun akan berpindah tangan dari AS dan se-kutunya
(Dunia Barat/G-8) kepada China? Tentu saja tidak akan serta merta bahkan tidak
akan pernah terjadi dengan argumen :
1.
selama ini keberanian China untuk melakukan perlawanan terhadap
adidaya AS hanyalah berupa reaksi atas semua kebijakan
perdagangan AS dan sama sekali belum pernah terjadi China melaku-kan inisiatif
kebijakan perdagangan yang secara langsung membidik AS.
2.
walau China sejak musim panas 2008 telah mematok nilai yuan
terhadap dollar dalam level rendah, namun kebijakan itu masih sangat mungkin berubah
seiring dengan adanya pertemuan dagang ta-hunan China-AS (Kamis, 29 Oktober
2009) yang dipimpin oleh Gary Locke (Menteri Perdagangan AS) dan Wang Qishan
(Wakil Perdana Menteri China). Locke mengatakan AS menginginkan nilai tukar
China naik. AS sedang mengupayakan tercapainya kesepakatan nilai tukar dan
perdagangan dengan mitra dagang terbesar keduanya itu. Meski hanya terbesar
kedua, China memegang piutang asing terbesar pemerintah AS. (Windy Dyah
Indriantari).
3.
AS masih menjadi pemegang saham terbesar (51 persen) baik di IMF
maupun Bank Dunia sehing-ga secara kendali perekonomian, AS masih nomor satu di
dunia dan dengan demikian sangat lelua-sa untuk memberikan tekanan ekonomi
bahkan ancaman embargo ekonomi (parsial maupun me-nyeluruh) kepada seluruh
negara yang ada di dunia termasuk China. Realitas AS tersebut semakin kuat
dengan posisinya yang masih nomor satu terkuat dalam arena militer, politik
serta ideologi melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun lembaga regional
seperti NATO, APEC, NAFTA bahkan sangat mungkin di ASEAN, Non Blok, OIC (OKI).
4.
AS masih menjadi tuan paling besar (the biggest boss) bagi
sekutunya di Eropa, Asia dan Australia (melalui G-8 dan APEC). Hal itu
ditunjukkan secara pasti oleh kegagalan mata uang UE (euro) un-tuk sekedar menyamai
kekuatan dollar AS, bahkan hingga saat ini belum ada satu negara pun di lu-ar
kawasan UE yang menyimpan cadangan devisanya dalam euro, atau hingga saat ini
seluruh tran-saksi perdagangan komoditas dunia masih menggunakan dollar AS dan
belum ada yang berani ber-alih kepada euro. Bahkan, pada pertemuan G-20 tanggal
15 November 2008 lalu Presiden China Hu Jintao menyatakan : pertumbuhan
ekonomi yang stabil dan relatif cepat di China sangat pen-ting dalam
berkontribusi terhadap stabilitas finansial internasional serta pertumbuhan
ekonomi global. Oleh karena itu, bagaimana mungkin China dengan yuan-nya akan
begitu saja dapat meng-ambil alih kendali perekonomian global dari genggaman
AS, hanya karena China didaulat sebagai pusat putaran roda perekonomian dunia?
Wal hasil, adalah keliru jika dikatakan Asia akan menjadi pilar
ekonomi global yang dimulai pa-da tahun 2010 dan berpusat di China bersama
dengan India. Hal itu karena makna pilar ekonomi adalah bukan hanya sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi melainkan harus menjadi pengendali
dalam penge-lolaan terhadap hasil pertumbuhan itu sendiri. Faktanya, hingga
saat ini China apalagi India sama seka-li belum mampu (bahkan tidak akan
pernah) mengelola pertumbuhan ekonominya sedemikian rupa se-hingga dapat
menjadikan negara itu dapat mengalahkan AS lalu mengambil alih kedudukan negara
adi-daya tersebut sebagai penentu sekaligus pengendali pengelolaan hasil dari
pertumbuhan ekonomi nega-ra per negara maupun global. Lalu, apa sebenarnya yang
akan terjadi pada tahun 2010 dan seterusnya?
Hakikat empiris perekonomian dunia memang memastikan bahwa pusat
pertumbuhan maupun sumber kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global adalah
Asia dan itu berada di China bersama dengan India. Namun realitas tersebut sama
sekali tidak mengantarkan kedua negara besar di Asia ter-sebut sebagai pilar
perekonomian dunia lalu menjadi penentu dan pengendali dalam pengelolaan hasil
dari pertumbuhan ekonomi keduanya apalagi ekonomi global. Dengan demikian,
China dan India ha-nya akan menjadi mesin pertumbuhan yang baru bagi the
biggest boss yakni AS beserta sekutunya di G-8 maupun G-20. Inilah
imperialisme AS gaya baru yang tidak akan pernah disadari oleh pihak mana pun,
termasuk China maupun India!
Mengapa AS dan UE sepakat terhadap Asia?
Kesepakatan AS dan UE untuk merealisir Asia sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi dunia adalah karena mereka sangat sadar bahwa tidak mungkin
bagi AS maupun UE untuk dapat pulih 100 persen dari resesi ekonomi sangat parah
yang berawal dari kasus subprime mortgage di AS sendiri. Padahal masyarakat mereka
yang terkenal sangat manja dan boros, tentu saja tidak akan pernah mau untuk
me-nunggu terlalu lama (lebih dari setahun) hingga keadaan ekonomi pulih sedia
kala. Masyarakat AS dan UE dapat dipastikan akan sangat menuntut pemerintahnya
masing-masing untuk segera dapat mengem-balikan keadaan minimal persis seperti
sebelum terjadinya krisis. Jika tuntutan masyarakat tersebut ti-dak dipenuhi
oleh pemerintahnya masing-masing dengan cepat maka dipastikan akan mendorong krisis
yang tengah berlangsung melebar ke arah politik dan keamanan. Pelebaran krisis
sebenarnya telah ter-jadi walaupun secara kasuistik, bahkan di AS sendiri yakni
dengan mulai adanya penurunan tingkat ke-percayaan bahkan lontaran kritik
kepada administrasi Obama, seperti yang diungkapkan oleh Simon Saragih : Presiden
Barack Obama masih ada hingga 2012 dan bisa menahan kebijakan buruk, lepas dari
penilaian negatif yang sudah mulai muncul terhadapnya. Mengapa AS dan UE
tidak mungkin me-lakukan recovery perekonomian mereka dengan cepat?
Tentu saja itu tidak mungkin dilakukan sebab krisis yang terjadi sejak 2007
tersebut berawal dari sektor moneter yakni kredit macet, lalu berlanjut kepada
krisis likuiditas (krisis finansial) yang memakan korban lembaga keuangan bank
maupun non bank. Korban berikutnya adalah pasar modal yang ditandai dengan
kejatuhan nilai indeks di bursa efek utama dunia (Dow Jones Industrial Average,
Nasdaq, Nikkei 225, Hangseng, Straits Times dan lain-nya) kemudian terakhir
adalah sektor riil : bangkrutnya General Motors di AS, goyahnya raksasa
elek-tronik Sony di Jepang dan sebagainya. Realitas keterpurukan tersebut
ternyata masih berlangsung hing-ga awal tahun 2010 ini, sehingga adalah
mustahil upaya recovery dapat dilakukan dalam tempo yang singkat padahal
imbas buruk resesi ekonomi masih sangat nyata (terutama di sektor riil) hingga
2010 bahkan diprediksikan hingga 2012 mendatang. Apakah masyarakat AS dan UE
bersedia untuk sabar selama itu? Tentu saja mustahil bagi masyarakat kedua
kawasan tersebut untuk “sabar menanti” mengi-ngat sifat manja, hidup mewah dan
boros yang telah mendarah daging dalam pola kehidupan mereka selama ini.
Oleh karena itu, para pembuat kebijakan di AS dan UE setelah
beberapa saat mencari dan mene-liti, akhirnya menemukan lalu memutuskan untuk
menjadikan China bersama India sebagai pusat putar mesin ekonomi mereka yang
sejak tahun 2007 tengah berhenti total dan harus diperbaiki secara total,
bahkan sangat mungkin harus diganti dengan yang baru. Bersamaan dengan upaya perbaikan
menyelu-ruh atau kebijakan penggantian tersebut, mereka sangat menyadari
masyarakat tidak mungkin akan rela menunggu “sabar menanti” hingga semuanya
kembali seperti semula. Inilah mengapa mereka dengan sangat cepat dan totalitas
menggiring opini dunia untuk sepakat bahwa tahun 2010 adalah tahun kepas-tian
Asia sebagai pilar perekonomian global dan itu (sesuai dengan rencana)
ditetapkan secara spesifik di China dan sebagai alternatif adalah India. Lalu,
bagaimana dengan Indonesia?
Simon Saragih menyatakan harapannya terhadap Indonesia : dengan
keberadaan episentrum eko-nomi dan kestabilan sosial global, maka menjadi salah
satu pemain global, sebagaimana diprediksikan National Intelligence Committee
AS, itulah hal yang seharusnya dituju RI. Mungkinkah Indonesia dengan
segala hal yang dimilikinya mampu menjadi salah pemain global tersebut?
Jawabannya adalah sangat mungkin namun bukan seperti realitas China maupun
India melainkan sebagai pemain figuran alias pembantu terutama bagi China.
Inilah yang ditunjukkan secara pasti oleh adanya perjanjian perda-gangan bebas
Asean 6 (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand)
dengan China yang mulai efektif berlaku tahun 2010. Tentu saja yang paling
dibidik oleh China dari Asean 6 tersebut adalah Indonesia mengingat jumlah
penduduknya yang sangat banyak yakni terbesar dunia nomor empat : 239.240.336
orang.
Jadi, seperti biasanya tahun 2010 pun tengah dijadikan awal
implementasi konspirasi konstelatif oleh Dunia Barat (AS dan UE) untuk menjadikan
China sebagai pusat pertumbuhan perekonomian global (Dunia Barat), lalu hasil
dari pertumbuhan tersebut selanjutnya telah dipastikan melalui berbagai
instrumen kesepakatan dengan China untuk mengalir deras tanpa hambatan apa pun
kepada tangan pe-ngendalinya yakni AS dan sebagai alternatif UE. Barat pun
meminta kepada China untuk menggan-deng India di Asia Selatan dan Asean di Asia
Tenggara demi semakin terjaminnya keberhasilan China sebagai mesin baru
perekonomian mereka dan menjaga komitmen negeri Tiongkok tersebut untuk
me-ngalirkan hasilnya ke Barat dan bukan ke arah lainnya.
Demikianlah realitas kaum kufar dalam aksi
mereka untuk mempertahankan sekaligus melestari-kan pemberlakuan kekufuran
(ideologi kapitalisme) dalam arena perekonomian dunia. Tentu saja untuk tujuan
itu mereka harus membelanjakan harta yang sangat banyak, namun korbanan
tersebut dipastikan akan mereka lakukan karena mereka sangat yakin dengan
keuntungan yang akan mengalir kepada me-reka adalah jauh lebih sangat besar
dari biaya yang harus dikorbankan (prinsip ekonomi kapitalistik). Allah SWT
menyatakan :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ
عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ
يُحْشَرُونَ (الأنفال : 36)
Sikap yang benar dari umat Islam terhadap
percaturan global
Kembali kepada Islam secara كَافَّةً adalah selain
melaksanakan perintah Allah SWT juga menjadi metode satu-satunya bagi umat
Islam untuk dapat melepaskan diri secara utuh dari belenggu memati-kan sistema
kufur kapitalisme. Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
Umat Islam juga
harus menjadikan informasi dari Allah SWT yakni :
مَا يَوَدُّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ
مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (البقرة : 105)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (آل عمران : 149)
إِنَّ
شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
(الأنفال : 55)
الَّذِينَ
يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ
عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (النساء : 139)
juga informasi dari Rasulullah saw yakni :
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا
جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ (رواه البخاري)
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ
دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ (رواه مسلم)
sebagai
asas berpikir mereka sehingga dipastikan akan menghasilkan pemahaman
yang sahih terha-dap realitas kehidupan saat ini yang nyata-nyata
berbasis kekufuran dan sama sekali tidak ada hubu-ngannya dengan Islam. Dengan
demikian kekisruhan pemikiran dan kekacauan sikap mereka yang telah lebih dari
satu abad melekat erat pada diri mereka, dapat dengan mudah, murah, sederhana
serta cepat dan menyeluruh utuh hilang lalu tergantikan oleh pemikiran yang
jernih Islami serta sikap yang benar sesuai dengan seluruh ketentuan Allah SWT
dalam Islam :
وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (النور : 55)
No comments:
Post a Comment