Monday, November 11, 2013

TAHUN 2010 : AWAL ERA BARU, BENARKAH?


Realitas empiris vs realitas ideologis
Simon Saragih (staf redaksi Harian Kompas) dalam laporan akhir tahun (Kompas, Kamis 31 De-sember 2009, halaman 1) berjudul “Akhir dari Sebuah Era” menyatakan :
Apa sebenarnya yang didapatkan Indonesia dari 60 tahun ketenangan dunia, yang telah me-nyejahterakan warga di Eropa, AS dan Asia? Kecuali kemakmuran yang dirasakan sejumlah kecil kelas menengah ke atas, selama 60 tahun yang setara dengan masa kemerdekaan kita, sebagian be-sar rakyat RI belum merdeka.
Jika kemerdekaan itu dipahami sebagaimana tertuang dalam Deklarasi PBB, termasuk bebas buta huruf, bebas dari kemiskinan, siapa dari kita yang berani menyatakan semua warga RI telah merdeka?
Dalam konteks seperti itu, bergunakah membicarakan tren global ke depan jika bagi kita itu hanya sebagai pemuasan intelektual, atau jika itu hanya memuasi hasrat atau memperlihatkan kege-nitan ilmuwan sosial, atau sekadar membuat para pemimpin tidak terkesan ketinggalan zaman?
Masalahnya, banyak rakyat tidak merdeka, juga karena kegagalan para reformis sejak 1998, dan tentu juga akibat kegagalan Orde Lama dan “kehausan” Orde Baru pada kekuasaan “abadi”, te-tapi hanya bisa memunculkan konglomerasi keluarga dan teman. Kita bukan Taiwan, yang peme-rintahnya memanfaatkan ketenangan global dengan kegiatan ekonomi dukungan usaha skala mene-ngah dan kecil, di samping konglomerat seperti Evergreen.
Secara ekonomi, Indonesia kini berada dekat episentrum pusaran bisnis. Sebagaimana dikata-kan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, adalah Asia dengan keberadaan China dan India yang bisa menggerakkan kembali perekonomian global. Pemerintah, swasta, dan warga AS sedang terbe-nam pada masalah utang, yang dalam beberapa tahun ke depan membuat mereka tak berkonsumsi seperti sedia kala. Ini ditambah lagi dengan status warga AS yang menua, yang membuat produkti-vitas melempem. Hal yang lebih kurang serupa juga dialami Uni Eropa dan Jepang, yang juga ter-benam masalah kesulitan ekonomi.
Kurs dollar AS yang merosot, yang dijadikan sebagai sebuah sinyal dari perubahan sebuah era keemasan ekonomi Barat oleh George Soros, merupakan eksternalitas positif yang harus disyu-kuri RI. Sebagaimana juga telah dinyatakan Presiden Yudhoyono, Asia adalah episentrum ekonomi itu.
Apiknya lagi, pranata sosial dan politik dunia kini makin berbasiskan asas multilateral setelah George Bush lengser dengan segala dosa dan warisannya soal Irak. Dengan keberadaan episentrum ekonomi dan kestabilan sosial global, maka menjadi salah satu pemain global, sebagaimana dipre-diksikan National Intelligence Committee AS, itulah hal yang seharusnya dituju RI.
Anastasia Joice Tauris Santi (staf redaksi Harian Kompas) dalam tulisannya berjudul “Asia, Pilar Ekonomi Global” (Kompas, Kamis 31 Desember 2009, halaman 6) menyatakan :
Gunjang-ganjing finansial terburuk sejak Depresi Besar tahun 1930-an sudha mereda. Walau-pun titik nadir sudah terlewati, dampaknya masih terasa, setidaknya dalam dua tahun ke depan.
Tinjauan Ekonomi 2010 dari Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, pada 2010 pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,1 persen. Sebagian besar pertumbuhan itu akan didorong Asia, terutama China dan India. Di dua negara itu, output industri tumbuh dengan kecepatan tinggi dalam 18 bulan terakhir pada Oktober lalu. Sedangkan untuk tahun 2009 ini, IMF memperkirakan pertumbuhan global minus 1,1 persen.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam paparan singkatnya mengenai prospek perekono-mian global 2010 menyebutkan bahwa produksi industri sudah meningkat, juga pasar saham global dan perdagangan internasional. Ketiga data tersebut merupakan pertanda pembalikan arah setelah kejatuhan perdagangan internasional. Selain itu, ketersediaan kredit juga menjadi mesin pendorong pemulihan ekonomi global.
Lembaga multilateral lainnya, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), sangat optimistis akan keadaan perekonomian di 30 negara anggotanya pada 2010. OECD menggandakan perkiraan pertumbuhan bagi negara-negara maju seperti AS, Jepang, Jerman dan Inggris menjadi 1,9 persen dari perkiraan sebelumnya yang hanya 0,7 persen pada Juni lalu.
Defisit anggaran di negara-negara maju juga semakin mencengangkan. Defisit AS per Sep-tember sudah mencapai 1,42 triliun dollar AS. Di Eropa, beberapa negara seperti Yunani dan Por-tugal mengalami defisit anggaran. Defisit Yunani mencapi 300 miliar euro, setara dengan 12,7 per-sen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2009. angka itu jauh lebih tinggi dari limit defisit yang diperkenankan di Uni Eropa sebesar 3 persen.
Beberapa perkiraan pertumbuhan ekonomi kawasan 2010
·      Pertumbuhan di AS diperkirakan mencapai 2,5 persen pada 2010, naik dari perkiraan yang dibuat Juni lalu sebesar 0,9 persen. Tetapi defisit anggaran AS masih akan merah, sebesar 1,42 triliun dollar AS per September 2009.
·      Kawasan Asia, terutama Asia Timur, akan bertumbuh 4,2 persen tahun ini dan 6,8 persen pada tahun 2010.
·      Kawasan zona euro, 16 negara Eropa pengguna euro diperkirakan akan bertumbuh 1,5 per-sen pada 2010. Jerman yang merupakan pengekspor terbesar akan bertumbuh 1,6 persen pada 2010.
·      Pertumbuhan Amerika Latin dimotori oleh Brasil dan Meksiko. Brasil diperkirakan ber-tumbuh 5 persen, Meksiko 3 persen setelah terkontraksi 7,2 persen pada 2009. Cile diperkira-kan bertumbuh 5 persen setelah kontraksi 1 persen pada 2009.
·      Di Timur Tengah, penurunan harga minyak dan kontraksi investasi asing akan mengurangi laju pertumbuhan kawasan itu. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto pada 2009 diperkirakan sebesar 2 persen dan pada 2010 sebesar 4,2 persen.
Sumber : IMF/OECD/PBB/ADB
Menurut IMF, sebagian dari pertumbuhan global pada 2010 akan tergantung pada keadaan di Asia, setidaknya India dan China. China diproyeksikan masih dapat bertumbuh hingga 9 persen dan India 6,4 persen. Pertumbuhan ekonomi yang besar ini didukung paket stimulus ditambah ke-naikan permintaan domestik. Peningkatan pasar domestik menjadi penting karena pasar ekspor me-reka, AS dan Eropa, terlanda resesi.
Sedangkan Jepang yang memiliki persoalan dengan deflasi, aktivitas perekonomian diperki-rakan anjlok 5,4 persen tahun 2009 walaupun ada paket stimulus. Pada tahun 2010, diperkirakan ekspor akan mendorong ekonominya hingga 1,7 persen.
Senada dengan IMF, Bank Pembangunan Asia juga menekankan pentingnya peranan negara-negara di Asia sebagai motor pertumbuhan tahun depan. Diperkirakan, 45 negara berkembang di kawasan Asia Pasifik akan bertumbuh sebesar 4,5 persen tahun ini dan 6,6 persen pada 2010.
Negara berpenghasilan menengah di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam diperkirakan akan bertumbuh 1,2 persen.
Demikianlah realitas empiris perjalanan putaran roda perekonomian global sepanjang tahun 2009 yang hampir memastikan bahwa tahun 2010 akan menjadi awal dari pegeseran pusat putarannya dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan Jepang (ketiganya adalah anggota G-8) ke Asia dengan ti-tik pusat putar adalah China bersama dengan India. Bahkan sejak pertengahan tahun 2009, China telah berhasil mengungguli AS dalam cadangan devisa yakni mencapai 2 triliun dollar AS. Inilah yang men-dorong Menteri Perdagangan AS Gary Locke untuk memastikan bahwa sangat penting bagi AS dan China untuk menghasilkan kesepakatan yang jelas, konkret dan dapat dijalankan. Dengan demikian, China dan AS bisa membuktikan ke masyarakat dunia bahwa keduanya bisa bekerja sama (Media In-donesia, Jumat 30 Oktober 2009, EKONOMI GLOBAL, halaman 15).
Mengapa Asia (diwakili China dan India) akan menjadi pusat putar alias pilar perekonomian glo-bal? Hal itu sangat mungkin paling tidak dilihat dari dua aspek yakni jumlah penduduk dan PDB. Ber-dasarkan data per 10 Februari 2009, total penduduk dunia adalah 6.755.124.372 orang dan negeri Chi-na menampung 1.335.224.576 orang (19,766 persen) lalu India 1.159.212.547 orang (17,16 persen). Artinya, dua negara Asia tersebut menampung 36,926 persen dari total penduduk dunia. Sementara itu negara adidaya AS hanya berpenduduk 305.485.753 orang atau 4,52 persen dari total penduduk dunia atau jumlah penduduk China dan India adalah 8,165 kali lipat jumlah penduduk negara AS.
Walaupun PDB (data tahun 2008) China yakni 4.222 miliar dollar AS dan India yakni 1.237 mi-liar dolar AS jika digabungkan sekali pun yakni 5.459 miliar dollar masih sangat jauh di bawah PDB AS yang 14.334 miliar dollar yakni hanya 38,08 persennya, namun karena AS berada dalam resesi eko-nomi sepanjang tahun 2007 hingga triwulan II tahun 2009 maka PDB yang dimilikinya tersebut sama sekali tidak banyak membantu perekonomiannya. Sementara AS berkutat dengan resesi parah selama dua tahun lebih tersebut, China dan India (bersama dengan sejumlah negara Asia lainnya termasuk Indonesia) dapat dikatakan hampir tidak terkena imbas buruk dari resesi yang berawal dari AS tersebut. Inilah mengapa dalam dua tahun terakhir yakni 2007-2009, China dapat melampaui AS paling tidak dalam cadangan devisa di Bank Centralnya yakni mencapai 2 triliun dollar AS (bandingkan dengan Indonesia yang hingga akhir Desember 2009 cadangan devisanya di BI hanya 66,1 miliar dollar AS).
Realitas China tersebut telah mendorong negara tirai bambu itu untuk menunjukkan sedikit per-lawanan kepada AS dengan memberlakukan perang tarif, seperti yang diungkapkan oleh Windy Dyah Indriantari dalam analisisnya berjudul “Resesi Ekonomi AS Berakhir” (Media Indonesia, Jumat 30 Ok-tober 2009, EKONOMI GLOBAL, halaman 15) : Departemen Perdagangan AS pada Selasa (27/10) merancang pajak impor pendahuluan terhadap jeruji baja dan kawat baja ulir, sebagai respons atas subsidi China terhadap produksi kedua jenis produk. Menurut rencana, penetapan akhir pajak itu akan terlaksana pada Januari mendatang. China kemudian mengirimkan dokumen resmi ke pemerintah AS yang mengungkapkan rencana investigasi perdagangan terhadap mobil-mobil angkutan dan sport pro-duksi Chrysler, Ford dan General Motors. Investigasi itu sangat mungkin akan berujung pada tarif im-por baru atas produk ketiga raksasa otomotif AS. Sebelumnya, pemerintah Obama mengenakan pajak impor ban mobil produksi China. Pengenaan pajak itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan AS terhadap produk tersebut. China langsung merespons dengan mengatakan akan meluncurkan investi-gasi antidumping produk ternak dan otomotif AS. Nilai perdagangan kedua jenis produk kurang lebih sama dengan ekspor ban China ke AS.
Sekali lagi, itulah realitas empiris perjalanan perekonomian global yang hampir memastikan bah-wa poros putarnya akan beralih dari Dunia Barat ke Asia yakni terutama China. Namun, apakah de-ngan fakta tersebut serta merta kendali perekonomian dunia pun akan berpindah tangan dari AS dan se-kutunya (Dunia Barat/G-8) kepada China? Tentu saja tidak akan serta merta bahkan tidak akan pernah terjadi dengan argumen :
1.       selama ini keberanian China untuk melakukan perlawanan terhadap adidaya AS hanyalah berupa reaksi atas semua kebijakan perdagangan AS dan sama sekali belum pernah terjadi China melaku-kan inisiatif kebijakan perdagangan yang secara langsung membidik AS.
2.       walau China sejak musim panas 2008 telah mematok nilai yuan terhadap dollar dalam level rendah, namun kebijakan itu masih sangat mungkin berubah seiring dengan adanya pertemuan dagang ta-hunan China-AS (Kamis, 29 Oktober 2009) yang dipimpin oleh Gary Locke (Menteri Perdagangan AS) dan Wang Qishan (Wakil Perdana Menteri China). Locke mengatakan AS menginginkan nilai tukar China naik. AS sedang mengupayakan tercapainya kesepakatan nilai tukar dan perdagangan dengan mitra dagang terbesar keduanya itu. Meski hanya terbesar kedua, China memegang piutang asing terbesar pemerintah AS. (Windy Dyah Indriantari).
3.       AS masih menjadi pemegang saham terbesar (51 persen) baik di IMF maupun Bank Dunia sehing-ga secara kendali perekonomian, AS masih nomor satu di dunia dan dengan demikian sangat lelua-sa untuk memberikan tekanan ekonomi bahkan ancaman embargo ekonomi (parsial maupun me-nyeluruh) kepada seluruh negara yang ada di dunia termasuk China. Realitas AS tersebut semakin kuat dengan posisinya yang masih nomor satu terkuat dalam arena militer, politik serta ideologi melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun lembaga regional seperti NATO, APEC, NAFTA bahkan sangat mungkin di ASEAN, Non Blok, OIC (OKI).
4.       AS masih menjadi tuan paling besar (the biggest boss) bagi sekutunya di Eropa, Asia dan Australia (melalui G-8 dan APEC). Hal itu ditunjukkan secara pasti oleh kegagalan mata uang UE (euro) un-tuk sekedar menyamai kekuatan dollar AS, bahkan hingga saat ini belum ada satu negara pun di lu-ar kawasan UE yang menyimpan cadangan devisanya dalam euro, atau hingga saat ini seluruh tran-saksi perdagangan komoditas dunia masih menggunakan dollar AS dan belum ada yang berani ber-alih kepada euro. Bahkan, pada pertemuan G-20 tanggal 15 November 2008 lalu Presiden China Hu Jintao menyatakan : pertumbuhan ekonomi yang stabil dan relatif cepat di China sangat pen-ting dalam berkontribusi terhadap stabilitas finansial internasional serta pertumbuhan ekonomi global. Oleh karena itu, bagaimana mungkin China dengan yuan-nya akan begitu saja dapat meng-ambil alih kendali perekonomian global dari genggaman AS, hanya karena China didaulat sebagai pusat putaran roda perekonomian dunia?
Wal hasil, adalah keliru jika dikatakan Asia akan menjadi pilar ekonomi global yang dimulai pa-da tahun 2010 dan berpusat di China bersama dengan India. Hal itu karena makna pilar ekonomi adalah bukan hanya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi melainkan harus menjadi pengendali dalam penge-lolaan terhadap hasil pertumbuhan itu sendiri. Faktanya, hingga saat ini China apalagi India sama seka-li belum mampu (bahkan tidak akan pernah) mengelola pertumbuhan ekonominya sedemikian rupa se-hingga dapat menjadikan negara itu dapat mengalahkan AS lalu mengambil alih kedudukan negara adi-daya tersebut sebagai penentu sekaligus pengendali pengelolaan hasil dari pertumbuhan ekonomi nega-ra per negara maupun global. Lalu, apa sebenarnya yang akan terjadi pada tahun 2010 dan seterusnya?
Hakikat empiris perekonomian dunia memang memastikan bahwa pusat pertumbuhan maupun sumber kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global adalah Asia dan itu berada di China bersama dengan India. Namun realitas tersebut sama sekali tidak mengantarkan kedua negara besar di Asia ter-sebut sebagai pilar perekonomian dunia lalu menjadi penentu dan pengendali dalam pengelolaan hasil dari pertumbuhan ekonomi keduanya apalagi ekonomi global. Dengan demikian, China dan India ha-nya akan menjadi mesin pertumbuhan yang baru bagi the biggest boss yakni AS beserta sekutunya di G-8 maupun G-20. Inilah imperialisme AS gaya baru yang tidak akan pernah disadari oleh pihak mana pun, termasuk China maupun India!

Mengapa AS dan UE sepakat terhadap Asia?
Kesepakatan AS dan UE untuk merealisir Asia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia adalah karena mereka sangat sadar bahwa tidak mungkin bagi AS maupun UE untuk dapat pulih 100 persen dari resesi ekonomi sangat parah yang berawal dari kasus subprime mortgage di AS sendiri. Padahal masyarakat mereka yang terkenal sangat manja dan boros, tentu saja tidak akan pernah mau untuk me-nunggu terlalu lama (lebih dari setahun) hingga keadaan ekonomi pulih sedia kala. Masyarakat AS dan UE dapat dipastikan akan sangat menuntut pemerintahnya masing-masing untuk segera dapat mengem-balikan keadaan minimal persis seperti sebelum terjadinya krisis. Jika tuntutan masyarakat tersebut ti-dak dipenuhi oleh pemerintahnya masing-masing dengan cepat maka dipastikan akan mendorong krisis yang tengah berlangsung melebar ke arah politik dan keamanan. Pelebaran krisis sebenarnya telah ter-jadi walaupun secara kasuistik, bahkan di AS sendiri yakni dengan mulai adanya penurunan tingkat ke-percayaan bahkan lontaran kritik kepada administrasi Obama, seperti yang diungkapkan oleh Simon Saragih : Presiden Barack Obama masih ada hingga 2012 dan bisa menahan kebijakan buruk, lepas dari penilaian negatif yang sudah mulai muncul terhadapnya. Mengapa AS dan UE tidak mungkin me-lakukan recovery perekonomian mereka dengan cepat? Tentu saja itu tidak mungkin dilakukan sebab krisis yang terjadi sejak 2007 tersebut berawal dari sektor moneter yakni kredit macet, lalu berlanjut kepada krisis likuiditas (krisis finansial) yang memakan korban lembaga keuangan bank maupun non bank. Korban berikutnya adalah pasar modal yang ditandai dengan kejatuhan nilai indeks di bursa efek utama dunia (Dow Jones Industrial Average, Nasdaq, Nikkei 225, Hangseng, Straits Times dan lain-nya) kemudian terakhir adalah sektor riil : bangkrutnya General Motors di AS, goyahnya raksasa elek-tronik Sony di Jepang dan sebagainya. Realitas keterpurukan tersebut ternyata masih berlangsung hing-ga awal tahun 2010 ini, sehingga adalah mustahil upaya recovery dapat dilakukan dalam tempo yang singkat padahal imbas buruk resesi ekonomi masih sangat nyata (terutama di sektor riil) hingga 2010 bahkan diprediksikan hingga 2012 mendatang. Apakah masyarakat AS dan UE bersedia untuk sabar selama itu? Tentu saja mustahil bagi masyarakat kedua kawasan tersebut untuk “sabar menanti” mengi-ngat sifat manja, hidup mewah dan boros yang telah mendarah daging dalam pola kehidupan mereka selama ini.
Oleh karena itu, para pembuat kebijakan di AS dan UE setelah beberapa saat mencari dan mene-liti, akhirnya menemukan lalu memutuskan untuk menjadikan China bersama India sebagai pusat putar mesin ekonomi mereka yang sejak tahun 2007 tengah berhenti total dan harus diperbaiki secara total, bahkan sangat mungkin harus diganti dengan yang baru. Bersamaan dengan upaya perbaikan menyelu-ruh atau kebijakan penggantian tersebut, mereka sangat menyadari masyarakat tidak mungkin akan rela menunggu “sabar menanti” hingga semuanya kembali seperti semula. Inilah mengapa mereka dengan sangat cepat dan totalitas menggiring opini dunia untuk sepakat bahwa tahun 2010 adalah tahun kepas-tian Asia sebagai pilar perekonomian global dan itu (sesuai dengan rencana) ditetapkan secara spesifik di China dan sebagai alternatif adalah India. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Simon Saragih menyatakan harapannya terhadap Indonesia : dengan keberadaan episentrum eko-nomi dan kestabilan sosial global, maka menjadi salah satu pemain global, sebagaimana diprediksikan National Intelligence Committee AS, itulah hal yang seharusnya dituju RI. Mungkinkah Indonesia dengan segala hal yang dimilikinya mampu menjadi salah pemain global tersebut? Jawabannya adalah sangat mungkin namun bukan seperti realitas China maupun India melainkan sebagai pemain figuran alias pembantu terutama bagi China. Inilah yang ditunjukkan secara pasti oleh adanya perjanjian perda-gangan bebas Asean 6 (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand) dengan China yang mulai efektif berlaku tahun 2010. Tentu saja yang paling dibidik oleh China dari Asean 6 tersebut adalah Indonesia mengingat jumlah penduduknya yang sangat banyak yakni terbesar dunia nomor empat : 239.240.336 orang.
Jadi, seperti biasanya tahun 2010 pun tengah dijadikan awal implementasi konspirasi konstelatif oleh Dunia Barat (AS dan UE) untuk menjadikan China sebagai pusat pertumbuhan perekonomian global (Dunia Barat), lalu hasil dari pertumbuhan tersebut selanjutnya telah dipastikan melalui berbagai instrumen kesepakatan dengan China untuk mengalir deras tanpa hambatan apa pun kepada tangan pe-ngendalinya yakni AS dan sebagai alternatif UE. Barat pun meminta kepada China untuk menggan-deng India di Asia Selatan dan Asean di Asia Tenggara demi semakin terjaminnya keberhasilan China sebagai mesin baru perekonomian mereka dan menjaga komitmen negeri Tiongkok tersebut untuk me-ngalirkan hasilnya ke Barat dan bukan ke arah lainnya.
Demikianlah realitas kaum kufar dalam aksi mereka untuk mempertahankan sekaligus melestari-kan pemberlakuan kekufuran (ideologi kapitalisme) dalam arena perekonomian dunia. Tentu saja untuk tujuan itu mereka harus membelanjakan harta yang sangat banyak, namun korbanan tersebut dipastikan akan mereka lakukan karena mereka sangat yakin dengan keuntungan yang akan mengalir kepada me-reka adalah jauh lebih sangat besar dari biaya yang harus dikorbankan (prinsip ekonomi kapitalistik). Allah SWT menyatakan :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ (الأنفال : 36)

Sikap yang benar dari umat Islam terhadap percaturan global
Kembali kepada Islam secara كَافَّةً adalah selain melaksanakan perintah Allah SWT juga menjadi metode satu-satunya bagi umat Islam untuk dapat melepaskan diri secara utuh dari belenggu memati-kan sistema kufur kapitalisme. Allah SWT menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
Umat Islam juga harus menjadikan informasi dari Allah SWT yakni :
مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (البقرة : 105)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (آل عمران : 149)
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (الأنفال : 55)
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (النساء : 139)
juga informasi dari Rasulullah saw yakni :
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ (رواه البخاري)
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ (رواه مسلم)
sebagai asas berpikir mereka sehingga dipastikan akan menghasilkan pemahaman yang sahih terha-dap realitas kehidupan saat ini yang nyata-nyata berbasis kekufuran dan sama sekali tidak ada hubu-ngannya dengan Islam. Dengan demikian kekisruhan pemikiran dan kekacauan sikap mereka yang telah lebih dari satu abad melekat erat pada diri mereka, dapat dengan mudah, murah, sederhana serta cepat dan menyeluruh utuh hilang lalu tergantikan oleh pemikiran yang jernih Islami serta sikap yang benar sesuai dengan seluruh ketentuan Allah SWT dalam Islam :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (النور : 55)

No comments:

Post a Comment